BAB V SIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
2015 PERISTIWA MANGKOK MERAH (KONFLIK DAYAK DENGAN ETNIS TIONGHOA DI KALIMANTAN BARAT PADA TAHUN

BAB IV DAMPAK DARI KONFLIK DAYAK DAN MADURA DI SAMALANTAN. hubungan yang pada awalnya baik-baik saja akan menjadi tidak baik, hal

ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT. Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Orde Baru, keberadaan etnis Tionghoa merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan meningkatnya ketergantungan ekonomi,

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. pemerintah RI yang terjadi di daerah Sulawesi tepatnya Sulawesi Selatan. Para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada masa kesultanan Asahan agar dapat didokumentasikan. peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk jadi pembelajaran.

Bab Satu Pendahuluan. Ciptaan: NN.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II LATAR BELAKANG KONFLIK DAYAK MADURA DI SAMALANTAN A. Alasan Budaya. berkelompok, memiliki rasa solidaritas tinggi di antara sesama etnisnya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

diperoleh mempunyai dialek masing-masing yang dapat membedakannya

BAB V. Kesimpulan. Studi mengenai etnis Tionghoa dalam penelitian ini berupaya untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan.

parameter nominal Dapat menyebabkan disintegrasi sosial/budaya

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan muncul gerakan-gerakan pendaulatan dimana targetnya tak

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nurhidayatina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu diantara sedikit negara di dunia yang

BAB I PNDAHULUAN. Jepang dalam Perang Raya Asia Timur tahun Namun, ditengah tengah

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

Negara Jangan Cuci Tangan

dari periode yang awal sampai pada periode-periode berikutnya?. Perkembangan terjadi bila berturut-turut masyarakat bergerak dari satu bentuk yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fety Novianty, 2013

Habibi Serahkan Dokumen Tragedi 98

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa jasa para pahlawannya. Itulah

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH KELAS XI IPA 2011

Meninjau Kembali Pembantaian 50 Tahun Lalu

BAB II. Gambaran Umum. A. Konflik Multikulturalisme di Maluku Pasca karya Rustam Kastor (2000:54) menjelaskan bahwa desa-desa di Maluku sebelum

ETNIK KONFLIK DAN PERDAMAIAN DI KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah nasional Indonesia tidak lepas dari pemerintahan Soekarno dan Soeharto, seperti

Pada tanggal 1 September 1945, Komite Sentral dari Komite-komite Kemerdekaan Indonesia mengeluarkan sebuah manifesto:

BAB III SIKAP PEMERINTAH TERHADAP KONFLIK DI SAMALANTAN. melampiaskan kemarahannya, dengan sasaran utama orang Madura karena

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas untuk memenuhi salah satu kebutuhan sosial manusia,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan telah terjadi sejak kedatangan penjajah

Bab 1. Pendahuluan. berasal dari nama tumbuhan perdu Gulinging Betawi, Cassia glace, kerabat

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun

Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965

BAB I PENDAHULUAN. Cina merupakan salah satu Negara yang memiliki beragam budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan manusia dalam masyarakat sangatlah majemuk. orang pendatang yaitu korban kerusuhan Sampit.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Menciptakan Harmonisasi Hubungan Antaretnik di Kabupaten Ketapang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

yang korup dan lemah. Berakhirnya masa pemerintahan Dinasti Qing menandai masuknya Cina ke dalam era baru dengan bentuk pemerintahan republik yang

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

Pemberontakan Militer dan Ideologi Peristiwa Madiun, DI/TII, G 30 S/PKI

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

Akui Dulu Pembantaian, Baru Minta Maaf

PERATURAN DAERAH PROVlNSl KALIMANTAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan kuat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu gejala positif yang seharusnya dilakukan oleh para sastrawan,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya merupakan sistem nilai suatu masyarakat, meliputi cara-cara berlaku,

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB 5 RINGKASAN. Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki beragam etnis

BAB I PENDAHULUAN. keseharian. Batas-batas teritorial sebuah negara seakan-akan tidak ada lagi. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. kaya di Asia Tenggara. Hal ini begitu tampak dari pakaian, makanan, dan

I. PENDAHULUAN. Bentrokan massa kembali terjadi di Kabupaten Lampung Selatan antara Desa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rubi Setiawan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fani Nurlasmi Kusumah Dewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidak asing lagi di telinga masyarakat pengertian dan pemahaman tentang

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN

Kaum Muslim Myanmar merupakan 4 persen total populasi 60 juta, menurut sensus pemerintah.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mengamati sejarah perkembangan ekonomi Indonesia sejak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum kedatangan bangsa Belanda, etnis Tionghoa sudah menyebar ke seluruh Nusantara.

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

segera dikerahkan guna mengamankan situasi di daerah konflik. Mereka ditugaskan untuk mengamankan daerah konflik selama satu bulan.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia dan TNI serta diakui kedaulatannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat

Silahkan Baca Tragedi PKI Ini

Transkripsi:

BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan dari hasil kajian dan pembahasan serta saran untuk perkembangan bagi penelitian selanjutnya. Adapun hasil dari kesimpulan merujuk pada jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang diajukan oleh penulis dan telah dibahas pada bab sebelumnya. Jawaban atas pertanyaan penelitian yang dimaksud adalah mengenai hubungan sosial antara Etnis Dayak dengan Etnis Tionghoa sebelum terjadinya konflik, latar belakang Peristiwa Mangkok Merah, terjadinya Peristiwa Mangkok Merah, serta upaya penyelesaian konflik antara Etnis Dayak dan Etnis Tionghoa pasca terjadinya Peristiwa Mangkok Merah. Penulis membagi kesimpulan tersebut kedalam empat bagian yaitu sebagai berikut: 5.1. Simpulan Pertama, orang-orang Tionghoa diketahui sudah sejak lama datang ke wilayah Nusantara untuk menjalin hubungan perdagangan dan juga sebagai bagian politik luar negeri kerajaan-kerajaan yang ada di Tiongkok dan Nusantara. Untuk wilayah Kalimantan Barat, orang-orang Tionghoa ini sudah menjadi bagian dari penduduk atau etnis yang mendiami daerah ini sejak lama. Interaksi sosial yang terbangun begitu lama dengan penduduk asli Kalimantan Barat yaitu Etnis Dayak, membuat orang-orang Tionghoa sudah menjadi bagian dari masyarakat yang mendiami Kalimantan Barat. Akulturasi kebudayaan tidak dapat lagi terhindarkan dari bagian kehidupan orang-orang Dayak dengan orang-orang Tionghoa. Tidak hanya itu, mereka juga berbaur dengan etnis-etnis lain yang mendiami Kalimantan Barat seperti Melayu, Bugis dan Jawa. 117

118 Hubungan sosial yang terbangun antara Etnis Dayak dengan Etnis Tionghoa nyatanya tidak selamanya berjalan harmonis. Pasang surut hubungan antara keduanya membawa Dayak dan Tionghoa kerap terlibat dalam konflik antar etnis. Fase kehidupan yang saling berdampingan antara Dayak dengan Tionghoa pun melewati beberapa periode besar diantaranya masa kerajaan, masa Kolonial Belanda, masa pendudukan Jepang, masa kemerdekaan dan revolusi, Orde Lama dan pergantian menuju Orde Baru. Periode-periode tersebut sangat mempengaruhi hubungan antara Dayak dengan Tionghoa dan segala dampak yang ditinggalkannya. Peperangan Dayak dengan Tionghoa dimulai ketika para pekerja Tionghoa memberontak terhadap Raja Sambas. Sejak saat itu konflik terus berulang sampai terjadinya Peristiwa Mangkok Merah pada tahun 1967. Kedua, latar belakang Peristiwa Mangkok Merah tahun 1967 harus dipahami dari mulai akar permasalahan kedua belah pihak antara Etnis Dayak dengan Etnis Tionghoa. Pasang surut hubungan yang terjalin antara Dayak dengan Tionghoa di Kalimantan Barat menjadi bagian penting dalam menganalisis latar belakang permasalahan keduanya. Sejak masa-masa kejayaan Kesultanan Sambas di Kalimantan Barat, para pekerja Tionghoa pernah melakukan pemberontakan terhadap Kesultanan Sambas yang berkuasa. Pemberontakan tersebut untuk pertama kalinya membuuat hubungan antara pendatang yaitu Etnis Tionghoa dan pribumi Etnis Dayak dan Melayu menjadi memburuk. Sejak saat itu, pasang surut hubungan antara Dayak dan Tionghoa tidak dapat terhindarkan dari kehidupan keseharian mereka. Pada masa Kolonial Belanda, pendudukan Jepang, masa kemerdekaan dan revolusi di Indonesia hubungan antara Dayak dengan Tionghoa masih mengalami pasang surut. Sentimen etnis dan perasaan curiga selalu membayangi hubungan antara keduanya. Hanya sistem ekonomi yang sejak lama menjadi perekat hubungan keduanya, orang-orang pribumi terbiasa berdagang dan bergantung secara ekonomi kepada pengusaha-pengusaha Tionghoa. Tetapi peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965 telah membuat perubahan besar, kaum komunis menjadi musuh bersama rakyat Indonesia. Begitu pun dengan Etnis Tionghoa yang diidentikkan dengan kaum komunis, tidak luput menjadi sasaran kemarahan rakyat Indonesia. Hal ini pula yang

119 terjadi di Kalimantan Barat saat pecah konflik berdarah antara Etnis Dayak dan Etnis Tionghoa, dengan muatan politik yang begitu kuat. Ketiga, terjadinya Peristiwa Mangkok Merah tidak bisa dilepaskan dari ritual adat masyarakat Dayak mengenai perintah dan seruan untuk berperang. Ritual tersebut dikenal dengan nama Upacara Mangkok Merah yang menggunakan simbol sebuah mangkok yang diisi dengan darah hewan tertentu sebagai pertanda seruan berperang. Mangkok yang berisi darah hewan tersebut kemudian diedarkan ke setiap kampung-kampung Dayak sebagai simbol peperangan. Setiap kampung yang menerima mangkok merah tersebut wajib mengirimkan pasukan perangnya untuk ikut berperang. Adanya pola mobilisasi massa pada ritual ini membuat konflik antara Dayak dengan Tionghoa segera terjadi dengan cepat, karena seruan berperang dengan simbol mangkok merah ini tidak boleh diabaikan untuk menghindari kutukan dari leluhur mereka. Segera setelah mangkok merah tersebut diedarkan, orang-orang Dayak membentuk pasukan-pasukan dan bergerak maju menuju kampung-kampung Tionghoa di wilayah Kalimantan Barat dan perbatasan Kalimantan Utara. Pada mulanya, orang-orang Dayak melakukan pengusiran terhadap orang-orang Tionghoa dari kampung mereka, namun karena timbul perlawanan dari orang-orang Tionghoa, maka kerusuhan inipun dengan segera berubah menjadi tindak kekerasan. Korban jiwa mulai berjatuhan terutama dari orang-orang Tionghoa yang menjadi sasaran amuk orang-orang Dayak. Peristiwa ini berlangsung selama periode Oktober hingga November selama siang dan malam. Peristiwa ini menyebabkan ribuan orang-orang Tionghoa mengungsi keluar kampung mereka untuk menghindari konflik, serta ribuan lainnya tewas terbunuh dalam kerusuhan. Keempat, upaya penyelesaian konflik antara Dayak dengan Tionghoa dilakukan berkenaan dengan stabilisasi ketegangan yang terjadi antara ABRI dengan kelompok PGRS/PARAKU. Ketegangan yang terjadi antara ABRI dan PGRS/PARAKU terkait situasi politik Indonesia telah memicu terjadinya Peristiwa Mangkok Merah. Penumpasan kelompok pemberontak tersebut harus juga ikut mengorbankan Etnis Tionghoa yang sudah terlanjur diidentikkan dengan komunis di

120 Indonesia. Selain itu, pergantian kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto membuat situasi politik yang terjadi semakin memanas, hal ini lebih karena perbedaan pandangan antara pemerintahan sebelumnya dengan pemerintahan yang baru menyikapi rencana pembentukan Negara Federasi Malaysia. Kekisruhan politik ini pula yang membuat konflik-konflik dan sentimen anti Tionghoa menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Namun sayangnya, tidak ada solusi khusus untuk meredam ketegangan antara orang-orang Dayak dan Tionghoa. Pemerintah terkesan melakukan pembiaran terhadap sentimen anti Tionghoa yang terjadi. Hal ini juga berkaitan dengan kebijakan pemerintah baru dibawah komando Soeharto untuk menekan dan memaksa orang-orang keturunan Tionghoa yang ada di Indonesia agar melebur kedalam budaya lokal. Hal ini dimaksudkan untuk meredam potensi konflik yang melibatkan Tionghoa di masa mendatang, mengingat kebudayaan mereka yang sangat kuat terkadang menimbulkan antipati di mata rakyat pribumi. Penyelesaian konflik antara Dayak dengan Tionghoa sejalan dengan berakhirnya Operasi Militer ABRI untuk menumpas gerakan PGRS/PARAKU yang berakhir pada tahun 1968. Setelah masamasa itu, Etnis Tionghoa di Indonesia harus menaati undang-undang khusus yang diberlakukan bagi mereka yang tinggal di Indonesia. 5.2. Saran Skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967) ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat khususnya bagi berbagai pihak, antara lain sebagai berikut: 1. Bagi Lembaga Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Bagi lembaga pendidikan, khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA) kajian pada penulisan skripsi ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pengetahuan pada materi Orde Lama dan Orde Baru. Selain itu, juga dapat digunakan sebagai bahan kajian sejarah lokal khususnya wilayah Kalimantan Barat. Adapun kajian dalam skripsi ini secara khusus dapat menambah referensi

121 pada materi pokok Kehidupan Bangsa Indonesia di Masa Orde Baru dan Reformasi yaitu pada jenjang kelas XII SMA mata pelajaran Sejarah Indonesia. Materi pokok tersebut didukung dengan Kompetensi Dasar sebagai berikut (3.5) Mengevaluasi kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa Orde Baru. (3.6) Mengevaluasi kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa awal Reformasi. (3.7) Mengevaluasi peran pelajar, mahasiswa dan tokoh masyarakat dalam perubahan politik dan ketatanegaraan Indonesia. (4.5) Melakukan penelitian sederhana tentang kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa Orde Baru dan menyajikannya dalam bentuk laporan tertulis. (4.6) Melakukan penelitian sederhana tentang kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa awal Reformasi dan menyajikannya dalam bentuk laporan tertulis. (4.7) Menulis sejarah tentang peran pelajar, mahasiswa dan tokoh masyarakat dalam perubahan politik dan ketatanegaraan Indonesia. 2. Bagi Penelitian Selanjutnya Bagi penelitian selanjutnya, penulis berharap skripsi ini dapat menjadi bahan rujukan dan referensi yang bermanfaat. Khususnya untuk penelitian yang membahas tema yang sama, skripsi ini diharapkan mampu menjadi sumber rujukan maupun pembanding. Adapun manfaat lain yang diharapkan adalah pada bagian daftar pustaka skripsi ini dapat menjadi pilihan sumber-sumber bagi penelitian selanjutnya. Penulis juga berharap isi dari kajian skripsi ini mampu memberikan pengetahuan umum bagi penelitian-penelitian selanjutnya. Beberapa hal yang dapat menjadi penelitian lanjutan dari skripsi ini adalah sebagai berikut : Kehidupan masyarakat Dayak pada masa Orde Baru, mengingat pada periode ini kehidupan kelompok etnis Dayak dalam sub-suku mereka sendiri mengalami perubahan. Beberapa tokoh-tokoh Dayak kemudian banyak yang mendapatkan jabatan dalam pemerintahan, sedangkan sebagian lain dari mereka hidup semakin sulit di pedalaman. Pemukiman Dayak pada masa Orde Baru banyak yang digusur, dengan alasan rumah adat Dayak memiliki sanitasi air yang tidak layak.

122 Tumbuhnya Pasar Cina Pontianak. Pengungsian Tionghoa pasca konflik dengan Dayak tahun 1967 kemudian menempati tempat penampungan di Kota Pontianak. Pada perkembangannya, di Kota Pontianak tumbuh Pasar Cina Pontianak yang dibangun oleh pengungsi-pengungsi Tionghoa Kalimantan Barat. Komunitas Tionghoa di Pontianak kemudian mengembangkan Pasar Cina Pontianak menjadi pasar besar dengan perputaran ekonomi yang pesat. Dari Pasar Cina Pontianak, mulai dikenal pola pemukiman yang menyatu dengan tempat usaha dan industri, yang saat ini dikenal dengan istilah Rumah Toko (Ruko). Konflik Dayak dan Madura pada tahun 1997 dan 2001. Dayak kembali berkonflik dengan etnis lain, kali ini mereka berkonflik dengan orang-orang migran Madura. Konflik pertama pecah di Sambas pada Desember 1996 hingga Januari 1997, jumlah korban ribuan jiwa menjadi skala besar untuk menggambarkan konflik ini. Konflik antara Dayak dan Madura kembali pecah pada Februari 2001, kali ini terjadi di Sampit dan terus meluas ke daerahdaerah sekitarnya dan korbannya pun mencapai ribuan jiwa. Permasalahan sosial dan budaya kembali menjadi isu sensitif pada konflik ini. 3. Bagi Departemen Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bagi Departemen Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi perkembangan penelitian di lingkungan Departemen Pendidikan Sejarah. Khususnya dapat memberikan tambahan pengetahuan terkait dengan peristiwa sejarah lokal maupun materi mengenai Orde Lama dan Orde Baru. Selain itu, penulis juga berharap skripsi ini dapat menjadi bahan ajar bagi mata kuliah yang berkaitan dengan kajian pada skripsi ini.