Konstitusionalitas dan Problematika Alokasi Kursi DPR RI Pemilu Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

LAPORAN QUICK COUNT PEMILU LEGISLATIF

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:

INDONESIA Percentage below / above median

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

BERITA RESMI STATISTIK

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH

ProfilAnggotaDPRdan DPDRI Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN III TAHUN 2016 SEBESAR 109,22

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. 07 November 2016

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG

4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Tahun Akademik 2011/2012

Problematika Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan. Diskusi Media Minggu, 9 Oktober 2016 Bakoel Koffie Cikini

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO

Disabilitas. Website:

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN

CEDERA. Website:

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN IV TAHUN 2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014

C UN MURNI Tahun

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

AMANDEMEN UUD 45 UNTUK PENGUATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBUAH EVALUASI PUBLIK. LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI)

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU

PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015

ASOSIASI PEMERINTAH DAERAH

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012

IPM 2013 Prov. Kep. Riau (Perbandingan Kab-Kota)

KESEHATAN ANAK. Website:

DATA INSPEKTORAT JENDERAL

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT

Kesehatan Gigi danmulut. Website:

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017

PENDATAAN RUMAH TANGGA MISKIN DI WILAYAH PESISIR/NELAYAN

Laksono Trisnantoro Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

EVALUASI PROGRAM KEWASPADAAN NASIONAL PADA DITJEN KESBANGPOL KEMENDAGRI GRAND SAHID JAYA, 6 DESEMBER 2013 DIREKTUR KEWASPADAAN NASIONAL

HASIL EXIT POLL PEMILU LEGISLATIF Rabu, 9 April 2014

KESEHATAN INDERA PENGLIHATAN PENDENGARAN. Website:

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Keragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya

Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik

FARMASI DAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL. Website:

EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014)

RISET KESEHATAN DASAR 2010 BLOK

Isu-isu Krusial Dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu

STATUS GIZI. Website:

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008

Assalamu alaikum Wr. Wb.

KUALIFIKASI TAMBAHAN DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN

POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Profil Keaksaraan: Hasil Sensus Penduduk 2010

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan

PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011

KONTROVERSI PUBLIK TENTANG LGBT DI INDONESIA

DUKUNGAN TERHADAP CALON INDEPENDEN

ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Aliyah Negeri Tahun 2008

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2015

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU

Transkripsi:

Konstitusionalitas dan Problematika Alokasi Kursi DPR RI Pemilu Indonesia Sindikasi Pemilu dan Demokrasi SPD Diskusi Media, 18 September 2016 Bakoel Koffie Cikini

Pengantar Pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu tinggal menunggu Amanat Presiden (Ampres) kepada DPR untuk dilakukan pembahasan. Hingga saat ini ada 13 isu krusial yang nantinya akan menjadi topik hangat dalam pembahasan bersama tersebut. Dari sejumlah isu krusial yang ada, terdapat satu isu, yaitu Alokasi Kursi DPR ke setiap provinsi yang kurang mendapatkan porsi serius untuk diperbincangkan.

Alokasi Kursi DPR Isu alokasi kursi DPR ke setiap provinsi merupakan isu penting, bahkan memiliki prioritas yang tinggi dibanding misalnya: isu pilihan sistem pemilu. Di banyak negara-negara di dunia. Alokasi kursi lembaga perwakilan, merupakan prioritas isu yang dibahas terlebih dahulu sebelum pilihan sistem dan perangkat teknis sistem pemilu ditetapkan. Alokasi Kursi DPR meliputi, antara lain: - Ukuran atau jumlah kursi di lembaga perwakilan (DPR) - Berapa kursi setiap provinsi berhak mendapatkan kursi perwakilan - Bagaimana metode alokasi yang dipergunakan - Ketentuan hukum, baik konstitusi dan aturan pemilu yang menjadi dasar alokasi. Setelah itu pilihan sistem pemilu apa yang akan digunakan untuk memperebutkan kursi, baru ditentukan.

Alokasi Kursi: Dimensi Konstitusi, Prinsip dan Asas Pemilu Pasal 27 Ayat (1) Undang-undang Dasar 1945. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Undang-undang Pemilu Legislatif. Umum dan adil (kesempatan sama bagi semua warga negara, non diskriminatif, proporsional, derajat keterwakilan sama). Dengan demikian, setiap warga negara memiliki hak untuk diwakili dalam lembaga perwakilan secara setara. Demikian juga dengan hak keterwakilan kursi setiap provinsi di DPR. Prinsip ini biasanya dikenal dengan nama Satu Orang, Satu Suara, Satu Nilai /one person, one vote, one value (Opovov).

Alokasi Kursi DPR: Catatan Masalah dan Pengabaian Hak Keterwakilan Sejak pelaksanaan Pemilu 2004, 2009 dan 2014, tercatat 9 permasalahan Alokasi Kursi DPR RI yang hingga saat ini luput ataupun diabaikan. 1. Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan DPR lampiran undangundang. - Ketentuan ini mengisyaratkan, masalah mendasar tentang hak keterwakilan yang terciderai, akibat kekeliruan di pemilu sebelumnya, tidak memiliki peluang untuk pemulihan. - Pada Pemilu 2004, tercatat bahwa terdapat 12 daerah yang mengalami ketimpangan keterwakilan. - Pada Pemilu 2009, ketimpangan dalam bentuk kekurangan keterwakilan terjadi pada 14 daerah. - Sedangkan pada Pemilu 2014, terdapat 18 daerah yang mengalami ketimpangan keterwakilan.

Alokasi Kursi DPR: Catatan Masalah dan Pengabaian Hak Keterwakilan 2. Pergeseran Prinsip Keterwakilan Jawa-Non Jawa. - Pemilu 2004. Harga kursi atau kuota kursi DPR di wilayah Pulau Jawa lebih mahal dibandingkan dengan harga kursi di luar Jawa. - Prinsip ini secara berangsur bergeser pada Pemilu 2009 dan 2014. Di mana harga kursi DPR yang awalnya lebih mahal di Jawa, berubah justru kursi dpr di luar Jawa menjadi lebih mahal. Tabel di bawah ini menyajikan data probelmatika alokasi kursi seperti yang disebutkan dalam masalah 1 dan 2.

overrepresented overrepresented overrepresented underrepresented underrepresented underrepresented DPR 2004-2009 Lampiran I: Daerah atau Propinsi yang kekurangan keterwakilan dan kelebihan keterwakilan DPR 2009-2014 DPR 2014-2019 PROPINSI POPULASI KURSI KUOTA THD KUOTA TERENDAH PROPINSI POPULASI KURSI KUOTA THD KUOTA TERENDAH PROPINSI POPULASI KURSI KUOTA JABAR 38.059.552 90 422.884 108,24% KEPRI 1.393.897 3 464.632 114,20% KEPRI 1.895.590 3 631.863 140,51% JAT ENG 32.114.351 76 422.557 108,15% JABAR 40.707.250 91 447.332 109,95% RIAU 6.456.322 11 586.938 130,52% JAT IM 36.234.550 86 421.332 107,84% SUMUT 13.319.525 30 443.984 109,12% NTB 5.398.573 10 539.857 120,05% DKI JAKARTA 8.622.065 21 410.575 105,09% JATENG 34.034.177 77 442.002 108,64% SULTRA 2.691.623 5 538.325 119,71% SUMUT 11.890.399 29 410.014 104,94% SUMSEL 7.508.091 17 441.652 108,55% LAMPUNG 9.586.492 18 532.583 118,43% LAMPUNG 6.945.786 17 408.576 104,58% NTB 4.364.141 10 436.414 107,26% SULBAR 1.589.162 3 529.721 117,80% BANT EN 8.977.896 22 408.086 104,45% JATIM 37.872.044 87 435.311 106,99% KALTIM 4.154.954 8 519.369 115,50% SUMSEL 6.503.918 16 406.495 104,04% YOGYA 3.441.614 8 430.202 105,74% KALBAR 5.193.272 10 519.327 115,49% R I A U 4.425.100 11 402.282 102,96% BENGKULU 1.715.689 4 428.922 105,42% SUMUT 15.227.719 30 507.591 112,88% NT B 4.015.102 10 401.510 102,77% RIAU 4.715.437 11 428.676 105,36% JAMBI 3.532.126 7 504.589 112,21% YOGYAKART A 3.209.405 8 401.176 102,68% BANTEN 9.245.075 22 420.231 103,28% SUMSEL 8.528.719 17 501.689 111,56% KALBAR 3.958.448 10 395.845 101,32% SULTENG 2.521.327 6 420.221 103,28% BENGKULU 1.996.538 4 499.135 111,00% INDONESIA 214.884.220 550 390.699 RAT A-RAT A KALBAR 4.165.308 10 416.531 102,38% SULTENG 2.935.343 6 489.224 108,79% KALT IM 2.712.492 7 387.499 99,18% LAMPUNG 7.348.623 18 408.257 100,34% BALI 4.227.705 9 469.745 104,46% KEPRI 1.152.132 3 384.044 98,30% INDONESIA 227.845.868 560 406.868 RATA-RATA MALUKU 1.866.248 4 466.562 103,75% BENGKULU 1.521.200 4 380.300 97,34% JAMBI 2.805.297 7 400.757 98,50% JAKARTA 9.603.417 21 457.306 101,69% SULT RA 1.881.512 5 376.302 96,32% SULTRA 2.003.744 5 400.749 98,50% BANTEN 9.938.820 22 451.765 100,46% BALI 3.357.113 9 373.013 95,47% KALTIM 3.088.322 8 386.040 94,88% BABEL 1.349.199 3 449.733 100,01% SULT ENG 2.215.449 6 369.242 94,51% BALI 3.372.335 9 374.704 92,09% INDONESIA 251.824.296 560 449.686 RATA=RATA J A M B I 2.575.731 7 367.962 94,18% JAKARTA 7.706.175 21 366.961 90,19% KALTENG 2.640.070 6 440.012 97,85% SULUT 2.131.685 6 355.281 90,93% SULUT 2.199.701 6 366.617 90,11% JABAR 39.910.274 91 438.574 97,53% SULSEL 8.233.375 24 343.057 87,81% BABEL 1.059.481 3 353.160 86,80% YOGYA 3.458.029 8 432.254 96,12% KEP. BABEL 982.068 3 327.356 83,79% MALUKU 1.407.921 4 351.980 86,51% SULUT 2.583.511 6 430.585 95,75% ACEH 4.227.000 13 325.154 83,22% SULBAR 1.050.928 3 350.309 86,10% JATIM 37.269.885 87 428.389 95,26% MALUKU 1.277.414 4 319.354 81,74% KALTENG 2.019.117 6 336.520 82,71% JATENG 32.578.357 77 423.096 94,09% SUMBAR 4.466.697 14 319.050 81,66% NTT 4.230.028 13 325.387 79,97% PAPUA 4.224.232 10 422.423 93,94% NT T 4.083.639 13 314.126 80,40% ACEH 4.228.726 13 325.287 79,95% MALUT 1.258.354 3 419.451 93,28% KALT ENG 1.832.185 6 305.364 78,16% SUMBAR 4.549.356 14 324.954 79,87% NTT 5.343.902 13 411.069 91,41% GORONT ALO 883.099 3 294.366 75,34% MALUT 970.443 3 323.481 79,51% SUMBAR 5.617.977 14 401.284 89,24% KALSEL 3.181.130 11 289.194 74,02% SULSEL 7.606.500 24 316.938 77,90% SULSEL 9.368.107 24 390.338 86,80% MALUT 855.627 3 285.209 73,00% GORONTALO 945.001 3 315.000 77,42% ACEH 5.015.234 13 385.787 85,79% PAPUA 1.966.800 10 196.680 50,34% KALSEL 3.407.423 11 309.766 76,13% GORONTALO 1.147.528 3 382.509 85,06% IRJABAR 391.300 3 130.433 33,38% PAPBAR 690.349 3 230.116 56,56% KALSEL 4.145.843 11 376.895 83,81% PAPUA 2.152.823 10 215.282 52,91% PAPBAR 1.091.171 3 363.724 80,88% THD KUOTA TERENDAH *)Lampiran II Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 640 T ahun 2003 tanggal 20 November 2003 mengenai Penetapan Daerah Pemilihan dan T ata Cara Perhitungan Jumlah Kursi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk Setiap Provinsi Seluruh Indonesia dalam Pemilihan Umum Tahun 2004 Data Penduduk menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 T ahun 2008 T entang Kode dab Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, www.depdagri.go.id/pages/data-wilayah Alokasi Kursi berdasarkan Lampiran UU No. 12 Tahun 2008 Tentang Pileg Keputusan Komisi Pemilihan Umum, Nomor 93 s/d 125/Kpts/KPU/TAHUN 2013, Tanggal 9 MARET 2013 Alokasi Kursi Berdasarkan Lampiran UU No. 8 Tahun 2012 Tentang Pileg Perbandingan alokasi kursi antar provinsi tidak menggambarkan perbandingan alokasi kursi antar Dapil

Alokasi Kursi DPR: Catatan Masalah dan Pengabaian Hak Keterwakilan 3. Langgengnya Kesalahan Alokasi Kursi DPR Pemilu 2014. - Kesalahan alokasi kursi DPR Pemilu 2014, merupakan lanjutan dari kesalahan yang terjadi pada Pemilu 2004. - Pemilu 2004. Provinsi Papua, Sulawesi Utara, dan Maluku menjadi korban, sehingga kehilangan 3 kursi (Papua), 1 kursi (Sulut) dan 3 kursi (Maluku). - Ini terjadi karena berlakunya prinsip Provinsi Induk dan Provinsi Pemekaran. Provinsi Papua awalnya 13 kursi, karena terjadi pemekaran, maka Papua mendapatkan 10 kursi, sedang 3 kursi diberikan kepada Provinsi Pemekaran, yaitu Irian Jaya Barat. - Namun apa yang berlaku bagi Provinsi Papua, tidak terjadi pada Provinsi Sulawesi Selatan pada pemilu 2009. Di mana 24 Kursi DPR Sulawesi Selatan tidak dikurangi 3 kursi, meskipun ada pemekaran provinsi baru, yaitu Sulawesi Barat.

Alokasi Kursi DPR: Catatan Masalah dan Pengabaian Hak Keterwakilan 4. Perbedaan Mencolok Harga Kursi DPR Pemilu 2014. - Harga satu kursi DPR RI untuk Daerah Pemilihan (Dapil) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) setara dengan 631.863 penduduk. Sedangkan harga satu kursi di Daerah pemilihan (Dapil) Jawa Barat III sama dengan 323.220 penduduk. - Dengan demikian harga kursi perwakilan di Provinsi Kepri dua kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan harga kursi di dapil Jabar III. - Contoh ini memperlihatkan secara tegas terjadinya pergeseran secara diam-diam kesetaraan hak perwakilan, di mana justru kursi di luar Jawa lebih mahal. - Selain itu, tiga kali pelaksanaan pemilu sejak 2004, tidak menjadi instrumen yang dapat memberikan remedi (pemulihan) gak keterwakilan menjadi lebih setara.

Alokasi Kursi DPR: Catatan Masalah dan Pengabaian Hak Keterwakilan 5. Senjang Alokasi dan Harga Kursi DPR Antar Daerah Pemilihan Dalam Satu Provinsi. - Provinsi Jawa Barat mendapatkan alokasi 91 kursi DPR RI dan terbagi dalam 11 daerah pemilihan. - Pada dapil Jabar VI, harga satu kursi sama dengan 615.250 penduduk. Kuota rata-rata kursi (438.574), harga kursi JABAR VI sama dengan 140,28 persen atau 40,28 persen lebih mahal dibandingkan kuota rata-rata. - Sedangkan Jabar III, harga satu kursi sama dengan 323.220 penduduk. Jika dibandingkan, maka harga kursi di Dapil Jabar VI hampir dua kali lipat, yaitu 190,35 persen atau 90,35 persen lebih mahal dibandingkan harga kursi di Dapil Jabar III. - Senjang harga kursi antar dapil dalam satu provinsi, juga terjadi untuk tiga dapil yang ada di Provinsi Banten.

Alokasi Kursi DPR: Catatan Masalah dan Pengabaian Hak Keterwakilan 6. Ketiadaan Alokasi Kursi Ulang dan Hilangnya Instrumen Pertumbuhan Wilayah. - Setelah tiga pelaksanaan pemilu sejak 2004, tidak pernah terjadi alokasi ulang kursi DPR RI. - Ketentuan jumlah kursi DPR untuk provinsi tidak boleh berkurang dari pemilu sebelumnya. - Dua aspek di atas dalam konteks Indonesia, berakibat pada hilangnya instrumen pertumbuhan wilayah yang seharusnya dapat dipotret melalui pelaksanaan pemilu. - Di negara-negara lain di dunia, alokasi kursi DPR secara periodik memberikan insentif potret nyata dari pertumbuhan populasi setiap wilayah. - Pertumbuhan dan mobilitas populasi menjadi ukuran penting pembangunan yang terjadi. Dengan demikian, ukuran ini menjadi dasar bagi penambahan ataupun pengurangan alokasi kursi.

Alokasi Kursi DPR: Catatan Masalah dan Pengabaian Hak Keterwakilan 7. Prinsip Non Opovov Dalam Alokasi Kursi DPR. - Selain menciderai amanat UUD 1945 Pasal 27 Ayat (1), juga bertentangan dengan Asas undang-undang Pemilu. Yaitu prinsip non diskriminatif, kesetaraan, proporsionalitas dan keadilan keterwakilan. 8. Potensi Konflik Kelembagaan Antara Eksekutif dengan Legislatif. - Benturan antara dua prinsip dari dua sistem pemilu yang akan dilaksanakan secara serentak di 2019. Prinsip Opovov dalam Pilpres bertumbukan dengan prinsip non Opovov dalam Pemilu Legislatif. - Berdampak pada efektivitas roda pemerintahan, karena perbedaan prinsip tersebut menjadi disinsentif bagi munculnya pemerintahan yang kongruen (dukungan presiden tinggi dari sisi pemilih dan dukungan signifikan kursi di DPR).

Alokasi Kursi DPR: Catatan Masalah dan Pengabaian Hak Keterwakilan 9. Tingginya Disproporsionalitas Pemilu. Pembentukan 77 Daerah Pemilihan DPR RI pada pemilu tanpa menerapkan prinsip Opovov, menjadi penyumbang bagi disproporsionalitas pemilu Indonesia. - Harga kursi antar daerah pemilihan yang sangat mencolok (JABAR III berkuota 323.220, KEPRI berkuota 631.863); - Harga kursi antar dapil di dalam provinsi (JATIM XI berkuota 482.711, JATIM IX berkuota 375.977 atau JABAR VI berkuota 615.250, JABAR III berkuota 323.220 atau BANTEN I berkuota 373.460, BANTEN III berkuota 534.049 dsb. - Harga kursi antar dapil yang bertetanggaan dalam satu pulau (SULSEL III berkuota 396,464 bertetanggan dengan SULBAR yang berkuota 529.721, SULTRA yang berkuota 538.325 dan SULTENG yang berkuota 489.224 dan sebagainya).

Saran dan Rekomendasi Alokasi kursi DPR ulang perlu dilakukan dengan berdasarkan prinsip Opovov. Sehingga berkesesuaian dengan prinsip yang dianut dalam Pilpres. Alokasi kursi DPR dilakukan berbasis data sensus penduduk terakhir. Satu kali alokasi dapat dipergunakan untuk dua kali pemilu. Alokasi kursi dengan melibatkan berbagai metode penghitungan yang paling optimal dan adil, sebagai misi untuk menciptakan keadilan keterwakilan.

Saran dan Rekomendasi Misi-misi yang dapat ditawarkan: - Mendekatkan rasio pemilih atau penduduk dengan keterwakilan - Mendekatkan rasio penduduk yang berkepadatan tinggi dan rendah, - Memperpendek rasio ketimpangan keterwakilan antar provinsi dan sebagainya. Alokasi Kursi DPR berdasarkan hasil pemilu. Tinggi rendahnya tingkat partisipasi pemilih di pemilu pada suatu wilayah menjadi basis utama alokasi kursi.

Terima Kasih