II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah untuk

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

David Simamora, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & Muhajir Utomo

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan penting

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

PENDAHULUAN. (Nicotiana tabacum L) merupakan tembakau yang terbaik di dunia dalam hal kualitas

III. BAHAN DAN METODE. Februari 2013 sampai dengan September 2013 pada lahan pertanaman tebu di PT

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang unik antara faktor fisik, kimia, dan biologi. Komponen utama tanah terdiri dari

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH. Oleh: Arif Nugroho ( )

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Untuk dapat tumbuh dengan baik tanaman tebu sangat dipengaruhi oleh

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

STAF LAB. ILMU TANAMAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

I. PENDAHULUAN. dan jagung. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein 30-50%, lemak

1. PENDAHULUAN. yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (±

TINJAUAN PUSTAKA. antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat,

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam

KLOROFIL XII - 1 : 25 29, Juni 2017 ISSN

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kelembaban dan Suhu. Kelembaban dan suhu sangat mempengaruhi kadar bahan organik

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam. dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan petak terbagi dan

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan bahan pangan pokok kedua setelah beras yang memiliki

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

PENYIAPAN LAHAN. Oleh : Juwariyah BP3K Garum

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia produksi nanas setiap tahun mengalami peningkatan seiring

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah biasanya diperlukan didalam budidaya tanaman dengan

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang

HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

I. PENDAHULUAN. Tanah marginal adalah tanah sub-optimum yang potensial untuk pertanian baik untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Permasalahan Tanah Ultisol dan Upaya Mengatasinya

SIFAT KIMIA ULTISOLS BANTEN AKIBAT PENGOLAHAN TANAH DAN PEMBERIAN PUPUK KOMPOS. Oleh: 1) Dewi Firnia

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Olah Tanah Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pokok pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat tumbuh bagi bibit, menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa-sisa tanaman dan memberantas gulma, setiap upaya pengolahan tanah akan menyebabkan terjadinya perubahan sifatsifat tanah, tingkat perubahan yang terjadi sangat ditentukan oleh jenis alat pengolahan tanah yang digunakan (Fahmudin dan Widianto, 2004). Pengolahan tanah dilakukan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Namun pada kenyataannya pengolahan tanah yang dilakukan secara terus menerus ternyata menimbulkan dampak negatif terhadap produktivitas lahan. LIPTAN (1995) menyatakan bahwa disamping mempercepat kerusakan sumber daya tanah seperti meningkatkan laju erosi dan kepadatan tanah, pengolahan tanah intensif memerlukan biaya yang tinggi. Untuk mengatasi kerusakan karena pengolahan tanah, akhir-akhir ini diperkenalkan sistem olah tanah

12 konservasi yang diikuti oleh pemberian mulsa yang diharapkan dapat meningkatkan produksi pertanian. Istilah pengolan tanah secara konvensional mengacu pada pengolahan tanah pada era ini, bukan pada era sebelumnya. Karakteristik pengolahan tanah pada era ini adalah, a). pengolahan tanah intensif (OTI), secara horizontal tanah yang diolah mencakup seluruh permukaan tanah, secara vertikal tanah yang diusik mencapai kedalaman 30 sampai 50 cm, b). alat yang digunakan adalah alat berat sehingga dapat memadatkan tanah, c). laju dekomposisi bahan organik sangat tinggi sehingga terjadi pemiskinan karbon organik di satu pihak, dan di pihak lain pelepasan karbondioksida menimbulkan efek rumah kaca. Meskipun penelitian jangka pendek menunjukkan bahwa produksi tanaman merespon berpengaruh merugikan produksi tanaman karena kerusakan tanah yang ditimbulkannya. Pada umumnya pengolahan tanah dilakukan dua kali, yaitu pengolahan tanah primer dengan dibajak untuk membongkar tanah dengan kedalaman 30 sampai 50 cm, kemudian diteruskan dengan pengolan tanah sekunder untuk menggemburkan tanah dengan kedalaman 10 sampai 15 cm. Alat-alat seperti a). bajak singkal (moldboard plow), b). bajak piring ( standard dan vertikal discplow ), c). subsoiler, d). Garu piring, e). rotary tiller, menjadi alat standar dalam pengolahan tanah pada era ini. Meskipun alat ini tidak menjadi monopoli pengolahan tanah pada era ini.

13 Beberapa bukti menunjukkan bahwa pengolahan tanah intensif dapat meningkatkan produksi tanaman (Raimbault, 1991; Weill, 2003), meningkatkan kekasaran permukaan, memecah kerak tanah, meningkatkan infiltrasi (Doolette and Smyle, 1990), tetapi pengaruh tersebut bersifat jangka pendek (Awadhwal dan Smith,1989). Sedangkan menurut Utomo (1995), sistem olah tanah konservasi (OTK) merupakan suatu olah tanah yang berwawasan lingkungan, hal ini dibuktikan dari hasil penelitian jangka panjang pada tanah Ultisol di Lampung yang menunjukkan bahwa sistem OTK (olah tanah minimum dan tanpa olah tanah) mampu memperbaiki kesuburan tanah lebih baik daripada sistem olah tanah intensif. Adapun perbedaan sistem olah tanah pada indikator kualitas lingkungan adalah sebagai berikut: Table 1. Perbedaan sistem olah tanah pada indikator kualitas lingkungan. Olah tanah konservasi Olah tanah intensif 1. Infiltrasi meningkat Infiltrasi menurun 2. Erosi tanah menurun Erosi tanah meningkat 3. Bahan organik tanah meningkat Bahan organik tanah menurun 4. Sifat fisika, kimia dan biologi Sifat fisika, kimia dan biologi tanah tanah meningkat menurun 5. Produktivitas tanaman meningkat Produktivitas tanaman menurun 6. Biaya produksi menurun Biaya produksi meningkat 7. Pendapatan petani jangka panjang Pendapatan petani jangka panjang meningkat menurun 8. Pencemaran air (sedimen, pupuk, Pencemaran air (sedimen, pupuk, pestisida) menurun pestisida) meningkat 9. Pemanasan global menurun Pemanasan global meningkat Sumber: Utomo (2006).

14 2.2 Hasil Samping Pabrik Gula Menurut Suwardjo dan Dariah (1995), mulsa adalah berbagai macam bahan seperti jerami, serbuk gergaji, lembaran plastik tipis, tanah lepas-lepas dan sebagainya yang dihamparkan di permukaan tanah dengan tujuan untuk melindungi tanah dan akar tanaman dari pengaruh benturan air hujan, retakan tanah, kebekuan, penguapan dan erosi. Sedangkan menurut Hakim et al. (1986), mulsa adalah setiap bahan yang dipakai di permukaan tanah untuk menghindari kehilangan air melalui penguapan atau untuk menekan pertumbuhan gulma. Bahan mulsa antara lain sisa tanaman, pupuk kandang, limbah industri kayu (serbuk gergaji), kertas dan plastik. Limbah padat pabrik gula berpotensi besar sebagai sumber bahan organik yang berguna untuk kesuburan tanah. Ampas tebu (bagas) merupakan limbah padat yang berasal dari perasan batang tebu untuk diambil niranya. Limbah ini banyak mengandung serat dan gabus. Ampas tebu ini memiliki aroma yang segar dan mudah untuk dikeringkan sehingga tidak menimbulkan bau busuk. Bagas dapat dimanfaatkan sebagai mulsa atau diformulasikan dengan blotong dan abu (BBA) sebagai kompos. Kandungn C/N rasio dalam bagas mencapai 130 dengan kadar air 60%. Ampas (bagas) tebu mengandung 52,67% kadar air, 55,89% C-organik; N-total 0,25 %; 0,16% P 2 O 5 ; dan 0,38% K 2 O. Blotong dapat digunakan langsung sebagai pupuk, karena mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanah (Kurnia, 2010).

15 Menurut Purnomo et al. (1995), aplikasi mulsa bagas 8 t ha -1 mampu meningkatkan serapan fosfor dibandingkan dengan tanpa aplikasi mulsa. Afandi et al. (1995), menambahkan bahwa pemberian mulsa 4 t ha -1 berpengaruh nyata terhadap pori aerasi dibandingkan dengan tanpa aplikasi mulsa. Bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kuaitas tanah di PT GMP adalah limbah padat pabrik gula yang dihasilkan selama produksi di PT GMP tersebut. Produk utama yang dihasilkan di perkebunan tebu adalah batang tebu yang dapat di proses menjadi 6-9% gula dan 91-94 limbah. Limbah padat yang dihasilkan selama proses produksi, antara lain: ampas tebu (bagas) yang merupakan hasil dari proses ekstraksi cairan tebu pada batang tebu, blotong (filter cake) yang hasil samping proses penjernihan nira gula, dan abu ketel (ash) yang merupakan sisa pembakaran atau kerak ketel pabrik gula (Slamet, 2007). Penelitian mengenai penggunaan hasil samping industri gula menunjukkan pengaruh yang sangat baik. Hasil penelitian Ismail (1987) mengenai penggunaan bioearth yang merupakan kompos campuran blotong, bagas dan abu ketel menunjukkan bahwa adanya pengaruh kompos tersebut terhadap peningkatan ketersediaan hara N, P dan K dalam tanah, kadar bahan organik, ph serta kapasitas menahan air. Hasil percobaan Riyanto (1995) yang menggunakan kompos casting bagas menunjukkan bahwa pemberian 4-6 ton/ha dapat mengurangi dosis 50% pupuk NPK standar yang diberikan di Jatitujuh.

16 2.3 Tanaman Tebu Perkebunan tebu (Saccharum officinarum L.) tersebar luas di daerah Sumatera yang kebanyakan tanahnya bereaksi masam yang biasanya diklasifikasikan sebagai Ultisol dan Oxisol. Sama halnya dengan sistem pertanian tradisional, pembukaan awal lahan perkebunan tebu dilakukan dengan jalan menebang dan membakar tumbuhan hutan. Pada waktu sepuluh tahun setelah pembakaran hutan, biasanya produksi tebu sudah mulai menurun karena kesuburan tanah yang telah menurun. Pada beberapa perkebunan tebu di daerah Lampung, pengapuran dan pemupukan N, P, K masih umum dilakukan untuk memperoleh produksi tebu yang diharapkan. Pada beberapa perkebunan tebu di Australia, pengapuran pada tanah masam (kahat Ca dan Mg) memberikan hasil tebu yang sangat memuaskan (Edwards dan Bell, 1989), walaupun sebenarnya tebu cukup toleran terhadap keracunan Al dan ph tanah rendah. Untuk jangka pendek, pengapuran dan pemupukan pada tanah masam merupakan cara termudah dan tercepat untuk menangani masalah kesuburan tanah (Setijono dan Soepardi, 1985), namun tindakan ini masih belum memecahkan masalah lainnya yaitu rendahnya kandungan bahan organik tanah (BOT). Usaha mempertahankan kandungan BOT merupakan kunci utama dalam menghindari kerusakan fisik tanah antara lain perbaikan agregat tanah, perkolasi air tanah, infiltrasi tanah dan kelembaban air tanah. Dengan demikian BOT dapat melindungi kerusakan tanah akibat erosi dan aliran permukaan, kekeringan. Hasil mineralisasi bahan oragnik meningkatkan ketersediaan beberapa hara dalam tanah dan meningkatkan kapasitas tukar kation tanah (Soepardi, 1985).

17 Seresah daun tebu (daduk) dan ampas tebu (bagas) merupakan sisa produksi yang biasanya tidak dikembalikan ke dalam tanah dikarenakan kualitas" nya rendah yaitu kandungan haranya rendah, nisbah C:N dan kandungan Si tinggi. Bahan organik berkualitas rendah ini bila dimasukkan ke dalam tanah akan menimbulkan immobilisasi N dalam tanah. Walaupun daduk tebu memiliki kualitas rendah karena nisbah C :N sekitar 120 :1, tetapi bila dikembalikan ke dalam tanah akan mengurangi jumlah pemupukan N sebesar 40 kg ha -1 th -1 karena adanya imobilisasi N sehingga dapat mengurangi kehilangan N akibat pencucian dan penguapan. Ampas tebu mengandung 0.3 % N, 0.34 % P, 0.14 % K, 42.5 % C dan nisbah C :N sekitar 142 :1. Tingginya nisbah C:N pada bagas ini menyebabkan bahan tersebut lama dilapuk sehingga mungkin masih bermanfaat untuk mempertahankan kandungan BOT bila dikembalikan ke dalam tanah secara tepat. Dengan demikian jumlah bagas yang tertumpuk di sekitar pabrik akan berkurang dan diharapkan dapat mengurangi resiko terjadinya kebakaran pada musim kemarau. Pengukuran potensi limbah tebu untuk perbaikan kesuburan tanah dan kecepatan mineralisasinya masih belum banyak dilakukan. Di lain pihak, informasi ini sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi pemupukan. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mempelajari peran bahan organik sisa panen tebu dalam memperbaiki status BOT dan produksi tebu. Hasil dari percobaan ini diharapkan bermanfaat untuk perbaikan strategi pengelolaan tanah masam pada perkebunan tebu di daerah Lampung Utara. Pengolahan tanah ditujukan untuk menciptakan suatu lingkungan

18 yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman dengan mempengaruhi berbagai sifat tanah. Sampai pada waktu dimana masalah erosi masih belum mendapat perhatian sungguh-sungguh, pengolahan tanah yang dilakukan pada umumnya dengan jalan mengolah seluruh luas tanah yang dipersiapkan untuk suatu pertanaman tertentu, yang dikenal sebagai sistem konvesional (Kurniatun, 2000). 2.4 Respirasi Tanah Respirasi tanah dilakukan oleh mikroorganisme tanah baik berupa bakteri maupun cendawan. Interaksi antara mikroorganisme dengan lingkungan fisik di sekitarnya mempengaruhi kemampuannya dalam respirasi, tumbuh, dan membelah. Salah satu faktor lingkungan fisik tersebut adalah kelembaban tanah yang berkaitan erat dengan respirasi tanah (Cook dan Orchard, 2008). Respirasi tanah merupakan salah satu hal yang penting yang berkaitan dengan perubahan iklim dan pemanasan global di masa depan (Wang et al., 2003). Respirasi tanah yang berkaitan dengan suhu tanah digunakan sebagai salah satu kunci karakteristik tanah atau bahan organik dan bertanggung jawab dalam pemanasan global (Subke, 2010). Dari sisi pertanian, pengetahuan mengenai respirasi tanah dapat digunakan sebagai dasar untuk menduga hasil pertanian tahunan (Jia dan Zhou, 2009). Keberadaan mikoriza sebagai organisme penyubur tanah alami pada lahan pertanian salah satunya dipengaruhi dari respirasi tanah dan suhu tanah (Moyano et al. 2007). Selain itu, menurut Tingey et al. (2006), respirasi tanah menunjukkan respon akar tanaman dan organisme tanah pada kondisi lingkungan dan ketersediaan C dalam tanah.

19 Pengamatan mengenai respirasi tanah dapat dilakukan dengan menggunakan empat macam cara yaitu metode open-flow infrared gas analyzer, metode ruang tertutup, metode ruang tertutup dinamis, dan metode penyerapan basa (Bekku et al., 1997). Setiap metode memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing. Pengamatan respirasi tanah paling sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan metode ruang tertutup di mana NaOH digunakan sebagai bahan perangkap CO 2 yang dihasilkan dari respirasi tanah. Nilai CO 2 yang dihasilkan dapat ditentukan dengan menggunakan suatu rumus tertentu (Cook dan Orchard, 2008). Selama proses dekomposisi terjadi pelepasan CO 2 yang pada umumnya dilaporkan bahwa CO 2 tersebut sebagian besar dilepaskan ke atmosfer sebagai salah satu gas rumah kaca, sedangkan CO 2 yang tersimpan dipermukaan bumi sangat bermanfaat bagi tanaman maupun mikroorganisme tanah. Kuantitas CO 2 yang terakumulasi dalam jaringan tanaman dapat memberikan gambaran tentang fungsi tanaman sebagai sink CO 2 atmosfer. Limbah bahan organik tanaman dapat meningkatkan kandungan CO 2 internal tanaman, karena selama proses dekomposisi terjadi pelepasan CO 2 yang secara langsung dapat masuk dalam sel tanaman melalui stomata. Menurut Lundegardh dalam Sutejo, Kartasaputra dan Saroatmodjo (1991), CO 2 yang dihasilkan di dalam tanah oleh mikroorganisme mendekati jumlah yang diperlukan tanaman untuk proses fotosintesis. Dalam satu kilogram tanah dapat membebaskan sekitar 5-30 mg karbon dalam bentuk CO 2 (Walksman dan Starkey dalam Sutejo et al., 1991), jumlah tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, jenis bahan organik, ukuran partikel bahan organik, ciri dan jumlah mikroorganisme yang terlibat,

20 ketersediaan C, N, P, dan K, kelembaban tanah dan suhu tanah, aerasi, adanya senyawa-senyawa penghambat (Rao, 1994). 2.5 Pengaruh Olah Tanah dan Mulsa Terhadap Respirasi Tanah Tujuan dari pengelolaan tanah secara konvensional adalah untuk menggemburkan permukaan tanah, memperdalam daerah perakaran, memasukkan sisa tanaman ke dalam tanah, dan mengurangi kemampatan di permukaan tanah. Pada pengelolaan tanah secara minimum efek samping dari pengelolaan tanah dikurangi, dan memerlukan energi yang lebih sedikit, dan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk. Konsekuensi utama dari pengelolaan tanah adalah tersebarnya bahan organik, kapur, dan pupuk. Akibatnya, ketersediaan bahan organik bagi mikroorganisme meningkat. Dengan demikian, aktivitas dan jumlah mikroorganisme akan bertambah. Pengelolaaan lahan yang memberikan keuntungan pada tanah yang bertekstur ringan, karena bahan organik tidak lapuk terlalu cepat. Dengan demikian dapat meningkatkan kadar bahan organik tanah (Popov, Romeyko, Plishko, dan Bityukova, 1982). Pengolahan tanah dangkal (10 cm), tidak besar pengaruhnya terhadap aktivitas mikroorganisme tanah, dan hampir sama dengan aktivitas mikroorganisme pada tanah tanpa diolah sama sekali.