ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GIRIWOYO 1 WONOGIRI

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

Kata Kunci : Diare, Anak Balita, Penyediaan Air Bersih, Jamban Keluarga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing adalah Kelurahan Dembe I, Kecamatan Tilango Kab.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel 343 KK. Adapun letak geografis Kecamatan Bone sebagai berikut :

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LIMBUR LUBUK MENGKUANG KABUPATEN BUNGO TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

ANALISIS DISTRIBUSI PENYAKIT DIARE DAN FAKTOR RESIKO TAHUN 2011 DENGAN PEMETAAN WILAYAH DI PUSKESMAS KAGOK SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir(suraatmaja, 2007). Penyakit diare menjadi penyebab kematian

HUBUNGAN SANITASI DASAR RUMAH DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA BENA NUSA TENGGARA TIMUR

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini di laksanakan pada 28 April sampai 5 Mei 2013 di Desa

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG

BAB 5 : PEMBAHASAN. penelitian Ginting (2011) di Puskesmas Siantan Hulu Pontianak Kalimantan Barat mendapatkan

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: )

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kualitas lingkungan dapat mempengaruhi kondisi individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

1. Pendahuluan SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DAN UPAYA PENGENDALIAN PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN PADA KAWASAN KUMUH KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA LEYANGAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGARUH KONSTRUKSI SUMUR TERHADAP KANDUNGAN BAKTERI ESCHERCIA COLI PADA AIR SUMUR GALI DI DESA DOPALAK KECAMATAN PALELEH KABUPATEN BUOL

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: )

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN ANGKA KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAXA TAHUN 2016

Gambaran Sanitasi Lingkungan Wilayah Pesisir Danau Limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013

HUBUNGAN PERILAKU HIGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA SISWA SD NEGERI 01 TRANGSAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO

Analisis Sarana Dasar Kesehatan Lingkungan yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN, PERSONAL HIGIENE DENGAN JUMLAH BAKTERI Escherichia coli PADA DAMIU DI KAWASAN UNIVERSITAS DIPONEGOROTEMBALANG

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan anak. Di negara berkembang, anak-anak menderita diare % dari semua penyebab kematian (Zubir, 2006).

KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE DI KELURAHAN HAMDAN KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN TAHUN : Tidak Tamat Sekolah.

Pendahuluan. Sa'diyah., et al, Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare...

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

Alumni Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir. Diare dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu diare akut dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

PENGARUH KUALITAS AIR SUMUR GALI DAN PEMBUANGAN SAMPAH TERHADAP KEJADIAN DIARE DI DESA TANJUNG ANUM KECAMATAN PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pelabuhan terbesar di provinsi Gorontalo yang terbuka untuk perdagangan luar

BAB I PENDAHULUAN. juga dipengaruhi oleh tidak bersihnya kantin. Jika kantin tidak bersih, maka

BAB I PENDAHULUAN. Diare merupakan salah satu dari gangguan kesehatan yang lazim. dan Indonesia (Ramaiah, 2007:11). Penyakit diare merupakan masalah

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR

Anwar Hadi *, Umi Hanik Fetriyah 1, Yunina Elasari 1. *Korespondensi penulis: No. Hp : ABSTRAK


BAB III METODE PENELITIAN

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

UKDW. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

HUBUNGAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN CIBABAT KECAMATAN CIMAHI UTARA

BAB I PENDAHULUAN. pasien dewasa yang disebabkan diare atau gastroenteritis (Hasibuan, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. selama hidupnya selalu memerlukan air. Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air.

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam sehari. Dengan kata lain, diare adalah buang air besar

sampel probability propotional to size. Hasil penelitian dianalisa data baik univariat

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Pada usia balita merupakan masa perkembangan tercepat

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

BAB I PENDAHULUAN. Target Millenium Development Goals (MDGs) ke-7 adalah setiap negara

ANALISIS HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN KONTRUKSI SUMUR GALI TERHADAP KUALITAS SUMUR GALI

HUBUNGAN SARANA SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA NGUNUT KABUPATEN TULUNGAGUNG

BAB IV HASIL PENELITIAN. Karanganyar terdapat 13 perusahaan tekstil. Salah satu perusahaan di daerah

UJI KUALITAS FISIK DAN BAKTERIOLOGIS AIR SUMUR GALI BERDASARKAN KONSTRUKSI SUMUR DI DESA DILONIYOHU KECAMATAN BOLIYOHUTO KABUPATEN GORONTALO.

PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA BLURU KIDUL RW 11 KECAMATAN SIDOARJO

Faktor Lingkungan Berhubungan dengan Kejadian Diare Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Muaradua Kabupaten Oku Selatan

ABSTRACT. Keywords: Diarrhea, PHBS indicators

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Terdapat hubungan yang erat antara masalah sanitasi dan penyediaan air, dimana sanitasi berhubungan langsung dengan:

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSONAL HYGIENE,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Keadaan higiene dan sanitasi rumah makan yang memenuhi syarat adalah merupakan faktor

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

Volume VI Nomor 4, November 2016 ISSN: PENDAHULUAN

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) 9) terjadinya komplikasi pada mukosa.

BAB I PENDAHULUAN. Leptospira sp dan termasuk penyakit zoonosis karena dapat menularkan ke

STUDI SANITASI DASAR PADA PENDERITA DIARE DI PULAU KODINGARENG KECAMATAN UJUNG TANAH KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. Dalam visi Indonesia Sehat 2015 yang mengacu pada Millenium. Development Goals (MDG s), lingkungan yang diharapkan pada masa depan

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Diare adalah penyebab kematian yang kedua pada anak balita setelah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), diare adalah

Kepustakaan : 15 Kata Kunci : Jarak sumur gali, tempat pembuangan tinja, Escherichia Coli

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN (CTPS) DENGAN KEJADIAN DIARE ANAK USIA SEKOLAH DI SDN 02 PELEMSENGIR KECAMATAN TODANAN KABUPATEN BLORA

Transkripsi:

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan, FKM Universitas Diponegoro Jl. Prof H. Soedarto, SH Kampus Tembalang Abstrak Penyakit diare merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara berkembang termasuk Indonesia karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi dan dalam waktu yang singkat. Pada tahun 2014 jumlah penderita diare pada balita sebesar 2.441 kasus di Kabupaten Rembang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kondisi sanitasi dasar rumah dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini yaitu balita usia 0 48 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2 yaitu 2865 balita. Sampel yang diambil sebanyak 71 menggunakan metode proportional random sampling. Analisa data menggunakan uji Chi square dengan taraf signifikansi 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang tidak memenuhi syarat untuk kondisi sarana penyediaan air bersih 47,9% (34), kondisi jamban 36,6% (36), kondisi Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) 46,5% (33), kondisi tempat pembuangan sampah 15,5% (11), dan kualitas makanan minuman 22 (31,0%). Hasil analisis hubungan tiap variabel bebas dengan kejadian diare adalah sebagai berikut : kondisi sarana penyediaan air bersih (p value = 0,001), kondisi jamban (p value = 1,000), kondisi Saluran Pembuangan Air Limbah (p value = 0,000) dan kondisi tempat pembuangan sampah (p value = 0,255). Kesimpulannya ada hubungan antara kondisi sarana penyediaan air bersih dan kondisi Saluran dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2. Kata Kunci : diare, balita, sanitasi dasar rumah PENDAHULUAN Penyakit menular merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara berkembang termasuk Indonesia karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi dan dalam waktu yang singkat. Salah satu penyakit menular adalah penyakit diare yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting. Penyakit diare sampai saat ini 160

merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian. Hampir seluruh daerah geografis dunia dan semua kelompok usia diserang diare, penyakit berat sampai kematian yang tinggi terutama didapatkan pada bayi dan anak balita. Diare adalah penyakit yang terjadi ketika perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih dalam waktu 24 jam. Diare selalu masuk dalam 10 besar masalah kesehatan dan penyakit yang terjadi pada seluruh puskesmas di Indonesia. Masalah ini disebabkan oleh ketidaktahuan dan ketidakmampuan masyarakat dalam memelihara kesehatan lingkungan. Puskesmas Rembang 2 merupakan salah satu wilayah yang jumlah penderita diarenya paling tinggi yaitu 666 penderita pada tahun 2014 dan diare selalu menempati 10 besar penyakit di setiap bulannya. Puskesmas Rembang 2 wilayah kerjanya mencakup 15 desa yang tersebar di wilayah pedesaan. Kondisi sanitasi rumah masih kurang memadai, masih banyak yang menggunakan sumur sebagai sumber air yang digunakan. Kondisi jamban yang kurang memenuhi syarat dan kondisi Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) yang menggenang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kondisi sanitasi dasar rumah dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan observasional dengan rancangan studi cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah yang mempunyai balita umur 0 48 bulan yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Rembang 2 yaitu sebanyak 2865 balita. sampel yang diambil sebanyak 71 balita yang terbagi dalam 15 desa. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 71 balita yang terbagi dalam 15 desa. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan proportional random sampling. Teknik analisis data menggunakan Teknik analisis data menggunakan uji chi-square untuk mengetahui hubungan variabel yang diteliti dengan timbulnya kejadian diare pada balita jika p < α (p = 0,05). HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2 Tahun 2014 Kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2 mengalami kenaikan di setiap tahunnya. Pada tahun 2012 jumlah kasus diare sebesar 289, pada tahun 2013 mengalami kenaikan yaitu sebesar 309 kasus, dan pada tahun 2014 meningkat lagi mencapai 313 kasus diare. Setiap tahunnya kasus diare pada balita terus meningkat. Usia Responden Balita Usia responden (balita) sebagian besar berusia antara 12 48 bulan yaitu sebanyak 51 (71,8%) balita, sementara responden yang paling sedikit yaitu berusia 0 12 bulan sebanyak 20 (28,2%) balita. 161

Hubungan Kondisi Sarana Penyediaan Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Balita syarat sebanyak 37 (52,1%) dan sebanyak 34 (47,9%). Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara kondisi sarana penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2. Hasil uji chi square diperoleh nilai p value (0,001) < α (0,05). Sumber air bersih memiliki peranan dalam penyebaran beberapa bibit penyakit menular dan salah satu sarana yang berkaitan dengan kejadian diare, sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal oral bakteri tersebut yaitu bakteri E.coli. Bakteri ini banyak dikaitkan dengan penyakit diare, dikarenakan bakteri ini mudah untuk berkembang biak dan cepat menyebar serta dapat berpindah tangan ke mulut atau lewat makanan dan minuman. Bakteri ini biasanya masuk ke dalam air dengan cara pada saat hujan turun, air membawa limbah dari kotoran hewan atau manusia yang kemudian meresap masuk ke dalam tanah melewati poripori permukaan tanah atau mengalir dalam sumber air. Diare dapat ditularkan melalui cairan atau bahan yang tercemar dengan tinja seperti air minum, tangan atau jari-jari, makanan yang disiapkan dalam panci yang telah dicuci dengan air tercemar. Kondisi sarana air bersih erat kaitannya dengan pencemaran yang dapat terjadi pada air bersih. Oleh karena itu, untuk mencegah pencemaran air bersih ini sarana air bersih yang digunakan harus memenuhi persyaratan. Memperbaiki sumber air (kualitas dan kuantitas) dan keberhasilan perorangan akan mengurangi kemungkinan tertular dengan bakteri patogen tersebut. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Hubungan Kondisi Jamban dengan Kejadian Diare pada Balita syarat sebanyak 45 (63,4%) dan sebanyak 26 (36,6%). Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kondisi jamban dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2. Hasil uji chi square diperoleh nilai p value (1,000) > α (0,05). Syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya, tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya, kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat vektor bertelur dan berkembangbiak. Jamban yang tidak saniter menjadi sumber penyebaran E.coli, bakteri penyebab diare. Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi. 162

Feces pada dewasa atau balita berbahaya karena mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Feces balita juga dapat menularkan penyakit pada balita itu sendiri dan juga pada orang tuanya. Selain itu tinja binatang dapat pula menyebabkan infeksi pada manusia. Feces yang dibuang di tempat terbuka dapat digunakan oleh lalat untuk bertelur dan berkembang biak. Lalat berperan dalam penularan penyakit melalui tinja (faecal borne disease), lalat senang menempatkan telurnya pada kotoran manusia yang terbuka, kemudian lalat tersebut hinggap di kotoran manusia dan hinggap pada makanan manusia. Hubungan Kondisi Saluran dengan Kejadian Diare pada Balita syarat sebanyak 38 (53,5%) dan sebanyak 33 (46,5%). Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara kondisi Saluran dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2. Hasil uji chi square diperoleh nilai p value (0,000) < α (0,05). Pengolahan air limbah yang kurang baik dapat menimbulkan akibat buruk terhadap kesehatan masyarakat dan terhadap lingkungan hidup, antara lain menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit, terutama diare. Menimbulkan bau yang kurang sedap dan merupakan sumber pencemaran air. Pembuangan air limbah yang dilakukan secara tidak sehat atau tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menyebabkan terjadinya pencemaran pada permukaan tanah dan sumber air. Dengan demikian untuk mencegah atau mengurangi kontaminasi air limbah terhadap lingkungan, maka limbah harus dikelola dengan baik, sehingga air limbah tidak menjadi tempat berbiaknya bibit penyakit seperti lalat, tidak mengotori sumber air, tanah dan tidak menimbulkan bau. Sarana pembuangan air limbah dimaksudkan agar tidak ada air yang tergenang di sekitar rumah, sehingga tidak menjadi tempat perindukan serangga atau dapat mencemari lingkungan maupun sumber air. Air limbah domestik termasuk air bekas mandi, bekas cuci pakaian, maupun perabot dan bahan makanan, dan lain-lain. Air ini mengandung banyak sabun atau detergen dan mikroorganisme. Selain itu, ada juga air limbah yang mengandung tinja dan urin manusia. Upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah penularan diare adalah sebaiknya dengan membuat SPAL yang tertutup dan selalu menjaga sanitasi saluran pembuangan air limbah (SPAL) agar tidak ada genangan air dan menjadi media penularan penyakit diare. Hubungan Kondisi Tempat Pembuangan Sampah dengan Kejadian Diare pada Balita syarat sebanyak 60 (15,5%) dan sebanyak 11 (84,5%). Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kondisi tempat pembuangan sampah dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2. Hasil 163

uji chi square diperoleh nilai p value (0,255) > α (0,05). Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang berasal dari rumah tangga atau hasil proses industri. Jenis-jenis sampah antara lain, yakni sampah anorganik dan organik. Biasanya sampah organik lebih mudah membusuk dan mencemari lingkungan. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan agar sampah tidak menjadi sumber penyakit terutama penyakit yang bisa menimbulkan kejadian diare. Sampah merupakan salah satu penyebab tidak seimbangnya lingkungan hidup. Bila dibuang dengan cara ditumpuk saja akan menimbulkan bau dan gas yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Selain itu tradisi membuang sampah disungai dapat mengakibatkan pendangkalan yang demikian cepat, banjir juga mencemari sumber air permukaan karena pembusukan sampah tersebut. Sampah telah mencemari tanah dan badan air. Pengaruh sampah secara biologis khususnya sampah organik yang mudah membusuk merupakan media mikroorganisme untuk hidupnya, proses ini akan menimbulkan terbentuknya bau yang menarik beberapa vektor penyakit dan bintang penganggu. Dampak terhadap kesehatan pembuangan sampah yang tidak terkontrol dengan baik merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat yang dapat menimbulkan penyakit. Potensi bahaya yang ditimbulkan adalah penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat di temapat yang pengelolaan sampahnya kurang memadai. Tempat sampah harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dengan tujuan agar tempat sampah tidak menjadi sarang atau berkembang biaknya serangga ataupun binatang penular penyakit (vector). Upaya yang dapat dilakukan masyarakat agar tempat pembuangan sampah tidak menjadi sarang vektor penyakit adalah dengan menyediakan dan menutup tempat sampah rapat-rapat. Sedangkan bagi masyarakat yang membuang sampah di kebun, disarankan untuk membakar atau menimbun tumpukan sampah dan menutup dengan tanah agar tidak dihinggapi lalat. KESIMPULAN DAN SARAN Disimpulkan bahwa kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2 dari 71 responden ditemukan sebanyak 62% (44) balita yang menderita diare dan sebanyak 38% (27) balita tidak menderita diare. Ada hubungan antara kondisi sarana penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita (p value = 0,001) dan ada hubungan antara kondisi Saluran dengan kejadian diare pada balita (p value = 0,000) di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2. Tidak ada hubungan antara kondisi jamban dengan kejadian diare pada balita (p value = 1,000) dan tidak ada hubungan antara kondisi tempat pembuangan sampah dengan kejadian diare pada balita (p value = 0,255) di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2. 164

Disarankan bagi Puskesmas Rembang 2 untuk meningkatkan kebersihan lingkungan di desa-desa yang merupakan wilayah kerjanya khususnya kondisi Saluran dan sarana penyediaan air bersih sehingga sanitasi dasar rumah selalu bersih dan dapat dapat terhindar dari penyakit diare. Bagi Masyarakat untuk memperbaiki sarana sanitasi dasar rumah sesuai dengan persyaratan kesehatan yang dianjurkan dan kemampuan ekonomi keluarga. Menggunakan air bersih dalam melakukan aktivitas seharihari, seperti mandi, mencuci, makan dan minum. Membuat saluran air limbah yang permanen, kedap air, tertutup, dan tidak lembab agar air limbah tidak menggenang dan tidak menimbulkan bau. DAFTAR PUSTAKA 1. Widoyono. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta : Penerbit Erlangga. 2008. 2. Piton, A. Penatalaksanaan Diare di Rumah pada Balita. Berita Kedokteran Masyarakat.Vol.22.No.1.Maret 2006:7-14. 2008. 4. Depkes RI. Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta : Depkes RI. 2012. 5. Achmadi, U. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: Penerbit UI Press. 2008. 6. Unicef Indonesia. Air Bersih, Sanitasi dan Kebersihan. Ringkasan Kajian. 2012. 7. Kemenkes RI. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2009-2014. 8. Zubir, Juffrie M, Wibowo T. 2006. Faktor-faktor Resiko Kejadian Diare Akut pada Anak 0-35 Bulan (BATITA) di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan. Vol 19. No 3. ISSN 1411-6197 : 319-332. 2006. 9. Sarudji, Didik. Kesehatan Lingkungan. Bandung: CV. Karya Putra Darwati; 2010. 10. Kamilla, Laila. Hubungan Praktek Personal Hygiene Ibu dan Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Kampung Dalam Kecamatan Pontianak Timur. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol. 11 No. 2 / Oktober. 2012. 165