BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode analisis wacana kritis atau juga disebut dengan critical

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu metode

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah

Bagan 3.1 Desain Penelitian

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif,

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang

BAB III METODE PENELITIAN. disebut: Science Research Method. Metodologi berasal dari kata methodogy,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. mendalam. Dalam bab ini peneliti akan menggunakan Analisis Wacana yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 3.3 Desain Penelitian

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. berkaitan dengan hasil penelitian struktur teks van Dijk.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. latar dan individu secara holistic yang disebut dengan kualitatif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. menyeluruh dan dengan cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada

BAB III METODE PENELITIAN. beberapa masjid di Surabaya, sebagaimana seseorang peneliti dalam kegiatan

BAB III ANALISIS WACANA. analisis teks media diantaranya analisis wacana (discourse analysis), analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pidato sebagai Media Penyampaian Makna Komunikasi. kebersamaan atau kesamaan makna.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. konstruksi media dalam pemberitaan adalah model framing yang dikemukakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

SKRIPSI. Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Diajukan oleh: Agatha Rebecca Rajagukguk

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak.

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap permasalahan yang ada. Metode penelitian bermakna seperangkat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan metode analisis framing dari Zhongdang Pan dan Gerald

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian merupakan usaha untuk menangkap gejala-gejala alam dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. suatu kebenaran yang sesuai dengan target dan tujuan. Seorang peneliti perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan

WACANA PENCITRAAN KINERJA ANGGOTA DPR PADA SURAT KABAR PIKIRAN RAKYAT (Analisis Wacana Kritis)

BAB I PENDAHULUAN. Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari

IMPLEMENTASI VISI DAN MISI TELEVISI LOKAL DI KOTA MEDAN (Studi Analisis Isi DAAI TV Medan Dalam Program Siaran Lokal) ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom

BAB III METODE PENELITIAN. oleh proses sejarah dan kekuatan-kekuatan sosial, budaya dan ekonomi

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1

BAB III METODE PENELITIAN. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mencapai sesuatu, dan

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan

BAB III. Metode Penelitian. Seperti halnya ilmu-ilmu sosial yang menjadi induk, ilmu dan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalamdalamnya.

BAB III METODE PENELITIAN. upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati dan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi

BAB I PENDAHULUAN. LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), kemudian berubah nama menjadi PT Bank

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. yang bersifat menjelaskan, menggambarkan atau menuturkan dan menafsirkan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik

BAB III METODE PENELITIAN. tertentu. model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma-paradigma

BAB IV PENUTUP. sebuah realitas media yang dianggap benar oleh khalayak. Masyarakat percaya

Bab III Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB III METODE PENELITIAN. Science Researt Method. Metodelogi berasal dari kata methodology,

BAB III METODE PENELITIAN. seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang

BAB I PENDAHULUAN. musik, pemilihan instrumen musik, dan cara ia membawakannya. Musik adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Faktor Yang Mempengaruhi Konten Media

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita

IMPERIALISME BUDAYA DALAM KOMIK JEPANG (Analisis Wacana tentang Bentuk Imperialisme Budaya dalam Komik Jepang)

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tertentu sesuai dengan apa yang akan dikaji atau diteliti secara ilmiah. Ada dua

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II SEMIOTIK. A. Sistem Kerja Semiotik dalam Penelitian ini

EPILOG (ditujukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Analisis Framing)

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian. Metodologi dipengaruhi atau berdasarkan perspektif teoretis. yang rumit dengan peristiwa dan situasi lain.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi kajian menarik manakala di komunikasi lintas kebudayaan dan

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

Transkripsi:

29 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode analisis wacana kritis atau juga disebut dengan critical discourse analisis (CDA) 1 model Van Dijk. 2 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi politik yang digunakan oleh Presiden. Abdurahman Wahid dalam pidato Kenegaraan Republik Indonesia di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000. Penelitian deskriptif kualitatif ini merupakan suatu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, baik tertulis maupun lisan dari orang-orang dan atau perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara holistic 1 Pilihan menggunakan metode CDA, karena metode ini dipandang mampu menguraikan tiga permasalahan dalam kajian atau teks pidato kenegaraan tersebut. Kemampuan CDA untuk mengungkapkan interest politik dibalik teks telah di akui oleh Teun Vand Dijk. Dalam hal ini metode CDA mampu mengungkapkan pergumulan politik berdasarkan kajian diskursus. Metode ini berbeda dengan metode content analysis lainya, seperti analisis wacana ataupun analisis framing. Kelebihan metode ini terletak pada kemampuannya melakukan analisis multi-track, yakni mikro, messo, dan makro sehingga kajian terhadap diskursus tidak hanya memberi arti atau makna saja, tetapi mampu menjelaskan kontekstualitas teks itu terhadap situasi sosiologinya, setelah itu tahap makro, kritisasi atas temuan data. Lihat Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur, hal. 19-20 2 Model Van Dijk adalah model yang paling banyak digunakan. Hal ni mungkin karena Vand Dijk mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga bisa didayagunakan dan dipakai secara praktis. Model yang digunkan oleh Vand Dijk sering disebut sebagai kognisi sosial. Nama pendekatan semacam ini tidak dapat dilepaskan dari karakteristik pendekatan yang diperkenalkan oleh Van Dijk. Oleh karena itu, penelitian mengenai wacana tidak bisa mengeksklusi seakan-akan teks adalah bidang yang kosong. Pendekatan ini membantu memetakan bagaimana produksi teks yang melibatkan proses yang kompleks tersebut dapat dipelajari dan dijelaskan. Lihat Eriyanto, Analisis Wacana..., hal. 221-222 29

30 (utuh). Deskriptif dalam penelitian ini berarti data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan merupakan angka-angka. 3 Penelitian ini berisi kutipan-kutipan data teks pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 agustus 2000 untuk memberi gambaran atas penyajian wacananya. Penelitian ini merupakan suatu penelitian dengan menggunakan metode analisis wacana kritis. Analisis wacana menekankan pada pemaknaan teks dari pada penjumlahan unit kategori. Dasar dari analisis wacana adalah interpretasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari metode interpretative yang mengandalkan interpretasi dan penafsiran peneliti. Analisis wacana kritis adalah sebuah upaya atau proses (penguraian) untuk memberi penjelasan dari sebuah teks (realita sosial) yang mau atau sedang dikaji oleh penulis. Analisis wacana kritis mencoba untuk menggali secara mendalam bagaimana teks pidato kenegaraan tergambarkan. Analisis wacana kritis juga berperan dalam menelisik lebih jauh mengenai motif-motif politik dengan ideologi-kekuasaan tertentu. B. Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah teks pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 agustus 2000. Teks pidato kenegaraan merupakan suatu catatan dokumen negara yang menjadi 3 Jonathan Sarwono, Metode Penelitian (Kuantitatif dan Kualitatif), Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006, hal. 11.

31 salah satu bukti otentik kepemimpinan Abdurahman Wahid menjadi presiden ke-4. Langkah metodis yang ditempuh dalam kajian ini adalah: teks yang diproduksi Gus Dur diletakan sebagai objek material yaitu teks berasal dari teks pidato Gus Dur sebagai Presiden Republik Indonesia ke-4 yang disimpan di arsip istana negara selama kurun waktu 1999-2001. Kemudian teks dikumpulkan berdasarkan tematik-kronologis. Langkah ini dilakukan untuk memudahkan melakukan proses intertekstualitas antartekstualitas antartekstematik yang terjadi senjang waktu tersebut. Titik perhatian difokuskan, pada teks tersebut dengan kata lain pada teks pidato ini ditekankan pada kontinuisitas ide-ide kritis yang diusung Gus Dur selama menjabat sebagai presiden, sehingga wacana yang dibangun oleh Gus Dur dalam teks pidato tersebut telah mampu menggambarkan wacana yang ingin dibangun oleh Gus Dur selama kepemimpinannnya, dalam rangka untuk mensejahteraan rakyatnya. Berikut penulis representasikan wacana yang terbangun dalam teks pidato kenegaraan tersebut. Tabel Representasi Wacana Teks Pidato Kenegaraan Presiden Abdurrahman Wahid di Depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000 1. Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid Di Depan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000 1. Kekuasaan 2. Demokrasi 3. Humanisme 4. Kepentingan Nasional 5. Masyarakat Sipil 6. Supremasi dan Penegakan Hukum 7. Penyelenggaraan

32 Pemerintahan yang Baik 8. Kebebasan dan Hak Asasi Manusia C. Sumber Data 1. Data Primer Data Primer membutuhkan data atau informasi dari sumber pertama. 4 Dalam hal ini yang menjadi data primer penulis adalah teks pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000. Data tersebut diakses melalui web kepresidenan yang tidak bisa diragukan lagi validitas datanya. (http://www.ri.go.id/istana/speech/ind/16agustus00.htm). 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang menggunakan bahan bukan dari sumber pertama sebagai serana untuk memperoleh data atau informasi untuk menjawab masalah yang diteliti oleh penulis. 5 Sumber data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari luar data primer. Data sekunder dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi riset pustaka yang mengangkat hal-hal terkait dengan komunikasi politik yang termanisfestasikan didalam teks pidato kenegaraan tersebut 4 Ibid., hal. 16. 5 Ibid., hal. 17.

33 D. Skema Penelitian Model Van Dijk Kognisi Konteks Kognisi sosial Teks (Sumber: Eriyanto, 2012: 225) Dalam melakukan suatu analisis wacana, selain analisis atas teks juga diperlukan analisis kognisi sosial dan kognisi konteks sosial akan suatu hal yang diteliti. Kognisi sosial merupakan dimensi untuk menjelaskan bagaimana suatu teks diproduksi oleh individu / kelompok oleh penulis dimensi ini bisa dilakukan dengan riset perpustakaan. Konteks sosial / analisis sosial melihat bagaimana teks itu dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat atas wacana penulis dimensi ini bisa dilakukan dengan wawancara kepada responden atau pihak yang terkait. Sedangkan analisis teks merupakan dimensi yang menjelaskan dan memaknai suatu teks. 6 E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui dokumentasi dan studi pustaka. 6 Eriyanto, Analisis Wacana hal. 225.

34 1. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan pengumpulan data yang mengamati dan mempelajari data-data penelitian dari buku-buku literatur, artikel, dan sumber bacaan lain yang dianggap relevan. Dalam proses studi pustaka ini, dapat diperoleh data-data yang terkait dengan penelitian maupun definisidefinisi berbagai hal yang berkaitan. Studi pustaka juga merupakan suatu langkah dalam proses penguatan pemahaman dan internalisasi makna akan berbagai hal yang terkait dalam proses penelitian. 2. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi ialah tekhnik pengumpulan data dengan mempelajari catatan-catatan mengenai data pribadi. 7 Dalam hal ini yang menjadi riset dokumentasi adalah teks pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000. F. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif dengan model Van Dijk ini menggunakan teknik analisis data secara pemrosesan satuan dengan tipologi satuan dan penyusunan satuan. Teknik tersebut bertujuan untuk menentukan kategorisasi yang tepat. Mengutip pendapat Bogdan dan Biklen dalam Lexi J. Moleong, Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, 7 Abdurrahman Fathoni, Metodologi Penelitan dan Teknis Penyusunan Skripsi, Jakarta: Rineka Cipta, 2006, hal. 112.

35 menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. 8 G. Elemen Wacana dan Unit Analisis Model Teun Van Dijk Definisi Operasional Definisi operasional di sini merupakan suatu pemaparan dan penjelasan mengenai hal-hal yang terkait dalam elemen wacana dan unit analisis model Van Dijk. Pemaparan ini sangat diperlukan guna mengetahui secara jelas maksud dari analisis teks model Van Dijk yang akan dilakukan 1. Tematik (Gagasan Inti, Ringkasan, Utama dari Teks) Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin diungkapkan. Topik menunjukkan konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu teks. Oleh karena itu sering disebut sebagai tema atau topik. Topik menggambarkan gagasan apa yang dikedepankan atau gagasan inti dalam melihat atau memandang suatu peristiwa. Tematik terkait erat dengan topik, dimana topik tersebut kerap disandingkan dengan tema umum dari suatu teks yang kemudian diperjelas dengan subtopik-subtopik pendukung yang lain. 9 2. Skematik (Pendahuluan, isi, kesimpulan) Berbeda dengan tematik yang menggambarkan secara umum makna teks, skematik merupakan penggambaran umum dari bentuk suatu teks itu 8 Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005, hal. 248. 9 Eriyanto, Analisis Wacana, hal. 229.

36 sendiri. Bentuk suatu wacana yang disusun dengan sejumlah kategori maupun pembagian baik dari pendahuluan, isi, kesimpulan, penutup, dan sebagainya. Skematik juga berunsur lead suatu wacana. Dalam hal ini, skematik merupakan suatu strategi penulis untuk menonjolkan bagian yang ingin diungkapkan maupun justru menyembunyikan hal tersebut. 10 3. Semantik (Latar/arti) Semantik secara harfiah berarti tanda atau lambang. Dalam hal ini, semantik dimaksudkan sebagai tanda linguistik. Tanda linguistik tersebut dipertegas dengan penggunaan latar, detil, dan sudut pandang aspek lain, kata penghubung, kata pengganti, bentuk kalimat, dan aspek lain yang dapat dapat menimbulkan maksud secara implisit maupun eksplisit. Aspek-aspek di atas dapat dipaparkan sebagai berikut: a. Latar Latar merupakan elemen yang penting dalam suatu teks. Latar dapat membongkar maksud dan tujuan penulis. Latar digambarkan sebagai suatu aspek yang digunakan untuk menggambarkan tempat dan waktu suatu peristiwa dan hendak dibawa kemana makna suatu teks disampaikan. 11 Latar dapat menjadi pembenaran gagasan yang diajukan dalam suatu teks. Terkadang maksud atau isi utama suatu teks tidak terpaparkan secara jelas (eksplisit). Oleh karena itu, melalui latar 10 Ibid., hal. 231. 4. 11 Yoce Aliah Darma, Analisis Wacana Kritis, Bandung: CV. Yrama Widya, 2009, hal.

37 pembaca dapat menginterpretasikan makna yang disembunyikan penulis. 12 b. Detil Elemen detil digunakan sebagai strategi penulis untuk menekankan hal-hal yang ingin ditonjolkan. Melalui elemen detil, penulis dapat menyampaikan dan mengekspresikan sikapnya secara implisit. Dalam mempelajari elemen detil, yang harus diteliti adalah keseluruhan dimensi peristiwa, bagian mana yang diuraikan secara panjang lebar dan bagian mana yang diuraikan dengan sedikit detil. 13 Dijelaskan pula oleh Eriyanto, bahwa elemen detil ditambahkan untuk mempertegas makna teks. Penulis dapat memperkuat kesan nilai positif maupun negatif melalui detil yang disampaikan. Detil berhubungan dengan kontrol informasi yang disampaikan. Detil merupakan penegasan secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu pada khalayak baik itu positif maupun negatif. c. Maksud Elemen maksud melihat pemaparan informasi dari penulis, apakah secara eksplisit atau implisit. Dalam pemaparannya, elemen maksud disajikan secara jelas dan dengan kata-kata yang tegas jika hal tersebut bersifat positif ataupun memang ingin ditonjolkan oleh penulis. Sebaliknya, jika hal yang ingin disampaikan merupakan hal negatif 12 Eriyanto, Analisis Wacana, hal. 235. 13 Ibid., hal. 238.

38 ataupun penulis ingin menutupi dengan versi lain, maka penulis dapat menyampaikannya melalui eufimistik yang tersamar dan berbelitbelit. 14 d. Praanggapan Elemen praanggapan merupakan suatu pernyataan, pernyataan tersebut digunakan untuk mendukung atau menguatkan suatu teks. Praanggapan dinyatakan sebagai upaya penguatan melalui premis yang dapat dipercaya kebenarannya. Melalui penguatan inilah, penulis dapat menggambarkan suatu informasi dengan terpercaya. 15 4. Sintaksis (Bentuk Kalimat) Sintaksis merupakan upaya dalam menghubungkan kalimat-kalimat. Kalimat yang dihubungkan ini dapat merupakan suatu fakta yang berkaitan ataupun tidak sama sekali sehingga menjadi koheren. Menurut Eriyanto, unsure-unsur sintaktis didefinisikan sebagai berikut: a. Bentuk Kalimat Eriyanto memaparkan bahwa bentuk kalimat menitik beratkan perhatian pada penempatan subjek dalam kalimat. Hal ini berkaitan akan asumsi bahwa pembentukan makna dipengaruhi oleh bentuk atau susunan kalimat. Penempatan subjek dalam suatu kalimat mempengaruhi pemaknaan akan kalimat tersebut. Makna yang muncul dari susunan kalimat yang berbeda dengan perbedaan posisis sentral maka akan mempengaruhi proses pemaknaan kalimat tersebut. 14 Ibid., hal. 240. 15 Ibid., hal. 256.

39 b. Kata Ganti Kata ganti digunakan penulis untuk menunjukkan posisi seseorang dalam suatu wacana melalui bahasa imajinatif yang digunakan. Melalui penggunaan kata ganti, penulis mengekpresikan sikap dan cara pandang. Penggunaan kata yang berbeda akan memberikan pemaknaan yang berbeda pula terkait dengan sudut pandang yang disampaikan penulis. 16 c. Koherensi Koherensi merupakan penghubungan 2 kalimat yang berbeda sehingga menjadi suatu kalimat yang koheren atau terhubung. Dalam koherensi, 2 buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren. Dalam hal ini, koherensi merupakan elemen yang menggambarkan bagaimana peristiwa dihubungkan atau dipandang saling terpisah oleh penulis. 17 Dalam hal ini, Eriyanto menjelaskan bahwa koherensi merupakan suatu pertalian antarkata atau kalimat dalam suatu teks. Koherensi menitikberatkan perhatiannya pada penggunaan kata hubung atau konjungsi. Kata hubung seperti dan, akibat, untuk, tetapi, atau, dan lain sebagainya memberikan suatu pemaknaan berbeda pada kalimat majemuk dalam suatu teks. 16 Ibid., hal. 253. 17 Ibid., hal. 242.

40 d. Koherensi Kondisional Koherensi kondisional menjadi penjelas mengenai maksud maupun tujuan tersembunyi yang diekspresikan dalam kalimat oleh penulis. Ada tidaknya anak kalimat tidak mempengaruhi arti kalimat sebagai penjelas. Kalimat tersebut tidak akan berubah makna atau artinya anak kalimat dihilangkan. Seperti yang telah dipaparkan oleh Eriyanto, bahwa elemen koherensi kondisional menitik beratkan perhatiannya pada penggunaan anak kalimat sebagai penjelas. Anak kalimat menjadi cermin kepentingan komunikator karena dalam kalimat tersebut dapat memberikan keterangan baik maupun buruk. 18 e. Koherensi Pembeda Koherensi pembeda berhubungan dengan pernyataan bagaimana dua peristiwa atau fakta hendak dibedakan. Koherensi pembeda menggunakan kata penghubung dengan tujuan memunculkan makna kontras atau berlainan secara tegas. Koherensi pembeda dapat membuat dua buah peristiwa atau fakta seolah-seolah saling bertentangan dan berseberangan. Sebagai contoh, penggunaan konjungsi dibandingkan. Melalui kata penghubung tersebut, suatu peristiwa dapat terlihat bertentangan. Pembandingan tersebut akan memunculkan makna dalam teks pada saat pembaca menilai subjeksubjek pemberitaan. 19 18 Ibid., hal. 244. 19 Ibid., hal. 247.

41 5. Stilistik Stilistik menempatkan bahasa sebagai hal yang utama. Stilistik menguraikan pemahaman struktur dan fungsi linguistik dalam memahami suatu teks. Stilistik dimaksudkan untuk mengeksplorasi bahasa atau secara khusus menguraikan kreativitas penggunaan bahasa. Stilistik menempatkan bahasa sebagai hal yang utama. Unsur-unsur stilistik seperti leksikon menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Leksikon merupakan kumpulan dari kata-kata suatu bahasa atau dapat juga disebut sebagai kumpulan leksem suatu bahasa. Leksem disini merupakan kata satuan gramatika bebas terkecil. Pilihan kata-kata yang dipakai menunjukkan sikap dan ideologi tertentu. Peristiwa yang sama dapat digambarkan secara berbeda dengan penggunaan leksikon yang berbeda. Sebagai contoh, tamu tak diundang yang berarti pencuri. Selain itu para demonstran yang dilabeli perusuh namun dapat pula dilabeli dengan pahlawan rakyat. Leksikon mana yang dipakai tergantung pada sudut pandang dan ideologi penulis. 20 6. Retoris Retoris merupakan salah satu cara untuk menggali ideologis penulis dalam mengekspresikan pemikirannya dalam suatu teks. Dalam penulisan suatu teks, pengggunaan asesoris seperti garis bawah, penggunaan huruf tebal, pilihan bentuk huruf, peribahasa, gambar, pepatah, kiasan-kiasan, maupun asesoris lain sejenisnya ditujukan untuk menekankan maksud dari 20 Ibid., hal. 255.

42 pemikiran penulis. Menurut Eriyanto, asesoris-asesoris tersebut dipaparkan sebagai berikut: a. Grafis Elemen grafis merupakan suatu bagian yang menunjukkan bagian yang ingin ditonjolkan penulis misalnya dengan pemakaian huruf tebal, miring, pemakaian garis bawah, maupun perbedaan ukuran huruf, bentuk foto, gambar, atau tabel. Elemen grafis memberikan efek kognitif dalam suatu wacana guna mengontrol ketertarikan perhatian. 21 b. Metafora Metafora merupakan suatu kiasan yang disampaikan penulis sebagai suatu pembenar atas informasi yang disampaikan. Metafora sebagai landasan berpikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik. Pemakaian metafora tertentu bisa menjadi petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks. Dalam penggunaannya, metafora dapat tergambarkan melalui kepercayaan masyarakat, ungkapan sehari-hari, kiasan, peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan dapat pula ungkapan-ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci. c. Pengingkaran Dijelaskan oleh Eriyanto bahwa pengingkaran adalah sebuah elemen dimana publik dapat membongkar sikap atau ekspresi penulis yang disampaikan secara sembunyi-sembunyi. Hal yang tersembunyi 21 Ibid., hal. 257.

43 tersebut menggambarkan seolah-olah penulis menyetujui suatu pernyataan padahal yang diinginkan adalah sebaliknya. 22 22 Ibid., hal. 259.