BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penilaian bahkan sampai pada penulisan tugas akhir. Cheating merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dicita-citakan bangsa ini berada di tangan mereka. Banyak orang menganggap bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting

HUBUNGAN ANTARA PERSAINGAN MERAIH NILAI TINGGI DENGAN INTENSITAS PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA MENENGAH KEJURUAN SKRIPSI.

BAB I PENDAHULUAN. belajar baik di sekolah maupun di kampus. Hasil survey Litbang Media Group

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi di Indonesia sangat banyak, sehingga terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kadang berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Salah satu yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menyadari akan pentingnya menciptakan warga negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan lingkungannya, baik dari lingkungan keluarga, sekolah, dan pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar sehari hari tetapi jarang

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECENDERUNGAN MENYONTEK PADA MAHASISWA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecurangan akademik merupakan fenomena umum di sekolah menengah dan perguruan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki budi pekerti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan dimana kunci suksesnya terletak pada dunia pendidikan.

2016 KECENDERUNGAN INTEGRITAS AKADEMIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. ( Suryabrata, 2002 : 293 ).

PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMA NEGERI 1 WIROSARI. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1

BAB I PENDAHULUAN. Prilaku menyontek atau cheating adalah salah satu fenomena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat dilakukan dengan peningkatan mutu pendidikan. Keberhasilan

Livia Melda Christanti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang benar, tetapi juga disertai dengan tanggung jawab atas apa yang dikerjakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial (homo sosius), yang dibekali

PERILAKU MENYONTEK DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tangguh baik secara fisik, mental maupun intelektual dan kepribadian. pendidikan di indonesia yaitu Madrasah Aliyah (MA).

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. 1. Pendidikan nasional Indonesia memiliki tujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai cita-cita luhur bangsa. Cita-cita luhur bangsa Indonesia telah tercantum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. dari segi budaya, social maupun ekonomi. Sekolah menjadi suatu organisasi yang

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ujian Nasional merupakan gerbang dari sebuah keinginan besar bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perbuatan curang dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan pada penelitian ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. hidup semaunya sendiri, karena di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan lembaga formal yang secara khusus di bentuk untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sangat cepat. Seiring dengan perkembangan zaman, siswa selaku peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kultur akademik sendiri menghendaki mahasiswa itu untuk melakukan proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah. Dikenal karena ada yang melakukan atau hanya sebatas mengetahui perilaku

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi. Selain itu, pada tanggal 4 Mei 2011 juga ada penanda-tanganan Deklarasi

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh

Lampiran 1. Hasil Validitas dan Reliabilitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak terlepas dan bersifat sangat

KEJUJURAN DAN KETIDAKJUJURAN AKADEMIK PADA SISWA SMA YANG BERBASIS AGAMA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. mental sehingga menghasilkan perubahan-perubahan dalam bersikap (Ihsan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan jujur. Namun hingga saat ini, masih ada masalah ketidakjujuran mahasiswa.

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perubahan sikap dan perilaku. Perubahan sikap dan perilaku itulah yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN. oleh mahasiswa. Prestasi adalah hasil dari usaha mengembangkan bakat secara

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan. demokratis serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan siswa sering melakukan prokrastinasi tugas-tugas akademik. Burka dan Yuen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan. sengaja agar peserta didik memiliki pengetahuan, sikap dan

PENDAHULUAN. mengajar yang berkaitan dengan program studi yang diikutinya serta hasil

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan diri, pendidikan merupakan upaya meningkatkan derajat. kompetensi dengan tujuan agar pesertanya adaptable

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap individu dalam setiap jenjang pendidikan yang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prestasi belajar mahasiswa merupakan salah satu faktor penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemalsuan data laboratorium dan tindak kecurangan. Menurut Mujahidah (2012 :4)

Juara 1 Lomba Essay LSP FKIP UNS dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. mampu mendidik anak mereka secara sempurna, karena pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gina Aprilian Pratamadewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku menyontek atau cheating merupakan salah satu fenomena dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. sikap ( attitudes), perilaku (behaviours), motivasi (motivations) dan keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Psikologi dan ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan satu sama

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Pendidikan Karakter. Pendidikan karakter seharusnya sudah ditanamkan sejak dini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Bangsa yang memiliki karakter tangguh lazimnya tumbuh berkembang

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi, menjadi tantangan serius bagi dunia pendidikan yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

BAB I PENDAHULUAN. Anak memiliki potensi yang harus dikembangkan. Anak memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan sebuah negara. Maka dari itu, jika ingin memajukan sebuah negara terlebih dahulu

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan dan dialami serta disadari oleh manusia dan masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tugas merupakan suatu hal yang sangat dekat dengan perkuliahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan, Ujian Nasional (UN) bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengubah perilaku

BAB IV PEMBAHASAN TEMUAN HASIL PENELITIAN. kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam dalam menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terus membangun dan meningkatkan sumber daya manusia melalui pendidikan.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah membinatang. Orang orang

BAB I PENDAHULUAN. proses belajar. Penelusuran referensi, materi kuliah, dan update informasi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecurangan akademik bukanlah masalah yang baru dalam pendidikan di Indonesia, sehingga fenomena kecurangan akademik dapat dikatakan telah menjadi kebiasaan di kalangan pelajar. Kecurangan akademik dapat ditemukan di institusi pendidikan tingkat manapun. Walau keberadaan kecurangan akademik di dunia pendidikan tidak mungkin ditiadakan sepenuhnya, masalah ini tetap harus diperlakukan secara serius. Selama ini belum ada bentuk punishment untuk menghentikan kebiasaan buruk ini. Kecurangan sebagaimana umumnya berarti ketidakjujuran dalam bentuk suatu penipuan yang disengaja atau suatu kesalahan penyajian yang dikehendaki atas suatu fakta yang material. Berbohong, penyampaian yang disengaja atas suatu ketidakbenaran, dan penipuan perolehan sesuatu keuntungan yang tidak adil atau tidak pantas terhadap orang lain. Dengan demikian kata kecurangan dan ketidakjujuran mempunyai pengertian yang sama yaitu menunjukkan kesengajaan atau keinginan untuk menipu. Sesuai dengan penjelasan Bintoro, (2013) bahwa hubungan dengan manusia yang berkualitas, di dalam ranah keilmuan psikologi terdapat suatu istilah kecurangan akademik yang menunjukkan suatu perilaku tidak jujur dalam pelaksanaan ujian, yang tidak peduli apakah kecurangan tersebut merugikan atau tidak, setiap kecurangan dalam menghadapi suatu tugas dan ujian dinamakan kecurangan akademik. Tindakan kecurangan akademik, seperti menyontek, sebenarnya merupakan salah satu tindakan yang melanggar nilai sosial masyarakat ini, yaitu nilai kejujuran. Nilai kejujuran ini juga penting peranannya dalam institusi pendidikan, sebagaimana yang dikatakan oleh Pakar Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Arief Rachman (Arya, 2014), tidak boleh ada kompromi terhadap kecurangan, dalam pendidikan, kejujuran adalah segalanya. 1

2 Błachnio dan Weremko (2011) menyatakan bahwa cheating merupakan perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk mendapatkan keberhasilan akademik atau menghindari kegagalan akademik. Periaku curang pada dasarnya akan mengaburkan hasil kemampuan peserta didik. Perilaku curang dibagi dalam tiga kategori yaitu (1) memberi, mengambil, atau menerima informasi tertentu, (2) menggunakan suatu alat yang dilarang, (3) memanfaatkan kelemahan orang, prosedur, proses untuk mendapatkan keuntungan. Barzegar dan Khezri (2012) melaporkan tentang tipe kecurangan yang dilakukan oleh siswa yaitu di antaranya menyalin jawaban dari siswa lain, menerima jawaban dari siswa lain secara cuma-cuma, meminta izin untuk melihat jawaban siswa lain ketika pelaksanaan kuis atau ujian, melakukan copying dari buku pada suatu ujian sementara sifat ujiannya adalah tutup buku. Bentuk-bentuk kecurangan dan ketidakjujuran dalam pelaksanaan ujian adalah menyalin jawaban dari bagian belakang kartu, menyalin pekerjaan temannya, keliru menulis apa yang dilihat, didengar, atau dilakukan. Kecurangan akademik yang paling sering dilakukan oleh mahasiswa adalah pelanggaran terhadap peraturan-peraturan dalam menyelesaikan ujian atau tugas, memberikan keuntungan kepada siswa lain di dalam ujian atau tugas dengan cara tidak jujur, dan pengurangan keakuratan yang diharapkan pada performansi siswa. Kecurangan di dalam kelas diantaranya menggunakan buku catatan pada saat ujian, menyalin jawaban dari pekerjaan siswa yang lain, membiarkan orang lain menyalin pekerjaan rumah, menjiplak, dan lain-lain. Perilaku kecurangan akademik terjadi hampir di semua tingkat satuan pendidikan mulai dari sekolah dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi (PT). Berdasarkan survei yang telah di-lakukan Survei Litbang Media Group pada 19 April 2007 terhadap 480 responden dewasa di enam kota besar di Indonesia, yaitu Makassar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, dan Medan menunjukkan mayoritas anak didik, baik di bangku sekolah dan perguruan tinggi melakukan kecurangan akademik dalam bentuk menyontek. Hampir 70 persen responden yang ditanya apakah pernah menyontek ketika masih sekolah atau kuliah, menjawab pernah. Bahkan hasil penelusuran yang dilakukan oleh peneliti ditemukan adanya

3 tugas akhir (skripsi) mahasiswa yang mengindikasikan adanya praktik copy paste atau plagiarism dari satu skripsi dengan skripsi yang lainnya. Hasil penelitian yang dilakukan pada siswa SMA di salah satu sekolah favorit di Surabaya, dengan sampel 7% dari seluruh siswa (lebih dari 1400 siswa), didapatkan hasil bahwa 80% dari sampel pernah menyontek (52% sering dan 28% jarang), sedangkan media yang paling banyak digunakan sebagai sarana menyontek adalah teman 38% dan meja tulis 26%. Uniknya ada 51% dari siswa yang menyontek, ingin menghentikan kebiasaan buruknya tersebut (Musslifah, 2012). Hasil penelitian dari Kustiwi (2014), terdapat 2 hal yang mempengaruhi perilaku menyontek, yaitu persepsi dan motivasi. Pengaruh persepsi menunjukkan bahwa peran guru (informasi tentang plagiat) terhadap siswa dalam tindakan menyontek membawa pengaruh yang cukup besar (54,4%), selain itu internet juga membawa peran penting terhadap siswa (27,8%) dalam memperoleh informasi plagiat, serta lingkungan pergaulan atau teman juga mempengaruhi persepsi sesorang terhadap perilaku menyontek (50,6%). Motivasi siswa untuk melakukan plagiat yaitu adanya keinginan untuk menghindari kegagalan (24,1%) dan disertai dengan dorongan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu untuk mencapai prestasi yang maksimal. Bentuk perilaku yang muncul yaitu dengan melakukan copy paste dari internet sebanyak 41,8% dan yang melakukan copy paste dari teman sebanyak 6,3% dengan tujuan untuk mempercepat penyelesaian tugas. Penelitian yang dilakukan oleh Suparman (2011) pada sekolah MAN dan SMAN, didapatkan hasil bahwa kualitas perilaku jujur pada siswa MAN lebih tinggi dibandingkan dengan siswa SMAN. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan jumlah jam pelajaran pendidikan agama pada sekolah MAN yang jauh lebih banyak yaitu 5 jam per minggu. Dengan demikian pendidikan agama di sekolah merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap pembinaan akhlak anak didik, dalam hal ini termasuk sikap jujur. Namun, berdasarkan hasil penelitian dari Azizah (2006) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan religiusitas antara siswa berlatar belakang pendidikan umum dan siswa berlatar belakang pendidikan agama, tetapi dalam hal perilaku moral terdapat perbedaan yang signifikan, dimana siswa berlatar

4 belakang pendidikan umum mempunyai perilaku moral yang lebih tinggi daripada siswa berlatar belakang pendidikan agama. Para siswa dari semua sekolah mendapat materi pelajaran pendidikan agama dengan alokasi waktu yang memadai. Materi pelajaran pendidikan agama di sekolah menekankan nilai-nilai luhur yang diharapkan tertanam dalam diri siswa setelah mengalami proses pembelajaran. Jiwa pendidikan agama adalah budi pekerti untuk menanamkan rasa keutamaan, membiasakan siswa bersikap dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan siswa untuk suatu kehidupan yang suci, seluruhnya ikhlas dan jujur. Sikap jujur atau kejujuran masuk ke dalam mata pelajaran pendidikan agama. Setiap tingkat dan satuan di sekolah dan bahkan di perguruan tinggi diberikan mata pelajaran pendidikan agama. Kurikulum MAN dan SMAN/SMKN sama-sama mendapatkan mata pelajaran pendidikan agama. Meskipun keduanya sama-sama mendapatkan mata pelajaran pendidikan agama, namun ada pebedaan jumlah jam perminggu. Jumlah jam pendidikan agama di MAN adalah 5 jam perminggu, sedang di SMAN/SMKN adalah 2 jam perminggu. Jumlah jam yang berbeda pada mata pelajaran pendidikan agama di MAN dan di SMAN/SMKN tersebut yang dijadikan dasar pemilihan lokasi penelitian di MAN. Siswa yang bersekolah di MAN dengan jumlah jam pendidikan agama lebih banyak, tetapi masih banyak yang melakukan kecurangan akademik. Hal tersebut juga terjadi di MAN Al Huda Kabupaten Semarang. Sebagai sekolah berbasis agama MAN Al Huda Kabupaten Semarang, sebagian para siswa ditemui melakukan kecurangan akademik. Dari wawancara dengan beberapa siswa dan guru BK (Wawancara, Guru dan Siswa MAN Al Huda Kabupaten Semarang, 12 September 2015), bentuk-bentuk kecurangan akademik yang sering terjadi adalah: (1) Meniru hasil pekerjaan teman, saat guru memberikan tugas atau pekerjaan untuk materi yang sama. Ada beberapa siswa yang sengaja meniru pekerjaan teman mereka baik di kelas yang sama atau berbeda. (2) Ketika ada tugas untuk membuat paper mereka tidak mencantumkan sumber data dengan alasan susah atau lupa tidak mencatat sumber datanya. (3) Pemalsuan data, yaitu mencantumkan data pada tulisan tanpa mensurvei terlebih dahulu.

5 Bentuk kecurangan lainnya, (4) Penggandaan tugas, yakni mengajukan dua karya tulis yang sama pada dua kelas yang berbeda tanpa ijin guru. (5) Menyontek pada saat ujian, meliputi menyalin lembar jawaban orang lain, menggandakan lembar soal kemudian memberikannya kepada orang lain, memberikan jawaban soal ujian kepada teman, menggunakan catatan kecil saat ujian padahal tidak diperbolehkan, dan menggunakan telepon genggam untuk menyontek. (6) Kerjasama yang salah, antara lain bekerja dengan orang lain untuk menyelesaikan tugas individual dan tidak melakukan tugasnya ketika bekerja dengan sebuah tim, jadi dia hanya ikut numpang nama saja dalam kerja tim nya. Beberapa guru mengatakan bahwa siswa melakukan kecurangan akademik dengan cara: menyontek dengan menggunakan materi yang tidak sah dalam ujian, menggunakan informasi palsu, plagiat, membantu siswa lain untuk menyontek seperti membiarkan siswa lain menyalin tugasnya, memberikan kumpulan soal-soal yang sudah diujiankan, mengingat soal ujian kemudian membocorkannya. Kecurangan akademik yang menjadi kebiasaan akan berakibat negatif bagi diri siswa, seperti siswa yang terbiasa melakukan kecurangan akademik akan senang menggantungkan pencapaian hasil belajarnya pada orang lain atau sarana tertentu dan bukan pada kemampuan dirinya sendiri. Akibat dari kecurangan akademik akan memunculkan dalam diri siswa perilaku atau watak yang tidak percaya diri, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak kreatif, tidak berprestasi, tidak mau membaca buku pelajaran tapi siswa lebih rajin membuat catatan-catatan kecil untuk bahan menyontek. Secara psikologis, kecurangan dapat menyebabkan ketidakstabilan nilai yang berpotensi kepada masalah psikologis selanjutnya seperti menjadi merasa bersalah dan malu (Mulyawati, dkk., 2010) Kecurangan akademik selain berdampak negatif terhadap pelaku individu dan juga untuk lembaga pendidikan. Untuk guru, ketidakjujuran akademik memimpin proses pendidikan dan hasil penilaian pendidikan menjadi tidak valid. Siswa yang melakukan ketidakjujuran akademik juga memberikan kelemahan bagi siswa yang memiliki integritas akademik. Untuk lembaga pendidikan, ketidakjujuran akademik dapat menyebabkan penurunan keandalan kualitas pendidikan pada lembaga di tengah-tengah pendidikan lainnya (Rangkuti, 2010).

6 Berdasarkan pada dua pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kecurangan akademik berdampak negatif pada siswa sendiri, guru, dan lembaga sekolah. Dampak pada siswa antara lain tidak percaya diri, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak kreatif, atau tidak berprestasi. Dampak bagi guru hasil penilaian pendidikan menjadi tidak valid dan dampak bagi sekolah menyebabkan penurunan keandalan kualitas pendidikan. Siswa melakukan kecurangan akademik karena berbagai alasan, Ada yang melakukan kecurangan akademik karena malas belajar, ada yang takut bila mengalami kegagalan, ada pula yang dituntut orang tuanya untuk memperoleh nilai yang baik. Dorongan untuk melakukan kecurangan akademik siswa merasakan tingkat persaingan yang tinggi dan merasa tidak percaya diri dengan kemampuannya akan terdorong untuk melakukan kecurangan akademik. Alasan berikutnya yang diungkapkan oleh siswa adalah pelajaran yang disampaikan kurang dipahami sehingga mereka tidak bisa mengerti materi pelajaran yang disampaikan. Selain itu, siswa juga dudah mendapat pengaruh oleh budaya instan sehingga pelajar selalu mencari jalan keluar yang mudah dan cepat ketika menghadapi suatu persoalan termasuk tes atau ujian. Fenomena lain yang terjadi adalah siswa masih membedabedakan mata pelajaran. Siswa masih merasa ada pelajaran yang penting dan tidak penting sehingga mempengaruhi keseriusan belajar (Hasil Wawancara dengan Siswa MAN Al Huda Kabupaten Semarang, 12 September 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Nonis dan Swift (2011) menunjukkan bahwa siswa tidak mengetahui hubungan antara kecurangan dan moralitas. Adanya korelasi yang kuat antara perilaku curang yang dilakukan oleh mahasiswa program studi bisnis dan manajemen pada semua strata dengan perilaku tidak etis yang mereka tampakkan di tempat kerja. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku curang menjadi masalah moral. Akan tetapi perilaku curang tidak hanya menjadi masalah moral, tetapi juga berdampak secara psikologi yaitu dapat mempengaruhi kepercayaan diri pada diri seseorang. Seorang peserta didik yang terbiasa menyontek akan menilai hasil yang diperolehnya adalah karena kecurangannya, sehingga jika menginginkan kesuksesan peserta didik tersebut akan kembali memakai cara yang sama dan akhirnya tidak mengandalkan kemampuan dirinya lagi.

7 Melihat dari fakta-fakta tersebut, ada beberapa alasan siswa melakukan kecurangan akademik. Dapat diketahui bahwa secara garis besar faktor yang mempengaruhi kecurangan akademik dibedakan menjadi dua, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain kurangnya rasa percaya diri pelajar dalam mengerjakan soal, ketidaksiapan belajar baik persoalan malas dan kurangnya waktu belajar, tingkat kesadaran, kemampuan diri, motivasi, kepribadian, moralitas, kepercayaan diri, harga diri, kadar keimanan, dan sikap orientasi siswa terhadap pelajarannya pada nilai bukan pada ilmu. Sedangkan faktor ekstrinsik dipengaruhi oleh teman sebaya, karena teman atau ajakan teman untuk melakukan kecurangan akademik. Faktor dari guru, tidak mempersiapkan proses belajar mengajar dengan baik, sehingga yang terjadi tidak ada variasi dalam mengajar dan pada akhirnya murid menjadi bosan dan malas belajar. Guru tidak memiliki waktu untuk menciptakan materi ujian yang bervariasi, soalnya hanya dari buku teks sekolah yang tentunya sudah membosankan bagi siswa untuk membacanya. Terkadang guru juga tidak memiliki waktu untuk mengoreksi dan memberi nilai pada ujian siswa sehingga siswa merasa usaha belajar siswa siasia. Faktor dari lembaga yang menuntut siswa untuk mempereh nilai tinggi. Faktor ekstrinsik lainnya berasal dari orangtua, adanya hukuman yang berat jika siswa tidak mendapatkan nilai yang bagus mendorong siswa berupaya mendapat nilai dengan cara yang tidak jujur. Orangtua tidak memahami karakter dan cara belajar anak, tetapi hanya menuntut anak untuk mendapatkan nilai yang baik. Fenomena kecurangan akademik yang dilakukan siswa MAN menimbulkan beberapa rumusan masalah yaitu: (1) faktor-faktor apa yang mendorong siswa melakukan kecurangan akademik, (2) bagaimanakah bentuk-bentuk kecurangannya yang dilakukan oleh siswa pada sekolah berbasis agama, dan (4) bagaimanakah dinamika psikologis perilaku kecurangan akademik pada sekolah berbasis agama Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka dalam penelitian ini dipilih judul: DINAMIKA PERILAKU KECURANGAN AKADEMIK PADA SISWA SEKOLAH BERBASIS AGAMA.

8 B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan: Dinamika perilaku kecurangan akademik pada sekolah berbasis agama. C. Manfaat Penelitian Diharapkan hasilnya memiliki manfaat antara lain: 1. Manfaat Teoritis Untuk menambah pengembangan khasanah pengetahuan dan menemukan formula untuk menghapus kecurangan akademik dalam psikologi pendidikan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa, hasil penelitian dapat dijadikan pertimbangan dalam mengurangi perilaku kecurangan akademik yang masih yang dilakukan oleh siswa, sehingga diharapkan siswa tidak melakukan lagi kecurangan akademik. b. Bagi guru, sebagai tambahan informasi pentingnya mengetahui kecurangan akademik dan dampaknya, sehingga guru berupaya untuk mengurangi kecurangan akademik yang dilakukan siswa. c. Bagi sekolah, dapat dijadikan tambahan informasi kecurangan akademik dan dampaknya, sehingga pimpinan sekolah dapat mengambil kebijakankebijakan yang dapat menurunkan kecurangan akademik yang dilakukan oleh siswa.