BAB IV HASIL PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI ANALISA KEGAGALAN MATERIAL FC50 PADA APLIKASI GARDAN MOBIL SKRIPSI

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

CYBER-TECHN. VOL 11 NO 02 (2017) ISSN

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI UKURAN GRAFIT BESI COR KELABU TERHADAP LAJU KEAUSAN PADA PRODUK BLOK REM METALIK KERETA API

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam skor:0-100 (PAN). b. Tugas: Studi kasus penggunaan besi tuang di industri

BAB IV HASIL DAN ANALISA. pengujian komposisi material piston bekas disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Komposisi Material Piston Bekas

PENGARUH Cu PADA PADUAN Al-Si-Cu TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR KOLUMNAR PADA PEMBEKUAN SEARAH

Karakterisasi Material Sprocket

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1 BAB IV DATA PENELITIAN

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Pengaruh Kuat Medan Magnet Terhadap Shrinkage dalam Pengecoran Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron)

Pengaruh Perlakuan Panas Austempering pada Besi Tuang Nodular FCD 600 Non Standar

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

BAB III. Mobil. Differential gear. Studi kelayakan dari..., Amir Hamzah Sutan Maro Pane, FT UI, 2008

PERBAIKAN SIFAT MEKANIS BESI COR KELABU DENGAN PENAMBAHAN UNSUR CROM DAN TEMBAGA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486

PENGEMBANGAN MATERIAL TROMOL REM BUS/TRUK PRODUK UKM LOKAL. Purnomo 1 ), Julian Alfijar 2 ) Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

Abstrak. Abstract

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT

PERBAIKAN SIFAT MEKANIS BESI COR KELABU LEWAT PENAMBAHAN UNSUR C r DAN C u

BAB IV HASIL PENELITIAN

KAJIAN SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO TROMOL REM UNTUK BUS/TRUK PRODUK UKM (Studi Kasus di PT. SSM)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik

ANALISIS SIFAT MEKANIK MATERIAL TROMOL REM SEPEDA MOTOR DENGAN PENAMBAHAN UNSUR CHROMIUM TRIOXIDE ANHYDROUS (CrO 3 )

KATA PENGANTAR. Sidoarjo, Desember Fakultas. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo 1

METODOLOGI. Langkah-langkah Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA

PENGARUH UNSUR Mn PADA PADUAN Al-12wt%Si TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING SKRIPSI

Analisa Sifat Mekanik Hasil Pengelasan GMAW Baja SS400 Studi Kasus di PT INKA Madiun

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

Available online at Website

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro

Pengaruh Heat Treatment denganvariasi Media Quenching Oli dan Solar terhadap StrukturMikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU PADA BLOK REM KERETA API

BAB I PENDAHULUAN. atau mata bajak dengan menempa tembaga. Kemudian secara kebetulan

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

PENGARUH PENAMBAHAN NIKEL TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BESI TUANG NODULAR 50

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh. Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Teknik Mesin.

BAB I PENDAHULUAN. cairan logam tersebut dicorkan ke dalam rongga cetakan dan didinginkan

14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys)

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

Analisis Kegagalan pada Shaft Gearbox Mesin Palletizer di PT Holcim Tbk Tuban

PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KANDUNGAN SILICON TERHADAP NILAI KEKERASAN PADUAN Al-Si

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

ANALISA KETAHANAN AUS, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA CYLINDER LINER FC 25 DENGAN PENAMBAHAN 0,25% TEMBAGA (Cu)

6. Besi Cor. Besi Cor Kelabu : : : : : : : Singkatan Berat jenis Titik cair Temperatur cor Kekuatan tarik Kemuluran Penyusutan

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

PENGUJIAN IMPAK BESI COR KELABU AUSTEMPER

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMUNIUM PADUAN Al, Si, Cu DENGAN CETAKAN PASIR

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PERLAKUAN PANAS DOUBLE TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL AISI 4340

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Pengaruh Temperatur Tuang Terhadap Sifat Mekanis Pada Pengecoran Paduan Al-4,3%Zn Alloy

ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK BAJA MANGAN AUSTENITIK HASIL PROSES PERLAKUAN PANAS

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

STUDI PENGARUH TEMPERATUR DAN GETARAN MEKANIK VERTIKAL TERHADAP PEMBENTUKAN SEGREGASI MAKRO PADA PADUAN EUTEKTIK Sn Bi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon (C) sampai dengan

PENGEMBANGAN MEKANISME DAN KUALITAS PRODUKSI SEPATU KAMPAS REM BERBAHAN ALUMUNIUM DAUR ULANG DENGAN METODE PENGECORAN SQUEEZE

ANALISA KEGAGALAN U FIRE TUBE HEATER TREATER SANTAN TERMINAL CHEVRON INDONESIA COMPANY

BAB 4 HASIL PENELITIAN

PERBAIKAN PERAMUAN BAHAN BAKU PELEBURAN BESI COR KELABU PADA TANUR TUNGKIK. Oleh: Soedihono. Staf Pengajar Politeknik Manufaktur Bandung,

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS SIFAT MEKANIS ANTARA NOKEN AS STANDAR DAN NOKEN AS REKONDISI PADA SEPEDA MOTOR

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN IV.1 PENGUJIAN AWAL PADA GARDAN IV.1.1 PENGUJIAN KOMPOSISI Pengujian komposisi diperlukan untuk mengetahui komposisi unsur, termasuk unsur-unsur paduan yang terkandung dalam material besi tuang kelabu yang terdapat pada gardan. Material gardan yang dipakai dalam penelitian ini adalah besi tuang kelabu dengan komposisi sebagai berikut: Tabel IV.1 Nilai Pengujian Komposisi Kimia pada Material Gardan UNSUR KIMIA KOMPOSISI KIMIA (%BERAT) Fe 94.4 C 3.18 Si 1.4 Mn 0.377 P 0.0198 S 0.0529 Cr 0.0305 Ni <0.0050 Al 0.005 Cu 0.318 Mg 0.0013 Nb 0.0038 Ti 0.0044 v 0.0047 Pb 0.05 Sn 0.0562 43

IV.1.2 PENGAMATAN FRAKTOGRAFI Gambar IV.1 Penampang Patahan Gardan Bagian Depan, Perbesaran 7kali Gambar IV.2 Penampang Patahan Gardan Bagian Tengah, Perbesaran 7kali Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui bentuk patahan dengan melihat struktur makro sampel. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengamatan fraktografi in yakni, sampel yang diambil tidak perlu mengalami proses preparasi seperti diamplas dan dipoles. Akan tetapi, cukup dengan mengambil cuplikan pada permukaan yang patah dan langsung diamati di bawah mikroskop optik dan diabadikan dengan foto atau yang lebih dikenal dengan foto makro, seperti gambar IV.1 dan IV.2 di atas. Apabila melalui preparasi maka bentuk perpatahan akan hilang. IV.2 HASIL PENGUJIAN KEKERASAN Pengujian kekerasan dilakukan untuk sampel yang mengalami perlakuan panas. Dari hasil pengujian kekerasan dan pengolahan data, didapat nilai kekerasan untuk sampel awal dan sampel yang mengalami perlakuan panas. dilakukan untuk setiap variabel temperatur dan waktu tahan pengujian kekerasan dengan satu buah sampel. Pada masing-masing sampel dilakukan empat kali penjejakkan di salah satu bagian permukaannya. Mengamplas sampel dilakukan penjejakkan, terlebih dahulu dilakukan preparasi dengan cara untuk mendapatkan permukaan sampel yang rata sehingga didapatkan hasil penjejakan yang optimal. 44

IV.2.1 Sampel Awal Nilai kekerasan untuk sampel awal dapat dilihat pada tabel IV.1 Tabel IV.2 Nilai Pengujian Kekerasan Sampel Awal Penjejakan Hardness Brinell (BHN) 1 355 2 327 3 344 4 365 5 369 Rata-rata (BHN) Tensile Strength (Ksi) 352 171 IV.2.2 Hasil Proses Perlakuan Panas Nilai kekerasan untuk beberapa perlakuan pada sampel dapat dilihat pada tabel IV.2. Grafik yang menyatakan hubungan antara temperatur pemanasan dan waktu tahan terhadap nilai kekerasan pada sampel awal dapat dilihat pada gambar IV.5 Tabel IV.3 Nilai Kekerasan Rata-rata (BHN) terhadap Perlakuan Panas dan Waktu Tahan Waktu Temperatur (0C) Tahan (menit) 100 200 800 10 287.1587 282.5413 270.2431 20 278.0869 271.9253 263.6028 30 270.852 265.0457 257.3292 60 260.3522 253.2067 249.112 45

IV.3 Grafik Hubungan Antara Kekerasan dengan Temperatur dan Waktu Tahan Berikut ini adalah grafik hubungan antara kekerasan dengan temperatur dan waktu tahan yang dihasilkan dari poses perlakuan panas berdasarkan tabel IV.2. 300 BHN Vs Temperatur 290 Kekerasan (BHN) 280 270 260 250 10 menit 20 menit 30 menit 60 menit 240 0 200 400 600 800 1000 Temperatur (0C) Gambar 4.3 Hubungan antara Temperatur Perlakuan Panas terhadap Nilai Kekerasan 46

300 BHN Vs waktu tahan Kekerasan (BHN) 290 280 270 260 250 100 200 800 240 0 10 20 30 40 50 60 70 Waktu Tahan (Menit) Gambar IV.4 Hubungan antara Waktu Tahan terhadap Nilai Kekerasan Kekerasan (BHN) 290 280 270 260 250 240 10 20 100 30 Temperatur ( 0 C) 200 300 60 Waktu Tahan (Menit) Gambar IV.5 Hubungan Temperatur dan Waktu Tahan terhadap Nilai Kekerasan 47

IV.4 HASIL FOTO STRUKTURMIKRO IV.4.1 Struktur Mikro Sampel Awal Gambar IV.6 Struktur Mikro Sampel Awal Daerah Sekitar Patahan. Perbesaran 100x, Tanpa Dilakukan Etsa. Gambar IV.7 Struktur Mikro Sampel Awal. Perbesaran 100x, Tanpa Dilakukan Etsa. Gambar IV.8 Struktur Mikro Sampel Awal. Perbesaran 500x, Dilakukan Etsa. 48

IV.4.2 Strukturmikro Hasil Perlakuan Panas Gambar IV.9 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 100 0 C & Waktu Tahan 10 Menit. Perbesaran 100x, Tanpa Dilakukan Etsa. \ Gambar IV.10 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 100 0 C & Waktu Tahan 10 Menit. Perbesaran 100x, Dilakukan Etsa. Gambar IV. Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 100 0 C & Waktu Tahan 10 Menit. Perbesaran 100x, Dilakukan Etsa. 49

Gambar IV.12 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 100 0 C & Waktu Tahan 20 Menit. Perbesaran 100x, Tanpa Dilakukan Etsa. Gambar IV.13 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 100 0 C & Waktu Tahan 20 Menit. Perbesaran 100x, Dilakukan Etsa. Gambar IV.14 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 100 0 C & Waktu Tahan 20 Menit. Perbesaran 500x, Dilakukan Etsa. 50

Gambar IV.15 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 100 0 C & Waktu Tahan 30 Menit. Perbesaran 100x, Tanpa Dilakukan Etsa. Gambar IV.16 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 100 0 C & Waktu Tahan 30 Menit. Perbesaran 100x, Dilakukan Etsa. Gambar IV.17 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 100 0 C & Waktu Tahan 30 Tenit. Perbesaran 500x, Dilakukan Etsa. 51

Gambar IV.18 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 100 0 C & Waktu Tahan 60 Menit. Perbesaran 100x, Tanpa Dilakukan Etsa. Gambar IV.19 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 100 0 C & Waktu Tahan 60 Menit. Perbesaran 100x, Dilakukan Etsa. Gambar IV.20 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 100 0 C & Waktu Tahan 60 Menit. Perbesaran 500x, Dilakukan Etsa. 52

Gambar IV.21 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 200 0 C & Waktu Tahan 10 Menit. Perbesaran 100x, Tanpa Dilakukan Etsa. Gambar IV.22 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 200 0 C & Waktu Tahan 10 Menit. Perbesaran 100x, Dilakukan Etsa. Gambar IV.23 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 200 0 C & Waktu Tahan 10 Menit. Perbesaran 500x, Dilakukan Etsa. 53

Gambar IV.24 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 200 0 C & Waktu Tahan 20 Menit. Perbesaran 100x, Tanpa Dilakukan Etsa. Gambar IV.25 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 200 0 C & Waktu Tahan 20 Menit. Perbesaran 100x, Dilakukan Etsa. Gambar IV.26 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 200 0 C & Waktu Tahan 20 Menit. Perbesaran 500x, Dilakukan Etsa. 54

Gambar IV.27 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 200 0 C & Waktu Tahan 30 Menit. Perbesaran 100x, Tanpa Dilakukan Etsa. Gambar IV.28 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 200 0 C & Waktu tahan 30 Menit. Perbesaran 100x, Dilakukan Etsa. Gambar IV.29 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 200 0 C & Waktu Tahan 30 Menit. Perbesaran 100x, Dilakukan Etsa. 55

Gambar IV.30 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 2000 0 C & Waktu tahan 60 menit. perbesaran 100x, tanpa dilakukan etsa. Gambar IV.31 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 2000 0 C & Waktu tahan 60 menit. perbesaran 100x, dilakukan etsa. Gambar IV.32 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 2000 0 C & Waktu Tahan 60 Menit. Perbesaran 500x, Dilakukan Etsa. 56

Gambar IV.33 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 800 0 C & Waktu Tahan 10 Menit. Perbesaran 100x, Tanpa Dilakukan Etsa. Gambar IV.34 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 800 0 C & Waktu Tahan 10 Menit. Perbesaran 100x, Dilakukan Etsa. Gambar IV.35 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 800 0 C & Waktu Tahan 10 Menit. Perbesaran 500x, Dilakukan Etsa. 57

Gambar IV.36 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 800 0 C & Waktu Tahan 20 Menit. Perbesaran 100x, Tanpa Dilakukan Etsa. Gambar IV.37 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 800 0 C & Waktu Tahan 20 Menit. Perbesaran 100x, Dilakukan Etsa. Gambar IV.38 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 800 0 C & Waktu Tahan 20 Menit. Perbesaran 500x, Dilakukan Etsa. 58

Gambar IV.39 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 800 0 C & Waktu Tahan 30 Menit. Perbesaran 100x, Tanpa Dilakukan Etsa. Gambar IV.40 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 800 0 C & Waktu Tahan 30 Menit. Perbesaran 100x, Dilakukan Etsa. Gambar IV.41 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 800 0 C & Waktu Tahan 30 Menit. Perbesaran 100x, Dilakukan Etsa. 59

Gambar IV.42 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 800 0 C & Waktu Tahan 60 Menit. Perbesaran 100x, Tanpa Dilakukan Etsa. Gambar IV.43 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 800 0 C & Waktu Tahan 60 Menit. Perbesaran 100x, Dilakukan Etsa. Gambar IV.44 Struktur Mikro Hasil Perlakuan Panas; Temperatur 800 0 C & Waktu Tahan 60 Menit. Perbesaran 100x, Dilakukan Etsa. 60

BAB V PEMBAHASAN V.1 UMUM Penelitian ini merupakan penelitian mengenai studi analisis kegagalan. Penelitian dilakukan dengan menganalisis material gardan mobil yang rusak dan dibandingkan dengan literatur yang ada sehingga dapat diketahui penyebab kegagalan, serta mengetahui kelayakan material ini untuk digunakan pada gardan mobil. Kondisi operasional gardan ini berada di daerah yang cukup ekstrim. Gardan yang gagal ini beroperasi di daerah Afrika dan hanya dua gardan saja yang mengalami kegagalan. Dalam bab ini pembahasan dibagi menjadi 3 penyebab utama kegagalan. Yaitu, segi material, proses produksi, dan operasional dari gardan. Pembahasan dilakukan dengan menghubungkan antara hasil pengujian yang dilakukan dengan literatur yang ada sehingga dapat ditarik kesimpulan mengenai penyebab kegagalan housing gardan dan kelayakan material besi tuang seri FC50 sebagai material housing gardan. V.2 MATERIAL Dengan melakukan pengujian komposisi kimia pada gardan dilakukan untuk mengetahui unsur paduan yang terkadung, dan dengan menggunakan rumus persen karbon ekuivalen dapat diketahui pengaruh unsur terhadap sifat mekanis, serta struktur mikro material gardan FC50. Tabel 4.1 hasil pengujian komposisi kimia pada gardan yang rusak. Dari pengujian tersebut didapatkan presentase rata-rata nilai karbon sebesar 3,18%, Silikon 1,4%, Mangan 0,377%, Phosfor 0,0198 dan nilai Sulfur sebesar 0,0529%. Dari hasil pengujian komposisi kimia yang kemudian dibandingkan dengan Tabel I.1 61

maka dapat diketahui material gardan yang rusak ini merupakan material yang termasuk dalam tipe Grey Cast Iron atau besi tuang kelabu. Silikon dan uluminium akan mempromosikan terbentuknya grafit dalam besi tuang kelabu, mereka berbentuk solid Solutions di dalam matriks. Dengan adanya silikon dan aluminium akan meningkatkan struktur ferit dan perlit. Nikel, Tembaga, dan Timah juga akan mempromosikan struktur grafit, serta meningkatkan struktur perlit dan ferit. Efek selanjutnya dari paduan ini adalah menurunkan difusi karbon. Paduan ini juga berbentuk solid solutions di dalam matriks, sehingga struktur perlit akan meningkat dan akan menyebabkan kekuatan dan kekerasan meningkat. Pengaruh sulfur dalam besi tuang merupakan kebalikan dari silikon. Dengan kadar sulfur yang dimiliki di bawah 0,01% mempermudah proses grafitisasi. Mangan mempunyai afinitas lebih besar daripada Fe terhadap sulfur. Sehingga mangan akan akan membentuk senyawa MnS dan pengaruh sulfur sebagai pembentuk perlit akan terhambat. Chromium, molybdenum, tungsten, dan vanadium juga menurunkan pembentukan struktur grafit.paduan ini meningkatkan struktur perlit dan karbida. Selama karbida tidak terbentuk, maka paduan ini akan meningkatkan kekuatan dan kekerasan. Komposisi unsur paduan mempengaruhi sifat mekanis besi tuang kelabu. Dengan menggunakan rumus (2), didapatkan nilai karbon ekuivalen sebesar 3,64%. Nilai karbon ekuivalen berpengaruh pada nilai kekuatan tarik, dapat dilihat pada gambar II.7. Dari gambar tersebut didapatkan nilai kekuatan tarik sekitar 345 Mpa atau setara dengan 50 Ksi. Hasil pengujian yang didapat juga sesuai dengan nama seri yang dimiliki oleh material gardan yaitu FC50 dan sesuai dengan literatur yang ada. Seri FC50 berarti besi tuang yang memiliki nilai kekuatan tarik sebesar 50 Ksi. Dari perhitungan persentase karbon ekuivalen di atas dan gambar II.7, disimpulkan bahwa material gardan yang rusak ini merupakan besi tuang hipoeutektik. Dengan presentase karbon ekuivalen, diketahui bahwa material gardan ini memiliki kekuatan yang cukup tinggi di jika bandingkan dengan jenis besi tuang eutektik dan hiper-eutektik yang memiliki kadar karbon yang lebih tinggi. 62

Persentase kadar karbon berpengaruh pada temperatur penuangan besi. Dapat dilihat pada gambar II.5, semakin rendah kadar karbon yang terkadung maka temperatur tuang besi ini akan semakin tinggi. Dengan kadar kabon sebesar 3,18% maka temperatur penuangan berada di atas sekitar 1200 0 C. Dengan temperatur yang tinggi, laju pendinginan tidak terjadi terlalu cepat dan lambat (moderate). Struktur yang didapat dari proses ini pun berupa grafit bebas berbentuk serpih yang dimiliki oleh besi tuang kelabu. Hasil pengujian kekerasan pada sampel awal dapat dilihat pada tabel IV.1. Nilai kekerasan rata-rata yang dimiliki sekitar 352 BHN. nilai ini sebanding dengan 171 Ksi atau 1179 MPa untuk nilai kekuatan tarik. Dan juga sesuai dengan nilai seri FC50 yang memiliki nilai kekuatan tarik 50 Ksi. Berdasarkan hasil pengujian komposisi yang kemudian dibandingkan dengan literatur yang ada, tidak diketemukan adanya penyimpangan paduan unsur pada material gardan yang gagal. Semua unsur paduan masuk dalam batasan toleransi dan sesuai dengan seri penamaan, yaitu FC50. Jadi, kegagalan rumah gardan bukan disebabkan karena kesalahan pada material. V.3 PROSES PRODUKSI Melalui pengamatan mikro akan dapat diketahui fasa yang terdapat dalam material yang diteliti. Dengan melihat struktur mikro, diketahui jenis materialnya tergolong dalam besi tuang kelabu. Dari bentuk struktur mikro yang ada pada gambar IV.6 dan IV.7, dapat terlihat jenis grafit serpih terdapat pada material gardan yang rusak. Struktur grafit yang terbentuk bersegregasi antardendrite dalam orientasi tertentu (interdendritic segregation, preferred orientation). Telah diketahui bahwa pada material gardan yang rusak memiliki komposisi karbon yang rendah dan termasuk dalam besi tuang kelabu hypo-eutektik. Oleh sebab itu, dapat diketahui bahwa kedua gambar memilik tipe E. Pada kedua gambar di atas juga terlihat banyak grafit tersebar merata dalam orientasi yang sembarang (uniform distribution, ramdom orientation) serta memiliki serpih grafit yang bengkok. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa grafit ini 63

memiliki tipe A. Tipe A juga terjadi pada besi tuang kelabu yang memiliki kadar karbon rendah. Terdapat perbedaan pada kedua gambar tersebut. Pada gambar IV.6 ada bagian material gardan yang dekat dari patahan tidak terlihat memiliki grafit atau ukuran grafit yang sangat kecil. Pada meterial gardan yang rusak ukuran grafit yang dimiliki lebih panjang dibandingkan dari gambar IV.7. Distribusi penyebaran grafit pada gambar IV.6 terlihat sangat jarang, jarak antara grafit saling berjauhan. Sedangkan berbeda dengan gambar IV.7 yang memiliki distribusi sebaran grafit yang rapat dan panjang. Cenderung bentuk grafit pendek dari panjang grafit yang ada di gambar IV.6, dan di daerah patahan terlihat sedikit grafit. Mungkin ini disebabkan adanya pembekuan yang tidak seragam pada atau lebih cepat, sehingga karbon tidak sempat mengendap. Ketidak seragaman proses pembekuan mungkin disebabkan adanya inklusi pada daerah patahan atau terjadinya cacat produksi. Ketidak seragaman proses pembekuan terjadi pada proses produksi yang disebabkan karena adanya efek Cil. Efek Cil ini dapat mempengaruhi bentuk mikro struktur, karena ada proses pendinginan cepat di daerah tertentu. Hal ini terlihat karena adanya struktur mikro yang berbeda didaerah patahan, yaitu berbentuk seperti besi tuang putih. Dimana proses pembentukan besi tuang putih itu dikarenakan pendinginan cepat, yang menyebabkan karbon tidak sempat untuk mengendap. Efek Cil ini terjadi bisa disebabkan karena adanya inklusi pada cetakan diproses penuangan logam cair. Jadi kemungkinan kegagalan material FC50 pada gardan mobil disebabkan karena cacat produksi. Serpihan grafit yang berukuran besar kurang disukai dibandingkan dengan serpihan yang berukuran kecil karena dapat menurunkan kekuatan tarik dan keuletan besi tuang kelabu. Ukuran besar kecilnya serpih grafit ditentukan dengan cara membandingkan ukuran standar yang dibuat oleh AFS (American Foundary Society) dan ASTM (American Society for testing and material). Menurut ASTM A247, pengukuran dilakukan pada panjang serpihan grafit terbesar yang terdapat pada bagian besi tuang kelabu yang belum dietsa dengan pembesaran 100 X. Standar ukuran grafit dapat dilihat pada tabel II.3. 64

Dengan menggunakan standar ASTM A247 dan melihat gambar struktur mikro IV.5 dan IV.6, dapat diketauhi bahwa pada daerah yang patah lebih getas dari daerah yang berada jauh dari patahan. Ini diindikasikan dari panjang, bentuk, dan sebaran grafit. Sifat umum yang dimiliki besi tuang kelabu adalah keuletannya yang sangat rendah sehingga material ini tidak mampu ditempa dan tidak dapat menerima beban kejut (mudah patah-retak). Hal ini dikarenakan grafit yang berbentuk serpih. Bentuk serpih didapatkan dari pendinginan yang moderat pada kadar carbon 2,75% sampai 4%. Sifat mekanis yang dimiliki besi tuang dipengaruhi oleh bentuk grafit. Pada besi tuang kelabu turunnya sifat mekanis ini akibat adanya grafit berbentuk serpihan (flakes) yang menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan sehingga jika mendapat beban bagian tersebut akan mudah patah. V.4 OPERASIONAL GARDAN Dari pemeriksaan awal diketahui bahwa tidak ada tanda-tanda terjadinya benturan pada gardan. Berdasarkan pemeriksaan terhadap pelumas gardan, tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan akibat berkurangnya pelumas. Pemeriksaan lanjutan mengindikasikan kegagalan pada housing gardan ini, disebabkan adanya gesekan antara bearing dan komponen Flange Propheller Shaft. Karena gesekan bearing dan Flange Propheller Shaft menimbulkan panas. Panas yang dihasilkan berpindah kebagian rumah gardan, sehingga menurunkan sifat kekuatan dan kekerasan dari material gardan. Pengamatan fraktografi yang dilakukan terlihat pada gambar IV.1 dan IV.2, alur patahan yang terjadi pada material terbagi dalam dua bentuk patahan. Pada gambar IV.1 terlihat patahan yang ada berwarna kelabu setelah dilakukan ultrasonic cleaning., Dengan penampakan berserabut dan cenderung gelap. Terlihat patahan getas pada patahan gardan di posisi depan dan patahan ulet di posisi tengah. Di posisi terdepan terdapat bagian yang sedikit berwarna terang dan rata, sedangkan di bagian tengah terlihat adanya alur patahan yang terjadi seperti bukit dan lembah. 65

Diindikasikan bahwa patahan pada bagian tengah merupakan patahan ikutan yang dihasilkan dari patahan awal yang terdapat di bagian terdepan garda. Patahan yang membentuk bukit dan lembah terjadi karena ada proses material yang menahan beban dinamis pada saat operasional gardan. Di bagian akhir patahan, material tidak dapat menahan beban yang diberikan sehingga ada bagian dari gardan yang terlepas, seperti terlihat pada gambar III.2. Patahan getas yang terjadi disebabkan material gardan memiliki kadar karbon yang tinggi sehingga struktur yang dimiliki gardan berbentuk grafit. Struktur yang berbentuk grafit cenderung membentuk stress concentration. Dari pengamatan struktur mikro yang dilakukan pada daerah patahan dengan daerah yang jauh dari patahan, didapatkan adanya perbedaan struktur mikro. Perbedaan struktur mikro yang terjadi ini akan di buktikan dengan melakukan simulasi perlakuan panas yang mendekati kondisi operasional. Kondisi yang terjadi pada housing gardan ini disimulasikan untuk mengetahui penyebab gagalnya gardan dengan beberapa pengujian. Sifat mekanis dari besi tuang kelabu tergantung pada bentuk, panjang, dan sebaran grafit. Sehingga, dari simulasi ini ingin diketahui pengaruh pelakuan panas saat operasional terhadat perubahan mikro struktur di gardan yang menyebabkan gagal. Dari hasil pengujian kekerasan yang dilakukan didapatkan hasil pada Tabel IV.2, nilai kekerasan material yang telah mengalami perlakuan panas. Dari hasil pengujian kekerasan, secara umum terlihat bahwa nilai kekerasan mengalami penurunan terhadap temperatur, seperti yang terdapat pada gambar 4.3. Gambar grafik waktu tahan 10 menit memperlihatkan nilai penurunan kekerasan. Pada temperatur 100 0 C, nilai kekerasan yang dimiliki 287 BHN. Pada temperatur 200 0 C nilainya 282 BHN dan pada temperatur 800 0 C nilai kekerasannya adalah 270 BHN. Perlakuan panas pada material gardan mempengaruhi sifat kekerasan. Semakin tinggi temperatur maka sifat kekerasan yang dimiliki material gardan akan semakin turun. Dari hasil pengujian kekerasan yang dilakukan pada kondisi waktu tahan yang berbeda terhadap masing-masing temperatur, secara umum gardan juga mengalami penuruna nilai kekerasan. Pada gambar IV.4, grafik menunujukan penurunan nilai 66

kekerasan. Pada grafik temperatur 800 0 C, memperlihatkan nilai penurunan kekerasan dengan waktu tahan 10 menit 270 BHN, sedangkan dengan waktu tahan 20 menit bernilai 263 BHN, dan waktu 30 menit bernilai 257 BHN serta dengan waktu tahan 60 menit nilai kekerasannya 249 BHN. Perlakuan panas dengan memberikan waktu tahan mempengaruhi sifat kekerasan yang dimiliki material FC50 yang digunakan pada gardan Perlakuan panas yang dilakukan menghasilkan perubahan struktur mikro, seperti terlihat pada gambar IV.9 sampai gambar IV.41. Dapat dilihat perubahan yang terjadi bentuk grafit serpih yang semakin tebal Hal ini terjadi pada temperatur 100 0 C dan 200 0 C dengan waktu tahan 10,20,30 dan 60 menit (gambar IV.9 sampai IV.32). Pada gambar dengan perbesaran 500 kali terlihat bahwa struktur perlit sedikit berkurang dengan adanya peningkatan jumlah ferit. Perlakuan panas dengan temperatur 800 0 C dan waktu tahan 10, 20,30 dan 60 menit, menghasilkan perubahan struktur mikro yang sangat bebeda. Dapat dilihat pada gambar IV.31 sampai gambar IV.44. Bentuk grafik yang dihasilkan kembali menjadi lebih tipis dan halus. Dengan pembesaran 500 kali ukuran matrik perlit berubah menjadi lebih kecil dan hampir hilang, sedangkan ferit membesar dan meluas. Matrik ferit yang memiliki sifat lebih lunak dan bertambah luas mengakibatkan sifat kekerasan besi tuang kelabu tersebut menurun. Penurunan nilai kekerasan material gardan FC50 yang mengalami perlakuan panas ini dikarenakan, adanya perubahan mikro struktur. Bila dibandingkan perubahan struktur mikro antara daerah patahan dengan hasil perlakuan panas terlihat perbedaan bentuk grafit dan matriks yang terjadi pada mikro struktur. Bentuk grafit hasil perlakuan panas tidak berubah dan yang mengalami perubahan adalah matrik ferit dan perlit yang ada di material gardan FC50. Perbedaan bentuk, panjang, dan sebaran grafit itu, dihasilkan dari proses manufaktur. Pada proses manufaktur di tahap solidifikasi ini yang sangat menetukan perbedaan struktur mikro. Jadi, dapat disimpulkan bahwa material yang mengalami perlakuan panas tidak akan berpengaruh terhadap perubahan bentuk grafit dan yang menetukan adalah proses 67

solidifikasi. Kegagalan material gadan FC50 bukan karena kondisi operasional, melainkan karena proses manufaktur. V.5 ANALISIS KESELURUHAN Dari serangkaian pengujian yang telah dilakukan maka beberapa hal yang dapat beberapa kesimpulan. 1. Patahan yang terjadi pada gardan tidak disebabkan kondisi operasional, seperti menerima benturan dari luar sistem operasi gardan. Patahan yang terjadi pada bagian depan gardan berbentuk patahan getas, di bagian tengah dan belakang terlihat patahan berbentuk ulet. Penampakan permukaan patah disebabkan adanya beban dinamis pada saat operasional gardan. 2. Dari pengujian komposisi yang dilakukan pada material gardan, tidak ditemukan ketidakcocokan komposisi bila dibandingkan dengan literatur yang ada untuk material FC50. Oleh karena itu, dapat disimpulkan kegagalan material gardan ini tidak disebabkan kesalahan komposisi kimia yang terkandung di dalamnya. 3. Simulasi perlakuan panas dilakukan untuk mendapatkan pembuktian kegagalan material FC50 pada gardan. Hal ini dilakukan karena untuk didapatkan pembuktian kegagalan bukan dikarenakan perlakuan panas yang terjadi pada saat oprasional. 4. Dari pengujian kekerasan dan pengamatan mikro didapatkan bahwa material gardan FC50 mengalami penurunan kekerasan. karena diberikan perlakuan panas pada temperature 100 o C, 200 o C, 800 o C dan waktu tahan pada 10, 20, 30, 60 menit strukturmikro yang didapatkan dari perlakuan panas menunjukan adanya perbedaan antara struktur mikro di dekat daerah patahan dan struktur mikro perlakuan panas. 5. Akibat perlakuan panas yang dilakukan, didapatkan penurunan nilai kekerasan. Namum, hasil ini tidak didukung dengan hasil pengamatan struktur mikro. Hasil pengamatan struktur mikro pada temperature 100 o C, 200 o C, 800 o C dan waktu tahan 10, 20, 30 dan 60 menit menunjukan penurunan nilai 68

kekerasan disebabkan berkurangnya matrik perlit dan bertambahnya matrik ferit. Akan tetapi, pada pengamatan struktur mikro di daerah dekat patahan tidak menunjukan terjadi pengurangan matrik perlit. 6. Pengamatan struktur mikro antara daerah dekat patahan dengan daerah yang jauh dari patahan didapatkan perbedaan ukuran, bentuk, dan distribusi grafit. Perbedaan ini disebabkan adanya ketidakseragaman proses laju pendinginan yang dialami oleh material gardan FC50. Ketidakseragaman bentuk grafit ini mungkin disebabkan adanya inklusi pada material tersebut atau cacat pada proses produksi (efek Cil) yang dialami oleh material gardan. 7. Inklusi bisa sebagai awal pembentukan inti dari proses pembekuan (Solidification). Karena adanya inklusi dapat mempercepat proses pembekuan, sehingga dapat menghasilkan struktur yang berbeda. Efek Cil ialah efek yang terjadi karena pembekuan secara cepat di daerah tertentu. Efek Cil yang terjadi ini dapat menyebabkan terjadinya perbedaan proses pembekuan. Sehingga, struktur mikro yang dihasilkan dapat berbeda anatr daerah. Terjadinya efek Cil bisa disebabkan oleh proses pengecoran, yaitu pada cetakan. 8. Dari pengamatan struktur mikro tidak diketemukan adanya bentuk yang mencurigakan seperti inklusi. Jadi, kemungkinan kegagalan yang terjadi disebabkan karena kecacatan produksi material gardan FC50. Cacat produksi yang dapat menyebabkan perbedaan struktur mikro, adalah efek Cil. 69