I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. terhadap restorasi estetik semakin banyak. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk

3 Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Streptococus mutans yang menyebabkan ph (potensial of hydrogen) plak rendah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Restorasi dapat dibedakan menjadi restorasi direk dan indirek. Restorasi direk

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

BAB 1 PENDAHULUAN. silikat dan semen polikarboksilat pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yang mengenai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tumpatan warna gigi yang lain (Winanto,1997). Istilah resin komposit dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pergaulan, pasien menginginkan restorasi gigi yang warnanya sangat mendekati

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. karies gigi (Anitasari dan Endang, 2005). Karies gigi disebabkan oleh faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Resin komposit dikenal sebagai salah satu bahan restorasi yang sering

BAB I PENDAHULUAN. dentin dan bahan bahan organik (Ramayanti & Purnakarya, 2013). Gigi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuanpenemuan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke 16, tanaman ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun bangsa (Taringan, 2006). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen

BAB 1 PENDAHULUAN. saliva yaitu dengan ph (potensial of hydrogen). Derajat keasaman ph dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. inovasi, salah satunya dengan ketersediaan bahan restorasi sewarna gigi (Giachetti

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena selain dapat menghasilkan senyum yang indah juga sangat membantu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah servikal gigi sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan bahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. saliva mayor dan minor. Saliva diproduksi dalam sehari sekitar 1 2 liter,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. 14% pada awal perkembangannya tetapi selama zaman pertengahan, saat bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga untuk mengembalikan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kuat. Resin komposit terdiri atas dua komponen utama, yaitu matriks resin dan filler

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ortodonsia adalah cabang dari Ilmu Kedokteran Gigi yang mempelajari

3 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi gula adalah masalah utama yang berhubungan dengan. dan frekuensi mengkonsumsi gula. Makanan yang lengket dan makanan yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk area yang memiliki daerah tekan yang lebih besar (Powers dan

BAB V HASIL PENELITIAN. n = 3990 = 363, sampel 3990 (5%) 2 + 1

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki warna yang hampir mirip dengan warna gigi asli dan kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Beberapa dekade terakhir dalam kedokteran gigi konservatif resin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hilangnya gigi. Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDA) Kementerian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akar, mencegah kontaminasi sistem saluran akar dengan saliva, menghambat

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang menggalakkan pemakaian bahan alami sebagai bahan obat,

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2013 menunjukkan urutan pertama pasien

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masalah estetik namun juga melibatkan fungsi dari gigi yang akan direstorasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB 5 HASIL PENELITIAN Hari 1 Hari 2 Hari 7 Hari. Lama Perendaman

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut dengan asupan nutrisi (Iacopino, 2008). Diet yang

Gambar 1. Kelenjar saliva 19

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan tingginya permintaan dilakukan perawatan ortodonsi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. minuman yang sehat bagi tubuh untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat difermentasi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lebih bervariasi. Peristiwa ini dapat dilihat dengan konsumsi pada makanan dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang dapat mengenai email, dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik yang meragikan karbohidrat yang menempel pada permukaan gigi. Hasil peragian tersebut menghasilkan asam yang dapat mendemineralisasi jaringan keras gigi dan diikuti oleh kerusakan bahan organiknya, sehingga terbentuk kavitas (Kidd dan Bechal, 1992). Bagian mahkota gigi yang terkena karies harus dibuang dan direstorasi dengan bahan tumpatan yang sesuai. Salah satu bahan tumpatan yang sering digunakan untuk restorasi gigi adalah Semen Ionomer Kaca (SIK) yang pertama kali dikembangkan oleh Wilson dan Kent pada tahun 1972 (Nujella dkk, 2012). SIK memiliki biokompatibilitas yang baik, mampu melepaskan fluorida, dan berikatan dengan struktur gigi secara kimiawi (Ferracane, 2001). Reaksi pengerasan SIK merupakan reaksi asam basa yang melibatkan tiga tahap, yaitu disolusi, gelasi, dan pengerasan. Tahap disolusi dimulai saat pengadukan serbuk dan cairan. Selama tahap ini, terjadi pelepasan ion H + dari asam poliakrilat dan bereaksi dengan lapisan luar kaca. Lapisan luar kaca kemudian melepaskan ion Ca 2+ dan Al 3+. Tahap gelasi ditandai dengan ion Ca 2+ dan rantai poliasam yang saling berikatan silang membentuk kalsium poliakrilat (Singh, 2007). Muatan negatif dari rantai poliasam matriks ionomer juga berikatan dengan ion kalsium pada struktur gigi sehingga menghasilkan garam poliakrilat (Albers, 2002). Tahap pengerasan merupakan kelanjutan dari tahap gelasi yang

2 membentuk jembatan garam aluminum yang secara perlahan meningkatkan derajat ikatan silang sehingga lebih kuat dan menyebabkan pengerasan semen (Casamassimo dkk., 2013). Pada tahun 1976, SIK yang telah ditemukan Wilson dan Kent mengalami modifikasi dan diperkenalkan kepada dunia tahun 1988 sebagai Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) (Van Noort, 2007). Semen ini dikembangkan untuk mengatasi keterbatasan SIK konvensional dan memanfaatkan keuntungan resin komposit (Bonsor dan Pearson, 2013). Bahan ini unggul dalam beberapa sifat apabila dibandingkan dengan SIK konvensional, misalnya lebih tahan terhadap kelembaban saat permulaan proses pengerasan (Ferracane, 2001). Tahap awal reaksi pengerasan semen ini sama seperti pada SIK konvensional yang melibatkan reaksi asam-basa. Reaksi pengerasan dilanjutkan dengan aktivasi sinar tampak yang mengawali polimerisasi monomer resin 2- hidroksietil metakrilat (HEMA). SIKMR juga memiliki sifat resisten terhadap kontaminasi awal oleh kelembaban, pelekatan ke enamel dan dentin yang baik, serta estetika yang lebih baik apabila dibandingkan dengan SIK konvensional (Strassler, 2011). SIK konvensional dan SIKMR mempunyai kemampuan untuk berikatan secara kimiawi pada material polar, seperti tulang, email, dan dentin melalui ikatan ionik antara gugus karboksil ( COO-) dari asam poliakrilat dengan ion kalsium pada substrat (Khoroushi dan Keshani, 2013). SIKMR memiliki sifat pelekatan yang sedikit berbeda dengan SIK konvensional. Penambahan HEMA ke dalam semen menambah pelekatan antara semen dan struktur gigi. HEMA

3 merupakan adhesion-promoting agent yang sangat bagus karena sifat hidrofilitasnya yang dapat meningkatkan pembasahan dentin (Geraldeli, 2012). HEMA akan berpenetrasi ke dalam ruang di antara jaringan kolagen menghasilkan retensi mikromekanik pada interfasial semen dan gigi setelah penyinaran sehingga kemampuan pelekatan SIKMR lebih besar dibandingkan SIK konvensional (Yiua dkk., 2004; Nujella dkk., 2013). Berdasarkan penelitian Preoteasa dkk. (2011), pelekatan yang lebih baik dengan struktur gigi diperoleh pada SIKMR dibandingkan konvensional karena sudut kontaknya yang lebih kecil dalam pembasahan substrat. Viskositas yang lebih rendah pada SIKMR meningkatkan penetrasi resin ke dalam struktur gigi (Vojinovic dkk., 2010). Saliva merupakan salah satu komponen penyusun rongga mulut yang berperan penting untuk pencernaan, proses mastikasi, pengecapan, fungsi bicara, penelanan, menyediakan mineral, dan melindungi jaringan mukosa (Chavez dkk., 2001). Derajat keasaman saliva dalam keadaan normal berkisar antara 6,4-7 (Stewart dkk., 2010). Komponen terbesar penyusun saliva adalah air (Khurana, 2008). SIK mampu menyerap air sebesar 2% dalam waktu seminggu (Hadi dkk., 2010). Penambahan HEMA yang bersifat hidrofilik ke dalam SIKMR dapat menginduksi terjadinya penyerapan air yang seiring dengan waktu mengakibatkan ekspansi tumpatan dan reduksi dari ketahanan pemakaian (Mount dkk., 2002). Air akan diserap oleh semen dan disimpan dalam matriks, apabila melebihi kapasitas polimer akibatnya akan terjadi ekspansi (Toledano dkk., 2013). Perendaman yang terlalu lama membuat monomer yang tidak bereaksi (residual) akan bermigrasi keluar, sehingga membentuk ruang kosong yang akan diisi oleh molekul air

4 menyebabkan penurunan daya tahan semen terhadap asam (Toledano dkk., 2013). Serat kolagen yang tidak sepenuhnya dilapisi oleh resin, mempunyai potensi untuk mengalami hidrolisis khususnya pada margin restorasi (Thomopoulos dkk., 2013). Derajat keasaman saliva dipengaruhi oleh irama siang dan malam, konsumsi obat-obatan tertentu yang mempengaruhi laju alir saliva, dan jenis diet. Dalam kehidupan sehari-hari manusia banyak mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung asam dan karbohidrat. Jenis karbohidrat, seperti sukrosa dan glukosa, yang terdapat di dalam makanan dan minuman dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam laktat. Salah satu bakteri yang mampu memfermentasi gula menjadi asam laktat adalah Streptococcus mutans (Roeslan, 2002). Asam laktat tersebut yang akan menurunkan keasaman (ph) mulut pada nilai ph sekitar 5. Nilai ph tersebut merupakan nilai ph kritis yang dapat menyebabkan kerusakan apatit, maka dampaknya pada tumpatan juga diduga akan lebih besar (Mount, 2005; Maganur dkk., 2010). Hal tersebut dibuktikan dengan penelitian Wulandari (2005), bahwa kekuatan geser SIK tipe I mengalami penurunan jika direndam dalam saliva ph 5. Area sekitar margin restorasi SIK konvensional maupun modifikasi resin mudah terdemineralisasi oleh larutan asam kariogenik disebabkan pelepasan ion fluorida yang sangat sedikit pada area tersebut (Prati dkk., 2003). Menurut Fejerskov dan Kidd (2008), ketika ph mulut asam maka enzim bicarbonate anhydrase dalam saliva akan mengkatalisasi reaksi antara ion hidrogen bebas dari asam dan ion bikarbonat. Reaksi tersebut menghasilkan air

5 dan karbondioksida yang akan dilepas ke rongga mulut, sehingga ph saliva secara perlahan-lahan kembali ke ph normal dalam waktu kurang lebih 30-60 menit. Individu dengan laju alir saliva yang rendah, maka kapasitas buffernya menurun dan rentan terhadap asam. Hal tersebut menyebabkan ph saliva akan membutuhkan waktu lebih dari 4 jam untuk perlahan-lahan kembali ke ph normal. Konsentrasi ion hidrogen yang tinggi dapat memutus ikatan ionik antara ion kalsium dan rantai karboksil ( COO-) pada daerah interfasial dentin dan SIK akibat difusi asam (Wulandari, 2005). Perendaman dalam asam laktat juga mampu merusak ikatan antara SIKMR dan email (Wang dkk., 2011). Perendaman dalam saliva ph asam yang mengandung konsentrasi ion hidrogen lebih tinggi dapat menimbulkan potensi lebih besar untuk berikatan dengan gugus karboksil yang disebabkan sifat nukleofilik (kemampuan untuk menangkap ion hidrogen) gugus karboksil (Sugiyo, 2013). Van Noort (1994) menyatakan bahwa lepasnya pelekatan atau ikatan yang terjadi pada perbatasan atau persambungan disebabkan nukleasi di sepanjang perbatasan atau persambungan. Saliva dengan ph netral tidak mengalami ionisasi sempurna untuk menghasilkan ion hidrogen(h + ) dan ion hidroksida(oh - ), sehingga tidak berpotensi berikatan dengan gugus karboksil (Sugiyo, 2013). Sama halnya dengan gigi, bahan tumpatan harus mempunyai kekuatan yang cukup untuk menahan tekanan mastikasi. Kekuatan untuk melawan tekanan mastikasi sebuah gigi merupakan gabungan dari kekuatan tekan, kekuatan tarik, dan kekuatan geser (Killcast dan McKenna, 2004). Semua gaya yang diterima

6 pada tumpatan akan didistribusikan pada daerah interfasial (Nujella, 2012). Pelekatan antara dua bahan biasanya diukur dari kekuatan tarik atau kekuatan geser. Kekuatan geser merupakan ketahanan maksimum suatu material dalam menahan beban yang menyebabkan gerakan geser pada material tersebut sebelum terlepas (Craig dan Ward, 1997). Kekuatan pelekatan yang cukup merupakan salah satu aspek mendasar dalam prosedur restoratif yang berkontribusi pada kesuksesan restorasi gigi (Maeda dkk., 2009). B.Perumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan, timbul permasalahan apakah terdapat perbedaan kekuatan geser pelekatan SIK konvensional dan SIKMR pada dentin dalam perendaman saliva ph 7 dan 5. C.Keaslian Penelitian Menurut pengetahuan dari penulis, sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser pelekatan SIK konvensional dan SIKMR pada dentin dalam perendaman saliva ph 7 dan 5. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan hampir sama, namun bahan yang digunakan berbeda. Wulandari (2005) melakukan penelitian tentang pengaruh lama perendaman semen ionomer kaca tipe I dalam saliva ph 5 terhadap kekuatan geser pelekatan pada dentin. Nujella dkk (2012) melakukan penelitian mengenai perbandingan kekuatan geser pelekatan SIK konvensional, SIKMR, kompomer, dan resin komposit pada dentin.

7 D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kekuatan geser pelekatan SIK konvensional dan SIKMR pada dentin dalam perendaman saliva ph 7 dan 5. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberi referensi penggunaan jenis SIK yang lebih tahan lama terutama pada pasien dengan kecenderungan mempunyai ph saliva yang rendah, sehingga diperoleh hasil perawatan yang lebih baik. Ditinjau dari sisi ilmu pengetahuan, diharapkan hasil penelitian ini memberi sumbangan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran gigi.