HUBUNGAN PAPARAN MEDIA INFORMASI TERHADAP PRAKTIK HAND HYGIENE PADA PENUNGGU PASIEN DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. ADHYATMA TUGUREJO KOTA SEMARANG

dokumen-dokumen yang mirip
Kata kunci : Rumah Sakit, Infeksi Nosokomial, Antiseptic Hand rub Kepustakaan : 55 (15 Jurnal+20 Buku+6 Skrispi & tesis+14 Website)

MAKNA Vol. 6 no. 2, Agustus 2015-Januari 2016

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: )

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

BAB I PENDAHULUAN. termasuk debu, sampah dan bau. Masalah kebersihan di Indonesia selalu

BAB I PENDAHULUAN. infeksi tersebut. Menurut definisi World Health Organization. (WHO, 2009), Healthcare Associated Infections (HAIs)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga pasien merupakan pihak yang mempunyai hak untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB I PENDAHULUAN. pasien lain dan dari lingkungan yang tercemar kepada pasien. Hand hygiene

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT DEGENERATIF PADA PASIEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman modernisasi seperti sekarang ini Rumah Sakit harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. sakit. Infeksi nosokomial/hospital acquired infection (HAI) adalah infeksi

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Terhadap Kepatuhan Melakukan Cuci Tangan dengan Metode Hand Wash

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGETAHUAN DAN PENERAPAN FIVE MOMENTS CUCI TANGAN PERAWAT DI RSUD SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. tersebut seorang pasien bisa mendapatkan berbagai penyakit lain. infeksi nosokomial (Darmadi, 2008, hlm.2).

BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga

No. Kuesioner : I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Sumber Informasi :

BAB I PENDAHULUAN. obat-obatan dan logistik lainnya. Dampak negatif dapat berupa kecelakaan

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB I PENDAHULUAN. Penyedia pelayanan kesehatan dimasyarakat salah satunya adalah rumah sakit. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor

KERANGKA ACUAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI RSIA ANUGRAH KUBURAYA

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai. dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik.

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DENGAN PERILAKU CUCI TANGAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi adalah Healthcare-associated Infection (HAIs). HAIs

PENGARUH KEPATUHAN PERAWAT MELAKUKAN CUCI TANGAN SEBELUM PEMASANGAN INFUS TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PELAKSANAAN UNIVERSAL PRECAUTION INTISARI. Devi Permatasari*

ARTIKEL PENELITIAN. Hj.Evi Risa Mariana 1, Zainab², H.Syaifullah Kholik³ ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Musadad, Lubis, &Kasnodihardjo, 1993).

GAMBARAN CUCI TANGAN PERAWAT DI RUANG RA, RB, ICU,CVCU, RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN di RS PKU Muhammadiyah Gamping yang merupakan salah satu. Yogyakarta. RS PKU Muhammadiyah Gamping

Oleh : Rahayu Setyowati

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

PREVALENSI PHLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DENGAN INFUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

PANDUAN WAWANCARA. Analisis Kemampuan Perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam. diantaranya perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang satu dengan yang

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan dasar tersebut (Depkes, 2009). yang meliputi pelayanan: curative (pengobatan), preventive (upaya

VOLUME II No 1 Januari 2014 Halaman 21-31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Nosokomial, yang saat ini disebut sebagai. dengan jumlah pasien dari jumlah pasien berisiko 160.

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini perhatian terhadap infeksi nosokomial di sejumlah rumah sakit di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. maka pada tahun 1976 Join Commission on Acreditation of Health Care

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Sambiroto 01 Kota Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Healthcare-Associated Infections (HAIs) atau biasa disebut infeksi

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari tenaga medis, tenaga paramedis dan tenaga non medis. Dari

BAB I PENDAHULUAN. dibahas dalam pelayanan kesehatan. Menurut World Health Organization

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PUSKESMAS KALIBARU KULON

HUBUNGAN PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA TENTANG KEMAMPUAN SUPERVISI KEPALA RUANG DENGAN KINERJA PERAWAT DI INSTALASI RAWAT

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

HUBUNGAN SUPERVISI KEPALA RUANG DENGAN PENERAPAN HAND HYGIENE DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN TINDAKAN KEPERAWATAN DALAM PENANGANAN FAJR DAN AL-HAJJI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kadang-kadang mengakibatkan kematian pada pasien dan kerugian keuangan

Relationship Knowledge, Motivation And Supervision With Performance In Applying Patient Safety At RSUD Haji

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009, maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan untuk

Hubungan Kepatuhan Perawat dalam Cuci Tangan Enam Langkah Lima Momen dengan Kejadian Phlebitis di RSI Kendal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

HUBUNGAN FREKUENSI DAN KEMAMPUAN CUCI TANGAN PERAWAT DENGAN ANGKA KEJADIAN INFEKSI. NOSOKOMIAL/Heatlhcare Association Infection (HAIs) SKRIPSI

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI MASYARAKAT DESA MARANNU KECAMATAN PITUMPANUA KABUPATEN WAJO YURIKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan gawat darurat, yang merupakan salah satu tempat pasien berobat atau dirawat, di tempat

PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB 1. bagi semua bangsa Indonesia. Pandangan pencapaian kesehatan bagi semua ini sering

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

BAB 1 PENDAHULUAN. melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana

BAB I PENDAHULUAN. dari spesimen-spesimen yang diperiksa. Petugas laboratorium merupakan orang

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT AR BUNDA PRABUMULIH TAHUN 2017

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus penyebab utama infeksi akut, yaitu virus. yang di akibatkan oleh virus (Arief, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh asap rokok orang lain (Harbi, 2013). Gerakan anti rokok

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

Volume 2 / Nomor 2 / November 2015 ISSN : PERILAKU MENCUCI TANGAN PADA ANAK SD NEGERI 3 GAGAK SIPAT BOYOLALI. Nur Hikmah

Transkripsi:

HUBUNGAN PAPARAN MEDIA INFORMASI TERHADAP PRAKTIK HAND HYGIENE PADA PENUNGGU PASIEN DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. ADHYATMA TUGUREJO KOTA SEMARANG Puspa Run Canti *), Besar Tirto Husodo **), Syamsulhuda Budi Mustofa ***) *)Mahasiswa Peminatan PKIP FKM UNDIP **)Dosen Bagian PKIP FKM UNDIP ***)Dosen Bagian PKIP FKM UNDIP e-mail : puspa.runcanti@gmail.com Abstrak Praktik hand hygiene sangat penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. Praktik hand hygiene terhadap penunggu pasien sangat perlu diterapkan untuk menghindari infeksi silang di rumah sakit. Keberadaan media informasi hand hygiene sangat diperlukan untuk meningkatkan praktik hand hygiene bagi Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara paparan media informasi terhadap praktik hand hygiene pada penunggu pasien di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Adhyatma Tugurejo Kota Semarang. Jenis penelitian deskriptif analitik dengan desain cross sectional study. Sampel penelitian ini penunggu pasien di Instalasi Rawat Inap kelas III RSUD Dr.Adhyatma Tugurejo, menggunakan cluster random sampling sebanyak 63 orang. Pengujian menggunakan uji Chi-Square dengan alpha 0,05. Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berhubungan penunggu pasien rawat inap yaitu usia (p=0,034), pengetahuann (p=0,000), dan paparan media cetak (p=0,004). Variabel yang tidak berhubungann dengan praktik hand hygiene penunggu pasien rawat inap yaitu jenis kelamin (p=0,837), jenis pekerjaan (p=0,300), tingkat pendidikan (p=0,140), sikap (p=0,102), paparan media informasi (p= =0,218), paparan media interpersonal (p=1,000), paparan media elektronik (p= =0,779), ketersediaan fasilitas (p=1,000), dukungan petugas rumah sakit (p=0,241), dan dukungan keluarga/rekan (p=0,427). RSUD Dr. Adhyatma Tugurejo perlu melakukan monitoring berkala terhadap media media informasi hand hygiene. Media media informasi hand hygiene yang mudah dilihat, memiliki desain yang menarik, isi/konten yang jelas dengan bahasa yang mudah dipahami akan meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktik hand hygiene penunggu pasien di rumah sakit. Kata kunci : Hand Hygiene, Media Informasi, PENDAHULUAN Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan kesehatan yang dapat menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Infeksi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Selain itu juga menyebabkan perpanjangan rawat inap bagi penderita. Resiko infeksi di rumah sakit biasa dikenal dengan infeksi nosokomial merupakan masalah penting di seluruh dunia. (2) Dalam penelitian pada 11 rumah sakit di Jakarta pada tahun 2004 menunjukkann 9,8% pasien rawat inap mengalami infeksi nosokomial. (11) Hasil survei infeksi 370

nosokomial RSUD Haji Makassar tahun 2012, ditemukan angka kejadian phlebitis 3,05%, angka kejadian dekubitis 0,02%, dan angka kejadian infeksi luka operasi sebesar 0,37% sehingga keseluruhan infeksi nosokomial yang terjadi di RSUD Haji Makassar pada tahun 2012 adalah 3,44%. (12) Dalam penelitian yang dilakukan oleh Puguh Widiyanto, dkk, di satu rumah sakit di Jawa Tengah ditemukan angka infeksi nosokomial pada tahun 2010 yaitu sebesar 0,89%. (13) Tingginya angka kejadian infeksi nosokomial dapat menyebabkan turunnya kualitas mutu pelayanan medis, sehingga perlu adanya upaya pencegahan dan pengendaliannya. (1) Cara paling ampuh untuk mencegah infeksi nosokomial adalah dengan menjalankan Standard Precaution yang salah satunya adalah dengan mencuci tangan pada setiap penanganan pasien di rumah sakit. Mencuci tangan merupakan kegiatan yang penting bagi lingkungan tempat pasien dirawat, termasuk rumah sakit. (14) Mencuci tangan merupakan rutinitas yang murah dan penting dalam pengontrolan infeksi, dan merupakan metode terbaik untuk mencegah transmisi mikroorganisme. Tindakan mencuci tangan telah terbukti secara signifikan menurunkan infeksi. (3) Seorang penunggu pasien atau pasien itu sendiri rentan terhadap masuknya mikroorganisme, jika tubuh orang tersebut terdapat pintu masuk yang dapat digunakan untuk jalan masuk mikroorganisme tersebut. Pasien, petugas kesehatan, keluarga dan penunggu pasien merupakan kelompok yang paling berisiko terjadinya infeksi nosokomial, karena infeksi ini dapat menular dari pasien ke petugas kesehatan, dari pasien ke penunggu atau keluarga pasien ataupun dari petugas ke pasien. (14) RSUD Dr. Adhyatma Tugurejo merupakan salah satu rumah sakit umum tipe B yang telah terakreditasi sebagai rumah sakit Paripurna oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) pada tahun 2014. Akreditasi ini menunjukkan pengakuan kepada RSUD Dr. Adhyatma Tugurejo terhadap mutu pelayanan kesehatan, keamanan dan keselamatan pasien. (18) Komite PPI dan bagian Humas yang membawahi Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) RSUD Dr. Adhyatma Tugurejo bekerja sama untuk terus menggalakan program kampanye hand hygiene berupa upaya promotif dan preventif. Dalam penyampaian promosi kesehatan khususnya informasi hand hygiene, RSUD Dr. Adhyatma Tugurejo sudah mengaplikasikan berbagai media promosi kesehatan, baik melalui media cetak, maupun elektronika. Media promosi ini dapat membantu pasien dan penunggu pasien untuk lebih mudah mengetahui informasi hand hygiene dengan efektif. Juga memicu mereka untuk melakukan kegiatan hand hygiene sesuai dengan langkah langkah yang benar. Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD Dr. Adhyatma Tugurejo pada tanggal 16 Mei 2016, dapat diketahui bahwa tidak semua penunggu pasien melakukan hand hygiene meskipun sudah disediakan media informasi tentang hand hygiene. Berdasarkan fenomena tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian Hubungan Paparan Media Informasi terhadap Praktik Hand Hygiene pada di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Adhyatma Tugurejo. 371

METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini yaitu analitik observasional dengan pendekatan penelitian kuantitatif, dan rancangan penelitian yang digunakan yaitu desain penelitian cross-sectional. Populasi pada penelitian ini adalah penunggu pasien di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Adhyatma Tugurejo Kota Semarang, yaitu sejumlah 183 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah random sampling. Teknik random sampel yang digunakan yaitu proportional random sampling. Teknik ini digunakan karena populasi terdiri dari unit yang mempunyai karakteristik yang berbeda atau heterogen dan berstrata secara proporsinal. Sehingga didapat jumlah responden yaitu sejumlah 63 orang. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hubungan Usia dengan Praktik Hand Hygiene Mayoritas responden termasuk dalam kategori usia tua antara usia 41 60 tahun yaitu sebesar 54%. antara variabel usia responden nilai p 0,034 < 0,05 yang artinya H 0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan antara usia responden dengan praktik hand hygiene penunggu pasien. Sejalan dengan hasil penelitian Sri Purwatiningsih (2015) bahwa ada hubungan antara usia responden terhadap kepatuhan perawat pelaksana dalam penggunaan hand sanitizer di Ruang Rawat Inap RSU Assalam Gemolong (pvalue = 0,041). B. Hubungan Jenis Kelamin dengan Praktik Hand Hygiene Mayoritas responden memiliki jenis kelamin perempuan yaitu sebesar 61,9%. Berdasarkan analisis bivariat antara variabel jenis kelamin responden dengan praktik hand hygiene penunggu pasien menunjukkan nilai p 0,837 > 0,05 yang artinya H 0 diterima. Sehingga dapat antara jenis kelamin responden Tidak sejalan dengan penelitian Van de Mortel, et al. dalam Cahyani (2010) bahwa staf CCU (Clinical Care Unit) wanita di sebuah institusi pendidikan kedokteran dan keperawatan di Australia secara signifikan mencuci tangan mereka lebih sering dibanding staf pria setelah kontak dengan pasien, dengan nilai (p-value = 0,0001). C. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Praktik Hand Hygiene Mayoritas responden termasuk dalam kategori bukan karyawan yaitu sebesar 84,1%. antara variabel jenis pekerjaan responden dengan praktik hand hygiene penunggu pasien menunjukkan nilai p 0,300 > 0,05 yang artinya H 0 diterima. tidak ada hubungan antara jenis pekerjaan responden dengan praktik hand hygiene penunggu pasien. 372

Penelitian terhadap praktik hand hygiene penunggu pasien di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Adhyatma Tugurejo ini menunjukkan kategori bukan karyawan cenderung tidak melakukan praktik hand hygiene dengan benar daripada kategori karyawan karena responden yang tidak memiliki status karyawan (kepegawaian) cenderung kurang memiliki disiplin dan tanggung jawab lebih besar atas apa yang terjadi pada diri dan lingkungannya. Kedisiplinan dan tanggung jawab yang dimiliki oleh responden dalam kategori karyawan di tempat kerjanya akan menjadi kebiasaan responden untuk berlaku disiplin di lingkungan sekitaranya, dalam hal ini adalam disiplin dalam melakukan praktik hand hygiene dengan benar di rumah sakit. D. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Praktik Hand Hygiene Mayoritas responden yaitu sebesar 49,2% responden termasuk dalam kategori pendidikan rendah Berdasarkan analisis bivariat antara variabel tingkat pendidikan responden nilai p 0,140 > 0,05 yang artinya H 0 diterima. Sehingga dapat antara tingkat pendidikan Sejalan dengan penelitian Damanik (2012) bahwa tidak terdapat hubungan antara faktor tingkat pendidikan dengan kepatuhan melakukan hand hygiene di Rumah Sakit Immanuel Bandung (p-value = 0,916). E. Hubungan Pengetahuan dengan Praktik Hand Hygiene Mayoritas responden yaitu sebesar 54% responden belum memiliki pengetahuan yang baik tentang hand hygiene di rumah sakit. Berdasarkan analisis bivariat antara variabel pengetahuan responden dengan praktik hand hygiene penunggu pasien menunjukkan nilai p 0,000 < 0,05 yang artinya H 0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan antara pengetahuan responden Sejalan dengan hasil penelitian Fajriyah (2015) bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan mencuci tangan penunggu pasien di ruang bangsal perawatan kelas III RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan terhadap penggunaan lotion antiseptic di (p-value = 0,000). F. Hubungan Sikap dengan Praktik Hand Hygiene Sebesar 30% responden memiliki sikap yang kurang baik tentang hand hygiene. antara variabel responden terhadap praktik hand hygiene nilai p 0,102 > 0,05 yang artinya Ha ditolak Ho diterima. tidak ada hubungan antara sikap responden dengan praktik hand hygiene Sejalan dengan hasil penelitian Sudrajat (2015) 373

bahwa tidak ada hubungan antara variabel sikap terhadap kepatuhan hand hygiene perawat sebelum tindakan keperawatan di RSUD Dr. Soedirman Kebumen (p-value = 0,053). G. Hubungan Paparan Media Informasi dengan Praktik Hand Hygiene Penunggu Pasien Sebanyak 20,6% responden kurang terpapar media informasi hand hygiene di rumah sakit. antara variabel paparan media informasi dengan praktik hand hygiene penunggu pasien menunjukkan nilai p 0,218 > 0,05 yang artinya H 0 diterima. tidak ada hubungan antara paparan media informasi Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Catalina Lopez, et al. dalam Cahyani (2010) bahwa anak anak mencuci tangan setelah mendapat informasi dari orang tua sebesar 88,5%, dari sekolah 66,7%, dari media informasi 56%. Sumber informasi melalui orang tua, sekolah, dan media informasi cukup mempengaruhi perilaku mencuci tangan anak anak. H. Hubungan Paparan Media Interpersonal dengan Praktik Hand Hygiene Penunggu Pasien Sebanyak 46% responden kurang terpapar media interpersonal hand hygiene di rumah sakit. Berdasarkan analisis bivariat antara variabel paparan media interpersonal nilai p 1,000 > 0,05 yang artinya H 0 diterima. Sehingga dapat antara paparan media interpersonal dengan praktik hand hygiene Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Murdyaningsih (2015) bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan melaui sosialisasi terhadap kepatuhan cuci tangan 5 momen pada mahasiswa praktik di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi Solo (p-value = 0,007). I. Hubungan Paparan Media Cetak dengan Praktik Hand Hygiene Sebesar 27% responden kurang terpapar media cetak hand hygiene di rumah sakit. antara variabel paparan media cetak dengan praktik hand hygiene penunggu pasien menunjukkan nilai p 0,004 < 0,05 yang artinya H 0 ditolak. ada hubungan antara paparan mediacetak dengan praktik hand hygiene Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Indrawinata (2015) bahwa terdapat perbedaan antara pre dan post terhadap pemberian pendidikan kesehatan cuci tangan menggunakan media leaflet terhadap perilaku cuci tangan keluarga pasien di RSUD Dr. Soedirman Kebumen (p-value = 0,000). J. Hubungan Paparan Media Elektronik dengan Praktik Hand Hygiene Penunggu Pasien 374

Sebesar 44,4% responden kurang terpapar media elektronik hand hygiene di rumah sakit. Berdasarkan analisis bivariat antara variabel paparan media elektronik nilai p 0,779 > 0,05 yang artinya H 0 diterima. Sehingga dapat antara paparan media elektronik Responden yang kurang terpapar siaran audiosentral hand hygiene cenderung tidak melakukan praktik hand hygiene dengan benar karena faktor internal responden yang kurang memiliki niat dan antusias dalam mendengarkan siaran audiosentral handhygiene. Rendahnya niat dan antusias responden dalam mendengarkan siaran audiosentral dipengaruhi oleh penempatan audiosentral yang hanya terpusat di pintu masuk bangsal sehingga responden yang berada dalam kamar belakang merasa kesulitan untuk mendengar. Selain itu beberapa responden mengaku bahwa penyampaian informasi dari siaran audiosentral terlalu cepat sehingga responden pun merasa kesulitan dalam mendengarkan informasi hand hygiene. Kesulitan responden dalam mendengarkan informasi hand hygiene akan mempengaruhi praktik hand hygiene responden pula. K. Hubungan Ketersediaan Fasilitas dengan Praktik Hand Hygiene Sebanyak 1,6% responden mengaku fasilitas yang ada di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr Adhyatma Tugurejo belum lengkap. Berdasarkan analisis bivariat antara variabel ketersediaan fasilitas hand hygiene dengan praktik hand hygiene penunggu pasien menunjukkan nilai p 1,000 > 0,05 yang artinya H 0 diterima. tidak ada hubungan antara ketersediaan fasilitas hand hygiene dengan praktik hand hygiene Sejalan dengan hasil penelitian Kusumaningtiyas (2012) bahwa tidak ada hubungan antara fasilitas dengan kepatuhan perawat untuk melakukan cuci tangan di Rumah Sakit Telogorejo Semarang (p-value = 0,715). L. Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Praktik Hand Hygiene Penunggu Pasien Sebanyak 26% responden mengaku kurang adanya dukungan petugas kesehatan di rumah sakit terhadap hand hygiene. Berdasarkan analisis bivariat antara variabel dukungan petugas rumah sakit nilai p 0,241 > 0,05 yang artinya H 0 diterima. Sehingga dapat antara dukungan petugas rumah sakit dengan praktik hand hygiene Sejalan dengan penelitian Damanik (2012) bahwa tidak terdapat hubungan antara faktor pengawasan dengan kepatuhan perawat melakukan hand hygiene di Rumah Sakit Immanuel Bandung (p-value = 0,329). 375

M. Hubungan Dukungan Keluarga/Rekan dengan Praktik Hand Hygiene Sebanyak 15% responden mengaku kurang adanya dukungan keluarga/rekan terhadap hand hygiene. antara variabel dukungan keluarga/rekan dengan praktik hand hygiene penunggu pasien menunjukkan nilai p 0,427 > 0,05 yang artinya H 0 diterima. tidak ada hubungan antara dukungan keluarga/rekan Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sudrajat (2015) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara faktor motivasi dari teman dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan hand hygiene sebelum tidakan keperawatan di RSUD Dr. Soedirman Kebumen (p-value = 0,061). KESIMPULAN 1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 63 responden, sebesar 71,4% responden melakukan praktik hand hygiene sesuai prosedur dan 28,6% responden tidak melakukan praktik hand hygiene sesuai prosedur. 2. Variabel yang berhubungan penunggu pasien di rumah sakit adalah sebagai berikut : a. Pengetahuan responden (pvalue = 0,000) b. Usia responden (p-value = 0,034) c. Paparan media cetak hand hygiene (p-value = 0,04). 3. Variabel yang tidak berhubungan dengan praktik hand hygiene penunggu pasien di rumah sakit adalah jenis kelamin responden (p-value = 0,837), tingkat pendidikan responden (p-value = 0,140), jenis pekerjaan responden (pvalue = 0,300), sikap responden (p-value = 0,102), paparan media informasi (p-value = 0,218), paparan media interpersonal (p-value = 1,000), paparan media elektronik (pvalue = 0,779), ketersediaan fasilitas (p-value = 1,000), dukungan petugas rumah sakit (p-value = 0,241), dan dukungan keluarga/rekan (p-value = 0,427). SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan yang diperoleh, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut : 1. Bagi a. Diharapkan penunggu pasien dapat melakukan cuci tangan (hand hygiene) sesuai momen yang benar yaitu sebelum dan sesudah menyentuh pasien, setelah menyentuh cairan tubuh pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien. b. Diharapkan penunggu pasien lebih jeli dalam melakukan cuci tangan (hand hygiene) tidak hanya di telapak tangan, sela-sela jari telapak tangan, dan punggung tangan saja, tetapi juga di bagian sela-sela punggung tangan, punggung jari, ibu jari, dan kuku tangan. c. Diharapkan penunggu pasien dapat saling mengingatkan penunggu pasien lain dan 376

keluarganya untuk menerapkan praktik hand hygiene dengan benar di rumah sakit. 2. Bagi Rumah Sakit a. Memperjelas isi pesan hand hygiene pada media MMT, dan siaran audiosentral dengan menambahkan informasi bagian-bagian tangan yang harus dibersihkan saat hand hygiene. b. Meningkatkan strategi promosi media lealet dan MMT hand hygiene berupa peningkatan kualitas (design, susunan kata/kalimat, ukuran), peningkatan jumlah, dan lokasi penempatan yang mudah dilihat penunggu pasien. c. Meningkatkan jumlah audiosentral dan kualitas siaran audiosentral hand hygiene yang meliputi penekanan-penekanan pada intonasi, penggunaan kata dan kalimat yang mudah dimengerti oleh auidens, dan kecepatan penyiaran supaya dipelankan sehingga audiens dapat mendengarkan informasi hand hygiene dengan jelas d. Melengkapi fasilitas hand hygiene seperti wastafel, sabun cair antiseptik, tisu, dan tempat sampah non infeksius di setiap bangsal karena kelengkapan fasilitas dapat meningkatkan praktik hand hygiene. KEPUSTAKAAN 1. Darmadi. Infeksi Nosokomial [Internet]. Problematika dan Pengendalian. Jakarta: Salemba Medika; 2013. 2. Saragih R., Rumapea N. Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan Cuci Tangan di Rumah Sakit Columbia Asia Medan [Internet]. E-Journal Universitas Darma Agung Medan. 2010. Available from: http://uda.ac.id/jurnal/files/7.pdf 3. James, J., Baker, HS. Prinsipprinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta: Erlangga; 2002. 4. Azwar, A. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan : Aplikasi Prinsip Lingkaran Pemecahan Masalah. Jakarta: Sinar Harapan; 1996. 5. Gerna, H. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. 2nd ed. Jakarta: IDAI; 2008. 338-345 p. 6. Saifuddin, AB. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2004. 20-1-21-10 p. 7. Kasmad., Sujianto, U., Hidayati, W. Hubungan Antara Kualitas Perawatan Kateter Dengan Kejadian Infeksi Nosokomial Saluran Kemih. Hub Kualitas Perawatan Kateter. 2007;1(1). 8. PDPERSI. 1,4 juta Kematian Akibat Infeksi di RS [Internet]. 2013 [cited 2016 Mar 20]. Available from: http://www.pdpersi.co.id/ 9. Depkes RI. Pedoman Manajerial Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Rumah Sakit Dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Journal of Chemical Information and Modeling. Jakarta: Depkes RI; 2013. p. 1689 99. 10. Depkes RI. P. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya: Kesiapan Menghadapi 377

Emerging Infectious Disease. 2nd ed. Jakarta: Depkes RI; 2008. 378