TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas marin. Dengan demikian daerah pantai terdiri dari perairan pantai dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB I PENDAHULAUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

1. Pengantar A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara tradisional oleh suku bangsa primitif. Secara terminologi, etnobotani

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

BAB I. penting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. dipengaruhi pasang surut air laut. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

Hasil dan Pembahasan

TINJAUAN PUSTAKA. didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR SULAWESI BARAT

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

Transkripsi:

5 TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Pesisir Daerah pantai atau pesisir adalah suatu daratan beserta perairannya dimana pada daerah tersebut masih dipengaruhi baik oleh aktivitas darat maupun oleh aktivitas marin. Dengan demikian daerah pantai terdiri dari perairan pantai dan daratan pantai yang saling mempengaruhi. Di beberapa seminar daerah pantai sering disebut pula daerah pesisir atau wilayah pesisir. Pantai adalah daerah di tepi perairan sebatas antara surut terendah dan pasang tertinggi. Daratan pantai adalah daerah di tepi laut yang masih terpengaruh oleh aktivitas marin. Perairan pantai adalah perairan yang masih dipengaruhi aktivitas daratan. Sempadan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi pengamanan dan pelestarian pantai (Pramudiya, 2008). Hingga saat ini belum ditemukan definisi yang tepat dan baku untuk menggambarkan wilayah pesisir. Namun demikian terdapat kesepakatan umum bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai maka wilayah pesisir mempunyai dua macam batas yakni sejajar dengan garis pantai dan tegak lurus garis pantai. Namun demikian batasan tersebut tergantung pula dengan karakteristik lingkungan, sumberdaya yang ada dan sistem negara bersangkutan (Huda, 2008). Wilayah pesisir merupakan wilayah daratan yang berbatasan dengan laut. Batas di daratan meliputi daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut, seperti pasang surut, dan intrusi air laut. Sedangkan batas di laut adalah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan, seperti sedimentasi dan

6 mengalirnya air tawar ke laut, serta yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan. Sedangkan menurut kesepakatan bersama dunia internasional, pantai diartikan sebagai suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan, apabila ditinjau dari garis pantai maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas, yaitu batas sejajar garis pantai (longshore), dan batas tegak lurus pantai (crossshore) (Pramudiya, 2008). Wilayah pesisir merupakan wilayah yang rentan mengalami kerusakan. Dampaknya akan sangat terasa oleh masyarakat yang menghuni wilayah pesisir dimana hal ini akan berpengaruh pada kondisi perekonomian masyarakat yang menggantungkan pada sumber daya pesisir. Salah satu cara yang perlu dilakukan mengajak seluruh pihak termasuk masyarakat untuk bersama-sama menjaga lingkungan pesisir. Langkah pemberdayaan masyarakat guna memunculkan kesadaran perlu diberikan karena akan menjamin terciptanya pengelolaan lingkungan yang lebih efektif dan berkelanjutan. Langkah konservasi pesisir dengan melibatkan masyarakat merupakan kunci keberhasilan pelestarian pesisir yang berkelanjutan yang dapat memberi manfaat ekonomis bagi masyarakat dan pemerintah daerah (Pinto, 2015). Dalam menentukan batasan daerah pesisir pantai memerlukan banyak pertimbangan dari berbagai aspek. Daerah pantai secara umum meliputi estuari, kepulauan, terumbu karang, rawa pantai, bukit pasir (sand dune) dan lagoon. Menurut Pramudiya (2008), beberapa batasan yang telah diatur atau ada di masyarakat, terkait dengan definisi tersebut di atas diantaranya: a. Undang-undang lingkungan hidup: sempadan pantai diatur sejauh 100 m dari batas pasang tertinggi. b. Undang-undang pelayaran: perairan pantai sejauh 3 mil dari garis pantai.

7 c. Keperluan perikanan: perairan pantai adalah perairan yang digunakan untuk penangkapan ikan secara tradisional, kurang lebih 3 mil dari garis pantai. d. Kepentingan rekayasa/teknik pantai: perairan pantai adalah perairan dengan kedalaman sampai 100 atau 150 m. e. Batas negara : Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) kurang lebih sejauh 200 mil dari garis pantai ke arah laut. f. Tebal buffer zone hutan mangrove yang diperlukan adalah = 130 x P, dimana P adalah rentang pasang-surut rata-rata di daerah pantai tersebut. g. Undang-Undang No. 32 tahun 2004, tentang Otonomi Daerah, Perairan pantai untuk kabupaten/kota sejauh 4 mil garis pantai, sedangkan perairan pantai untuk provinsi sejauh 12 mil dari garis pantai. Wilayah pantai merupakan daerah yang sangat intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia, seperti kawasan pertambakan, pertanian, perikanan, pariwisata dan kegiatan lainnya. Adapun kegiatan tersebut akan menimbulkan berbagai permasalahan baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merugikan nilai guna pantai itu. Faktor-faktor penyebab perubahan pesisir menjadi dua macam yaitu alami dan manusia. Faktor alami antara lain: gelombang laut, arus laut, angin, sedimentasi, topografi pesisir, pasang surut, perpindahan muara sungai, dan tsunami. Sedangkan faktor manusia meliputi: penggalian, penimbunan atau penambangan pasir, reklamasi lahan, perlindungan pantai, perusakan vegetasi, pertambakan, dan aktivitas manusia di daerah hulu (hinterland) (Pariyono, 2006).

8 Ekosistem Mangrove Kata mangrove berasal dari gabungan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut dan juga untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Sementara itu, pendapat lain menyatakan bahwa kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi yang digunakan untuk menerangkan marga Avicennia dan masih digunakan sampai saat ini di Indonesia bagian timur (Sosia, dkk., 2014). Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman yang hidup di pantai, estuari atau muara sungai dan delta di tempat yang terlindung pada daerah tropis dan sub tropis. Hutan mangrove alami membentuk zonasi tertentu. Jenis mangrove yang berbeda berdasarkan zonasi disebabkan sifat fisiologis mangrove yang berbeda-beda untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Keanekaragaman mangrove bukan hanya kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya tetapi tidak terlepas juga adanya campur tangan manusia untuk memelihara (Darmadi, dkk., 2012). Ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam wilayah pesisir yang mempunyai peranan penting ditinjau dari sudut sosial, ekonomi dan ekologis. Fungsi utama sebagai penyeimbang ekosistem dan penyedia berbagai kebutuhan hidup bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Sumberdaya hutan mangrove, selain dikenal memiliki potensi ekonomi sebagai penyedia sumberdaya kayu juga sebagai tempat pemijahan (spawning ground),

9 daerah asuhan (nursery ground) dan juga sebagai daerah untuk mencari makan (feeding ground) bagi ikan dan biota laut lainnya, juga berfungsi untuk menahan gelombang laut dan intrusi air laut ke arah darat (Suzana, dkk., 2011). Ekosistem hutan mangrove Indonesia memiliki biodiversitas yang tinggi di dunia dengan jumlah total kurang dari 89 spesies, yang terdiri atas 35 spesies tanaman, 9 spesies liana, 9 spesies perdu, 29 spesies epifit dan 2 spesies parasit. Vegetasi mangrove yang umum dijumpai di wilayah pesisir Indonesia, antara lain sebagai berikut: Api-api (Avicennia), Nyrih (Xylocarpus), Bakau (Rhizophora), Pedada (Sonneratia), Tanjang (Brugueira), Tengar (Ceriops) dan Buta-buta (Exoecaria) (Suryani, 2006). Menurut Ningsih (2008), flora mangrove dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu: 1. Flora mangrove inti, yakni flora mangrove yang mempunyai peran ekologi utama dalam formasi mangrove, yakni Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Avicennia, Nypa, Xylocarpus, Deris, Acanthus, Lumnitzera, Scyphiphora, Smythea dan Dolichandrone. 2. Flora mangrove peripheral (pinggiran), yakni flora mangrove yang secara ekologi berperan dalam formasi mangrove tetapi juga flora tersebut berperan penting dalam formasi hutan lain, yakni: Excoecaria agallocha, Acrostichum aureum, Cerbera manghas, Heritiera littoralis, Hibiscus tiliaceus, dan lain-lain. Menurut Suryani (2006), komunitas mangrove Indonesia berdasarkan komposisi flora serta struktur penampakan umum hutan. Komunitas mangrove Indonesia tersebut adalah : 1. Komunitas Semak Komunitas semak dibentuk oleh jenis-jenis pionir dan terdapat di tepi-tepi laut yang berlumpur lunak. Floranya didominasi oleh Avicennia marina, A. albadan

10 Sonneratia caseolaris. Semai Ceriops tagal mampu pula tumbuh pada komunitas ini namun terdapat pada tempat transisi pasang rendah dan pasang tinggi. Kadang-kadang komunitas ini bercampur dengan tumbuhan non mangrove seperti Pandanus spp, Glochidion littorale, Ficus retusa, Phragmites karka. 2. Komunitas Mangrove Muda Komunitas ini mempunyai satu lapis tajuk hutan yang seragam tingginya dan tersusun terutama oleh Rhizophora spp. Pada tempat yang terlindung dari hempasan ombak kuat, Rhizophora spp. berperan pula sebagai pionir. Jenisjenis lain akan berkembang pula seperti kolonisasi jenis Avicennia dan Sonneratia pada habitat yang tidak baik untuk pertumbuhan Rhizophora. Salah satu jenis tersebut adalah Avicennia alba, mampu bertahan terus dan dapat tumbuh hingga mencapai tinggi melampaui tajuk Rhizophora. Pada tingkat perkembangan lebih lanjut, terjadi percampuran antara jenis-jenis Rhizophora dan beberapa jenis mangrove lainnya seperti Bruguiera, Xylocarpus dan di bagian yang jauh dari tepi laut bercampur dengan E. agallocha. 3. Komunitas Mangrove Tua Tipe ini merupakan komunitas yang sudah mencapai perkembangannya (klimaks). Sering didominasi jenis-jenis Rhizophora dan Bruguiera yang pohonnya besar dan tinggi. Rhizophora mucronata dan R. apiculata mendominasi habitat lumpur lunak. R. stylosa habitat pasir dan Bruguiera spp. Lumpur padat. Pada keadaan klimaks ini keseimbangan telah tercapai, tetapi tidak stabil. Pohon-pohon mangrove penyusun tipe komunitas ini dapat mencapai diameter 50 cm.

11 4. Komunitas Nipah Pada komunitas ini tumbuhan nipah (Nypa fructican) tumbuh melimpah dan merupakan jenis utama, bahkan sering pula nipah berkembang menjadi komunitas murni yang luas. Dalam komunitas nipah beberapa jenis pohon mangrove tumbuh tersebar tidak merata seperti Lumnitzera spp., Excoecaria agallocha, Heritiera littoralis, Intsia bijuga, C. manghas. Keanekaragaman jenis dan pertumbuhan mangrove di antaranya dipengaruhi oleh suplai air tawar dari sungai yang bermuara ke laut serta kesesuaian habitat setiap jenis terhadap iklim dan kondisi geografis pesisir. Keberadaan strata semai sangat mempengaruhi keberlanjutan proses suksesi dan proses dinamika ekologi mangrove ke depannya. Mangrove mampu tumbuh dengan baik pada muara sungai besar atau delta melalui proses sedimentasi sehingga membantu kolonisasi mangrove baru (Mukhlisi, dkk., 2013). Fungsi dan Manfaat Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropika yang mempunyai manfaat ganda baik aspek ekologi maupun sosial ekonomi. Besarnya peranan ekosistem mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan, baik yang hidup di perairan, di atas lahan maupun di tajuk-tajuk pohon mangrove serta ketergantungan manusia terhadap ekosistem mangrove tersebut (Huda, 2008). Menurut Elhaq dan Satria (2011), fungsi ekologi mangrove, yaitu: (1) Melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut, dan angin topan; (2) Mempercepat pembentukan tanah; (3) Mengendalikan banjir; (4) Menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap endapan material dari darat yang

12 terbawa air sungai ke laut; (5) Sebagai plasma nutfah dan habitat berbagai organisme lain; (6) Feeding ground, nursery ground, spawning ground, berbagai hewan terutama larva ikan dan udang. Fungsi sosial ekonomi mangrove, yaitu: (1) Hasil kayu-kayu bernilai ekonomi seperti untuk kayu bangunan dan tannin; (2) Bahan baku pembuatan kertas; (3) Sarana rekreasi; (4) Tempat pemijahan ikan dan udang. Menurut Setiawan (2013), fungsi hutan mangrove secara ekologis sebagai tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground), dan tempat berkembang biak (nursery ground) berbagai jenis ikan, udang, kerang dan biota laut lainnya, tempat bersarang berbagai jenis satwa liar terutama burung dan reptil. Bagi beberapa jenis burung, vegetasi mangrove dimanfaatkan sebagai tempat istirahat, tidur bahkan bersarang. Selain itu, mangrove juga bermanfaat bagi beberapa jenis burung migran sebagai lokasi antara (stop over area) dan tempat mencari makan, karena ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang kaya sehingga dapat menjamin ketersediaan pakan selama musim migrasi. Vegetasi mangrove juga memiliki kemampuan untuk memelihara kualitas air karena vegetasi ini memiliki kemampuan luar biasa untuk menyerap polutan (logam berat Pb, Cd dan Cu), di Evergaldes negara bagian California Amerika Serikat, mangrove adalah komponen utama dalam menyaring polutan sebelum dilepas ke laut bebas. Fungsi lain yang penting adalah sebagai penghasil bahan organik yang merupakan mata rantai utama dalam jaringan makanan ekosistem mangrove. Daun mangrove yang gugur melalui proses penguraian oleh mikro organisme diuraikan menjadi partikel-partikel detritus. Detritus kemudian menjadi bahan makanan bagi hewan pemakan detritus seperti: cacing, mysidaceae (udang-udang

13 kecil/ rebon). Selanjutnya hewan pemakan detritus menjadi makanan larva ikan, udang dan hewan lainnya. Pada tingkat berikutnya hewan-hewan tersebut menjadi makanan bagi hewan-hewan lainnya yang lebih besar dan begitu seterusnya untuk menghasilkan ikan, udang dan berbagai jenis bahan makanan lainnya yang berguna bagi kepentingan manusia (Huda, 2008). Mangrove merupakan ekosistem yang sangat produktif. Berbagai produk dari mangrove dapat dihasilkan baik secara langsung maupun tidak langsung, di antaranya kayu bakar, bahan bangunan, keperluan rumah tangga, kertas, kulit, obat-obatan dan perikanan. Melihat beragamnya manfaat mangrove, maka tingkat dan laju perekonomian pedesaan yang berada di kawasan pesisir seringkali sangat bergantung pada habitat mangrove yang ada di sekitarnya. Contohnya, perikanan pantai yang sangat dipengaruhi oleh keberadaan mangrove, merupakan produk yang secara tidak langsung mempengaruhi taraf hidup dan perekonomian desadesa nelayan. Sejarah pemanfaatan mangrove secara tradisional oleh masyarakat untuk kayu bakar dan bangunan telah berlangsung sejak lama. Bahkan pemanfaatan mangrove untuk tujuan komersial seperti ekspor kayu, kulit (untuk tanin) dan arang juga memiliki sejarah yang panjang (Sosia, dkk., 2014). Pemanfaatan sumberdaya ekosistem mangrove secara ideal seharusnya mempertimbangkan kebutuhan masyarakat narnun tidak menganggu keberadaan dari sumberdaya tersebut. Dalam upaya ini Departemen Kehutanan telah memperkenalkan suatu pola pemanfaatan yang disebut "silvofishery" dengan bentuk tumpangsari. Pola ini adalah kombinasi antara tambak/empang dengan tanaman mangrove. Pola ini dianggap paling cocok untuk pemanfaatan ekosistem mangrove saat ini. Dengan pola ini diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat

14 ditingkatkan sedangkan ekosistem mangrove masih tetap terjamin kelestariannya (Huda, 2008). Strategi pelestarian yang melibatkan masyarakat lokal dipandang lebih efektif dibandingkan dengan pelestarian satu arah yang hanya melibatkan pemerintah. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya fungsi pelestarian dalam suatu kawasan, akan dapat memelihara fungsi keseimbangan ekosistem dan fungsi ekonomi kawasan tersebut bagi masyarakat setempat, sehingga dengan adanya keseimbangan ekosistem lingkungan tersebut diharapkan tercapai optimalisasi dan keberlanjutan pengelolaan wilayah tersebut (Erwiantono, 2006). PenyebabKerusakan Ekosistem Mangrove Kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah perubahan fisik biotik maupun abiotik di dalam ekosistem hutan mangrove menjadi tidak utuh lagi atau rusak yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Tingkat pemanfaatan hutan mangrove yangdilakukan oleh penduduk pada bagian tumbuhan sangat tinggi yaitu bagian pohon (kayu,buah, biji, dan akar) sebanyak 93,36% dan pemanfaatan biota sebayak 6,64%. Hubungannya dengan kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah semakinberkurangnyan spesies pohon mangrove akibat pemanfaatan yang dilakukan oleh penduduk lambat laun semakin habis (Rahman, 2013). Penduduk juga memberikan sumbangan terhadap penurunan luas mangrove di Indonesia. Seperti diketahui, penduduk setempat telah memanfaatkan mangrove dalam kurun waktu yang lama, namun diyakini bahwa kegiatan mereka tidak sampai menimbulkan kerusakan yang berarti pada ekosistem ini. Akan

15 tetapi, hal tersebut telah berubah dalam dekade terakhir ini seiring dengan adanya pertambahan populasi penduduk, baik karena pertambahan alami maupun perpindahan dari luar. Kegiatan masyarakat yang menyebabkan hilangnya mangrove ini terutama adalah pemanfaatan areal mangrove untuk pembangunan tambak. Reklamasi untuk keperluan budidaya perikanan dan pertanian tampaknya saat ini dianggap sebagai suatu kegiatan pembangunan utama yang berlangsung di areal mangrove. Kegiatan reklamasi tersebut sebenarnya berbiaya tinggi dan acapkali tidak berkelanjutan, serta sering menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap lingkungan. Keuntungan yang dihasilkan sebagian besar diraup oleh mereka yang datang dari luar, dan hanya sebagian kecil saja yang dinikmati oleh penduduk setempat, berupa hasil penangkapan ikan dan pengumpulan hasil hutan yang dilaksanakan secara tradisional. Adanya pembangunan budidaya perikanan berkaitan dengan konversi lahan mangrove yang terjadi di Malaysia, baik secara ekonomis maupun secara ekologis (Noor, dkk., 2012). Kegiatan manusia, pola pemanfaatan sumberdaya alam dan pola pembangunan dituding sebagai faktor penyebab penting yang terjadinya kerusakan ekosistem hutan mangrove. Tindakan manusia seperti membuka lahan untuk tambak yang melampaui batas daya dukung, maupun memanfaatkan tanaman mangrove secara berlebih tanpa melakukan rehabilitasi akan menyebabkan terjadinya degradasi ekosistem hutan mangrove. Pola pemanfaatan lahan yang bersifat tidak ramah lingkungan juga akan mengancam keberadaan ekosistem hutan mangrove. Demikian pula pola pembangunan yang dijalankan di daerah akan mempengaruhi kelestarian sumberdaya hutan mangrove (Gumilar, 2012).

16 Kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang kebijakan kepesisiran, tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, watak masyarakat, serta tekanan biaya hidup menyebabkan masyarakat pesisir sering melakukan perusakan lingkungan pesisir. Hal ini diperkuat bahwa kerusakan pesisir lebih dipengaruhi oleh faktor alam dan manusia. Tingkat pendidikan, persepsi dan pendapatan mempengaruhi kepentingan terhadap pemanfaatan wilayah pesisir. Pengaruh pendapat masyarakat terhadap lingkungan merupakan bagian dari mekanisme yang menghasilkan perilaku yang nyata dari masyarakat itu sendiri dalam menciptakan perubahan dalam lingkungan mereka. Adanya interaksi antara manusia dengan alam juga menyebabkan degradasi eksosistem (Pinto, 2015). Dampak Kerusakan Ekosistem Mangrove Besarnya manfaat yang ada pada ekosistem hutan mangrove, memberikan konsekuensi bagi ekosistem hutan mangrove itu sendiri, yaitu dengan semakin tingginya tingkat eksploitasi terhadap lingkungan yang tidak jarang berakhir pada degradasi lingkungan yang cukup parah. Sebagai contoh adalah berkurangnya luasan hutan mangrove dari tahun ke tahun. Hal ini tidak terlepas dari ulah manusia yang kurang paham akan pentingnya kelestarian ekosistem hutan mangrove di kemudian hari. Masyarakat hanya menilai hutan mangrove dari segi ekonominya saja, tanpa memperhatikan manfaat-manfaat fisik dan juga biologi yang ditimbulkan (Suzana, dkk., 2011). Beberapa dampak dari aktivitas manusia terhadap ekosistem mangrove dapat dilihat pada Tabel 1.

17 Tabel 1. Dampak dari Kegiatan Manusia Terhadap Ekosistem Mangrove Kegiatan Tebang habis Pengalihan aliran air tawar, misalnya pada pembangunan irigasi Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan Pembuangan cair (Sewage) sampah Dampak Potensial Berubahnya komposisi tumbuhan: pohon-pohon mangrove akan digantikan oleh spesies-spesies yang nilai komersialnya rendah dan hutan mangrove yang ditebang habis ini tidak lagi berfungsi sebagai daerah mencari makan (feeding ground) dan daerah pengasuhan (nursery ground) yang optimal bagi bermacam ikan dan udang stadium muda yang komersial penting. Peningkatan salinitas hutan rawa mangrove menyebabkan dominasi dari spesies-spesies yang lebih toleran terhadap air yang menjadi lebih asin, ikan dan udang dalam stadium larva dan juvenil mungkin tak dapat mentoleransi peningkatan salinitas, karena mereka lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan. Menurunnya tingkat kesuburan hutan mangrove karena pasokan zat-zat hara melalui aliran air tawar berkurang. Mengancam stok ikan dan udang diperairan, pertanian dan perikanan lepas pantai yang memerlukan hutan rawa mangrove sebagai nursery ground larva dan/ atau stadium muda ikan dan udang. Pencemaran laut oleh bahan-bahan pencemar yang sebelum hutan mangrove dikonversi dapat diikat oleh substrat hutan mangrove. Pendangkalan perairan pantai karena pengendapan sedimen yang sebelum hutan mangrove dikonversi mengendap dihutan mangrove. Intruksi garam melalui saluran-saluran alam yang bertahan keberadaaanya atau melalui saluransaluran buatan manusia yang bermuara di laut. Erosi garis pantai yang sebelumnya ditumbuhi mangrove. Penurunan kandungan oksigen terlarut dalam air, bahkan dapat terjadi karena anoksik dalam air sehingga bahan organik yang terdapat dalam sampah cair mengalami dekomposisi anaerobik yang antara lain menghasilkan hidrogen sulfida (H 2 S) dan amonia (NH 3 ) yang keduanya merupakan racun bagi organisme hewani dalam air. Bau H 2 S seperti telur busuk yang dapat dijadikan indikasi berlangsungnya dekomposisi anaerobik.

18 Tabel 1. Lanjutan Kegiatan Pembuangan sampah padat Pencemaran minyak akibat terjadinya tumpahan minyak dalam jumlah besardan ekstrasi mineral Di daratan sekitar hutan mangrove Sumber : Dahuri, dkk., 2004. Dampak Potensial Kemungkinan terlapisnya pnuematofora dengan sampah yang akan mengakibatkan kematian pohon- pohon mangrove. Perembesan bahan-bahan pencemar dalam sampah padat yang kemudian larut dalam air ke perairan disekitar pembuangan sampah. Kematian pohon-pohon mangrove akibat terlapisnya pnuematofora oleh minyak. Kerusakan total ekosistem hutan mangrove di lokasi penambangan dan ekstaksi mineral yang dapat mengakibatkan musnahnya daerah asuhan (nursery ground) dapat mengakibatkan musnahnya daerah asuhan bagi larva dan bentuk-bentuk juvenil ikan dan udang yang berkomersial penting di lepas pantai, dan dengan demikian mengancam regenerasi ikan dan udang tersebut. Pengendapan sedimen yang berlebihan yang dapat mengakibatkan terlapisnya pnuematofora oleh sedimen yang pada akhirnya dapat mematikan pohon mangrove.