JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Kegagalan pada Shaft Gearbox Mesin Palletizer di PT Holcim Tbk Tuban

JURNAL TEKNIK ITS VOL.5, No.2, (2016) ISSN: ( Print)

1 BAB IV DATA PENELITIAN

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

ANALISA KEGAGALAN U FIRE TUBE HEATER TREATER SANTAN TERMINAL CHEVRON INDONESIA COMPANY

ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

Studi Eksperimen Pengaruh Durasi Gesek, Tekanan Gesek Dan Tekanan Tempa Pengelasan Gesek (FW) Terhadap Kekuatan Tarik dan Impact Pada Baja Aisi 1045

JURNAL TEKNIK ITS VOL.5, No.2, (2016) ISSN: ( Print

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

Analisa Kegagalan U Fire Tube Heater Treater di Santan Terminal Chevron Indonesia Company

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Analisis Struktur Mikro Baja Tulangan Karbon Sedang

BAB IV DATA DAN ANALISA

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

Analisa Kekuatan Material Carbon Steel ST41 Pengaruh Preheat dan PWHT Dengan Uji Tarik Dan Micro Etsa

Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2

PENGARUH PERLAKUAN ANIL TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA SAMBUNGAN LAS PIPA BAJA Z 2201

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486

Karakterisasi Material Sprocket

TUGAS SARJANA ANALISIS KEKUATAN LULUH MINIMUM DITINJAU DARI STRUKTUR BUTIRAN LOGAM DASAR-HAZ-LOGAM LAS SAMBUNGAN PIPA GAS

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

Jurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014 ISSN

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41

BAB IV HASIL PENGUJIAN

Peningkatan Kualitas Sambungan Las Baja Karbon Rendah Dengan Metode Taguchi

STUDI PENGARUH NORMALISING TERHADAP KARAKTERISTIK DAN SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN LAS SMAW PADA PLAT JIS SM 41B MENGGUNAKAN ELEKTRODA E 7016 DAN E 6013

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012

PENGARUH TEBAL PELAT BAJA KARBON RENDAH LAMA PENEKANAN DAN TEGANGAN LISTRIK PADA PENGELASAN TITIK TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

Lokasi kebocoran tube reheater Row 17 Pipa no.8 SUMBER BOCORAN 1

PENGARUH PWHT DAN NON PWHT DENGAN LAS SMAW TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PIPA ASTM A-106 GRADE B

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

Available online at Website

BAB IV HASIL DAN ANALISA

Pengaruh Preheat Terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanis Sambungan Las GTAW Material Baja Paduan 12Cr1MoV yang Digunakan pada Superheater Boiler

Analisa Sifat Mekanik Hasil Pengelasan GMAW Baja SS400 Studi Kasus di PT INKA Madiun

ANALISA KEGAGALAN OUTER DAN INNER TUBE CHLOROPAC DI PLTU PT. PJB UP GRESIK Oleh : Chafidh Ardiansyah

Analisis Kegagalan Komponen Spring Rod dalam Spring Suspension Assembly pada Coal Mill Tuban I PT. Semen Indonesia Tbk.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Teknik Mesin UNISKA Vol. 02 No. 01 November 2016 ISSN

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) F 191

ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL

ANALISIS KEGAGALAN AKIBAT KOROSI DAN KERETAKAN PADA PIPA ALIRAN GAS ALAM DI NEB#12 PETROCHINA INTERNATIONAL JABUNG LTD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KERUSAKAN PIPA BAFFLE PADA SISTEM HEAT EXCHANGER SUATU PROSES TRANSFER PANAS

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2 (2017) ISSN: ( Print)

JOB SHEET DAN LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PRAKTIKUM METALURGI LAS

Persentasi Tugas Akhir

PENGARUH PROSES ANNEALING PADA HASIL PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA KARBON RENDAH

PENGARUH HASIL PENGELASAN GTAW DAN SMAW PADA PELAT BAJA SA 516 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERAAN DAN STRUKTUR MIKRO

ANALISA KERUSAKAN PIPA EKSPAN PADA KETEL UAP UNIT PENGOLAHAN MINYAK BUMI

PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Sidoarjo, Desember Fakultas. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo 1

PENGARUH VARIASI SUHU PREHEAT TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL SA 516 GRADE 70 YANG DISAMBUNG DENGAN METODE PENGELASAN SMAW

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

KARAKTERISASI BAJA ARMOUR HASIL PROSES QUENCHING DAN TEMPERING

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

PENGARUH HASIL PENGELASAN GTAW DAN SMAW PADA PELAT BAJA SA 516 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL

1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER

Analisis Struktur Mikro (Metalografi)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.

BAB 3 METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Final Project Draft by Asep Asikin 1 TUGAS SARJANA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

RISK ASSESSMENT OF SUBSEA GAS PIPELINE PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA Tbk.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2014 sampai Juni 2015di

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

ANALISA KEGAGALAN FLANGE WELD NECK RAISE FACE 6 BERBAHAN ASTM A-105 PADA PIPA ALIRAN MINYAK BUMI DAN GAS DI CHEVRON COMPANY INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA LAS SMAW (SHIELDED METAL ARC WELDING) DENGAN METODE EKSPERIMEN

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

Analisa Kegagalan Pipa Udara A312 Tipe 304H pada Line A (25P2J) Unit Amonia PT. Petrokimia Gresik

Studi Eksperimen Perbandingan Laju Korosi pada Plat ASTM (American Society For Testing and Material) A36 dengan Menggunakan Variasi Sudut Bending

PENGARUH TEMPERATUR DAN HOLDING TIME DENGAN PENDINGIN YAMACOOLANT TERHADAP BAJA ASSAB 760

ANALISIS KEGAGALAN PIPA ELBOW 180 PADA FURNACE

Struktur Mikro Las Baja C-Mn Hasil Pengelasan Busur Terendam dengan Variasi Masukan Panas

Jl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan, Semarang *

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

PENGARUH PREHEAT TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIK LAS LOGAM TAK SEJENIS BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK AISI 304 DAN BAJA KARBON A36

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur mikro adalah gambaran dari kumpulan fasa-fasa yang dapat diamati

Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam, khusunya di dunia body automobiles.

Analisa Kegagalan Sambungan Las Pada Tiang Penyangga Dermaga

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

ANALISA KOROSI BAUT PENYANGGA OCEAN BOTTOM UNIT (OBU) RANGKAIAN SISTEM PERINGATAN DINI TSUNAMI PADA PERAIRAN PELABUHAN RATU.

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print)

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

LAJU KOROSI DAN KEKERASAN PIPA BAJA API 5L X65 SETELAH NORMALIZING

Transkripsi:

A532 Analisa Kegagalan Pipa Desuperheater Spray pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap Unit 4 PT. PJB UP. Gresik Niko Adi Lukito, Mas Irfan P. Hidayat, Haniffudin N. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: irfan@mat-eng.its.ac.id Abstrak Desuperhater Spray merupakan alat untuk mengontrol temperatur uap pada superheater. Kegagalan pada pipa desuperheater spray dapat menurunkan kualitas uap yang terbentuk dan menyebabkan terjadinya overheat. Di PT. PJB UP. Gresik, pipa ini mengalami pecah. Untuk menanggulangi hal yang serupa, analisa kegagalan perlu dilakukan. Beberapa pengujian dilakukan untuk mendukung hasil analisa. Hasil pengujian komposisi kimia menunjukkan bahwa material pipa yang mengalami kerusakan masih memenuhi persyaratan spesifikasi menurut standar ASTM A106 Grade B. Hasil pengamatan visual bahwa patahan terjadi pada daerah HAZ, pada permukaan dalam pipa tidak lagi halus, terdapat cekungan-cekungan kecil yang searah pada permukaannya dan adanya penipisan pada dinding pipa. Dari pengamatan makroskopik terlihat material mengalami patah ulet. Hasil uji metalografi menunjukan terjadinya deformasi dan adanya inklusi. Hasil pengujian kekerasan menunjukan adanya kenaikan kekerasan pada bagian HAZ. Hasil pengujian SEM menunjukkan adanya retak mikro secara intergranular dan adanya struktur korosi pada bagian patah yang didukung dengan hasil XRD. Dari hasil pengujian tersebut disimpulkan bahwa penyebab kegagalan adalah erosi korosi. P Kata Kunci pipa, desuperheater spray, kegagalan. I. PENDAHULUAN EMBANGKIT Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan suatu lembaga pembangkitan energi listrik yang proses kerjanya memanfaatkan tenaga uap untuk menghasilkan listrik. PLTU PT. PJB UP. Gresik (PT. Pembangkitan Jawa- Bali Unit Pembangkitan Gresik) merupakan salah satu pemasok utama listrik di wilayah Jawa-Bali, dimana PLTU ini memiliki tiga peralatan utama (main building) dalam sistem PLTU, yakni boiler, turbin, dan generator. Boiler merupakan komponen yang berfungsi menghasilkan uap yang nantinya digunakan untuk memutar turbin, salah satu bagian dari boiler adalah superheater. Dimana superheater berfungsi sebagai second heater setelah burner, superheater akan memanaskan uap basah menjadi uap kering. Dalam mengoptimalkan proses pemanasan uap pada superheater diperlukan alat-alat yang mendukung kerja dari superheater salah satunya adalah desuperheater spray Desuperhater Spray berfungsi untuk mengontrol temperatur uap pada superheater dengan jalan menyemprotkan air pada uap superheater. Uap air superheater yang masuk turbin uap sebuah PLTU harus memiliki spesifikasi temperatur tertentu agar kualitas uap air terjaga dan tidak terjadi over heat yang dapat menyebabkan superheater menjadi pecah sehingga mengganggu jalannya siklus pada PLTU. Pada desuperheater spray PLTU unit 4 PT. PJB UP Gresik ditemukan kerusakan pada bagian pipanya. Kerusakan yang ditemukan berupa kebocoran yang disebabkan pecahnya pipa. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kesalahan operasi, kondisi lingkungan, kesalahan pemasangan, pemilihan material dan lain-lain. Karena mempunyai peranan yang cukup penting dalam mendukung jalannya siklus pada PLTU tentunya tidak diinginkan terjadinya kerusakan pada komponen ini. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui penyebab kerusakan yang terjadi pada pipa desuperheater sehingga diharapkan nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan langkah pencegahan dan perawatan agar tidak terjadi kerusakan yang serupa. A. Erosi Korosi II. TINJAUAN PUSTAKA Erosi-korosi adalah peningkatan laju korosi yang disebabkan oleh gerakan relatif antara permukaan logam dengan lingkungan yang korosif. Ketahanan korosi yang baik pada kebanyakan logam terbentuk dalam lapisan pelindung dan terjaga pada permukaan logam [1]. Walaupun peningkatan kecepatan gerakan relatif antara logam dan lingkungannya terkadang mengurangi laju korosi akibat faktor-faktor kinetik, tetapi efek umum dari peningkatan kecepatan adalah terganggunya kesetabilan lapisan pelindung, yang menimbulkan peningkatan laju korosi ketika lapisan di permukaan dihancurkan. Penampakan kerusakan akibat erosi-korosi pada permukaan logam ditunjukkan dengan banyaknya kehilangan berat dan terbentuknya daerah cekungan dengan tampilan bagai dipahat. Erosi-korosi fase tunggal banyak terjadi di jalur pipa yang menyirkulasi ulang aliran yang minimum, di-downstream katup-katup pengontrolan aliran, dan di elbow-elbow dekat fitting, juga ada kejadian di ujung diffuser pada pipa yang berdiameter lebih kecil [2].

A533 III. METODE PENELITIAN A. Data Operasional Lapangan Review dokumen perusahaan dilakukan untuk mendapatkan data-data perusahaan yang mendukung penelitian. Data-data yang diambil antara lain: 1. Spesifikasi pipa desuperheater 2. Desain pipa desuperheater 3. Data operasi 4. Spesifikasi material B. Pengamatan Makroskopik Pengamatan makroskopik dilakukan untuk mengetahui bentuk, tampilan, dan lokasi komponen yang mengalami kegagalan secara makro (kasat mata). Pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo Stemi DV 4 yang berada di Laboratorium Metalurgi Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS. C. Pengujian Komposisi OES (Optical Emission Spectroscopy). Identifikasi kimia dilakukan untuk mengetahui unsur apa saja yang terdapat pada pipa desuperheater spray yang mengalami kegagalan secara kuantitatif yang kemudian dibandingkan dengan komposisi standar dari ASTM A106 Grade B. Pada indentifikasi komposisi kimia ini dilakukan dengan metode OES (Optical Emission Spectroscopy) di PPNS. D. Pengujian Mikroskop Optik Pengamatan mikroskop optik dilakukan untuk menganalisa fasa, bentuk, dan ukuran struktur mikro. Hal ini dilakukan untuk mengetahui proses manufaktur yang terjadi pada material tersebut. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik Olympus BX51M-RF yang berada di Laboratorium Metalurgi Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS. E. Pengujian Kekerasan Vickers Pengujian kekerasan dilakukan untuk mengetahui distribusi kekerasan dengan melakukan indentasi di beberapa titik pada sampel material. Pengujian ini dilakukan dengan metode Vickers dimana dalam pengujiannya menggunakan indentor piramida intan, pembebanan sebesar 60 kg dengan waktu indentasi selama 10 detik. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Universal Hardness Tester HBRV 187.5A di Laboratorium Metalurgi, Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS. F. Pengujian SEM Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui profil permukaan patahan dan perambatan retak secara mikro dengan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope). Pada pengujian SEM sampel uji harus bersih dari kotoran-kotoran yang menempel seperti debu, keringat, dan lain sebagainya. Pembersihan dilakukan dengan metode blowing. G. Pengujian XRD Pengujian ini digunakan untuk mengindentifikasi unsur/senyawa (analisa kualitatif) dan penentuan komposisi (analisa kualitatif). Pengujian ini akan menjelaskan bagaimana distribusi fasa yang teridentifikasi berdasarkan hasil XRD. IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisa Data Operasi Lapangan Pipa desuperheater primary spray di PLTU unit 4 buatan Ishikawajima-Harima Heavy Industries milik PT. PJB UP. Gresik ini mengalami rupture (pecah) yang terlihat melingkar pada permukaan seperti yang terlihat pada Gambar 4.1 sehingga perlu dilakukannya pergantian Pipa desuperheater primary spray yang memakan biaya dan membutuhkan waktu yang cukup lama Gambar 1 Pipa desuperheater spray yang mengalami rupture Berikut ini merupakan kronologi kejadian yang terjadi pada PLTU 4 sampai ditemukannya adanya indikasi kebocoran yang terdapat pada Tabel 1 Tabel 1 Kronologi Kejadian pada PLTU unit 4 Waktu Kejadian 11 Desember 2015 13.00 Terjadi kenaikan feedwater flow pada PLTU Unit 4 11 Desember 2015 13.45 Ada indikasi kebocoran pada bagian Unit 11 Desember 2015 14.05 Dilakukan downgrade pada Unit dan ditemukan kebocoran pada pipa desuperheater spray Tabel 2 Data operasi pada desuperheater spray Description Value Design Pressure 25000 KPa Operating Pressure 17016,5 KPa Design Temperature 210 C Operating Temperature 172 C Flow Rate 397000 kg/h B. Analisa Hasil Pengujian 1) Hasil Pengujian Komposisi Kimia Berikut ini adalah hasil uji spektrometer dari komposisi pipa desuperheater spray yang terbuat dari material ASTM A106 Gr B yang ditampilkan pada Tabel 3 Tabel 3 Perbandingan komposisi pipa desuperheater spray antara ASTM A106 dengan hasil pengujian Unsur ASTM A106 (%) Hasil Pengujian (%) Karbon 0,3 0,2 Mangan 0,29 1,06 0,555

A534 Fosfor 0,035 0,0193 Sulfur 0,035 0,0021 Silicon 0,10 0,273 Kromium 0,40 0,0226 Tembaga 0,40 0,0079 Molybdenum 0,15 0,0055 Berdasarkan hasil pengujian komposisi pada Tabel 3, menunjukan bahwa komposisi kimia material pipa yang mengalami kerusakan masih memenuhi persyaratan spesifikasi menurut standar ASTM A106 (C = 0,3 max ; Mn = 0,29-1,06 ; P = 0,035 max ; S = 0,035 max ; Si = 0,10 min). 2) Hasil Pengamatan Makroskopik Logam Las Bagian patah di HAZ Patah awal Rambatan Patah akhir (a) (b) (c) Gambar 4 Pembagian daerah patahan pada pipa Pada Gambar 4 merupakan pembagian daerah patahan, dibagi menjadi 3 daerah yakni awal retakan, penjalaran retak, dan patah akhir. Berikut ini ditampilkan perbesaran pada masing-masing daerah tersebut menggunakan mikroskop stereo. Gambar 2 Patahan yang terjadi pada pipa desuperheater spray Hasil pemeriksaan visual pipa desuperheater spray pada Gambar 2 menunjukan bahwa kegagalan atau patahan terjadi pada daerah dekat lasan yang diindikasi daerah tersebut sebagai daerah HAZ karena tepat terjadi di samping daerah weld metal. Dimana pada daerah tersebut patahan terjadi secara melingkar. Inisiasi Crack Gambar 5 Daerah initial crack (a) diambil dengan mikroskop stereo perbesaran 10x Dari hasil pengujian dengan menggunakan mikroskop stereo pada gambar 5 diindikasi sebagai daerah inisiasi crack. Pada daerah awal retak ini tidak terdapat beachmark dan striasi yang terlihat dan juga permukaan terlihat halus dan lebih terang dimana komponen ini menerima beban statis Gambar 3 Permukaan dalam pipa desuperheater spray Dari pengamatan yang dilakukan pada permukaan dalam pipa seperti pada gambar 3 ditemukan bahwa permukaan pipa tidak lagi halus, terdapat cekungan-cekungan kecil yang searah pada permukaannya. Hal ini dapat terjadi karena adanya erosi korosi. Selain itu terjadi penipisan pada ketebalan pipa yang disebabkan erosi dari air yang mengalir serta adanya korosi yang ditandai dengan warna kecoklatan pada permukaan dalam pipa yang mengalamai kegagalan. Gambar 6 Daerah perambatan (b) diambil dengan mikroskop stereo perbesaran 10x Pada gambar 6 adalah daerah perambatan patah pada pipa yang mengalami kegagalan dimana terlihat adanya berbedaan ketinggian secara nyata serta warna yang lebih gelap dibandingkan daerah awal patah.

A535 berupa pearlite yang berwarna gelap dan fasa ferrite yang sesuai dengan struktur mikro baja karbon rendah. Pada gambar tersebut dapat diketahui fasa pearlite dan ferrite tersebar merata dan butir-butirnya normal tidak mengalami deformasi. b. Bagian Dekat dengan Patah pearlite Gambar 7 Daerah akhir patahan (c) diambil dengan mikroskop stereo perbesaran 10x Pada gambar 7 merupakan daerah patah akhir yang ditandai dengan adanya permukaan yang terlihat kasar dan tajam berserabut dan tidak adanya beachmark yang terlihat secara makro yang merupakan ciri dari patah ulet. 3) Hasil Pengujian Kekerasan. Pengujian kekerasan ini menggunakan indentasi sebanyak 3 titik, indentasi dilakukan pada bagian dekat patah, jauh dari patah, HAZ, dan logam las. Berikut ini adalah hasil pengujian kekerasan yang ditampilkan pada tabel 4. Tabel 4 Data Hasil Uji Kekerasan (Hardness Vickers) Lokasi Uji Nilai Kekerasan (HV) 1 2 3 Rata-rata Jauh patah 141 143 140 141 Dekat patah 147 147 149 147 HAZ 152 151 153 152 Logam las 148 148 147 147 Berdasarkan hasil pengujian kekerasan dapat diketahui bahwa pada daerah jauh dari patah memiliki kekerasan ratarata 141 HV. Sedangkan pada daerah patah memliki kekerasan sebesar 147 HV, nilai ini lebih tinggi dari pada daerah yang jauh karena adanya tegangan sisa dari proses deformasi saat pipa mengalami pecah. Pada daerah HAZ memiliki kekerasan sebesar 152 HV. Pada daerah logam las memiliki kekerasan yang paling tinggi yaitu 147 HV. 4) Hasil Pengujian Metalografi a. Bagian Jauh dari Patah Gambar 9 Struktur mikro pada daerah dekat dengan patah dengan perbesaran 50x Dari gambar struktur mikro pada daerah dekat dengan patahan diketahui adanya perbedaan dengan struktur mikro pada daerah yang jauh dari patahan. Pada struktur mikro dekat dengan patahan mempunyai butir-butir yang memanjang yang menunjukkan adanya deformasi pada daerah ini, selain itu butir-butir pearlite warna hitamnya terlihat memudar tidak seperti pada daerah jauh dari patah yang mempunyai pearlite hitam pekat. Dan pada daerah ini juga ditemukan struktur bulatan-bulatan kecil yang berwarna hitam yang menunjukan adanya inklusi pada daerah ini. c. Daerah HAZ Dari Gambar 10 tampak bahwa struktur mikro pada HAZ yang diamati dengan mikroskop optik pada perbesaran 50 kali terdiri dari, ferrite kasar, pearlite dan bainite yang berstruktur seperti bulu. Karena memiliki struktur ferit yang kasar dan bainit pada daerah HAZ mengalami kenaikan kekerasan. Ferrite ferrite Inklusi pearlite Bainite ferrite Gambar 8 Struktur mikro pada daerah jauh dari patah dengan perbesaran 50x Dari hasil pengujian struktur mikro yang dilihat dibawah mikroskop optik pada bagian jauh dari patah, diperoleh hasil seperti pada gambar 8. Dari hasil pengujian metalografi dengan menggunakan etching nital didapatkan struktur mikro Gambar 10 Struktur mikro pada daerah HAZ dengan perbesaran 50x Ukuran besarnya butir kristal menunjukkan tingkat kekerasannya. Kekasaran butir Kristal menunjukkan bahwa kekerasan bahan meningkat dibanding dengan logam induk. Jika dilihat diagram tranformasi pada Gambar 12 menunjukkan bahwa pada daerah HAZ ini mengalami pendinginan yang agak cepat yang juga menyebabkan kekerasan tinggi.

A536 d. Daerah Logam Las GB Ferrite Dari gambar 13 menunjukkan adanya crack atau retak mikro, jika kita lihat retakan tersebut mengikuti alur batas butir yang menunjukkan bahwa reatakan terjadi secara intergranular. Korosi Acicular Ferrite Gambar 11 Struktur mikro pada daerah logam las dengan perbesaran 50x Pada Gambar 11 tampak struktur mikro daerah las yang diamati dengan mikroskop optik pada perbesaran 50 kali, terdiri dari acicular ferrite dan grain boundary ferrite. Ferit batas butir yang terbentuk kecil dan memanjang dan ferit acicular berupa bilah-bilah yang menyilang dan berbutir lembut. Struktur acicular ferrite inilah yang diharapkan dari setiap proses pengelasan, karena struktur ini sebagai interlocking structure yang mampu menghambat laju perambatan retak. Keuletan dan ketangguhan logam las akan meningkat jika struktur mikro yang terbentuk berupa acicular ferrite. Jika dilihat pada diagram tranformasi menunjukkan bahwa pada daerah logam las mengalami pendinginan sedang. Gambar 14 Hasil pengujian SEM pada daerah patahan yang menunjukan adanya korosi dengan perbesaran 5K x Pada gambar 14 merupakan hasil pengujian SEM pada daerah sekitar patahan yang terkorosi. Dari gambar tersebut menujukan adanya struktur korosi yang digambarkan dengan bentuk serabut-serabut bunga. 6) Hasil Pengujian XRD Dari pengujian XRD yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa terdapat adanya korosi pada permukaan dalam pipa yang menyebabkan penipisan pada dinding pipa. Gambar 12 Continuos Cooling Transformation Diagram 5) Hasil Pengujian SEM Pengujian SEM (Scanning Electron Microscope) dilakukan untuk mengetahui profil permukaan patahan dan perambatan retak secara mikro. Gambar 13 Hasil pengujian SEM pada daerah patahan yang menunjukan adanya retak mikro dengan perbesaran 5K x Gambar 15 Hasil pengujian XRD Hal ini dibuktikan dengan teridentifikasinya senyawa korosi yaitu Fe 3 O 4 yang sesuai JCPDS no. 88-0315, -FeOOH yang sesuai dengan JCPDS no. 44-1415, Fe(OH) 3 yang sesuai dengan JCPDS no. 46-1436, dan -FeOOH yang sesuai dengan JCPDS no. 29-0713. Jika dilihat pada data air yang melewati pipa desuperheater ini menunjukkan bahwa air memiliki ph 8,61 yang berarti basa dan tidak ada senyawa pengotor yang berbahaya sehingga mennujukkan jika korosi yang terjadi bukan karena kandungan air yang melewati pipa namun karena erosi yang terjadi pada dinding pipa. C. Pembahasan Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, pengujian komposisi kimia yang telah dilakukan menunjukkan bahwa material pipa desuperheater spray ini adalah baja karbon rendah dengan standar ASTM A106 Grade B dan komposisi kimia material pipa yang mengalami kerusakan

A537 masih memenuhi persyaratan spesifikasi menurut standar ASTM A106 Grade B(C = 0,3 max; Mn = 0,29-1,06; P = 0,035 max; S = 0,035 max; Si = 0,10 min). Hal ini menunjukan bahwa komposisi kimia tidak berperan dalam kerusakan yang terjadi pada pipa. Pengamatan yang dilakukan secara visual kegagalan pipa menunjukan bahwa kegagalan atau patahan terjadi pada daerah dekat lasan yang diindikasi daerah tersebut sebagai daerah HAZ karena tepat terjadi di samping daerah logam las. Selain itu pipa telah mengalami erosi korosi ditandai dengan banyaknya kehilangan berat dan terbentuknya daerah cekungan-cekungan kecil dengan tampilan seperti dipahat yang searah pada permukaannya [2]. Cekungan terbentuk dengan pecahnya gelembung-gelembung udara yang berada di dalam air, yang menimbulkan tekanan hidrostatis yang menghantam permukaan logam dan aliran lokal yang berkecepatan sangat tinggi [1]. Selain terbentuk cekungan tentunya adanya produk korosi yang didukung oleh hasil pengujian XRD dengan ditemukan senyawa korosi pada permukaan dalam pipa yaitu Fe3O4, -FeOOH, Fe(OH)3, dan -FeOOH. Dari data laboratorium iketahui bahwa air yang mengalir melewati pipa dalam kondisi basa dan tidak terdapat senyawa pengotor yang berbahaya sehingga mennujukkan jika korosi yang terjadi bukan karena kandungan air yang melewati pipa namun karena erosi yang terjadi pada dinding pipa. Dari pengamatan makroskopis yang telah dilakukan dengan alat mikroskop stereo menunjukkan bahwa material mengalami patah ulet dengan adanya permukaan yang kasar berserabut, tajam dan berwarna gelap [3]. Kehilangan berat pada pipa didukung dengan hasil pengukuran dimensi yang menunjukkan adanya penipisan pada ketebalan dinding pipa. Ketebalan pipa ini sangat berpengaruh pada kekuatan pipa. Karena dalam menopang tegangan yang dialami memerlukan ketebalan minimum pada pipa [4]. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan material memenuhi teori kegagalan Von Mises dengan nilai tegangan 296,18 MPa yang melebihi tegangan yield-nya sebesar 240 MPa dengan demikian material dapat dikatakan gagal [5]. Selain itu pada perhitungan tekanan yang diijinkan dengan tebal dinding pipa 1,5 mm mempunyai tekanan ijin sebesar 6999,75 KPa sedangkan aliran air yang melewati pipa memiliki tekanan 17016,5 KPa dapat disimpulkan bahwa ketebalan pipa kurang dari ketebalan minimum yang diperbolehkan. Dari hasil uji kekerasan menggunakan Vickers menunjukkan adanya kenaikan kekerasan pada daerah dekat patah karena adanya tegangan sisa dari proses deformasi saat pipa mengalami pecah. Kenaikan kekerasan juga terjadi pada daerah HAZ dikarenakan adanya efek pemanasan las yang mengalami pendinginan agak cepat. Nilai kekerasan ini jika dikonversi menjadi nilai tegangan tarik pipa masih memiliki tegangan tarik sesuai standar ASTM A106 Gr. B. Bila dilihat dari hasil metalografi, pada bagian yang jauh dari patah terdapat struktur mikro berupa perlite yang berwarna gelap dan fasa ferrit yang sesuai dengan struktur mikro baja karbon rendah. Fasa perlite dan ferrit tersebar merata dan butir-butirnya normal tidak mengalami deformasi. Sedangkan pada pada bagian yang dekat patah memiliki fasa ferrit dan butiran perlit yang memanjang yang menunjukkan adanya deformasi pada daerah ini. Dan pada daerah ini juga ditemukan struktur bulatan-bulatan kecil yang berwarna hitam yang menunjukan adanya inklusi pada daerah ini. Pada daerah HAZ terjadi perubahan struktur mikro menjadi ferrite kasar, pearlite dan bainite yang menyebabkan daerah ini memiliki kekerasan tinggi. Sedangkan pada daerah logam las terbentuk struktur acicular ferrite dan grain boundary ferrite yang menyebabkan daerah ini menjadi tangguh. Dari hasil pengujian SEM menunjukkan adanya crack atau retak mikro, jika diihat lihat retakan tersebut mengikuti alur batas butir yang menunjukkan bahwa retakan terjadi secara intergranular [3]. Selain itu juga terlihat adanya korosi pada daerah patah ditandai dengan adanya struktur yang berbentuk serabut-serabut bunga [6]. V. KESIMPULAN/RINGKASAN Telah dilakukan penelitian mengenai proses delaminasi yang terjadi pada material komposit dengan metode numerik atau simulasi. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa: 1. Faktor utama penyebab kegagalan pada pipa desuperheater primary spray adalah adanya erosi korosi yang menyebabkan penipisan pada dinding pipa. 2. Mekanisme terjadinya erosi korosi yaitu dipicu dengan adanya pecahnya gelembung-gelembung udara yang berada di dalam liquid sehingga mengikis dan merusak lapisan pelindung logam. Logam yang berada di bawah lapisan pelindung mulai terkorosi, sehingga membentuk cekungan hal ini menyebabkan dinding pipa menipis sehingga pipa tidak mampu menahan tegangan yang diberikan lalu mengalami kegagalan atau pecah. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis N.A.L. mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah memberikan dukungan finansial dan motivasi sehingga penelitian ini selesai tepat pada waktunya. Penulis N.A.L. juga mengucapkan terima kasih kepada sejumlah pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materi sehingga penelitian ini bisa terselesaikan. DAFTAR PUSTAKA [1], 1975. ASM Volume X: Wear Failures. Ohio, Amerika: ASM Internasional. [2] Spencer H. Bush, 1990. The Effects of Erosion-Corrosion on Power Plant Piping, Proceeding of The 59th General Meeting of The National Board of Boiler and Pressure Vessel Inspectors. Tennessee: Nashville. [3] Callister, William. 2007. Material Science and Engineering An Introduction. New York : John Wiley & Sons, Inc. [4].Kannappan, Sam. 1986. Introduction to Pipe Stress Analysis. New York: John Wiley & Son, Inc. [5] Popov, E. Paul. 1952. Mechanics of Materials. New York: Prentice- Hall. [6] Renato dkk. 2003. Characterization of Corrosion Products Formed on Steels in The First Months of Atmospheric Exposure. Sao Paulo: Material Research.