BAB I PENDAHULUAN. prasyarat bagi kelangsungan hidup (survive) masyarakat dan peradaban.2

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tahun dan 9 tahun. Anak-anak yang bersekolah di tingkat Sekolah Dasar (dan

BAB I PENDAHULUAN. Cet VIII, 2001, hlm M. Arifin, M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1993, hlm. 17.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2013, hlm Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Rasail Media Group, Semarang, 2008, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. estafet perjuangan untuk mengisi pembangunan. Hal ini sesuai dengan rumusan

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sangat berpengaruh pada kehidupan manusia. Berbagai penemuan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan hal yang marak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai), Alfabeta, Bandung, 2009, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. kearah suatu tujuan yang dicita-citakan dan diharapkan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di sekolah dasar era globalisasi. menjadi agen pembaharuan. Pembelajaran di Sekolah Dasar diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari dunia, apabila

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

BAB I PENDAHULUAN. potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ASPEK SIKAP PADA MATA PELAJARAN PKn DI SMP NEGERI 24 BULUKUMBA

Berdasarkan pendapat diatas, menegaskan bahwa pendidikan sangat penting bagi setiap insan manusia. Pendidikan sangat erat kaitannya dengan guru dan

pembelajaran yang bersifat monoton, yakni selalu itu-itu saja atau tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. mengalami proses pendidikan yang didapat dari orang tua, masyarakat maupun

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan dan kelangsungan hidup Bangsa dan Negara di segala bidang. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara. Di dalam UUD 1945 Pasal

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 293.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Tanpa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanat dari Allah SWT dan sudah seharusnya orang tua. mendampingi dan mengawali perkembangan anak, sehingga anak dapat

BAB I PENDAHULUAN. E. Mulyasa, Standar Kompetensi Sertifikasi Guru, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007, hlm. 4.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. berilmu sebagaimana termaktub dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun tentang Sistem pendidikan Nasional pada BAB 11 pasal 3 yang

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga

BAB I PENDAHULUAN. kependidikan yang berkaitan dengan lainnya, yaitu belajar ( learning) dan. konsep pembelajaran berakar pada pihak pendidik 1.

BAB I PENDAHULUAN. pada peradaban yang semakin maju dan mengharuskan individu-individu untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm. 34 2

BAB I PENDAHULUAN. M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dewasaan ini diharapkan anak akan dapat diketahui bahwa pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. yang terpenting dalam meningkatkan kualitas maupun kompetensi manusia, agar

BAB. I. Pendahuluan. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan menyenangkan, diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Soetjipto. Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm. 59 Ibid, hlm. 60

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Rosdakarya, 2009, Hlm. 1 2 Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2015, hlm.339

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta, 2013, hlm Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika

BAB II KAJIAN TEORI. dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara afektif dan efesien. Senada dengan

BAB I PENDAHULUAN. 2003), (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm Undang-undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) (UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. Barnawi M Arifin, Strategi dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2013, hlm. 45.

I. PENDAHULUAN. lain-lain. Perubahan itu merupakan kecakapan baru yang terjadi karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas dan berpotensi dalam arti yang seluas-luasnya, melalui

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pendidikan sangat penting dilakukan dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan juga berimplikasi besar terhadap kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. tujuan pendidikan nasional, dalam Undang - Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Zakiyah Darajat, Ilmu Fiqih, PT Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995, hlm 2.

BAB I PENDAHULUAN. latihan. Pendidikan memberikan peranan yang sangat besar dalam menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dilahirkan manusia-manusia yang berkualitas yang akan membangun dan

BAB I PENDAHUHUAN. solusinya untuk menghindari ketertinggalan dari negara-negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, 2005, hlm. 49. hlm , hlm , hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2004), hlm Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali bangsa Indonesia. Pemerintah selalu berupaya untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat berkembang dengan baik. Pendidikan dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang diharapkan. Karena hal itu merupakan cerminan dari kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan Islam menurut Suyanto (2008: 83) adalah terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 168.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah aspek kehidupan yang harus dan pasti dijalani oleh semua manusia dimuka bumi sejak kelahiran, selama masa pertumbuhan dan perkembangan sampai mencapai kedewasaan masing-masing.1 Pendidikan juga sangat penting bagi manusia karena dengan pendidikan manusia dapat mencapai kehidupan yang lebih baik. Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata, yang dapat dijalankan pada tiga fungsi sekaligus. Pertama, menyiapkan generasi muda untuk memegang peran-peran tertentu dalam masyarakat di masa depan. Kedua, mentransfer atau memindahkan pengetahuan, sesuai dengan peran yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilainilai, dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup (survive) masyarakat dan peradaban.2 Dalam perkembangan berikutnya, ekstensifikasi pengertian pendidikan tersebut sejalan dengan tuntutan masyarakat atau pasar. Dari sini, pendidikan kemudian memainkan fungsi sebagai suplementer, melestarikan tata sosial dan tata nilai yang ada di masyarakat, sekaligus sebagai agen pembaharuan.3 Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu, pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis 1 Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007, hlm. 24. 2 Nuni Yusvavera Syatra, Desain Relasi Efektif Guru dan Murid, Bukubiru, Jogjakarta, 2013, hlm. 32. 3 Ibid, hlm. 33. 1

2 serta bertanggung jawab.4 Dengan adanya tujuan pendidikan nasional ini suatu program pendidikan harus dapat mewujudkan tujuan dari pendidikan nasional. Tujuan dari pendidikan nasional tidak jauh beda dengan tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu menjadikan manusia sebagai insan yang berakhlakul karimah. Di dalam pendidikan ada beberapa komponen yang termasuk di dalamnya di antaranya, proses pembelajaran, metode atau strategi atau model pembelajaran, pendidik, peserta didik, kurikulum dan lain sebagainya. Untuk mewujudkan keberhasilan dari tujuan pendidikan diperlukan adanya suatu pembelajaran yang menggunakan model yang efektif dan inovatif. Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu kegiatan untuk membuat siswa belajar dengan melibatkan beberapa unsur, baik ekstrinsik maupun intrinsik, yang melekat dalam diri siswa dan guru, termasuk lingkungan, guna tercapainya tujuan belajar-mengajar yang telah ditentukan. Pembelajaran adalah kegiatan mengajar yang berpusat pada siswa sebagai subjek belajar. Jadi, guru hanya berperan sebagai fasilitator, bukan diktator dan sumber belajar satu-satunya. Dalam pembelajaran, siswa melakukan proses berpikir dan mengembangkan seluruh potensi otak, sehingga menjadikan pembelajaran sebagai proses yang berlangsung sepanjang hayat.5 Mengajar yang efektif adalah proses pembelajaran yang mampu memberikan nilai tambah atau informasi baru bagi siswa. Dengan proses pembelajaran siswa benar-benar memperoleh tambahan informasi baru dari guru.6suatu pembelajaran yang dapat menciptakan suatu aktivitas belajar pada diri siswa itu disebut dengan pembelajaran yang efektif. Keefektifan dalam pembelajaran itu sangat dipentingkan dalam pembelajaran untuk meningkatkan kualitas para siswa. Adapun keutamaan mengajar juga telah difirmankan oleh Allah SWT pada surat Ali Imran ayat 187, yang berbunyi : 4 E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2014, hlm. 20. 5 Andi Prastowo, Pengembangan Bahan Ajar Tematik, Diva Press, Jogjakarta, 2013, hlm. 65. 6 Saekhan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, Rasail Media Group, Semarang, 2008, hlm. 32.

3 Artinya : Tatkala diambil oleh Allah akan janji dari mereka yang diberikan Kitab supaya diterangkannya kepada manusia dan tidak disembunyikannya. (QS. Ali Imran: 187) Model pembelajaran adalah acuan pembelajaran yang secara sistematis dilaksanakan berdasarkan pola-pola pembelajaran tertentu.model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan. Artinya, para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran.7 Menurut Joice dan Weil sebagaimana yang telah dikutip oleh Asis Saefudin dan Ika Berdiati mengemukakan bahwa model pembelajaran sebagai suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk pada pembelajaran di kelasnya.8 Adapun saat guru memilih model pembelajaran juga harus sesuai materi dan mata pelajaran agar suatu pembelajaran dapat berjalan secara efektif. Value Clarification Technique (VCT) merupakan teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. Karakteristik Teknik Klarifikasi Nilai (VCT) sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisa nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskannya dengan niai-nilai yang hendak ditanamkan.9 Sejumlah ahli pendidikan seperti Harmin dkk. Mengatakan bahwa dari sekian model 7 Andi Prastowo, Op. Cit., hlm. 68. Asis Saefudin,Ika Berdiati, Pembelajaran Efektif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2014, hlm. 48. 9 Tukiran Taniredja, Model-model Pembelajaran Inovatif dan Efektif, Alfabeta, Bandung, 2014, hlm. 87. 8

4 pembelajaran nilai, maka VCT jauh lebih efektif, mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan metode atau pendekatan lainnya.10 Nilai yang dimaksud dalam model VCT ini adalah nilai abstrak bukan nilai konkret. Nilai konkret adalah nilai yang berbentuk angka. Sedangkan dalam VCT nilai sebagai sesuatu yang abstrak yang berupa moral dan tingkah laku. Nilai berarti sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi bermartabat.11 Peneliti memilih untuk mendalami VCT ini karena model ini berhubungan dengan pembentukan nilai pada diri siswa. Saat ini nilai-nilai dan perilaku para siswa sangat memprihatinkan maka dari itu diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu menciptakan nilai yang luhur pada diri siswa agar kemampuan afektif siswa menjadi lebih baik. VCT ini sangat efektif digunakan jika bertujuan untuk meningkatkan kemampuan afektif siswa. Menurut Casteel sebagaimana yang telah dikutip oleh Sutarjo Adisusilo menandaskan VCT amat berguna bagi peserta didik untuk berlatih mengomunikasikan keyakinan, nilai hidup, cita-cita pribadi pada teman sejawat, berlatih berempati pada teman lain bahkan yang mungkin berbeda keyakinannya, berlatih memecahkan persoalan dilema moral, berlatih untuk setuju atau menolak keputusan kelompok, berlatih terlibat dalam membuat keputusan ataupun mempertahankan atau melepas keyakinannya.12 Berdasarkan realitas yang peneliti temukan melalui wawancara dengan Bapak Munadi penerapan Value Clarification Technique pada mata pelajaran aqidah akhlak masih jarang dilakukan karena jam pelajaran yang 10 Andi Prastowo, Pengembangan Bahan Ajar Tematik, Diva Press, Jogjakarta, 2013, hlm. 91. 11 Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai-Karakter, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 56. 12 Ibid., hlm. 151.

5 sedikit. Penggunaan model ini tidak dapat diterapkan pada semua materi hanya materi tertentu. Misalnya, penerapan VCT pada materi akhlak terpuji persiapan yang dilakukan guru antara lain, pertama, guru menyusun RPP sesuai dengan pokok bahasan. Kedua, guru memberikan penjelasan bahwa hari ini akan ber-vct. Ketiga, guru memberikan stimulus pada siswa berupa suatu cerita yang berhubungan dengan akhlak tercela dan dibacakan oleh guru. Keempat, melaksanakan dialog dengan memberi pertanyaan kepada tiap individu. Kelima, guru meminta siswa untuk memberi argumen mengenai cerita tersebut. Keenam, membahas argumen, pada tahap ini sudah mulai ditanamkan target nilai sesuai materi. Ketujuh, menyimpulkan hasil pembelajaran. Metode studi kasus merupakan suatu bentuk simulasi yang bertujuan untuk memberikan pengalaman kepada para siswa tentang pembuatan keputusan mengenai apa yang harus dilakukan lebih lanjut. Studi kasus ditulis berdasarkan kejadian-kejadian nyata yang telah terjadi dalam kegiatan bisnis atau dalam masyarakat. Penulisan mengenai kasus-kasus tersebut relatif mudah karena menggunakan sumber-sumber informasi yang ada atau telah tersedia. Yang menjadi masalah adalah memilih keterangan mana yang perlu diambil dan dijadikan sebagai kasus, dengan maksud menyederhanakan studi itu untuk kepentingan siswa yang melakukan studi.13 Berdasarkan realitas yang terjadi penerapan Analyze Case Studies pada mata pelajaran aqidah akhlak masih jarang dilakukan. Namun setidaknya model ini sudah diterapkan di sekolah tersebut walaupun masih jarang. Menurut Bapak Munadi penerapan model ini biasanya dilaksanakan saat materi akhlak tercela karena dengan model pemberian studi kasus siswa lebih dapat memahami bahwa akhlak tercela itu sangat merugikan diri sendiri. Misalnya, pada materi akhlak tercel guru menerapkan model Analyze Case Studies dengan memberi suatu studi kasus yang nyata dan berhubungan dengan materi tersebut. Seperti kasus siswa yang minum minuman keras 13 Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2002, hlm. 197-198.

6 dijadikan studi kasus kemudian siswa diminta untuk mencari dimana letak kesalahannya dan penyebab dia sampai melakukan hal itu dan siswa juga diminta untuk memberikan pendapatnya untuk kasus tersebut. Dengan begitu melatih siswa untuk berfikir kritis. Kemampuan afektif merupakan kemampuan yang berhubungan dengan minat dan sikap. Kemampuan afektif yang berkaitan dengan minat dan sikap ini, erat hubungannya dengan emosi anak didik. Jika kemampuan afektif pada anak tidak tumbuh aau muncul, maka efeknya secara tidak langsung si anak tidak dapat menyenangi atau fokus atau merespon dengan baik terhadap mata pelajaran yang diajarkan atau diberikan. Sehingga kemampuan ini sangat perlu untuk diperhatikan secara lebih oleh tenaga pendidik maupun orang tua terhadap anak didik. Di dalam pelaksanaan pembelajaran saat ini, guru masih aktif di kelas, sementara siswa pasif. Siswa hanya datang ke sekolah, mendengarkan, melihat, dan mengerjakan tugas. Sementara guru memberitahukan konsep dan siswa menerima bahan jadi. Banyak siswa yang masih belum berani dan terbiasa beraktivitas. Kebanyakan mereka masih takut salah untuk bertanya, menjawab, berkomentar, mencoba, atau mengemukakan pendapat atau ide. Adapun lokasi penelitian yang dipilih oleh penulis adalah di MA Bustanul Ulum Pagerharjo Wedarijaksa Pati dengan alasan lokasi madrasah dekat dengan rumah si peneliti. Selain itu, karena berdasarkan wawancara dari salah satu guru di MA Bustanul Ulum yaitu Bapak Munadi mengenai pengaruh Value Clarification Technique dan Analyze Case Studies terhadap kemampuan afektif siswa sangat baik dan saya tertarik untuk meneliti tentang model itu apakah memang benar-benar ada pengaruhnya atau tidak. Dalam penelitian ini penulis mengambil mata pelajaran aqidah akhlak sebagai mata pelajaran yang digunakan untuk penelitian. Alasannya karena materi pelajaran aqidah akhlak berisikan tentang keimanan dan akhlak terpuji dan bertujuan untuk membentuk siswa atau pribadi siswa yang muttaqin. Selain itu dalam penilaian aqidah akhlak yang lebih diutamakan adalah ranah afektif

7 siswa. Mata pelajaran ini dipandang sebagai salah satu mata pelajaran yang baik untuk menanamkan dan mendalami nilai-nilai religius. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan oleh penulis dengan Bapak Munadi salah satu guru di MA Bustanul Ulum Pagerharjo Wedarijaksa Pati maka dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan suatu model pembelajaran itu sangat mempengaruhi suatu hasil dari pembelajaran tersebut. VCT merupakan suatu model yang sangat tepat jika diterapkan pada mata pelajaran Aqidah Akhlak karena model klarifikasi nilai dapat mempengaruhi sikap siswa dalam menilai suatu hal baik buruknya. Analiyze case studies atau analisis studi kasus juga merupakan suatu model yang tepat untuk menciptakan kemampuan afektif siswa. Kedua model ini sangat mempengaruhi kemampuan afektif siswa karena model pembelajaran berangkat dari suatu kejadian yang nyata di masyarakat atau bahkan kadang dialami oleh siswa sendiri. Dengan pemakaian kedua model tersebut minat siswa pada mata pelajaran aqidah akhlak meningkat dengan hasil nilai harian siswa yang meningkat dari sebelumnya.14 Berdasarkan realitas yang peneliti temukan yang berkenaan dengan pengaruh Value Clarification Technique dan Analyze Case Studies terhadap kemampuan afektif siswa pada mata pelajaran aqidah akhlak bahwa penerapan kedua model tersebut memang sudah diterapkan pada mata pelajaran aqidah akhlak meskipun masih jarang dilakukan. Dan sikap ataupun tingkah laku siswa di sekolah tersebut sekarang lebih baik dibandingkan dengan yang dulu. Berdasarkan alur permasalahan yang diungkapkan penulis, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Value Clarification Technique Dan Metode Analyze Case Studies Terhadap Kemampuan Afektif Siswa Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Di MA Bustanul Ulum Pagerharjo Wedarijaksa Pati Tahun Pelajaran 2016/2017. 14 Wawancara dengan Bapak Munadi, Guru MA Bustanul Ulum Pagerharjo Wedarijaksa Pati, Tanggal 4 Juni 2016.

8 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh Value Clarification Technique terhadap kemampuan afektif siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak di MA Bustanul Ulum Pagerharjo Wedarijaksa Pati Tahun Pelajaran 2016/2017? 2. Bagaimana pengaruh Analyze Case Studies terhadap kemampuan afektif siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak di MA Bustanul Ulum Pagerharjo Wedarijaksa Pati Tahun Pelajaran 2016/2017? 3. Bagaimana pengaruh Value Clarification Technique dan Analyze Case Studies terhadap kemampuan afektif siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak di MA Bustanul Ulum Pagerharjo Wedarijaksa Pati Tahun Pelajaran 2016/2017? C. Tujuan Penelitian Dari pembahasan skripsi ini, tujuan yang ingin dicapai penulis antara lain: 1. Untuk mengetahui pengaruh Value Clarification Technique terhadap kemampuan afektif siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak di MA Bustanul Ulum Pagerharjo Wedarijaksa Pati Tahun Pelajaran 2016/2017. 2. Untuk mengetahui pengaruh Analyze Case Studies terhadap kemampuan afektif siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak di MA Bustanul Ulum Pagerharjo Wedarijaksa Pati Tahun Pelajaran 2016/2017. 3. Untuk mengetahui pengaruh Value Clarification Technique dan Analyze Case Studies terhadap kemampuan afektif siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak di MA Bustanul Ulum Pagerharjo Wedarijaksa Pati Tahun Pelajaran 2016/2017. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

9 1. Manfaat Teoritis Menambah kajian keilmuan dalam bidang pendidikan yang berkaitan dengan pengaruh Value Clarification Technique dan model pembelajaran Analyze Case Studies terhadap kemampuan afektif siswa. Serta diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk dasar pengembangan penelitian berikutnya yang terkait dengan penelitian ini. 2. Manfaat Praktis a. Untuk Lembaga Pendidikan Memberikan masukan pada lembaga pendidikan betapa pentingnya suatu model Value Clarification Technique dan Analyze Case Studies terhadap kemampuan afektif siswa di MA Bustanul Ulum Pagerharjo Wedarijaksa Pati sehingga mampu menjadikan hasil belajar lebih baik. b. Untuk Guru Bagi guru untuk lebih mengedepankan dan menerapkan model Value Clarification Technique dan Analyze Case Studies terhadap kemampuan afektif siswa dapat berkembang dengan baik, sehingga pembelajaran tercapai dengan lebih maksimal. c. Untuk Peneliti Dapat menambah pengetahuan penulis dan penelitian ini merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga yang dapat dijadikan bekal bagi si peneliti. d. Untuk Kalangan Umum Penelitian diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan tambahan wawasan dalam bidang pendidikan.