BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB I PENDAHULUAN. hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran

BAB I PENDAHULUAN. masa yang akan datang (Mardiasmo, 2009). untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat,

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

ANALISIS EKUITAS ANGGARAN BELANJA PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

I. PENDAHULUAN. yang maju dan mandiri. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

ANALISIS BELANJA PUBLIK PROGRAM WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DAN KINERJA PELAYANAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

HALAMAN PENGESAHAN...

LAPORAN AKHIR B. Uji Instrumen Pengukuran Outcome Pembangunan Infrastruktur Jalan

BAB I PENDAHULUAN. Studi tentang..., Aris Roosnila Dewi, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan merupakan rangkaian kegiatan dari programprogram

TUGAS AKHIR. Oleh : AHMAD NURDIN L2D

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah Undang-Undang No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

ANALISIS EFISIENSI ANGGARAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI

EVALUASI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ANALISIS RASIO KEUANGAN APBD DALAM ERA OTONOMI DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP)

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa, agar kelak nantinya berguna bagi dirinya dan masyarakat umumnya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula..

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. terdapat juga transfer, seperti tunjangan sosial yang merupakan bantuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5 BAB V SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai perekonomian Indonesia sehingga beberapa sektor ekonomi yang. menjadi indikator PDB mengalami pertumbuhan negatif.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewenangan daerah dalam menjalankan pemerintahannya pada masa

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia dapat ditingkatkan. Melalui pendidikan manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. kinerja kepala daerah beserta wakil rakyat di kursi dewan.

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

I. PENDAHULUAN. mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia menuju masyarakat yang madani dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

IV. DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena

Desentralisasi fiskal merupakan kewenangan yang diberikan pemerintah. pusat kepada daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pelayanannya

I. PENDAHULUAN. Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang-

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS EFISIENSI PENGELOLAAN ANGGARAN BELANJA PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPILKABUPATEN BREBES

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal,

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepmendagri memuat pedoman penyusunan rancangan APBD yang. dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama Unit Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pelaksanaan pemerintahan diserahkan kepada daerah itu sendiri secara

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dinilai sangat penting dalam mendukung pertumbuhan. pendidikan bagi masyarakat di antaranya berkaitan dengan pengurangan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN

BAB I PENDAHULUAN. agar fungsi APBN dapat berjalan secara maksimal, maka sistem anggaran dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

Tahun), sampai saat ini pemerintah masih dihadapkan pada berbagai

BAB I PENDAHULUAN. negara karena dari sanalah kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting dan universal. Setiap pemerintahan harus menjalankan fungsi penganggaran dalam melakukan aktivitas dan membelanjakan pendapatan. Anggaran merupakan suatu teknik dalam suatu sistem, sehingga keberhasilannya tergantung pada kerjasama dalam sistem tersebut (Mohamad Mahsun et al, 2006) Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan investasi dalam bidang pendidikan sebagai perioritas utama dan mengalokasikan persentase yang lebih besar dari anggarannya untuk sektor pendidikan. Belanja publik nasional untuk sektor pendidikan meningkat dari 2,8% pada tahun 2001 menjadi 3,1% pada tahun 2006 relatif terhadap pendapatan domestik bruto (PDB). Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, Jumlah belanja pendidikan di tingkat kab/kota meningkat baik dalam sisi jumlah maupun proporsinya dari Rp 26 Triliun pada tahun 2001 menjadi Rp 52 Triliun pada tahun 2006. Pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) memungkinkan Pemerintah Indonesia mengalokasikan kembali sumber daya publik untuk belanja pendidikan misalnya melalui Bantuan Operasional Sekolah dan Program Keluarga Harapan (PKH).

Menurut Bank Dunia (2008) belanja publik untuk sektor pendidikan diperkirakan meningkat lagi hingga 3,3% pada tahun 2008 dan 3,6% pada tahun 2011 sesuai dengan data anggaran. Hal tersebut disadari bahwa peningkatan pengeluaran publik untuk anggaran pendidikan tidak terlepas dari amanat konstitusi UUD 1945. Kewajiban konstitusi ini kemudian dipertegas dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengharuskan pemerintah pusat dan daerah untuk mengalokasikan minimal 20 persen dari anggaran mereka untuk sektor pendidikan ini. Meskipun demikian, besarnya anggaran pendidikan belum efektif dalam mempengaruhi kinerja sektor pendidikan di Indonesia. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting bagi pembangunan bangsa. Hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan nasional karena pembangunan negara sangat didukung oleh tersedianya penduduk terdidik dalam jumlah yang memadai. Pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Amanat pembangunan pendidikan tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yaitu bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Selanjutnya dalam batang tubuh

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28C ayat (1) setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia; ayat (2) setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. Pasal 28E ayat (1) setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta hak kembali. Pasal 31 ayat (1) tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran; ayat (2) pemerintah mengusahakan dan menyelenggara satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara indonesia. Menyadari betapa besar dan penting peran pendidikan dalam peningkatan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia, lantas pemerintah mengambil langkah antisipatif dengan pencanangan dan pemberlakuan Program Wajib Belajar bagi setiap warga negara. Pada tahap awal Pemerintah telah mencanangkan Program Wajib Belajar 6 Tahun yang pada dasarnya merupakan prasyarat umum bahwa setiap anak usia sekolah dasar (7-12 tahun) harus dapat membaca, menulis, dan berhitung. Pada awal pencanangan wajib belajar tersebut, Program Wajib

Belajar 6 Tahun yang dicanangkan Pemerintah pada PELITA III tersebut telah memberikan dampak positif dan hasil yang menggembirakan, terutama pada percepatan pemenuhan kualitas dasar manusia Indonesia. Salah satu hasil yang paling mencolok dirasakan, bahwa Program Wajib Belajar 6 Tahun tersebut telah mampu menghantarkan Angka Partisipasi (Murni) Sekolah. Dalam rangka memperluas kesempatan pendidikan bagi seluruh warga negara dan juga dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar menetapkan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Orientasi dan prioritas kebijakan tersebut, antara lain: (1) penuntasan anak usia 7-12 tahun untuk Sekolah Dasar (SD), (2) penuntasan anak usia 13-15 tahun untuk SLTP, dan (3) pendidikan untuk semua (educational for all). Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun diharapkan mampu mengantarkan manusia Indonesia pada pemilikan kompetensi Pendidikan Dasar, sebagai kompetensi minimal. Kompetensi Pendidikan Dasar yang dimaksudkan, mengacu pada kompetensi yang termuat dalam Pasal 13 UU No. 2 tahun 1989 yaitu kemampuan atau pengetahuan dan ketrampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi (pendidikan menengah). Hal yang perlu dicapai seiring dengan pencapaian program wajib belajar 9 tahun adalah mutu pendidikan. Secara rinci yang perlu dicapai dalam mutu pendidikan adalah perkembangan fisik yang baik, baik jasmani maupun otak,

demikian pula dengan lainnya, misalnya bakat, perkembangan mental, emosional, pibadi, sosial, sikap mental, nilai-nilai, minat, pengertian, umur, dan kesehatan. Lembaga pendidikan dengan bantuan dana BOS dan anggaran pendidikan 20% dari APBN dan APBD harus mampu mencapai mutu pendidikan itu (Asroni, 2011). Salah satu kunci peningkatan kualitas pendidikan adalah pada kebijakan alokasi anggaran. Anggaran pendidikan yang rendah kerap kali berbanding lurus dengan mutu pendidikan yang juga rendah. Karena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satu jalan, harus ditunjang pemenuhan kebutuhan finansial yang kuat. Dalam meningkatkan kualitas pendidikan pemerintah melakukan trobosan lewat program Bantuan Operasi sekolah (BOS). Dalam program BOS, juga dikenal istilah Biaya Satuan Pendidikan (BSP). Yakni besaran biaya yang diperlukan rata-rata per siswa per tahun, sehingga mampu menunjang proses belajar mengajar sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Jenis BSP ada dua. Pertama, BSP Investasi. Biaya untuk menyediakan sumberdaya yang tidak habis pakai yang digunakan dalam waktu lebih dari satu tahun. Misalnya untuk pengadaan tanah, bangunan, buku, alat peraga, media, perabot dan alat kantor. Kedua, BSP Operasional. Biaya untuk menyediakan sumber daya pendidikan yang habis pakai yang digunakan satu tahun atau kurang, mencakup biaya personil dan biaya non personil. Biaya personil meliputi: (1) Kesejahteraan. Seperti honor kelebihan jam mengajar, guru tidak tetap,

dan uang lembur. (2) Pengembangan profesi guru. Seperti diklat guru, Musyawarah Guru Mata Pelajaran, Musyawarah Kerja Kepala Sekolah, Kelompok Kerja Kepala Sekolah, Kelompok Kerja Guru, dan lain-lain. Sedangkan biaya non-personil meliputi: penunjang KBM, evaluasi/penilaian, perawatan/pemeliharaan, daya dan jasa, pembinaan kesiswaan, rumah tangga sekolah, dan supervisi (Jayadi, 2011). Proporsi pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, baik terhadap total pengeluaran pembangunan maupun Produk Domestik Bruto, secara tidak langsung menunjukkan reaksi pemerintah atas semakin tingginya permintaan atas sarana dan prasarana pendidikan. Secara tidak langsung hal itu menunjukkan seberapa jauh masyarakat menyadari pentingnya peranan pendidikan. Ketentuaan anggaran pendidikan tertuang dalam UU No.20/2003 pasal 49 tentang pengalokasian dana pendidikan yang menyatakan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Walaupun belanja pendidikan telah ditingkatkan namun masih terdapat perbedaan output dan pencapaian. Beberapa kab/kota masih tertinggal dalam hal mencapai sasaran-sasaran pendidikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: distribusi dan mutu guru, jumlah sekolah, mutu sarana dan prasarana, serta sumber daya (Campos, 1996). Kurangnya keselarasan antara perencanaan dan penyusunan anggaran serta

inefisiensi dalam alokasi anggaran juga dapat menghambat pencapaian sebagaimana yang diharapkan (Reinikka, 2004). Implikasinya, terkadang ketersediaan anggaran yang cukup besar (dalam nominal rupiah) namun tidak efektif dalam penggunaannya, sehingga dampaknya menjadi tidak begitu nyata bagi peningkatan kinerja pendidikan di daerah (Robert, 2003). Ketidaktepatan dalam pengelolaan belanja publik pendidikan ini juga dapat dipengaruhi oleh kurangnya kapasitas aparat pemerintah daerah. Dari uraian diatas penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul Analisis Belanja Publik Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun dan Kinerja Pelayanan Pendidikan di Kabupaten Boyolali B. PERUMUSAN MASALAH Memahami pola pengeluaran pemerintah kab/kota dan bagaimana hal tersebut terkait dengan input dan output di bidang pendidikan merupakan salah satu cara yang dapat membantu mengubah sumber daya pendidikan secara signifikan untuk meningkatkan pencapaian kualitas pendidikan. Dengan melakukan analisis terhadap pengeluaran publik untuk pendidikan dapat dibuat penilaian yang baik terhadap efektivitas dan efisiensi pengeluaran pemerintah kab/kota. Terkait dengan penjelasan tersebut dapat dirumuskan masalah belanja pendidikan sebagai berikut:

a. Seberapa besar pengeluaran pemerintah Kabupaten Boyolali untuk menjalankan fungsi pendidikan dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lain? b. Seberapa besar biaya pelayanan pendidikan yang dikeluarkan pemerintah Kabupaten boyolali untuk tiap siswa program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun? c. Apakah terdapat hubungan antara capaian kinerja pelayanan pendidikan dengan belanja pendidikan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Kabupaten Boyolali? C. TUJUAN PENELITIAN Sebagaimana diuraikan dalam rumusan masalah, penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu: a. Untuk menganalisis besarnya pengeluaran pemerintah Kabupaten Boyolali dalam menjalankan fungsi pendidikan dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lain b. Untuk menganalisis besarnya biaya pelayanan pendidikan pemerintah Kabupaten boyolali untuk tiap siswa program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun c. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara capaian kinerja pelayanan pendidikan dengan belanja pendidikan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Kabupaten Boyolali ditinjau dari sisi belanja modal terhadap belanja operasional.

D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang diperoleh bagi beberapa pihak dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi peneliti, adalah dengan melakukan penelitian ini maka peneliti memperoleh ilmu pengetahuan dan pengalaman yang bertambah mengenai pengeluaran pemerintah dalam menjalankan fungsi pendidikan untuk program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan capian kinerja pelayanan pendidikan secara umum. 2. Bagi kalangan akademis, diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan literatur akuntansi sektor publik (ASP) terutama yang mengenai pengeluaran pemerintah untuk belanja pendidikan dasar dan kinerja pelayanan pendidikan, dan dapat dijadikan acuan untuk penelitian serupa di masa yang akan datang. 3. Diharapkan memberi manfaat bagi para pemangku kepentingan di tingkat kabupaten Boyolali untuk melakukan penilaian sendiri atas pengelolaan pendidikan dan pengeluaran publik untuk mencapai sasaran pendidikan yang telah ditetapkan melalui Standar Pelayanan Minimal Pendidikan (SPM)

E. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran penelitian yang lebih jelas dan sistematis sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraiakan tentang pengeluaran pemerintah (anggaran) untuk fungsi pendidikan, pelayanan pendidikan untuk program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, dan kinerja pelayanan pendidikan. BAB III : METODE PENELITIAN Dalam bab ini berisi tentang jenis penelitian, data dan sumber data, serta metode analisis. BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini berisi tentang penjelasan pengumpulan data dan analisis data menggunakan metode analisis trend serta menggunakan formula yang berasal dari buku pedoman pelaksanaan Analisis Belanja Publik Pendidikan Dasar (ABPPD), hasil analisis trend, hasil analisis belanja APBD menurut fungsi, hasil analisis belanja pendidikan per siswa, hasil analisis rasio belanja modal terhadap belanja operasional, hasil analisis capaian kinerja dan hasil analisis korelasi.

BAB V : PENUTUP Bab ini menyajikan kesimpulan yang diperoleh, keterbatasan penelitian dan saran-saran yang perlu disampaikan.