KATA PENGANTAR. Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa, Tuhan

dokumen-dokumen yang mirip
Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Suryani 2. Materi pasal yang diuji:

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

Oleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya menurut Sudikno Mertokusumo yang dimaksud dengan

Pada prinsipnya asas pada Hukum Acara Perdata juga berlaku di PA Asas Wajib Mendamaikan Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum, kec.

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA

TENTANG DUDUK PERKARANYA

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

BAB III PENETAPAN HARTA BERSAMA DALAM PERMOHONAN IZIN POLIGAMI SETELAH ADANYA KMA/032/SK/IV/2006

BERACARA DI PENGADILAN AGAMA DAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Oleh: Agus S. Primasta, SH 1

Pengadilan Agama Cilacap

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

EKSEPSI KOMPETENSI RELATIF DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PERADILAN AGAMA. Drs. H. Masrum M Noor, M.H EKSEPSI

Kuliah PLKH Oleh Fauzul A. Fakultas Hukum UPN Jatim 7 Maret /04/2013 1

BAB III PENERAPAN HAK EX OFFICIO HAKIM DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA BANGIL

SEKITAR PENCABUTAN GUGATAN Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMAGRESIK NOMOR: 0085/ PDT.P/ 2012/ PA. G.S TENTANG PENETAPAN AHLI WARIS

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KELAS IA CIMAHI NOMOR 4543/PDT.G/2016/PA.CMI TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul

MEWACANAKAN WALI ADHAL SEBAGAI PERKARA CONTENTIOUS

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA MUHAMMAD MUSLIH, SH, MH

BAB III. DESKRIPSI PUTUSAN PA JOMBANG NO. 1433/Pdt.G/2008/PA. JOMBANG TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN

Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

PENGADILAN AGAMA JAKARTA BARAT Jl. Pesanggrahan Raya No.32 Kembangan Jakarta Barat Telp./Fax. (021) sd. 95

BAB III K E A D A A N P E R K A R A

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III ASAS ULTRA PETITUM TERHADAP PERKARA PRODEO DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO. 1. Keadaan Geografis dan Wilayah Yuridiksi Pengadilan Agama

HUKUM ACARA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

UNDANG-UNDANG Nomor: 7 TAHUN 1989 Tentang PERADILAN AGAMA Tanggal: 29 DESEMBER 1989 (JAKARTA) LN 1989/49; TLN NO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

RUMUSAN HASIL RAPAT PLENO KAMAR AGAMA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TANGGAL 03 S/D 05 MEI

1. Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon / suami atau kuasanya :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara, yang berpuncak pada

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. Pengadilan Agama sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman. memiliki tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta

PENETAPAN AHLI WARIS DAN P3HP /PERMOHONAN PERTOLONGAN PEMBAGIAN HARTAPENINGGALAN

BAB II. PERCERAIAN PASANGAN YANG MENIKAH di KUA dan KANTOR CATATAN SIPIL. Perceraian dalam istilah fiqih disebut t}ala>q atau furqah.

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB III PUTUSAN PA BANGKALAN DAN PTA SURABAYA TENTANG PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN TERUS MENERUS SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN

BAB IV ANALISIS KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI, ISBAT NIKAH DAN PENETAPAN ANAK

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PA PURWODADI TENTANG KUMULASI GUGATAN. A. Analisis terhadap Putusan PA Purwodadi tentang Kumulasi Gugatan

BAB III KEWENANGAN PERADILAN AGAMA

Sekitar Kejurusitaan

BAB IV. ANALISIS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BUKITTINGGI NOMOR:83/Pdt.P/2012/PA.Bkt

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

STANDAR PELAYANAN PERKARA PERMOHONAN

Lex Privatum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya :

ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. OLEH : Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

BAB III PENCABUTAN GUGATAN DALAM PERKARA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA TUBAN

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg)

Setiap orang yang melaksanakan perkawinan mempunyai tujuan untuk. pada akhirnya perkawinan tersebut harus berakhir dengan perceraian.

BAB I PENDAHULUAN. perkara dihitung membutuhkan berapa hari dari tanggal register hingga putusan dibacakan, lalu diambil rata-ratanya.

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BAB IV MUTAH DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA. A. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Menggunakan atau Tidak

Nomor: 0171/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA LAWAN

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk dilakukan dan apa yang dalam kenyataan dilakukan. 1

BAB III PUTUSAN PERMOHONAN CERAI TALAK ANGGOTA TNI PENGADILAN AGAMA MALANG NO.737/PDT.G/2013/PA.MLG

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan berkeluarga terjadi melalui perkawinan yang sah, baik menurut

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan perkara di lingkungan peradilan agama, khususnya di pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

Kecamatan yang bersangkutan.

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan. (Dra. Muhayah, SH) : Apakah pewarisan terhadap anak angkat berdasarkan penetapan

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB I PENDAHULUAN. formil. Sebutan hukum acara perdata lebih lazim dipakai daripada hukum

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

DERDEN VERZET (Oleh : Drs. H. M. Yamin Awie, SH. MH. 1 )

gugatan/permohonan bagi orang-orang beragama Islam. Dalam pengajuan perkara di Pengadilan Agama, penggugat/pemohon dapat mendaftarkannya ke

PENGAJUAN GUGATAN by Fauzul. FH UPN JATIM 22 Maret 2013

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

STANDAR PELAYANAN PADA BADAN PERADILAN AGAMA (KMA

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

P U T U S A N. Nomor 1745/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Melawan

Transkripsi:

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmatnya laporan hasil penelitian Permohonan dalam Pemeriksaan di Pengadilan Agama dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Terima kasih yang sebesar besarnya bagi semua saja yang terlibat atas bantuan, saran dan dorongan yang diberikan, sehingga saya mampu memahami materi dengan lebih baik dan pada akhirnya mapu merampungkan penelitian ini. Penelitian ini masih jauh dari sempurna. Saran dan kritik yang membangun sangat saya harapkan demi sempurnanya penelitian ini. Akhir kata, semoga penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan secara khusus bagi hukum acara perdata dan lebih khusus lagi bagi hukum acara peradilan agama. Denpasar, 2015 Peneliti iii

DAFTAR ISI Halaman Judul i Lembar Pengesahan... ii Kata Pengantar... iii Daftar Isi iv Abstrak... v I. PENDAHULUAN 1 II. RUMUSAN MASALAH 2 III. TUJUAN PENELITIAN... 2 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 3 V. SIMPULAN... 12 iv

ABSTRAK Peradilan Agama adalah salah satu lingkungan peradilan dibawah Mahkamah Agung Republik Indonesia, yang dalam tingkat pertama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama. Peradilan agama mempunyai kekhususan dalam subyek, yaitu peradilan yang diperuntukkan bagi penduduk yang beragama islam. Kompetensi absolutnya adalah sengketa keperdataan tertentu yang ditentukan dalam undang undang peradilan agama. Lex generalis untuk hukum acaranya adalah hukum acara perdata, yang mengenal adanya prosedure gugatan dan prosedure permohonan, dan lex specialisnya diatur menurut ketentuan dalam undang undang peradilan agama. Dalam hukum acara perdata kedua prosedur ini sangat berbeda. Dalam lex spesialisnya juga ditentukan adanya permohonan. Kalau dicermati lebih mendalam dalam lex specialisnya yang diatur dalam undang undang peradilan agama dikenal adanya dua macam permohonan. Pertama, permohonan sebagaimana yang lazim dalam hukum acara perdata, dengan beracara secara sepihak tanpa adanya sengketa. Pembuktiannya juga sepihak tanpa memperhatikan asas kesempatan yang sama dan asas audi et alteram partem. Peradilan hanya satu tingkat, sehingga tidak ada upaya hukum banding terhadap Penetapan Pengadilan Agama. Kedua, permohonan dengan prosedure sebagaimana layaknya suatu gugatan. Ada dua pihak yang saling berhadapan karena adanya sengketa. Sehingga pemeriksaannya harus memperhatikan asas-asas sebagaimana layaknya pemeriksaan gugatan, yang dimulai dengan jawab menjawab, pembuktian, kesimpulan para pihak (kalau dikehendaki), dan diakhiri dengan Penetapan Pengadilan Agama. v

I. PENDAHULUAN Peradilan agama adalah salah satu lingkungan peradilan dari empat lingkungan peradilan dibawah Mahkamah Agung. Pasal 24 ayat (2) UUD NKRI 1945 menentukan bahwa kekuasaan kehakimam dilakukan oleh sebuah Mahkamah, lingkungan peradilangung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Hukum acara yang berlaku pada pengadilan agama dalam lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada peradilan perdata dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam UU peradilan agama. Dengan demikian, hukum acara perdata merupakan lex generalis berhadapan dengan lex spesialis sebagaimana yang diatur dalam UU peradilan agama. Kompetensi absolutnya menyangkut masalah-masalah keperdataan, bagi subyek hukum yang terkait dengan agama Islam. Secara rinci Ps 49 UU No. 3/2006 telah menentukan apa saja yang dapat diajukan dan diperiksa di Pengadilam Agama. Sebagaimana halnya dalam peradilan perdata (Sudikno Mertokusumo, 1982 : 3), demikian pula dalam peradilan agama dikenal adanya dua macam tuntutan hak yakni: permohonan dan gugatan (Rassyid H. Roihan A., 2005 : 59). Dalam hukum acara perdata, secara tegas dibedakan kedua macam tuntutan hak ini. Titik tolak perbedaannya terletak pada ada atau tidak adanya sengketa yang mendasari tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hak. Tuntutan hak 1

ini dalam pasal 142 ayat (1) RBg / pasal 118 ayat 1 HIR disebut sebagai tuntutan perdata (burgerlijke vordering). Dalam hukum acara perdata perbedaan antara permohonan dan gugatan berakibat lebih lanjut pada perbedaan tata cara / prosedur dalam proses pemeriksaan di hadapan hakim. Bahkan hasil akhir dari proses, yang berupa keputusan hakim pun berbeda. Hasil akhir dari proses melalui gugatan adalah putusan pengadilan, dan hasil akhir dari proses melelui permohonan adalan penetapan pengadilan. Oleh karena ketentuan-ketentuan yang diatur secara khusus dalam UU peradilan agama merupakan lex spesialis dari hukum acara perdata yang merupakan lex generalis, maka perli dicermati dan diteliti pengertian tuntutan hak tersebut khususnya penegertian permohonan dan bagaimana prosesnya. II. RUMUSAN MASALAH. 1. Bagaimana pengertian permohonan dalam peradilan agama? 2. Bagaimana prosedur beracara di pengadilan agama dalam tuntutan yang berupa permohonan? III. TUJUAN PENELITIAN. Penelitian Permohonan dalam pemeriksaan di pengadilan agama ini mengandung beberapa tujuan, yaitu: 1. Untuk mengetahui secara mendalan tentang pengertian permohonan di pengadilan agama. 2

2. Untuk mengetahui bagaimana prosedur beracara pemeriksaan permohonan di pengadilan agama. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Peradilan agama pada dasarnya adalah peradilan perdata yang bersifat spesifik karena faktor agama dan obyek tuntutan hak keperdataan tertentu yang diserahkan kepadanya untuk diperiksa dan diputus, sedangkan peradilan umum adalah juga peradilan perdata secara umum disamping peradilan pidana. Peradilan agama dikhususkan bagi penduduk beragama Islam. Obyek tuntutan hak yang menjadi kompetensi absolut pengadilan agama adalah ( pasal 49 UU No. 3 / 2006 ) di bidang: a. perkawinan ; b. waris; c. wasiat ; d. hibah ; e. wakaf ; f. zakat ; g. infaq ; h. shadaqah ; dan i. ekonomi syaria ah. Bidang perkawinan mencakup hal yang sangat luas, sebagaimana yang dimaksud dan diatur dalam undang-undang perkawinan ( UU No. 1 / 1974 ), yaitu : ( 1 ). Izin beristri lebih dari satu orang ; 3

( 2 ). Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun, dalam hal orang tua atau wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat ; ( 3 ). Dispensasi kawin ; ( 4 ). Pencegahan perkawinan ; ( 5 ). Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah ; ( 6 ). Pembatalan perkawinan ; ( 7 ). Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau istri ; ( 8 ). Perceraian karena talak ; ( 9 ). Gugatan perceraian ; ( 10 ). Penyelesaian harta bersama ; ( 11 ). Mengenai penguasaan anak-anak ; ( 12 ). Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggungjawab tidak memenuhinya; ( 13 ). Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri; ( 14 ). Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak ; ( 15 ). Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua ; ( 16 ). Pencabutan kekuasaan wali ; (17 ). Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut ; ( 18 ). Menunjuk seorang wali dalam hal seorang yang belum cukup umur 18 ( delapan belas ) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya padahal tidak 4

ada penunjukan wali oleh orang tuanya ; ( 19 ). Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah menyebabkan kerugian atas harta benda anak yang ada dibawah kekuasaannya ; ( 20 ). Menetapkan asal usul seorang anak ; ( 21 ). Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran ; ( 22 ). Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum UU No. 1 / 1974 tentang perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain. Permasalahan perkawinan memang menjadi permasalahan paling banyak dan paling populer yang diajukan ke pengadilan agama. Sebagian dari permasalahan perkawianan tersebut diajukan dalam bentuk permohonan dan sebagian dalam bentuk gugatan. Hukum acara perdata yang menjadi lex generalis dalam proses beracara di pengadilan agama telah memberikan batas yang pasti dan tegas antara gugatan dan permohonan. Sudikno Mertokusumo menguraikan perbedaan gugatan dan permohonan dengan bertitik tolak dari mengandung atau tidak mengandung sengketa (Sudikno Mertokusomo, 1977 : 3 4). Tuntutan hak yang mengandung sengketa disebut gugatan, dimana terdapat sekurang-kurangnya dua pihak dan tuntutan yang tidak mengandung sengketa yang disebut permohonan, dimana hanya terdapat satu pihak saja. Sejalan dengan itu, peradilan lazim dibagi pula menjadi dua yaitu peradilan sukarela atau peradilan volunter ( voluntaire jurisdictie / jurisdictio voluntaria ) atau sering pula disebut peradilan 5

tidak sesungguhnya, dan peradilan contentieus ( contentieuse jurisdictie / jurdictio dictio contentiosa ) atau sering pula disebut peradilan sesungguhnya. Perbedaan yang jelas antara juridictio contentiosa dengan juridictio voluntaria dapat digambarkan dari beberapa segi ( Abdulkadir Muhamah, 2008 :12-13 ), yaitu : a. Pihak yang berperkara. Pada juridictio contentiosa ada dua pihak yang berperkara, sedangkan pada juridictio voluntaria hanya ada satu pihak yang berkepentingan. b. Aktivitas pengadilan yang memeriksa perkara. Pada juridictio contentiosa aktivitas pengadilan terbatas pada yang dikemukkan dan diminta oleh pihak-pihak, sedangkan pada juridictio voluntaria aktivitas pengadilan dapat melebihi apa yang dimohonkan karena tugas pengadilan bercorak administratif yang bersifat mengatur ( administrative regulation ). c. Kebebasan pengadilan. Pada juridictio contentiosa, pengadilan hanya memerhatikan dan menerapkan apa yang telah ditentukan oleh undang-undang dan tidak berada di bawah pengaruh atau tekanan pihak manapun. Pengadilan hanya menerapkan ketentuan hukum positif. Sedangkan pada juridictio voluntaria, pengadilan selalu memiliki kebebasan menggunakan kebijaksanaan yang dipandang perlu untuk mengatur suatu hal. 6

d. Kekuatan mengikat keputusan pengadilan. Pada juridictio contentiosa, putusan pengadilan hanya mempunyai kekuatan mengikat pihak-pihak yang bersengketa. Sedangkan pada juridictio voluntaria, putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat terhadap semua orang. Berkaitan dengan permohonan, pengadilan negeri Jakarta Selatan dalam Penetepan Pengadilan Negeri Selatan No. 1193 / Pdt.P /2012 / PN.Jak.Sel. tanggal 16 Juli 2013 telah menyimpulkan dalam pertimbangannya bahwa unsur-unsur yang harus dipenuhi suatu perkara yang diajukan melalui permohonan adalah : a. Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak semata ( for the benefit of one party only); b. Permasalahan yang dimohonkan penyelesaian kepada Pengadilan Negeri, pada prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain (without disputes or differences with another party); c. Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat ex parte artinya benar-benar murni dan mutlak satu pihak tanpa menarik pihak lain sebagai lawan ; d. Kewenangan itu hanya terbatas sampai pada hal-hal yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang bersangkutan; e. Tidak menimbulkan akibat hukum baru. Sudikno Mertokusumo (1982: 4) menambahkan: perbuatan hakim dalam peradilan yang tidak sesungguhnya lebih merupakan perbuatan di bidang administratif, sehingga putusannya merupakan suatu penetapan ( ps. 272 RBg, ps. 236 HIR ). Bagi peradilan volunter pad umumnya tidak berlaku peraturan tentang 7

pembuktian dari BW buku IV. Demikian pula, RBg dan HIR pada umumnya hanya disediakan untuk peradilan contentieus. Penyelesaian perkara dalam peradilan contentieus disebut putusan, sedangkan penyesaian perkara peradilan volunter disebut penetapan. Demikian juga yang dikemukakan oleh Asep Iwan Iriawan ( 2010 : 6 ), permohonan ( Juridictio voluntaria ) adalah tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan. Penetapan atas permohonan merupakan keputusan pengadilan tingkat pertama dan terakhir, yang tidak dapat dimohonkan banding (Yahya Harahap, 2008 : 42 43). Keputusan Pengadilan Agama yang berbentuk penetapan yang berawal dari adanya permohonan yang sesuai dengan pengertian permohonan dan penetapan sebagai diuraikan di muka, sangat jelas pada penetapan-penetapan Pengadilan Agama, sebagai contoh berikut: a. Penetapan Pengangkatan Anak. 1). Penetapan Pengadilan Agama Slawi Nomor 0070 / Pdt.P / 2010 / PA.Slw tertanggal 29 Desember 2010. 2). Penetapan Pengadilan Agama Pasuruan Nomor 08 / Pdt.P /2011 /PA. Pasuruan tertanggal 15 Maret 2013. 3). Penetapan Pengadilan Agama Baturaja Nomor 15 /Pdt.P /2011 / PA.BTA tertanggal 27 Juni 2011. 4). Penetapan Pengadilan Agama Kotamobagu Nomor 01 / Pdt. P / 2012 / PA.Ktg tertanggal 20 Pebruari 2012. 5). Penetapan Pengadilan Agama Denpasar Nomor 08 / Pdt.P /2011 / 8

PAD tertanggal 30 Maret 2011. b. Penetapan dispensasi nikah / perkawinan. 1). Penetapan Pengadilan Agama Wonosobo Nomor 234 /Pdt.P / 2011 / PA Wns tertanggal 15 Maret 2011. 2). Penetapan Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci Nomor 01 /Pdt.P / 2012 / PA.Pkc tertanggal 2 Februari 2012. 3). Penetapan Pengadilan Agama Bandung Nomor. 14 / Pdt,P /2014 / PA.Badg tertanggal 6 Februari 2014. c. Penetapan ahli waris. 1). Penetapan Pengadilan Agama Sekayu Nomor 03 / Pdt.P / 2011 / PA.Sky tertanggal 9 Mei 2011. 2). Penetapan Pengadilan Agama Denpasar Nomor. 0006 / Pdt.P / 2014 / PA.Dps tertanggal 30 Januari 2014. 3). Penetapan Pengadilan Agama Badung Nomor. 0010 / Pdt.P / 2014 / PA.Bdg tertanggal 2 Juni 2014. d. Penetapan wali. 1). Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Nomor. 11 / Pdt.P /2010 / PA.JP tertanggal 1 Maret 2010. 2). Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Nomor. 54 /Pdt.P / 2010 /PA.JP tertanggal 28 Juli 2010. 3). Penetapan Pengadilan Agama Tanjung Balai Karimun Nomor. 002 / Pdt.P / 2012 / PA.TBK tertanggal 29 Februari 2012. 4). Penetapan Pengadilan Agama Denpasar Nomor. 0002 / Pdt.P /2013 / 9

PA.Dps tertanggal 28 Maret 20113. 5). Penetapan Pengadilan Agama Banyuwangi Nomor. 0130 / Pdt.P / 2015 / PA.Bwi tertanggal 17 Juni 2015. Namun demikian, terdapat keputusan keputusan pengadilan agama dalam bentuk penetapan, sebagai hasil akhir dari suatu proses beracara di pengadilan agama yang diawali dengan permohonan, yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana terurai di atas. Pengadilan Agama mengenal dua macam penyelesaian perceraian, yaitu cerai gugatan cerai dan cerai talak. Gugatan cerai diajukan oleh pihak perempuan / istri, sedangkan cerai talak diajukn oleh laki-laki / suami. Kalau dicermati secara mendalam, baik gugatan cerai maupun cerai talak yang diterima, diperiksa dan diputus oleh pengadilan agama sama-sama mengandung sengketa. Dalam prosesnya gugatan cerai diajukan melalui gugatan, sedangkan cerai talak diajukan melalui permohonan. Dalam proses beracara, dalam cerai talak yang diajukan melalui permohonan tersebut terdapat dua pihak, yaitu pihak pemohon dan termohon yang saling berhadapan. Padahal, secara teori proses pemeriksaan permohonan adalah secara ex parte, yaitu hanya ada satu pihak saja. Dalam pembuktian yang membuktikan hanya pemohon saja, namun dalam cerai talak kedua pihak dapat mengajukan pembuktian. Dalam pemohonan, tidak seluruh asas beracara perdata perlu ditegakkan, seperti asas memberi kesempatan yang sama (to give the same opportunity) dan asas audi et alteram partem (to hear other side), karena hanya ada satu pihak saja. Namun dalam cerai talak asas-asas tersebut tetap harus 10

ditegakkan. Dalam penetapan pengadilan sebagai hasil akhir proses persidangan tidak tersedia upaya hukum banding. Namun bagi penetapan sebagai hasil akhir proses persidangan, tetap tersedia upaya hukum banding. Contoh-contoh permohonan dalam cerai talak : 1). Penetapan Mahkamah Syari ah Bireun Nomor. 314 /Pdt.G / 2010 /MS Bir tertanggal 2 November 2010. 2). Penetapan Pengadilan Agama Bontang Nomor. 59 /Pdt.G / 2012 / PA. Btg tertanggal 28 Februari 2012. 3). Penetapan Pengadilan Agama Slawi Nomor. 1769 / Pdt. G / 2012 / PA.Slw tertanggal 31 Agustus 2012. 4). Penetapan Pengadilan Agama Kuala Kapuas Nomor. 287 / Pdt.G / 2012 / PA. K Kps tertanggan 15 APRIL 2012. 5). Penetapan Pengadilan Agama Banjar Baru Nomor. 0030 / Pdt.G / 2015 / PA. Bjb tertanggal 18 Maret 2015. 11

V. SIMPULAN Dari penetapan penetapan Pengadilan Agama dapat disimpulkan bahwa ada dua macam permohonan di Pengadilan yang bermuara pada Penetapan Pengadilan Agama, dengan prosedur yang berbeda yaitu: 1). Permohonan yang tidak mengandung sengketa, jalannya pemeriksaan secara ex parte, tanpa perlu memperhatikan asas memberi kesempatan yang sama dan asas audi et alteram partem, serta pembuktian secara sepihak. Proses berlangsung searah, dengan tidak ada proses jawabmenjawab antar pihak, yang dilanjutkan dengan pembuktian sepihak yang diakhiri dengan penetapan Pengadilan Agama. Terhadap penetapan pengadilan sebagai hasil akhir dari proses pemeriksaan di Pengadilan Agama tidak tersedia upaya hukum banding. 2). Permohonan yang mengandung sengketa, jalannya pemeriksaan dengan dua pihak yang saling berhadapan, dengan menerapkan semua asas-asas yang dituntut dalam suatu peradilan yang baik. Proses berlangsung dengan dua pihak, yang dimulai dengan jawab menjawab, dilanjutkan dengan pembuktian dengan memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk mengajukan pembuktian yang diakhiri dengan penetapan Pengadilan Agama. Terhadap penetapan pengadilan sebagai hasil akhir dari proses pemeriksaan di Pengadilan Agama tersedia upaya hukum banding. Penetapan ini dapat diuji kembali di Pengadilan Tinggi Agama. 12