66 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu Vol. 07 No. 01, Januari 2016 TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS PLERET Ranityas Kinasih 1, Era Revika 1, Diyah Yuliantina 1 ABSTRACT Background: The state of malnutrition the cause of a third of all causes of child mortality worldwide. The Province of Yogyakarta (DIY) in 2012 figures infant with less nutritional status of 8.45% prevalence of children under five suffer from malnutrition problems are found it is still high in Kulon Progo and Bantul is equal to 9.92 % and 9.70 %. Objective: To know relationship between level of maternal education with nutritional status of children under five Methods: This study uses Analytical survey with cross sectional approach. 88 samples were taken by simple random sampling technique. The data was analized by Kendall Tau with a confidence level of 99% and á 0,01. Result: Results showed mothers with higher education was 12.5 % have infant nourished by 81.9 %, and no one has infant with malnutrition status and poor nutritional status. Mothers with primary education have infant with malnutrition status of 11.8 % and a infant with poor nutritional status of 5.8 %. The analysis shows the p-value of 0001 Â 0.01 Conclution: That is relationship between level of maternal education with nutritional status of children under five Keyword: level of maternal education, nutritional status of children under five PENDAHULUAN Masa balita adalah masa perkembangan fisik dan mental yang pesat. Pada masa ini otak balita telah siap menghadapi berbagai stimulasi seperti berjalan dan berbicara lebih lancar. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Makanan seimbang pada usia ini perlu diterapkan karena akan mempengaruhi kualitas pada usia dewasa dan selanjutnya (Marmi, 2013) Masalah status gizi dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor secara langsung dan faktor tidak langsung. Faktor secara langsung yaitu konsumsi makanan dan penyakit. Faktor tidak langsung yaitu ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai, pola pengasuhan anak yang kurang memadai (Waryono, 2010) Faktor tidak langsung yang lain, yaitu produksi pangan, faktor budaya, pendidikan, pekerjaan, kebersihan lingkungan serta pelayanan kesehatan yang kurang baik (Prawirohartono, 2008). 1) AKBID Yogyakarta, Jl. Prangtritis Km 6, Sewon, Bantul Yogyakarta. email: revika13@gmail.com 66
Hutomo, B.S., Pengaruh Pendidikan Kresehatan tentang Laptospirosis terhadap... 67 Keadaan kurang gizi menjadi penyebab sepertiga dari seluruh penyebab kematian anak di seluruh dunia. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 54 persen kematian anak disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk. Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan lebih dari 80 persen kematian anak (WHO, 2012). Pada tahun 2013, secara nasional prevalensi gizi buruk kurang pada anak balita sebesar 19,6 persen, yang berarti masalah gizi buruk kurang di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat mendekati prevalensi tinggi.(depkes RI, 2013) Berdasarkan laporan hasil pemantauan status gizi di kabupaten atau kota tahun 2012, peta balita BGM (Bawah Garis Merah) yaitu standar yang menggambarkan status gizi balita, memperlihatkan bahwa balita BGM/D di DIY belum mencapai target. Kabupaten Bantul dan Gunungkidul masing masing 1,6% dan 2%, sedangkan 3 kab atau kota yang lain <1,5% (Dinkes DIY, 2013). Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah Adakah hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita di Puskesmas Pleret? BAHAN DAN CARA PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode Survei Analitik, dengan pendekatan cross sectional (Notoatmojo, 2010) Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Pleret Bantul. Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita yang mendapatkan imunisasi booster di wilayah Puskesmas Pleret berjumlah 721 balita, sedangkan sampelnya adalah 88 ibu yang memiliki balita yang datang berkunjung untuk imunisasi booster di Puskesmas Pleret pada saat penelitian yang diambil secara simple random sampling.(sugiono, 2009) Teknik pengambilan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan data sekunder berupa tingkat pendidikan ibu dan status gizi (BB/U) yang diperoleh dari buku KIA (Hidayat, 2011). Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis univariat untuk menghitung frekuensi dengan tabel distribusi frekuensi dan analisis bivariate menggunakan Kendall Tau. (Riwidikdo, 2010). HASIL Hasil penelitian dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu. Pendidikan N % Dasar 34 38,6% Menengah 43 48,9% Tinggi 11 12,5% Jumlah 88 100% Berdasarkan tabel 1 dapat dijelaskan bahwa ibu yang memiliki balita yang berkunjung ke Puskesmas Pleret untuk mendapatkan imunisasi booster pentavalent dan campak sebagian besar berpendidikan menengah yaitu 43 ibu atau 48,9%. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Gizi Balita Status Gizi N % Gizi Buruk 2 2,3 Gizi Kurang 5 5,7 Gizi Baik 78 88,6 Gizi Lebih 3 3,4 Jumlah 88 100 Tabel 2 menunjukkan bahwa balita yang berkunjung ke Puskesmas Pleret untuk imunisasi booster pentavalent dan campak sebagian besar memiliki status gizi baik yaitu 78 balita atau 88,6%, dan balita yang memiliki status gizi buruk sebanyak 2 balita atau 2,3%. Ibu dengan tingkat pendidikan dasar, 2 ibu (5,8%) memiliki balita dengan status gizi buruk, 4 ibu (11,8%) memiliki balita dengan status gizi kurang, 28 ibu (82,4%) memiliki balita dengan status gizi baik. Sedangkan ibu dengan tingkat pendidikan menengah, 1 ibu (2,3%) memiliki balita dengan status gizi kurang, 41 ibu (95,4%)
68 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu Vol. 07 No. 01, Januari 2016 memiliki balita dengan status gizi baik, dan 1 ibu (2,3%) memiliki balita dengan status gizi lebih. Ibu dengan tingkat pendidikan tinggi, 9 ibu (81,9%) memiliki balita dengan status gizi baik, 2 ibu (18,1%) memiliki balita dengan status gizi lebih. Data tersebut dapat dilihat pada table 5 di bawah ini: pendidikan formal yang telah ditempuh ibu, sesuai jenjang pendidikan yang berlaku di Indonesia menurut UU Pendidikan Nasional Tahun 2003 terbagi atas 3 jenjang yaitu pendidikan dasar (SD/sederajat dan SMP/ Sederajat), pendidikan menengah (SMA/ Sederajat), pendidikan tinggi (Diploma, Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu terhadap Status Gizi Balita Pendidikan Gizi n % n % n % n % n % Dasar 2 5,8 4 11,8 28 82,4 0 0 34 100 Menengah 0 0 1 0 41 95,4 21 2,3 43 100 Atas 0 0 0 0 9 81,9 2 18,1 11 100 Jumlah 2 2,3 5 5,7 78 88,6 3 3,4 88 100 Hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita di Puskesmas Pleret tahun 2015 dapat diketahui dengan analisis menggunakan korelasi Kendall Tau. Hasil analisa uji statistik Kendall Tau dapat dilihat pada tabel berikut: Sarjana, Pascasarjana). (Departemen Pendidikan Nasional, 2003) Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki balita dengan status gizi baik Tabel 4. Hasil Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu terhadap Status Gizi Balita di Puskesmas Pleret Tahun 2015 Pengujian Nilai Nilai sig. Koefisien Correlation (P value ) Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu terhadap Status Gizi Balita di Puskesmas Pleret 0,336 0,001 Uji korelasi Kendall Tau menunjukkan nilai sig (pvalue) sebesar 0,001 dengan nilai koefisien correlation 0,336. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p < 0,010 berarti bahwa terdapat hubungan sebesar 0,336 atau 33,6% antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita di Puskesmas Pleret tahun 2015 PEMBAHASAN Ibu yang memiliki balita di wilayah puskesmas Pleret sebagian besar berpendidikan menengah. Pendidikan tersebut merupakan dan tidak ada yang memiliki balita dengan status gizi kurang maupun status gizi buruk. Pendidikan serta pengetahuan merupakan faktor pembentuk sikap yang nantinya akan mempengaruhi perilaku kesehatan. (Notoatmojo, 2007) Ibu yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi biasanya memiliki pengetahuan yang lebih luas dan lebih mudah menerima informasi dibandingkan ibu yang tingkat pengetahuannya lebih rendah, sehingga pada penelitian ini data yang diperoleh menunjukkan bahwa ibu dengan
Hutomo, B.S., Pengaruh Pendidikan Kresehatan tentang Laptospirosis terhadap... 69 tingkat pendidikan dasar masih ada yang memiliki balita dengan status gizi kurang maupun status gizi buruk.puskesmas Pleret berupaya mengurangi angka balita dengan status gizi kurang dan status gizi buruk dengan cara berkoordinasi dengan kader yang ada di setiap posyandu di masing-masing desa yang menjadi wilayah kerja Puskesmas Pleret untuk selalu memantau status gizi balita di wilayahnya saat kunjungan posyandu dan melaporkan kepada ahli gizi yang ada di Puskesmas Pleret jika terdapat balita dengan status gizi kurang dan status gizi buruk untuk dilakukan penanganan segera terhadap balita tersebut. Puskesmas Pleret juga memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu-ibu yang memiliki balita secara bergilir dengan mengirimkan tenaga kesehatan saat jadwal posyandu. Pedoman status gizi balita dalam penelitian ini menggunakan baku antropometri menurut standar World Health Organization National Center for Health Statistics, yaitu status gizi balita diukur berdasarkan BB/U dikategorikan menjadi status gizi buruk jika <-3 SD, gizi kurang jika <-2 SD s/d -3 SD, gizi baik jika -2 SD s/d 2 SD, gizi lebih jika > 2 SD.(Depkes RI, 2005) Status gizi balita dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah tingkat pendidikan ibu (Suhardjo, 2005). Pendidikan yang tinggi dapat merubah sikap ibu dalam menerapkan pola asuh pada anak balitanya. Sedangkan pendidikan yang rendah dapat berdampak pada buruknya perilaku kesehatan ibu dalam mengasuh anak balitanya. Faktor lain yang dapat mempengaruhi status gizi balita, meliputi: status ekonomi, pengetahuan, pekerjaan.(notoatmodjo, 2007) Ibu yang memiliki balita di Puskesmas Pleret sebagian besar memiliki balita dengan status gizi baik. Hasil penelitian menunjukkan masih terdapat 2 balita yang mendapatkan imunisasi booster memiliki status gizi buruk. Secara umum penanganan balita dengan status gizi buruk dilakukan setelah melakukan penilaian ulang status gizi oleh ahli gizi dan pemeriksaan klinis oleh dokter jika didapatkan penyakit penyerta yang dialami balita tersebut (Kemenkes, 201). Puskesmas Pleret melakukan penanganan terhadap balita dengan status gizi buruk dengan program PMT (Pemberian Makanan Tambahan) pemulihan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita agar meningkat status gizinya sampai mencapai gizi baik, yaitu melakukan kolaborasi dengan kader di wilayah tersebut untuk memberikan terapi makanan dengan cara menyajikan menu makanan sehat kepada balita tersebut tiga kali sehari dengan terus dilakukan pemantauan oleh kader setiap hari dan oleh ahli gizi setiap 2 minggu sekali. Pendidikan kesehatan tentang makanan yang cukup mengandung gizi untuk balita juga diberikan kepada ibu yang memiliki balita dengan status gizi buruk agar ibu dapat memberikan makanan yang baik untuk balitanya. Terapi dilakukan selama 90 sampai 120 hari sampai balita memiliki status gizi baik dan ibu mengerti tentang makanan yang cukup gizi untuk dikonsumsi balitanya. Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap status gizi balita yang dimilikinya. Tingkat pendidikan yang dimiliki ibu yang memiliki balita yang mendapatkan imunisasi booster di Puskesmas Pleret memberikan dampak terhadap peningkatan pengetahuan, perubahan pola pikir, perubahan sikap dan berbagai perubahan perilaku positif lainnya sehingga dapat berdampak pada perilaku ibu dalam melakukan pola asuh pada anak balitanya dan mampu mempengaruhi status gizi balitanya. Semakin tinggi pendidikan ibu, maka semakin baik pula status gizi balitanya. KESIMPULAN 1. Terdapat hubungan sebesar 33,6% antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita di Puskesmas Pleret tahun 2015
70 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu Vol. 07 No. 01, Januari 2016 dengan nilai p=0,001 2. Ibu yang memiliki balita di wilayah Puskesmas Pleret sebagian besar berpendidikan menengah (SMA/Sederajat) yaitu sebesar 48,9%, berpendidikan dasar (SD dan SMP/sederajat) sebesar 38,6% dan berpendidikan tinggi 12,5%. 3. Balita di wilayah kerja Puskesmas Pleret sebagian besar memiliki status gizi baik yaitu sebesar 88,6%, balita dengan status gizi kurang sebesar 5,7%, balita dengan status gizi buruk sebesar 2,3%, dan balita dengan status gizi lebih sebesar 3,4%. SARAN 1. Bagi peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status gizi balita meliputi: sosial ekonomi, pengetahuan, pola makan dan tradisi. Dilakukan penelitian dimana populasi yang diambil lebih besar dengan data primer agar meminimalisir data yang salah. 2. Bagi tenaga kesehatan agar lebih giat dalam melakukan promosi kesehatan terutama pada ibu yang memiliki balita sehingga para ibu dapat menerapkan pola asuh yang baik pada anak balitanya agar didapatkan status gizi balita yang baik pula. Memotivasi para ibu untuk selalu memantau pertumbuhan anaknya dengan menimbang balita setiap bulan di posyandu untuk mengetahui status gizi balita secara berkala. KEPUSTAKAAN 1. Marmi, 2013, Gizi dalam Kesehatn Reproduksi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2. Waryono, 2010, Gizi Reproduksi, Pustaka Rihama, Yogyakarta 3. Prawirohartono, 2008, Terapi Nutrisi Bayi dan Anak dengan Diare, Dalam Kongres Nasional II BKGAI, BKGAI, Bandung 4. WHO, 2012, UNICEF-WHO-The World Bank Joint Child MalnutritionEstimates. 5. Depkes RI, 2013, Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta 6. Dinas Kesehatan DIY, 2013, Profil Kesehatan Propinsi DIY, DinasKesehatan Propinsi DIY, Yogyakarta 7. Dinas Kesehatan Bantul, 2014, Profil Kesehatan Kabupaten Bantul, DinasKesehatan Kabupaten Bantul, Yogyakarta 8. Notoadmojo, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta 9. Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Jakarta 10. Hidayat, A.A, 2011, Metode Penelitian Kebidanan dan Teknis Analisis Data, Salemba Medika, Jakarta 11. Riwidikdo, 2010, Statistik untuk Penelitian Kesehatan, Pustaka Rihama, Yogyakarta 12. Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Undang-undang Pendidikan Nasional, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta 13. Notoatmojdo, 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta 14. Depkes RI, Modul C Pelatihan dan Penilaian Pertumbuhan Anak WHO 2005, Departemen Kesehatan RI, Jakarta 15. Suhardjo, 2005, Sosio Budaya Gizi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.IPB, Bogor 16. Kementrian Kesehatan RI, 2011, Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.