BAB I PENDAHULUAN. peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. nasional di Indonesia. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal, yaitu pendidikan melalui sekolah dari tingkat dasar hingga

BAB I PENDAHULUAN. berbagai aktivitas yang melibatkan kemampuan kognitif, afektif, maupun. UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

MITIGASI BENCANA ALAM TSUNAMI BAGI KOMUNITAS SDN 1 LENDAH KULON PROGO. Oleh: Yusman Wiyatmo ABSTRAK

Gambar 1.1 Denah lokasi jembatan yang berdampak tsunami di Aceh

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang

KESIAPSIAGAAN KOMUNITAS SEKOLAH UNTUK MENGANTISIPASI BENCANA ALAM DI KOTA BENGKULU LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI), 2006 BENCANA ALAM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

I. PENDAHULUAN. Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang cerdas dan berkarakter dalam mengembangkan potensinya.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soekamto, dkk. (dalam Trianto, 2010: 74), mengemukakan model

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BAB I PENDAHULUAN. 1

menyatakan bahwa Kabupaten Klaten memiliki karakter wilayah yang rentan terhadap bencana, dan salah satu bencana yang terjadi adalah gempa bumi.

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB I PENDAHULUAN. kanan Kota Palu terdapat jalur patahan utama, yaitu patahan Palu-Koro yang

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

TUGAS BAHASA INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN. Sabuk Gempa Pasifik, atau dikenal juga dengan Cincin Api (Ring

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang secara geografis terletak antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 140º BT

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia sangatlah beragam baik jenis maupun skalanya (magnitude). Disamping

BAB I PENDAHULUAN. pada episentrum LU BT (

BAB I PENDAHULUAN. Disaster Reduction) 2005, dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengertian pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi tuntutan wajib bagi setiap negara, pendidikan memegang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan berbagai potensi secara terpadu (Qomar, 2012:21). UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tsunami berasal dari bahasa Jepang, terbentuk dari kata tsu yang berarti. longsoran yang terjadi di dasar laut (BMKG, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa: kecerdasan peserta didik semata, tetapi juga untuk mengembangkan semua

2016 ANALISIS POLA MORAL SISWA SD,SMP,SMA,D AN UNIVERSITAS MENGENAI ISU SAINS GUNUNG MELETUS D ENGAN TES D ILEMA MORAL

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan perkembangan peserta didik pada masa sekarang dan masa yang

BAB I PENDAHULUAN. terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia

BAB I PENDAHULUAN. maju di dukung dengan aplikasi-aplikasi berbasis multimedia untuk mempercantik

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

I. PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. subduksi yaitu pertemuan Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. dan kecerdasan intelektualnya agar menjadi manusia yang terampil, cerdas,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

`BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan, baik oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN pulau besar dan kecil dan diantaranya tidak berpenghuni.

PELATIHAN TEKNIK MITIGASI BENCANA GEMPABUMI BAGI KOMUNITAS SMPN 2 BANTUL

I. PENDAHULUAN. taraf hidup manusia. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Sistem

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Boyolali disebelah utara, Kabupaten Sukoharjo disebelah timur, Kabupaten Gunung Kidul (DI Yogyakarta) disebelah selatan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gempa bumi merupakan bencana alam yang relatif sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Later Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

BAB I PENDAHULUAN. yang tangguh, mandiri, berkarakter dan berdaya saing. Sebagai fondasi,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 0 15 cm setiap tahunnya. Lempeng Indo-Australia di bagian selatan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dengan peserta didik dalam situasi intruksional edukatif. Melalui proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang nomor 24 tahun 2007). Australia yang bergerak relative ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*)

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerusakan. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan bumi yang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. Tahun demi tahun negeri ini tidak lepas dari bencana. Indonesia sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. aspek yakni aspek sikap, pengetahuan maupun keterampilan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. peradaban bangsa yang bermartabat. Hal ini ditegaskan dalam Undang-undang

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki individu, membentuk kepribadian individu yang cakap dan kreatif, serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut sejalan dengan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (ayat 1) yang menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Sejalan dengan penjelasan di atas Garis Besar Haluan Negara (GBHN) (dalam Ihsan, 2005: 5) menyatakan bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Oleh sebab itu, pendidikan merupakan faktor yang penting dalam pengembangan potensi dan keterampilan peserta didik sebagai bekal bagi dirinya dalam menjalani hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2 Pendidikan bukan semata-mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang, tetapi untuk kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju ke tingkat kedewasaannya. Oleh karena itu, untuk mengembangkan seluruh potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia yang berkualitas, maka pelaksanaan pendidikan harus disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku yaitu kurikulum 2013. Menurut Mulyasa (2013: 65) pengembangan kurikulum difokuskan kepada pembentukan kompetensi dan karakter para peserta didik, berupa paduan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya secara kontekstual. Lebih lanjut, Mulyasa (2013: 99) menyatakan implementasi kurikulum 2013 yang dilakukan dengan pembelajaran tematik integratif yang merupakan pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik menuntut keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan berbagai kegiatan sesuai dengan rencana yang diprogramkan. Sejalan dengan hal tersebut, tema dan subtema yang dikembangkan hendaknya sesuai dengan lingkungan sekitar siswa seperti potensi bencana alam di lingkungan mereka sehingga pemerolehan pengetahuan, sikap sosial, maupun keterampilan akan jauh lebih bermakna. Selain itu, dengan pembelajaran tentang bencana alam diharapkan dapat mengarahkan siswa agar memiliki pengetahuan dan kesiapsiagaan mengenai potensi alam seperti bencana alam di lingkungan siswa, salah satunya potensi bencana alam tsunami. Indonesia sebagai negara kepulauan secara geografis berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia, mengakibatkan Indonesia

3 sebagai wilayah teritorial yang sangat rawan terhadap bencana alam. Banyak bencana alam yang telah terjadi di Indonesia salah satunya adalah bencana tsunami. Sebagai mana yang dijelaskan Novikasari (2007: 2), kata tsunami berasal dari bahasa Jepang tsu yang berarti pelabuhan dan nami yang berarti ombak besar. Tsunami adalah sebuah gelombang air laut yang terjadi setelah sebuah gempa bumi, gempa laut, gunung berapi meletus, atau hantaman meteor di laut. United States Geological Survey (USGS) (dalam Abdurahman, 2012: 4), pada tahun 2004 lalu bencana tsunami meluluh-lantakkan tanah rencong dan sekitarnya. Tidak kurang dari 130.000 korban hilang dan meninggal dunia. Bandingkan dengan Negara Jepang, sebagaimana yang diungkapkan USGS (dalam Abdurahman, 2012) tersebut, pada tanggal 11 Maret 2011 gempa bumi dan tsunami dengan kekuatan 8,9 SR sedikit lebih besar dari yang terjadi di Aceh, namun jumlah korban hilang dan meninggal tercatat hanya sekitar 28.000 jiwa. Banyaknya jumlah korban bencana yang menimpa bangsa kita dibandingkan dengan Jepang, seakan menunjukkan bahwa kita sebagai bangsa yang besar ini belum memiliki kesadaran kolektif yang membudaya dan tanggap terhadap segala ancaman bencana. Untuk itu perlu adanya pendidikan tanggap bencana yang diimplementasikan ke dalam pembelajaran tematik dalam upaya penanaman pengetahuan kesiapsiagaan terhadap ancaman bencana dan pengembangan sikap sosial peserta didik. Pengetahuan kesiapsiagaan bencana sangatlah penting bagi siswa mengingat tingginya jumlah korban jiwa anak-anak saat terjadi bencana alam. Hal tersebut sesuai dengan Barry (2008: 20), yang menyatakan pengetahuan

4 siaga bencana adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan pemahaman tindakantindakan berhubungan dengan pencegahan, mitigasi, kesiapan, tanggap darurat dan pemulihan, melalui pengamatan dan analisis yang sistematik. Selanjutnya Novikasari (2007: iii) mengemukakan bahwa gempa bumi, letusan gunung merapi, dan tsunami memang tidak dapat dikendalikan, tetapi dapat diminimalisir dengan mengetahui gejala dan cara mengantisipasi. Oleh karena itu pengetahuan siaga bencana sangatlah penting bagi peserta didik, selain itu pengembangan sikap sosial juga diperlukan sebagai pembentuk karakter dan bekal peserta didik dalam kesiapsiagaan bencana. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru serta siswa kelas III SD Negeri 5 Pesisir Tengah pada tanggal 11 sampai 15 November 2013, ditemukan bahwa pertama, letak SD Negeri 5 Pesisir Tengah yang berada tepat di pinggir pantai, sehingga sangat rentan terhadap resiko bencana alam tsunami. Kedua kurangnya pengetahuan kesiapsiagaan bencana yang dimiliki siswa. Hal tersebut dibuktikan saat dilakukan wawancara dengan siswa kelas III, diketahui bahwa pengetahuan kesiapsiagaan bencana kelas III A lebih rendah dibandingkan kelas III B. Banyak siswa mengetahui tentang bencana alam tsunami namun kurang mengetahui ciri-ciri dan usaha penyelamatan dari bencana tersebut. Ketiga, belum adanya tema yang berkenaan dengan bencana alam, sehingga pengetahuan siaga bencana masih diajarkan secara umum belum spesifik sesuai dengan potensi bencana yang ada di lingkungan sekolah tersebut. Keempat, guru belum maksimal dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan berbagai model pembelajaran, sehingga pembelajaran menjadi membosankan bagi siswa. Hal tersebut

5 mengakibatkan kurang berkembangnya sikap sosial yang dimiliki para siswa, dikarenakan pembelajaran berpusat pada guru sehingga kesempatan sikap sosial siswa untuk berkembang menjadi terbatas. Kelima, kurang terlihatnya sikap sosial yang dimiliki siswa kususnya kelas III A, dibuktikan pada saat mengobservasi proses pembelajaran yang berlangsung sikap disiplin dan tanggung jawab siswa masih kurang. Hal tersebut diperkuat melalui wawancara dengan guru kelas mengenai sikap sosial siswa Berdasarkan beberapa uraian masalah di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran tematik yang berkaitan dengan bencana alam pada siswa kelas III terutama kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah belum berlangsung seperti apa yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu diadakannya perbaikan dalam proses pembelajaran agar pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial siswa dapat dicapai secara maksimal. Menurut Winataputra (2008: 1.40) kegiatan pembelajaran seharusnya mengacu pada penggunaan model, pendekatan, strategi, dan media dalam rangka membangun proses belajar dengan membahas materi dan pengalaman belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Selain itu, penggunaan model pembelajaran memungkinkan siswa lebih aktif sehingga tercapai hasil belajar yang optimal. Salah satu alternatif yang dimungkinkan dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran serta meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial di wilayah rawan bencana tsunami pada siswa SD adalah dengan menggunakan model Exploring, Clustering, Simulating, Valuing, dan Evaluating (Exclusive). Joyce (dalam Trianto, 2010: 5) mengemukakan

6 model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran, termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam desain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Selanjutnya Soekamto, dkk. (dalam Trianto, 2010: 5) mengatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran yang dipandang lebih tepat untuk diterapkan di SD Negeri 5 Pesisir Tengah pada tema yang berkaitan dengan bencana alam dan dimungkinkan mampu mengatasi persoalan di atas ialah model Exclusive. Model Exclusive diyakini mampu mengatasi permasalahan di atas, karena Model Exclusive dapat menumbuhkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial agar tercapai hasil belajar yang maksimal. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model Exclusive untuk meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial di wilayah rawan bencana tsunami pada siswa kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah.

7 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalahs, maka identifikasi masalah yang ada ialah sebagai berikut. 1. Letak SD Negeri 5 Pesisir Tengah yang rentan terhadap dampak bencana alam tsunami. 2. Rendahnya pengetahuan siswa tentang potensi bencana alam di sekitar mereka. 3. Rendahnya pengetahuan kesiapsiagaan bencana alam yang dimiliki siswa. 4. Belum diterapkannya pembelajaran yang mengacu pada lingkungan terdekat siswa. 5. Guru belum maksimal dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan berbagai model pembelajaran, salah satunya model Exclusive. 6. Pembelajaran masih berpusat pada guru. 7. Kurang berkembangnya sikap sosial yang dimiliki siswa. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada masalah sebagai berikut. 1. Rendahnya pengetahuan kesiapsiagaan bencana siswa kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah. 2. Kurang terlihatnya sikap sosial yaitu sikap disiplin dan sikap tanggung jawab siswa kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah.

8 3. Belum maksimalnya pengelolaan pembelajaran dengan menggunakan berbagai model pembelajaran, salah satunya model Exclusive. D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka diperoleh beberapa rumusan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana melalui penerapan model Exclusive siswa kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah? 2. Bagaimanakah meningkatkan sikap sosial melalui penerapan model Exclusive siswa kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitan adalah untuk: 1. Meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana melalui penerapan model Exclusive siswa kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah. 2. Meningkatkan sikap sosial siswa melalui penerapan model Exclusive kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah. F. Manfaat Penelitian Adapun hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Siswa Dapat meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial di wilayah rawan bencana siswa kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah.

9 2. Guru Dapat menambah profesionalitas serta wawasan guru dalam menggunakan model pembelajaran Exclusive untuk meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial pada tema yang berkaitan dengan bencana alam kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah. 3. Sekolah Dapat memberikan sumbangan yang berguna dalam rangka meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial tema yang berkaitan dengan bencana alam kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah. 4. Peneliti Dapat meningkatkan pengetahuan dan penguasaan dalam menggunakan model pembelajaran pada pembelajaran Tematik Terpadu kurikulum 2013, sehingga akan tercipta guru yang profesional guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.