1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok adalah salah satu zat adiktif yang apabila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Rokok merupakan hasil olahan tembakau terbungkus, termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (PP RI, 2003). Tembakau menghasilkan banyak bahan kimia ketika dihisap oleh perokok karena tinggi suhunya mencapai 900 C pada ujung rokok yang menyala. Rokok menimbulkan efek yang buruk bagi kesehatan, tidak hanya pada penggunaanya tetapi juga pada orang-orang di sekitar yang terpapar asap rokok. Lebih dari 4.000 bahan kimia telah diidentifikasi dalam asap tembakau. Banyak diantaranya beracun, beberapa bersifat radio aktif, lebih dari 40 bahan diketahui menyebabkan kanker, tembakau pun salah satu penyebab yang paling penting untuk kecacatan, penderitaan, dan kematian premature (Crofton and Simpson, 2009). Jumlah perokok laki-laki di dunia hampir 1 miliar orang, 35% berada di Negara maju dan 50% berada di Negara berkembang, sedangkan sebanyak 250 juta wanita mengkonsumsi rokok di dunia. Pada tahun 2030, WHO memperkirakan jumlah kematian akibat rokok mencapai lebih dari 8 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya. Kematian akibat rokok saat ini sudah mendekati 6 juta orang pertahun, 1
2 80% kematian ini terjadi di negara-negara berkembang termasuk negara Indonesia (WHO, 2011). Di Indonesia merokok merupakan kebiasaan yang telah mengakar di masyarakat, hal ini dapat dilihat dari penggunaannya yang terus mengalami peningkatan di setiap tahun. Secara nasional, konsumsi rokok di Indonesia pada tahun 2002 mencapai 182 milyar batang pertahun, membuat Indonesia menempati urutan kelima sebagai negara dengan konsumsi tembakau tertinggi dunia setelah Cina, Amerika, Rusia, dan Jepang pada tahun yang sama (Depkes RI, 2004). Penggunaan produk tembakau ini terus mengalami peningkatan, menurut World Health Organisation tahun 2008, Indonesia merupakan Negara terbesar ke-3 setelah China dan India sebagai negara perokok. Menurut data Global Adult Tobacco Survey 2011 prevalensi keseluruhan perokok di Indonesia sebesar 34,8% atau sekitar 59,9 juta jiwa yang terdiri dari perokok laki-laki 67,0% (57,6 juta jiwa) dan perempuan 2,7% (2,3 juta jiwa), diantara perokok tersebut jumlah perokok harian sebesar 50,3 juta jiwa dan sebesar 9,7 juta jiwa merupakan perokok sesekali. Non-perokok di Indonesia sebesar 65,2% dari populasi orang dewasa secara keseluruhan atau sekitar 111,2 juta jiwa (GATS, 2011). Para perokok di Indonesia mulai mengenal menggunakan rokok sejak usia dini. Hasil survey RISKESDAS pada tahun 2013, usia mulai menggunakan rokok adalah usia 5-9 tahun sebesar 1,7% (2010). Angka terbesar terlihat pada kelompok usia remaja dan usia sekolah yaitu sebesar 43,3% (2010), sedangkan usia merokok
3 saat usia dewasa yaitu sebesar 14,3% (2010), angka ini jauh lebih rendah dari jumlah usia mulai menggunakan rokok pada saat remaja (RISKESDAS, 2013). Di Yogyakarta sendiri penggunaan tembakau juga menyumbang angka yang cukup tinggi yaitu mencapai 21,2% merokok setiap harinya dan 5,7% merokok kadang-kadang dengan rata-rata penggunaan rokok 9,9 batang perharinya (RISKESDAS, 2013). Hasil survey perilaku merokok di Yogyakarta pada tahun 2005 menunjukkan bahwa usia mulai merokok cenderung semakin muda. Sebuah survey pada tahun 2008 tentang perilaku merokok remaja SMP dan SMA (12-18 tahun) di Yogyakarta, hampir 50% remaja setingkat SMA dan 30% remaja setingkat SMP pernah mencoba untuk merokok, dari sejumlah remaja tersebut, hanya 37,5% remaja yang bisa melepaskan diri untuk tidak merokok, sementara sebanyak 9,3% di antaranya menjadi perokok rutin, dan 3% diantaranya adalah remaja putri (Dinkesprov DIY, 2009). Penggunaan rokok di kalangan remaja juga dilaporkan oleh Rini (2010), ada 22 sekolah SMA dan SMP baik negeri dan swasta dengan populasi sebesar 2154 siswa yang diteliti, dilaporkan sebanyak 84,35% atau 1817 siswa tidak merokok, 337 siswa merokok. Dari 337 siswa yang merokok, sebanyak 15,63% atau 258 siswa merupakan perokok coba-coba (eksperimen) dan 3,66% atau 79 siswa menjadi perokok teratur (Rini A.R, 2010). Fenomena merokok di kalangan siswa sekolah di Yogyakarta juga dilaporkan oleh Tariza (2013) bahwa angka merokok pada siswa SMKN 3 Yogyakarta sebanyak 72,73% dari responden pria menyatakan pernah merokok dan 27,27% tidak pernah merokok. Sebanyak 3,57 responden wanita menyatakan pernah merokok dan 96,43%
4 tidak pernah merokok. 24,10% responden pernah merokok, 12,4% sering merokok, dan 4,82% selalu merokok. Mengenai informasi kegiatan merokok yang diterima oleh siswa SMKN 3 Yogyakarta ini, sebanyak 38,55% diperoleh dari teman, 21,69% dari orang tua, 2,41% dari yang lainnya Tariza (2013). Besarnya angka penggunaan rokok dikalangan remaja juga dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya persepsi yang salah. Faktor yang mendorong pelajar memiliki perilaku merokok adalah berawal dari coba-coba, menunjukkan jati diri dan menjadi sebuah kebutuhan yang dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi perokok. Para pelajar beranggapan bahwa melalui rokok akan tampak gagah, jantan dan diperhitungkan oleh lingkungan dalam kelompoknya (Setyanto, 2013). Hal ini juga diperkuat dengan pemaparan bahwa anak-anak cenderung merokok dalam kelompok sosial di sekolah, rokok dikenal sebagai bentuk berani mengambil resiko, mengendalikan ketegangan, meningkatkan harga diri, dan rasa percaya diri (Crofton and Simpson, 2009). Dari data di atas, besarnya penggunaan rokok di usia remaja dan besarnya angka jumlah mulai menggunakan rokok di usia remaja serta adanya persepsi yang salah pada mereka menjadi perhatian khusus, perlu ada upaya melawan dan menurunkan angka tersebut dari semua pihak baik upaya pemerintah dan masyarakat. Angka yang terbesar didapatkan dari kalangan usia sekolah, tentu guru memegang peran penting di dalam lingkungan sekolah, sebab guru menjadi tokoh yang di ikuti oleh para siswa. Guru diharapkan tidak menunjukkan perilaku merokok di lingkungan sekolah sehingga tidak memberikan efek negatif pada siswa namun masih
5 saja ada guru yang merokok di lingkungan sekolah. Hasil penelitian menyebutkan dari 675 guru di Sumatra dan Jawa yang disurvey, terdapat 12,3% perokok harian, 9,5% perokok kadang-kadang, hanya 54,41% dari guru perokok harian berpikir bahwa merokok mempengaruhi siswa untuk merokok. Selain itu 67,80% dari guru yang merokok kadang-kadang dan 83,02% guru yang tidak merokok percaya bahwa perilaku guru yang merokok memiliki dampak pada siswa mereka. Guru yang merokok harian cenderung merokok di lingkungan sekolah sebesar 85,29%, dari guru yang merokok kadang-kadang sebesar 51,67% yang merokok di lingkungan sekolah (Thabrany H., Pujianto, 2012). Untuk di Yogyakarta, dari 1.602 guru yang tersebar 30 SMP dan 30 SMA di kota Yogyakarta, 10% nya adalah perokok, 68% menyatakan pernah merokok di lingkungan sekolah dalam 1 tahun terakhir (Prabandari, 2011). Adanya penggunaan rokok oleh guru di lingkungan sekolah, tentu menimbulkan efek bagi peserta didik, guru adalah tokoh yang memiliki kekuasaan, jika seorang guru merokok maka perserta didik menganggap merokok merupakan kegiatan boleh dilakukan. Terdapat bukti jika sekolah melarang guru untuk merokok, angka merokok dikalangan para siswa di sekolah itu pun akan lebih rendah dibandingkan dengan sekolah yang memperbolehkan para guru untuk merokok (Crofton and Simpson, 2009). Guru diharapkan mampu menjadi role model dan mampu melakukan pembinaan bagi siswa dan siswi mereka untuk menghindari perilaku merokok sejak di usia sekolah, karena menurut penelitian sebelumnya bahwa perilaku merokok adalah perilaku yang dipelajari (Permatasari, 2000).
6 Peranan guru kepada siswa memberikan keteladanan, pengalaman, serta ilmu pengetahuan. Keteladanan seorang guru penting dalam proses pembelajaran anak. Guru merupakan orang tua kedua bagi para siswa di sekolah, guru diharapkan mampu mengarahkan siswa untuk menghindari penggunaan rokok yang membahayakan kesehatan. Pendapat ini diperkuat dengan Undang-undang SISDIKNAS tahun 2003 yang menyebutkan salah satu tujuan pendidikan nasional adalah mewujudkan generasi yang sehat, dimana dalam Undang Undang guru wajib memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (UURI No 14, 2005). Melihat fenomena diatas, guru yang seharusnya menjadi role model dikalangan pelajar diharapkan mampu terlibat dalam pencegahan perilaku merokok. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang gambaran persepsi guru terhadap rokok dan perilaku merokok di kota Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Penelitian Bagaimana persepsi guru SMA terhadap rokok dan perilaku merokok di kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui persepsi guru terhadap rokok di Kota Yogyakarta 2. Mengetahui persepsi guru terhadap perilaku merokok di Kota Yogyakarta
7 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan mengenai persepsi guru tentang rokok dan perilaku merokok di Kota Yogyakarta sebagai salah satu perilaku yang bedampak bagi kesehatan masyarakat. 2. Manfaat praktis a. Bagi peneliti Mampu menambah wawasan mengenai rokok dan perilaku merokok, Sebagai sarana bagi peneliti untuk berlatih melakukan penelitian, dan menyediakan data bagi penelitian selanjutnya. b. Bagi Mahasiswa Keperawatan Menambah wawasan bagi mahasiswa mengenai rokok dan perilaku merokok di Kota Yogyakarta, dapat menambah data kejadian merokok sehingga dapat dimanfaatkan untuk menunjang pembelajaran dan menjadi dasar untuk peningkatan kesehatan di masyarakat. c. Bagi guru dan pelajar Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menambah pengetahuan mengenai rokok dan perilaku merokok sehingga dapat menjadi mawas diri dan menjadi acuan untuk penanggulangan rokok dan perilaku merokok. d. Bagi Masyarakat Memberikan data dan pengetahuan mengenai rokok dan perilaku merokok sehingga menjadi acuan untuk penanggulangan perilaku merokok.
8 e. Bagi pemerintah Dapat dimanfaatkan menjadi sumber data mengenai rokok dan perilaku merokok dikalangan masyarakat, menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan-kebijakan dan program kesehatan terkait perilaku merokok di Indonesia. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai rokok telah banyak dilakukan, namun belum ada penelitian dengan judul yang serupa dengan penelitian ini. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai rokok adalah sebagai berikut: 1. Thabrany, Pujianto (2012) dengan judul Smokers Teacher Prevent Tobacco Controls Program In Indonesian Schools, merupakan penelitian deskriptif. Sampel penelitian adalah 675 guru sekolah menengah pertama di 5 propinsi di Jawa dan 4 propinsi Sumatra. Hasil penelitian ini adalah terdapat guru yang merokok di sekolah, perilaku merokok guru cenderung mempengaruhi sikap mereka terhadap pengendalian tembakau. Guru yang perokok harian cenderung menentang menghalangi upaya untuk mengendalikan epidemi merokok. Kesamaan dengan penelitian terdapat pada meneliti tentang rokok dan populasi guru. Perbedaannya terdapat pada variable yang di ukur. 2. Komasari, Helmi (2000) dengan judul Faktor-faktor penyebab perilaku merokok pada remaja, merupakan penelitian deskriptif. Sampel peneltian 75 orang berumur 15-18 tahun dan semuanya berjenis kelamin laki-laki. Hasil
9 peneltiannya adalah sikap permesif orang tua terhadap perilaku merokok remaja dan lingkungan teman sebaya merupakan prediktor terhadap perilaku merokok remaja, serta kepuasan yang diperoleh setelah merokok juga berpengaruh terhadap perilaku merokok mereka. Kesamaan dengan penelitian ini terdapat pada kesamaan meneliti perilaku merokok, dan perbedaan terdapat pada variabel peserpsi. 3. Epel, Josephsohn, Ehrenfeld (2004) dengan judul Nurshing Students Perception Of Smoking Prevention, merupakan penelitian survey cross-sectional. Sampel penelitian 782 responden dari 3 sekolah keperawatan di Israel. Hasil penelitian dari 782 responden yang menjawab koesioner, 22% dilaporkan menjadi perokok, reponden berpendapat perawat harus aktif dalam pencegahan merokok dan sikap perawat menjadi model yang di contoh bagi masyarakat. Kesamaan dengan penelitian ini terdapat pada variabel persepsi. Perbedaannya terdapat pada variabel persepsi terhadap rokok.