BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bagi guru SD, serta terbatasnya dana dan sarana tentang bagaimana cara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peran guru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Brunner Dalam Romzah (2006:6) menekankan bahwa setiap individu pada waktu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi sekarang ini, semua hal dapat berubah dengan cepat

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari Sekolah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. pertama bagi siswa untuk mempelajari kecakapan seperti: menulis, membaca, dan

BAB II KAJIAN TEORETIS. pesan merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengajar mata pelajaran matematika di MI adalah kurangnya pengetahuan bagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Kajian Teori II.1.1 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pembelajaran matematika yang diajarkan di SD merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia. Menurut

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Hasil Belajar Matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2 matematika itu lebih mudah dipelajari dan lebih menarik (Soviawati, 2011:84). Pemberian materi pembelajaran kepada siswa, pertama harus melihat dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Tri Muah ABSTRAK. SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang

Oleh: Yuniwati SDN 2 Tasikmadu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB II Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENAL ANGKA 1 10 DENGAN MENGGUNAKAN KARTU ANGKA. Endah Retnowati

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir. Karena

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Sisdiknas, bab I pasal I butir 4).

BAB I PENDAHULUAN. matematika bukanlah objek konkret, tetapi merupakan objek abstrak.

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 12 ISSN X

PENGGUNAAN MEDIA TABEL BERPOLA UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA DALAM KONSEP PENGUKURAN SATUAN LUAS BAKU

2015 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP SISWA KELAS II D I SD N HARAPAN 1 BAND UNG

KAJIAN PUSTAKA. makna tersebut dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri atau bersama orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TEORI PEMBELAJARAN ALIRAN PSIKOLOGI KOGNITIF DIENES

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PEMBAHASAN. A. Bruner Dan Teorinya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS. A. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN MEDIA DAKON BILANGAN DI SD

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berada. Dalam proses pendidikan banyak sekali terjadi perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berfikir logis, kritis dan kreatif (Wulan, 2011:1). Selain itu tujuan. memanfaatkan informasi yang telah diperoleh.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan

BAB II KAJIAN TEORI. mengetahui derajat kualitas (Arifin, 2009). Sedangkan menurut. komponen, hubungan satu sama lain, dan fungsi masing-masing dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tantangan berat bangsa Indonesia adalah menyiapkan sumber

Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa peserta didik harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ardi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1. Tahap Sensori Motor (0 2 tahun) 2. Tahap Pra-operasional (2 7 tahun)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem

I. PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, pendidikan sangatlah penting. Melalui pendidikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masalah menurut Abdullah dalam J. Tombokan Runtukahu (2000: 307).

Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kondisi pembelajaran saat ini memberikan peran lebih banyak pada para

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Undang-Undang RI No. 20 Tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Pemahaman Matematis. pemahamannya melalui tes. Sedangkan pemahaman (understanding)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengertian terdahulu lebih mendasari pengertian berikutnya. 1 Dalam belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI. Halaman. Daftar Isi... BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 C. Ruang Lingkup... 2

Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikatakan sebagai makhluk pendidikan karena dia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu sektor penentu keberhasilan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SD berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan, simbul serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu dalam menyusun perencanaan pembelajaran agar tujuan yang diinginkan tercapai, maka perlu kita perhatikan hal-hal berikut ini: 1. kesiapan intelektual siswa 2. teori mengajar dan 3. teori belajar. Proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan di sekolah dengan melibatkan guru sebagai fasilitator atau pengajar dan siswa sebagai subjek belajar sehingga aktivitas dalam suatu proses pembelajaran meliputi belajar dan mengajar. Pembelajaran matematika bertujuan untuk mempersiapkan siswa agar dapat mempelajari matematika sebagai pola pikir dalam kehidupan sehari-hari dan matematika sebagai ilmu. Proses pembelajaran memerlukan adanya metode penyampaian bahan ajar yang harus dikuasai guru agar tujuan pembelajaran dapat dicapai. Selain itu, metode yang digunakan harus dapat melibatkan siswa agar terjadi interaksi semua unsur pembelajaran. Untuk itu, pembelajaran meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan evaluasi dalam situasi edukatif. Pembelajaran dirancang dengan tahapan-tahapan tertentu. Salah satu model pembelajaran dalam pembelajaran matematika adalah model pembelajaran langsung. Model pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran yang dirancang agar siswa dapat mengembangkan belajarnya, memperoleh informasi dan pengetahuan yang diajarkan secara terstruktur. Model pembelajaran langsung memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa. Tujuan pembelajaran dikemukakan secaras spesifik termasuk mengemukakan tingkat ketercapaian kinerja yang diharapkan dari siswa. 6

7 2. Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan. Merencanakan dan mengelola waktu dan lingkungan belajar merupakan kegiatan yang sangat penting dalam pembelajaran. Untuk itu guru harus memastikan bahwa waktu yang disediakan sepadan dengan bakat dan kemampuan siswa serta mengupayakan pengelolaan kelas yang baik agar siswa tetap melakukan tugas-tugasnya dengan perhatian yang optimal. Melalui perencanaan belajar dan sistem pengelolaan yang baik, akan lebih mudah mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Diungkapkan dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika, bahwa tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, menurut Suherman dkk. (2003: 58), meliputi dua hal, yaitu: 1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikran logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisiensi. 2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Secara rinci tujuan khusus pembelajaran matematika pada masing-masing satuan pendidikan diungkapkan dalam masing-masing GBPP matematika, Tujuan pembelajaran matematika di SMP adalah agar: 1. Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika. 2. Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan kependidikan menengah. 3. Siswa memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika. Dua hal penting yang merupakan bagian dari tujuan pembelajaran matematika adalah pembentukan sifat yaitu pola berpikir kritis dan kreatif. Siswa harus dibiasakan untuk diberi kesempatan bertanya dan berpendapat, sehingga diharapkan proses pembelajaran matematika lebih bermakna. Dalam pembelajaran matematika di sekolah,

8 guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode dan teknik yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik maupun sosial. Maka guru sebagai tenaga pengajar harus memperhatikan perkembangan siswa khususnya siswa SMP sebagai individu yang sedang berkembang. Dimana kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Lisnawati (2001: 73) memberikan solusi kepada guru Matematika dalam pembelajaran Matematika kepada siswa yaitu dengan cara sebagai berikut: 1. Mengenalkan dengan konsep Matematika melalui benda-benda konkrit. 2. Menambah dan memperkaya pengalaman anak. 3. Menanamkan konsep melalui jenis permainan. 4. Menelaah sifat bersama atau membeda-bedakan jenis dan macam konsep matematika. 5. Menerapkan dengan bentuk simbol-simbol. 6. Menerapkan konsep-konsep (struktur) Matematika secara formal sehingga sampai pada aksioma dan dalil berdasarkan pengalaman siswa. Guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika diharapkan mampu mendasari dengan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang tepat, antara lain: 1. Peserta didik harus menggunakan benda-benda konrit dan membuat abstraksinya dari konsep-konsep. 2. Materi yang akan diajarkan harus ada hubungannya atau berkaitan dengan yang sudah dipelajari. 3. Mengubah suasana abstrak ke dalam suasana konkrit menggunakan simbol. 4. Matematika adalah ilmu kreatif oleh karena itu harus diajarkan dengan ilmu seni. 2.2 Penjumahan Bilangan Bulat 2.2.1 Pembelajaran Bilangan Bulat Menggunakan Lidi Operasi hitung merupakan proses penggabungan dalam konsep himpunan disebut dengan penjumlahan. Penjumlahan bilangan bulat terdiri dari: 1. Penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif 2. Penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif

9 3. Penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif 4. Penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif (Muhsetyo, 2007: 3.23). Penggunaan lidi sebagai media penjumlahan bilangan bulat harus memperhatikan: 1. Jika a > 0 dan b > 0, maka gabungkanlah sejumlah lidi kedalam lidi lain yang warnanya sama. 2. Jika a > 0 dan b < 0, maka gabungkanlah sejumlah lidi yang mewakili bilangan bulat positif kedalam kelompok lidi yang mewakili bilangan negatif. Selanjutnya, pasangkanlah kedua kelompok lidi tersebut untuk memperoleh lidi yang memiliki nilai nol. Sehingga diperoleh lidi yang tidak memiliki pasangan, lidi yang tidak memiliki pasangan inilah yang merupakan hasil penjumlahannya (Muhsetyo, 2007: 3.13). Contoh penggunaan lidi dalam operasi hitung bilangan bulat: 1. 1 + 3 = Siapkan lidi yang dibutuhkan, pertama tempatkan 1 buah lidi positif (merah) kemudian 3 lidi positif.(merah) Kemudian kedua kelompok lidi yang ada digabungkan sehingga muncul 4 lidi positif (merah) sebagai kelompok lidi baru. Jadi, 1 + 3 = 4 2. 1 + (-3) = Siapkan lidi yang dibutuhkan yaitu 1 lidi positif (merah) dan 3 lidi negatif.(biru)

10 Kemudian kedua kelompok lidi digabungkan dan dipasangkan, sehingga muncul 2 lidi negatif (biru) yang tidak memiliki pasangan sebagai hasilnya. Jadi, 1 + (-3) = (-2) 3. (-1) + 3 = Siapkan lidi yang dibutuhkan yaitu 1 lidi negatif (biru) dan 3 lidi positif.(merah) Kemudian kedua kelompok lidi digabungkan dan dipasangkan sehingga diperoleh 2 lidi positif (merah) yang tidak memiliki pasangan sebagai hasilnya. Jadi, (-1) + 3 = 2 4. (-1) + (-3) = Siapkan lidi yang diperlukan yaitu 1 lidi negatif (biru) dan 3 lidi negatif.(biru) Kemudian kedua kelompok lidi yang ada digabungkan,sehingga muncul 4 lidi negatif (biru) sebagai hasilnya. Jadi, (-1) + (-3) = (-4)

11 Bilangan adalah suatu konsep matematika yang digunakan untuk pencacahan dan pengukuran. Simbol ataupun lambang yang digunakan untuk mewakili suatu bilangan disebut sebagai angka atau lambang bilangan dalam http://wapedia.mobi/id/bilangan. Jenis-jenis himpunan bilangan meliputi: 1. Himpunan bilangan asli = {1, 2, 3, 4,... } atau A = {1, 2, 3, 4,... } 2. Himpunan bilangan cacah = {0,1, 2, 3, } atau C = {0, 1, 2, 3, } 3. Himpunan bilangan bulat = {, -2, -1, 0, 1, 2, } atau B = {, -2, -1, 0, 1, 2, } Himpunan bilangan bulat terdiri dari: 1. Himpunan bilangan bulat positif = {1, 2, 3, 4, } 2. Himpunan bilangan bulat negatif = {-1, -2, -3, } 3. Bilangan bulat negatif adalah lawan dari bilangan bulat positif. 4. Himpunan bilangan nol = 0 Di dalam bilangan bulat terdapat bilangan genap dan ganjil : 1. Bilangan bulat genap {, -6, -4, -2, 0, 2, 4, 6,, bilangan yang habis dibagi dengan 2 2. Bilangan bulat ganjil {, -5, -3, -1, 1, 3, 5, }, bilangan yang apabila dibagi 2 tersisa -1 atau 1 2.3 Media Lidi Kemampuan mental anak berkembang secara bertahap mulai dari sederhana sampai yang rumit mulai dari yang mudah dan yang sulit dan mulai dari yang nyata atau konkret ke yang abstrak. Urutan tersebut dapat membantu peserta didik untuk mengikuti pelajaran dengan lebih mudah. Urutan bahan yang dirancang biasanya juga terkait dengan usia atau umur anak. Pengenalan konsep bilangan bulat dapat dilakukan dengan 3 (tiga) tahap sesuai dengan teori belajar Bruner. Menurut Aisyah (2007: 1.6) teori belajar Bruner dapat diuraikan menjadi: 1. Tahap Enaktif Tahap ini penyajian dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik objek). Pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata. Anak tidak

12 menggunakan imajinasi atau kata-katanya karena dia akan memahami sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu. 35 2. Model Tahap Ikonik Tahap ikonik yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu diwujudkan dalam bentuk bayangan visual, gambar, yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif. Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal di mana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam enaktif. 3. Model Tahap Simbolis Tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol dan lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek rill. Pembelajaran diwujudkan dalam simbol-simbol abstrak, yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal, lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain. Mengenalkan konsep bilangan bulat secara konkret dapat menggunakan alat peraga lidi maupun alat peraga balok garis bilangan atau pita garis bilangan atau tangga garis bilangan. Penggunaan alat peraga lidi menggunakan pembelajaran himpunan. Sedangkan, garis bilangan menggunakan pembelajaran hukum kekekalan panjang. Peneliti memilih menyajikan pembelajaran bilangan bulat dengan menggunakan lidi. Lidi yang digunakan menggunakan warna merah mewakili bilangan bulat positif (+), lidi biru mewakili bilangan negatif (-), dan sepasang lidi merah dan lidi biru mewakili bilangan nol.

13 Lidi merah mewakili bilangan bulat positif. Lidi biru mewakili bilangan bulat negatif 1 (-1) 0 0 Berdasarkan uraian dapat disimpulkan bahwa: 1. Bilangan 1, 2, 3, 4, 5 dapat diwakili oleh lidi merah yang banyaknya masingmasing 1, 2, 3, 4, dan 5. 2. Bilangan 5, 4, 3, 2, 1 dapat diwakili oleh lidi biru yang banyaknya masing-masing 5, 4, 3, 2, dan 1. 3. Bilangan 0 dapat diwakili oleh sepasang lidi merah dan biru, dua pasang lidi merah dan biru, tiga pasang lidi merah dan biru, dan seterusnya. Dengan demikian 1, 2, 3, 4, 5 merupakan bilangan bilangan bulat positif dan 5, 4, 3, 2, 1 merupakan bilangan-bilangan bulat negatif. Sedangkan 0, 1, 2, 3, 4, 5 merupakan bilangan-bilangan bulat tidak negatif atau bilangan-bilangan cacah yang telah di pelajari, bilangan-bilangan tersebut dapat dinamakan bilangan-bilangan cacah. Selanjutnya 1, 2, 3,... dinamakan bilangan-bilangan bulat positif, dan..., 3, 2, 1 dinamakan bilangan-bilangan bulat negatif, dan..., 3, 2, 1, 0, 1, 2, 3,... dinamakan bilangan-bilangan bulat (Rahardjo dan Sumardi, 2010: 9). 37 2.3.1 Pengertian Media Lidi Alat paraga merupakan bagian dari media, oleh karena itu istilah media perlu dipahami lebih dahulu sebelum dibahas mengenai pengertian alat peraga lebih lanjut. Media pengajaran diartikan sebagai semua benda yang menjadi perantara terjadinya proses belajar, dapat terwujud sebagai perangkat lunak, maupun perangkat keras. Berdasarkan fungsinya, media pengajaran dapat berbentuk alat peraga dan sarana.

14 1. Alat Peraga Alat peraga merupakan media pengajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri dari konsep yang dipelajari (Elly Estiningsih,1994). Fungsi utamanya adalah untuk menurunkan keabstrakan konsep agar siswa mampu menangkap arti konsep tersebut. Dengan melihat, meraba dan memanipulasi objek/alat peraga, maka siswa mempunyai pengalaman nyata dalam kehidupan tentang arti dari konsep. Contoh: a) Benda-benda kongkrit di sekitar siswa seperti buah-buahan, pensil, biji-bijian, kapur, lidi, dan sebagainya dapat berfungsi sebagai alat peraga saat mengenalkan bilangan dengan cara membilang banyaknya anggota dari kelompok benda, sehingga pada akhirnya akan ditemikan bilangan yang sesuai dengan kelompok benda tersebut pada akhir membilang. b) Papan tulis, buku tulis, dan daun pintu yang berbentuk persegi-panjang dapat berfungsi sebagai alat peraga pada saat guru menerangkan bangun persegipanjang. c) Lidi yang dipotong-potong ataupun sedotan siswa dapat mengenal nilai tempat dan menjumlah bilangan. d) Dari segi pengadaannya alat peraga dapat dikelompokkan sebagai alat peraga sederhana dan alat peraga buatan pabrik. Pembuatan alt perga sederhana biasanya memanfaatkan lingkungan sekitar dan dapat dibuat sendiri. Sedangkan alat buatan pabrik pada umumnya berupa perangkat keras dan lunak yang pembuatannya memiliki ketelitian ukuran serta memerlukan biaya yang tinggi. 2. Sarana Sarana merupakan suatu media pengajaran yang berfungsi sebagai alat untuk melakukan kegiatan belajar. Seperti halnya alat peraga, sarana juga dapat berupa perangkat keras dan lunak. Contoh sarana yang berupa perangkat keras: papan tulis, penggaris, jangka, kartu permainan, dan sebagainya. Sedangkan contoh sarana yang berupa perangkat lunak antara lain: lembar kerja (LK), lembar tugas (LT), aturan permainan dan lain sebagainya.

15 Kadang-kadang suatu media dapat berfungsi ganda, pada saat tertentu berfungsi sebagai alat peraga dan pada saat yang lain dapat berfungsi sebagai sarana. Contoh kartu bilangan berukuran (10 x 10 ) cm. Kartu bilangan tersebut dapat berfungsi sebagai alat perga ketika digunakan untuk mengenalkan lambing bilangan, namun pada saat digunakan dalam perlombaan untuk menutup atau memasangkan dengan kartu bilangan lain yang senilai, maka kartu tersebut berfungsi sebagai sarana belajar. Oleh karena itu penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika diperlukan teknik yang tepat, yaitu dengan mempertimbangkan waktu penggunaan dan tujuan yang akan dicapai. 2.3.2 Fungsi Media Lidi Satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah teknik penggunaan alat perga dalam pembelajaran matematika secara tepat. Untuk itu perlu dipertimbangkan kapan digunakan dan jenis alat peraga mana yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Agar dalam memilih dan menggunakan alat peraga sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran, maka perlu diketahui fungsi alat peraga. Secara umum fungsi alat perga adalah: 1. Sebagai media dalam menanamkan konsep-konsep matematika 2. Sebagai media dalam memantapkan pemahaman konsep 3. Sebagai media untuk menunjukkan hubungan antara konsep matematika dengan dunia di sekitar kita serta aplikasi konsep dalam kehidupan nyata. Ciri-ciri pembelajaran matematika saat ini adalah pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. pembelajaran ini negatifimal memiliki kreteria sebagai berikut : 1. Siswa dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan belajar mengajar, misalnya dalam bentuk interaksi siswa-guru dan siswa-siswa 2. Memungkinkan proses belajar mengajar secara umpan balik 3. Penggunaan media/alat peraga yang relevan. Pengertian dan fungsi alat peraga serta cirri-ciri pembelajaran diatas, penggunaan media sangat berfungsi dalam pembelajaran matematika khususnya materi pokok baru. Agar konsep dasar dalam pembelajaran dapat dikuasai oleh siswa maka

16 perlu ditingkatkan penggunaannya, sehingga dalam pembelajaran berikutnya tidak mengalami kendala yang berarti. Pembahasan ini peneliti memilih lidi sebagai media dalam pembelajaran penjumlahan bilangan bulat dikarenakan lidi mudah dicari, tidak membutuhkan biaya, mudah dibuat oleh siswa, mudah diperagakan dan dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menjumlah bilangan bulat. 2.3.3 Langkah-langkah Menggunakan Media Lidi. Langkah-langkah penggunaan lidi dalam kegiatan belajar mengajar cukup mudah karena mudah diterapkan dan di aplikasikan dalam pembelajaran matematika khususnya dalam hal penjumlahan dan pengurangan. Cara penggunaan lidi dalam proses belajar mengajar khususnya penjumlahan dan pengurangan yaitu. 1. Penjumlahan 7 + 9 = 16 a. Ambil 7 batang lidi. b. Ambil 9 batang lidi lagi. c. Gabungkan lidi-lidi yang diambil tadi. d. Hitung Jumlah lidi seluruhnya. 2. Pengurangan 20-6 = 14 a. Ambil 20 batang lidi. b. Karena kurang, maka ambil 6 lidi dari 20 lidi tadi. c. Hitung lidi yang tesisa setelah pengambilan 6 tadi. 2.4 Hasil Belajar Hasil belajar menurut Anni (2004:4) merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Hasil belajar menurut Sudjana (1990:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajaranya. Pengertian tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut mengalami aktivitas belajar.

17 Gagne mengungkapkan ada lima kategori hasil belajar, yakni : informasi verbal, kecakapan intelektul, strategi kognitif, sikap dan keterampilan. Sementara Bloom mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik (Sudjana, 1990:22). Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu : 1. Faktor dari dalam diri siswa, meliputi kemampuan yang dimilikinya, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. 2. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan, terutama kualitas pengajaran. Hasil belajar yang dicapai siswa menurut Sudjana (1990:56), melalui proses belajar mengajar yang optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut. 1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai. 2. Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya. 3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya. 4. Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotorik, keterampilan atau perilaku. 5. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya. Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses, diantaranya proses belajar mengajar yang efektivitasnya tinggi. Sekolah yang

18 menerapkan MBS memiliki efektivitas proses belajar mengajar yang tinggi. Ini ditunjukkan oleh sifat proses belajar mengajar yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik. Dalam buku Manajemen Berbasis Sekolah yang diterbitkan Depdinas (2006 : 15) menyatakan bahwa proses belajar mengajar bukan sekedar memorisasi dan recall, bukan sekedar penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan (logos), akan tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan dihayati (ethos) serta dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik (pathos). Proses belajar mengajar yang efektif juga lebih menekankan pada belajar mengatahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be). Untuk mengoptimalkan pembelajaran diperlukan media/alat peraga. 2.5 Penelitian Yang Relevan Berdasarkan penelitian Iffing Zunaidi tahun 2006 (http://www.idlo.pdf) yang berjudul Penggunaan Media Lidi untuk Meningkatkan Keterampilan Siswa pada Penjumlahan Bilangan Bulat di kelas IV SDN Krembung Malang. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tentang penggunaan media lidi untuk meningkatkan keterampilan siswa pada penjumlahan bilangan bulat, dan hasilnya sebagai berikut. Pertama, pembelajaran dengan media lidi, dilakukan pada tiga tahap tindakan, yaitu menggunakan media lidi secara berpasangan, menggunakan media lidi yang diberi warna secara berpasangan dan menggunakan media lidi yang diberi warna secara perorangan. Keterampilan menggunakan media lidi dapat meningkatkan prestasi siswa pada penjumlahan bilangan bulat. Kedua, pembelajaran dengan menggunakan media lidi dapat meningkatkan keaktifan siswa, lebih bergairah, tidak ada rasa takut, giat, senang, dan kreatif. Ketiga, pemberian kesempatan kepada peneliti agar dapat bermain peran agar dapat memberikan pengalaman langsung bagi siswa untuk memotivasi belajarnya. Menurut Pujiati (2004 : 6) benda-benda kongkrit pada pembelajaran matematika digunakan untuk penanaman konsep pada siswa, jika penanaman konsep belum

19 dikuasai oleh siswa, maka pembelajaran berikutnya sulit dipahami oleh siswa, karena siswa usia SD mulai berfikir logis dari pengalaman dengan objek-objek nyata atau tiruan, sedangkan fungsi alat peraga adalah sebagai media/alat peraga dalam menanamkan konsep-konsep pada pembelajaran matematika 2.6 Kerangka Pikir Secara Skematis uraian kerangka pemikirannya digambarkan sebagai berikut: Kondisi Awal Guru: Pembelajaran konvensional hasil belajar Matematika siswa rendah di bawah KKM Tindakan Penerapan pendekatan media Siklus I: Penggunaan pendekatan media lidi pada pokok penjumlahan bilangan Kondisi Akhir Melalui media lidi dapat meningkatkan hasil belajar Matematika Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Siklus II: Perbaikan proses pembelajaran siklus I dengan media lidi 2.7 Hipotesis Tindakan Untuk mengetahui apakah media lidi dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam penjumlahan bilangan bulat, maka hipotesis tindakan yang akan diuji kebenarannya dalam penelitian ini adalah: Melalui Penggunaan media lidi dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada penjumlahan bilangan bulat pada siswa kelas IV di SDN Banaran tahun pelajaran 2011/2012.