MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Dahlan, Eddy M., Anna Y.

dokumen-dokumen yang mirip
PENGUJIAN UAP/MONITORING SUMUR PANAS BUMI MATALOKO, NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2006

Pengujian Uap/Monitoring Sumur Panas Bumi MT-2, MT-3, dan MT-4 Mataloko Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur Tahun 2005

MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, KABUPATEN NGADA, NTT TAHUN

MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, KABUPATEN NGADA, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015

MONITORING SUMUR EKSPLORASI PANAS BUMI MT-2 MATALOKO KABUPATEN NGADA, NUSA TENGGARA TIMUR (TAHAP 1-6), 2004 Oleh: Bangbang Sulaeman dan Dedi Kusnadi

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

MONITORING SUMUR UJI PANAS BUMI MT-2 MATALOKO, KABUPATEN NGADA, NUSA TENGGARA TIMUR

PATIR - BATAN. Satrio, Wibagiyo, Neneng L., Nurfadhlini

BAB III METODE PENELITIAN. panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. penafsiran potensi panasbumi daerah penelitian.

BAB VI INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS

KONDISI LINGKUNGAN PASCA PENGEBORAN SUMUR EKSPLORASI AT-1 DAN AT-2 DI LAPANGAN PANAS BUMI ATADAI, LEMBATA, NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT

KARAKTERISTIK KUALITAS SUMBERDAYA AIR KAWASAN PANAS BUMI STUDI KASUS DIENG DAN WINDU WAYANG

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENYAJIAN EVALUASI WILAYAH KERJA PERTAMBANGAN PANAS BUMI DARATEI TODABELU MATALOKO, KABUPATEN NGADA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

EVALUASI POTENSI SILICA SCALING PADA PIPA PRODUKSI LAPANGAN PANASBUMI LAHENDONG SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI TAMBU KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH

Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2000 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA PANAS BUMI UNTUK PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT

BAB I PENDAHULUAN. dan perekonomian. Data Kementerian ESDM (2014) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan Geologi Lapangan Panas Bumi Kamojang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2000 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA PANAS BUMI UNTUK PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK

KATA PENGANTAR. Penelitian dengan judul Pendugaan Suhu Reservoar Lapangan Panas. Bumi X dengan Metode Multikomponen dan Pembuatan Model Konseptual

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2017, No sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015

Tanggapan Laporan Masyarakat Kepulan Asap dari dalam Tanah di Gedangsari GunungKidul

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON

BAB IV MANIFESTASI PERMUKAAN PANASBUMI DI DATARAN TINGGI DIENG DAN SEKITARNYA

BAB I PENDAHULUAN I.1

: PT P T PL P N N (P

TEKNIK SAMPLING GAS PANAS BUMI DI SUMBER MATA AIR PANAS. Neneng Laksminingpuri Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi

learning, sharing, meaningful

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Panas Bumi (Geothermal) di Indonesia

Aplikasi Teknik Isotop dan Geokimia untuk Karakterisasi Reservoir Panasbumi Medium Enthalpy dalam rangka Percepatan Pembangunan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkand

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI GERAGAI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENYELIDIKAN PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN BONE DAN KABUPATEN SOPPENG, PROVINSI SULAWESI SELATAN

(Badan Geologi Kementrian ESDM, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. fosil, seperti minyak dan gas bumi, merupakan masalah bagi kita saat ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perkembangan Neraca Listrik Domestik Indonesia [2].

Posisi geologi Indonesia yang berada di jalur vulkanik aktif dunia. membuat Indonesia memiliki potensi sumber daya mineral dan energi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Desember 2011, total kapasitas terpasang pembangkit listrik di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Karakterisasi Temperatur Bawah Permukaan Daerah NZU : Integrasi Data Geotermometer, Mineral Alterasi dan Data Pengukuran Temperatur Bawah Permukaan

Analisis Geokimia Fluida Manifestasi Panas Bumi Daerah Maribaya

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 139/PMK.011/2011 TENTANG

1. PENDAHULUAN. Proses pengendapan senyawa-senyawa anorganik biasa terjadi pada peralatanperalatan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 139/PMK.011/2011 TENTANG

BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA

STUDI KANDUNGAN DAN TEMPERATUR GAS PANAS BUMI KAMOJANG DENGAN DIAGRAM GRID

MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK. PROSES SINKRON GENERATOR PADA PEMBANGKIT di PT. GEO DIPA ENERGI UNIT I DIENG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN SILICA SCALING PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (GEOTHERMAL)

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2)

SUMBER DAYA PANAS BUMI: ENERGI ANDALAN YANG MASIH TERTINGGALKAN

I. PENDAHULUAN. menghasilkan energi listrik. Beberapa pembangkit listrik bertenaga panas

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ABSTRAK. Kata kunci : Panas bumi, reservoar, geotermometer, Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi.

PENYELIDIKAN GEOKIMIA PANAS BUMI DAERAH LOMPIO KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Oleh: Dedi Kusnadi, Supeno, dan Sumarna SUBDIT PANAS BUMI

EVALUASI PENGGUNAAN AERATED DRILLINGPADASUMURDINDRA LAPANGANPANAS BUMI BPA-08PT.PERTAMINA UPSTREAM TECHNOLOGYCENTER

I. PENDAHULUAN. Proses pengendapan senyawa-senyawa anorganik biasa terjadi pada peralatanperalatan

V.2.4. Kesetimbangan Ion BAB VI. PEMBAHASAN VI.1. Jenis Fluida dan Posisi Manifestasi pada Sistem Panas Bumi VI.2.

BAB III APLIKASI TERMODINAMIKA PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

KAJIAN POTENSI SILICA SCALING PADA PIPA PRODUKSI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (GEOTHERMAL)

BAB I PENDAHULUAN. Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949). Zona Bogor sendiri merupakan antiklinorium

PENENTUAN TIPE FLUIDA SUMBER MATA AIR PANASDI KECAMATAN GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

BAB I PENDAHULUAN. Temanggung bagian timur. Cekungan airtanah ini berada di Kabupaten Magelang

I. PENDAHULUAN. dunia perindustrian. Umumnya banyak dijumpai pada peralatan-peralatan industri

BAB I PENDAHULUAN. Komplek vulkanik Dieng di Jawa Tengah memiliki sistem panas bumi

BAB V PEMBAHASAN. mana tinggi rendahnya konsentrasi TDS dalam air akan mempengaruhi besar

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

TEKANAN FLASHING OPTIMAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI SISTEM DOUBLE-FLASH

SKRIPSI KAJIAN PROSES PRODUKSI NATRIUM SILIKAT DARI LIMBAH SILIKA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Skema produksi panas bumi dan lokasi pengambilan sampel kerak silika

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

BAB 3 SIMULASI SIKLUS CETUS-BINER PADA PLTP

ABSTRAK. : Panas bumi, Geokimia, Reservoar panas bumi, Geoindikator Cl-HCO3-SO4, Geotermometer Silika, Binary Cycle

Jurnal Fisika Unand Vol. 4, No. 4, Oktober 2015 ISSN

PENELITIAN KAJIAN PROSES PRODUKSI NATRIUM SILIKAT DARI LIMBAH SILIKA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT.

Transkripsi:

MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Dahlan, Eddy M., Anna Y. KP Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi SARI Lapangan panas bumi Mataloko merupakan lapangan panas bumi yang telah memiliki beberapa sumur eksplorasi yang dibor oleh Pemerintah namun belum dilelangkan wilayah kerja pertambangannya. Monitoring terhadap sumur-sumur eksplorasi di lapangan tersebut dilakukan untuk mengetahui perkembangan kondisi lapangan panas bumi Mataloko terutama terkait sifat fisika dan kimia fluida sumur. Kegiatan monitoring dilakukan melalui pengumpulan data tekanan kepala sumur (TKS), komposisi kimia fluida sumur dan aspek lingkungan yang berhubungan dengan fluida sumur dan manifestasi. Hasil monitoring tahun 2011 menunjukkan tekanan kepala sumur sumur-sumur yang ada relatif stabil. Peningkatan tekanan kepala sumur sumur MT-3 yang disertai penurunan tekanan kepala sumur sumur diperkirakan akibat adanya konektivitasi antara sumur MT-3 dan sumur. Peningkatan konsentrasi gas tidak terkondensasi (NCG) pada fluida gabungan sumur MT-3 dan mengindikasikan adanya peningkatan fraksi uap di reservoir sekitar sumur MT-3 dan. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh diproduksikannya fluida dari kedua sumur tersebut untuk memasok pembangkit yang ada sehingga mengakibatkan pembentukan uap menjadi semakin cepat. Kata kunci: monitoring, sumur eksplorasi, mataloko

Pendahuluan Lapangan panas bumi Mataloko yang terletak di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, merupakan lapangan panas bumi yang siap untuk dikembangkan di wilayah Indonesia Timur. Penyelidikan geosain di daerah ini telah dimulai pada tahun 1984 oleh Direktorat Vulkanologi. Kegiatan selanjutnya dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia (Direktorat Vulkanologi) bekerjasama dengan Pemerintah Jepang (GSJ, West JEC, MRC, dan NEDO) dalam rangka The research cooperation project of the Exploration of Small Scale Geothermal Resources in the Eastern part of Indonesia (ESSEI) dalam kurun waktu 1997-2002. Proyek kerjasama ini meliputi survei penginderaan jauh, geologi, geokimia, geofisika, dan studi mengenai reservoir. Pengeboran sumur landaian suhu MTL-01 merupakan proyek APBN, sedangkan pengeboran sumur eksplorasi MT-1 dan MT-2 dilakukan dalam rangka kerjasama ini. Selanjutnya pada tahun 2003 dilakukan pengeboran 2 sumur eksplorasi MT-3 dan MT-4 oleh Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral. Dalam rangka percepatan pembangunan kelistrikan di wilayah Indonesia Timur, dilakukan perjanjian kerja sama pengembangan lapangan panas bumi Mataloko antara Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral (DJGSM), Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (DJLPE), Pemerintah Kabupaten Ngada, dan PT PLN Persero, yang ditandatangani pada bulan Juli 2004. Empat institusi tersebut sepakat untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Mataloko di bawah koordinasi DJLPE. Berdasarkan perjanjian kerjasama tersebut, pada tahun 2005 dilakukan pengeboran sumur eksplorasi dan sumur reinjeksi MT-6 disamping kegiatan pipanisasi uap dari sumur MT-2, MT-3, MT-4, dan menuju gathering line dan pipanisasi kondensat menuju sumur injeksi MT-6. Di sisi hilir, PLN membangun pembangkit listrik dengan kapasitas 2,5 MW yang selesai pembangunannya pada tahun 2007. Namun PLTP tersebut baru beroperasi pada tahun 2011 dengan kapasitas hanya 1,8 MW. Dalam rangka memantau kondisi lapangan panas bumi Mataloko, khususnya terkait kondisi fluida sumur dan aktivitas manifestasi di sekitarnya, dilakukan kegiatan monitoring sumur MT-2, MT-3, MT-4,, dan sumur injeksi MT-6 Mataloko, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Metodologi Kegiatan monitoring dilakukan dengan memonitor kondisi fisik dan kimia fluida sumur-sumur di lapangan Mataloko. Monitoring sifat fisik sumur MT-2, MT-3, MT-4, dan dilakukan dengan mengamati parameter fisis sumur meliputi tekanan di kepala sumur dan kondisi fisik sumur untuk mengidentifikasi adanya kerusakan atau kondisi yang memungkinkan terjadinya kerusakan pada fasilitas sumur. Pengamatan tekanan di kepala sumur dimaksudkan untuk menganalisis ada atau tidaknya perubahan tekanan di kepala sumur selama periode tertentu. Perubahan tekanan tersebut mencerminkan perubahan kondisi di dalam sumur. Kegiatan lapangan dalam monitoring sifat kimia sumur MT-2, MT-3, MT-4,, dan

MT-6 dilakukan melalui pengambilan sampel fluida sumur berupa gas, uap yang dikondensasikan (steam condensate) dan air separasi (brine). Pengambilan kondensat dan air separasi dilakukan dengan menggunakan separator mini pada tekanan tertentu, dalam hal ini 2,5 barg. Sampel gas diambil untuk mengetahui komposisi gas dalam fluida terutama gas-gas yang tidak terkondensasi (non condensable gas). Sementara sampel uap yang dikondensasi dan air separasi diambil untuk mengetahui kandungan anion dan kation, ph, dan konduktivitas fluida sumur. Pengambilan gas dilakukan dengan menggunakan tabung Giggenbach yang telah diisi dengan 50 ml larutan NaOH 25%. Aliran fluida fasa gas keluar separator dimasukkan ke dalam tabung Giggenbach sampai sampel dianggap cukup. Sementara pengambilan kondensat dilakukan dengan mengalirkan uap yang keluar dari separator dalam kondenser sehingga uap terkondensasi dan berubah menjadi fasa cair. Sampel kondensat dan air separasi disaring dengan kertas saring millipore 0,45 mm untuk kemudian ditampung dalam botol. Monitoring Kondisi Fisik Sumur Pengamatan kondisi fisik sumur Mataloko dilakukan pada kondisi dimana aliran fluida sumur MT-3 dan dibuka dan dialirkan menuju ke PLTP Mataloko sebagai pemasok uap bagi pembangkit. Adapun sumur MT-2 dan MT-4 dalam keadaan tidak dialirkan dan hanya di-bleeding. Sumur MT-6 juga difungsikan untuk menampung air sisa proses kondensasi di menara pendingin. Hasil pengamatan kondisi tekanan sumur untuk masing-masing sumur adalah sebagai berikut. Untuk tekanan kepala sumur di sumur MT-2, MT-4, dan MT-6 tekanan pada kepala sumur tidak terbaca dikarenakan manometer yang ada sebagai peralatan untuk membaca tekanan dalam kondisi tidak berfungsi. Hasil pengamatan kondisi sumur MT-2 menunjukkan kondisi sumur relatif baik dimana fluida di bleeding atau dialirkan sedikit agar gas-gas berbahaya tidak terakumulasi di kepala sumur dan agar sumur tidak mengalami pendinginan. Namun demikian di daerah sekitar kepala sumur atau cellar muncul bocoran-bocoran gas yang apabila dibiarkan dapat membahayakan kondisi sumur. Beberapa upaya penyemenan yang dilakukan terhadap lokasi bocoran gas tersebut hanya mampu mengatasi persoalan tersebut untuk waktu sementara. Selain itu kondisi manometer sebagai alat pembaca tekanan di sumur MT-2 juga sudah tidak dapat berfungsi. Sumur MT-3 mempunyai kondisi yang lebih baik dan lebih terawat dibandingkan dengan sumur MT-2. Saat pengamatan dilakukan, kondisi sumur dalam keadaan dialirkan menuju pembangkit karena sumur MT-3 merupakan salah satu pemasok uap bagi pembangkit listrik panas bumi Mataloko. Tekanan kepala sumur pada sumur MT-3 terbaca sebesar 5,1 kg/cm 2 gauge. Namun demikian muncul sedikit bocoran kondensat di sekitar master valve yang meskipun tidak mengganggu operasi sumur namun perlu dilakukan perbaikan. Pengamatan terhadap kondisi fisik sumur MT-4

juga menunjukkan bahwa secara umum sumur dalam kondisi baik. Sumur dalam kondisi di bleeding atau dialirkan dengan aliran yang sangat kecil hanya agar gas-gas berbahaya tidak terakumulasi di kepala sumur. Kondisi manometer pada sumur MT-4 tidak dapat dibaca sehingga tekanan kepala sumur di sumur MT-4 tidak dapat dipantau. Selain itu pada daerah cellar juga muncul bocoran gas yang bersifat asam sehingga dikhawatirkan dalam jangka panjang dapat membahayakan kepala sumur karena korosif. Hasil pengamatan terhadap kondisi sumur juga menunjukkan bahwa sumur dalam kondisi baik dimana fluida sumur dialirkan untuk memasok pembangkit listrik panas bumi Mataloko. Tekanan kepala sumur pada kondisi fluida sumur diproduksikan menunjukkan tekanan 5,2 barg. Sementara hasil pengamatan terhadap sumur MT-6 menunjukan sumur dalam keadaan baik dan terawat. Mengingat saat ini PLTP Mataloko telah beroperasi maka sumur MT-6 juga telah difungsikan untuk menampung fluida yang akan direinjeksikan. Monitoring Sifat Kimia Fluida Sumur Pada monitoring sumur MT-2, MT-3, MT-4,, dan MT-6 periode kali ini dilakukan pengambilan contoh gas di sumur MT-3, MT-4,, dan di saluran pipa utama (gathering line), demikian pula untuk pengambilan sampel kondensat dan air separasi. Hasil analisis laboratorium fluida sumur Mataloko ditampilkan dalam tabel berikut. Tkan pengamatan terhadap kondisi lingkungan di sekitar lapangan panas bumi Mataloko terutama terkait dengan aktifitas manifestasi panas bumi di sekitar sumur MT-2 dan manifestasi sekitar sungai Wai Luja. Sebagaimana diketahui bahwa kondisi lingkungan sekitar lokasi sumur panas bumi MT-2 setelah pengeboran telah mengalami banyak perubahan. Di sekitar lokasi sumur, muncul manifestasi yang berupa tanah panas, dan lumpur panas serta dijumpai sublimasi belerang di beberapa manifestasi. Pengamatan dan pengukuran terhadap temperatur manifestasi yang ada sebelum maupun sesudah pengeboran sumur MTL-1, MT-1, dan MT-2 terus dilakukan sampai sekarang. Selain manifestasi di sekitar bekas sumur MT-1 dan sumur MT-2, hasil pengamatan pada periode kali ini juga menunjukkan adanya pemunculan manifestasi baru yaitu di seberang barat daya sungai Wai Luja, sekitar 150 m barat daya sumur MT-2. Manifestasi baru yang muncul berupa mata air panas dan bualan lumpur panas. Temperatur lumpur dan air panas terdeteksi 98 o C, ph 6,72, terdeteksi H 2 S sebesar 7 ppm pada jarak 20 cm dari bualan lumpur dan tidak terdeteksi adanya gas SO 2. Pembahasan Hasil pengamatan terhadap kondisi fisik sumur menunjukkan diperlukan beberapa perawatan terkait adanya bocoran gas di sekitar sumur MT-2 dan sumur MT-4. Sementara untuk sumur MT-3 diperlukan perbaikan agar rembesan kondensat di kepala sumur dapat diatasi. Selain itu juga perlu dilakukan penggantian manometer baru di sumur MT-2, MT-4, dan MT-6 mengingat manometer yang ada sudah tidak dapat berfungsi.

Hasil pengamatan terhadap tekanan di kepala sumur (TKS) menunjukkan bahwa secara umum TKS sumur-sumur Mataloko pada kondisi stabil. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa TKS sumur MT-3 mengalami peningkatan dibandingkan kondisi TKS tahun 2010, sementara untuk sumur justru terjadi penurunan TKS. Kondisi yang berkebalikan antara TKS sumur MT-3 dengan tersebut diperkirakan karena adanya koneksi antara sumur MT-3 dan sumur sehingga sebagian fluida sumur mengalir keluar melewati sumur MT-3. Ini sangat dimungkinkan mengingat jarak kedua sumur tersebut yang kurang dari 50 meter dan adanya fakta bahwa pada saat sumur pertama kali diproduksikan terdapat penurunan tekanan pada sumur MT-3. Simpulan terkait kestabilan kondisi TKS tersebut diperkuat oleh hasil pengamatan dan diskusi dengan operator PLTP Mataloko yang menunjukkan bahwa keluaran (daya listrik) dari pembangkit relatif tidak mengalami penurunan semenjak pembangkit dioperasikan pada awal tahun 2011 atau hampir 10 bulan, yaitu sebesar 1,8 MW. Namun pada saat monitoring dilakukan terjadi penurunan daya listrik yang dihasilkan yaitu hanya sebesar 1,182 MW, dikarenakan persoalan di menara pendingin. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa konsentrasi senyawa kimia fluida sumur Mataloko relatif sangat kecil. Konsentrasi silika pada fluida sumur, dalam hal ini air separasi, hanya kurang dari 5 ppm. Hal ini cukup jauh bila dibandingkan dengan data dari sumur lapangan yang lain. Tabel 5. menunjukkan perbandingan komposisi fluida sumur Mataloko hasil monitoring tahun 2010 dan 2011 dibandingkan dengan komposisi kimia fluida sumur lapangan Silangkitang di Sarulla dan sumur Broadland di Ohaaki. Dalam tabel terlihat bahwa silika dalam fluida sumur Silangkitang-1 adalah 301 ppm dan dari sumur Broadland-1 sebesar 565 ppm, jauh di atas kandungan silika fluida sumur Mataloko. Rendahnya konsentrasi SiO 2 dan Ca 2+ menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya scalling baik yang disebabkan oleh silika maupun kalsit relatif kecil mengingat konsentrasinya masih berada jauh di bawah nilai kelarutannya. Hasil analisis gas sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6. memperlihatkan bahwa gas CO 2 mendominasi kandungan gas dalam fluida sumur Mataloko (di atas 90% mol), selanjutnya diikuti oleh gas H 2 S. Perbandingan antara CO 2 sebagai gas yang lebih sulit larut dalam air dibandingkan H 2 S dapat digunakan untuk menunjukkan kondisi di reservoir terkait dengan pembentukan uap yang terjadi. Fluida sumur MT-3 memiliki perbandingan CO 2 /H 2 S yang paling tinggi mengindikasikan bahwa pembentukan uap di sekitar dasar sumur MT-3 merupakan yang tertinggi, diikuti daerah di sekitar sumur dan terakhir sumur MT-4. Hal ini sejalan dengan hasil uji produksi sebelumnya yang menunjukkan bahwa fluida sumur MT-4 merupakan fluida dua fasa. Apabila dibandingkan dengan hasil monitoring tahun 2010, terjadi peningkatan konsentrasi gas tidak terkondensasi (NCG) pada fluida gabungan sumur MT-3 dan dimana pada tahun 2010 konsentrasinya sebesar 1,6% berat sementara pada monitoring kali ini 3,04% berat. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan

fraksi uap di reservoir sekitar sumur MT-3 dan. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh diproduksikannya fluida dari kedua sumur tersebut untuk memasok pembangkit yang ada sehingga mengakibatkan pembentukan uap menjadi semakin cepat. Dari sisi lingkungan terutama terkait pemunculan manifestasi di sekitar sumur Mataloko, terdapat pemunculan manifestasi baru berjarak sekitar 150 m di sebelah barat daya lokasi sumur MT-2. Meskipun hasil deteksi kandungan gas dan air menunjukan bahwa fluida manifestasi tersebut tidak berbahaya, namun perlu diantisipasi pemunculannya mengingat manifestasi tersebut muncul di lahan milik warga. Sehingga kedepannya perlu dilakukan antisipasi sehingga aktifitas manifestasi tidak mengganggu dan meresahkan masyarakat sekitarnya. Kesimpulan Hasil monitoring sumur-sumur eksplorasi lapangan panas bumi Mataloko periode kedua bulan November 2011 menunjukkan tekanan kepala sumur (TKS) yang relatif stabil dimana TKS sumur MT-3 adalah 5,1 barg (dialirkan) dan TKS sumur adalah 5,2 barg (dialirkan). Hasil analisis kimia fluida sumur yang ada menunjukkan konsentrasi senyawa kimia yang relatif kecil sehingga diperkirakan tidak menimbulkan permasalahan terkait pemanfaatan fluida sumur. Analisis sampel gas dari fluida gabungan sumur MT-3 dan menunjukkan peningkatan konsentrasi gas-gas tidak terkondensasi yang mengindikasikan peningkatan fraksi uap pada reservoir sekitar sumur MT-3 dan akibat diproduksikannya fluida kedua sumur tersebut untuk memasok pembangkit. Hasil pengamatan terhadap kondisi sekitar sumur menunjukkan peningkatan aktivitas manifestasi berupa pemunculan manifestasi baru pada jarak sekitar 150 m barat daya lokasi sumur MT-2 berupa mata air panas dan bualan lumpur panas dengan temperatur mencapai 98 o C. Pustaka Dahlan, dkk, (2011), Laporan Monitoring Sumur MT-2, MT-3, MT-4 dan periode kedua Tahun 2011 Daerah Panas bumi Mataloko, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, Pusat Sumber Daya Geologi. Yushantarti, Ana, dkk, (2011), Laporan Monitoring Sumur MT-2, MT-3, MT-4 dan priode pertama 2011 Daerah Panas bumi Mataloko, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, Pusat Sumber Daya Geologi.

Gambar 1. Lokasi kegiatan monitoring sumur-sumur eksplorasi panas bumi Mataloko

Tabel 1. Tekanan kepala sumur pada sumur-sumur Mataloko Titik Pengamatan Tekanan (barg) TKS Sumur MT-2 - TKS Sumur MT-3 (flowing) 5,1 TKS Sumur MT-4 - TKS Sumur (flowing) 5,2 TKS Sumur MT-6 - Tabel 2. Hasil analisis sampel kondensat dan air separasi sumur Mataloko Senyawa Kimia MT- 3 SPW MT- 3 MT- 4 SPW MT- 4 GAB MT-3 - SPW ph 5.14 4.6 4.56 6.29 4.98 4.88 6.18 EC (μs/cm) 15.36 20.3 23.5 26.5 9.08 10.71 7.84 SiO 2 (mg/l) 0 1.37 0 0.11 0 0 3.89 B 0.21 11.78 0 0 0 0.25 0.82 Al 3+ 0.13 0.23 0.16 0.16 0.16 0.16 0.38 Fe 3+ 0.01 0.14 0.78 0.13 0.05 0.41 0.82 Ca 2+ 0.1 0.24 0.22 0.27 0.25 0 0.59 Mg 2+ 0.05 0.05 0.07 0.04 0 0.03 0.16 Na + 0.02 0.24 0 0.24 0 0 0.13 K + 0.02 0.03 0 0.06 0.01 0.01 0.02 Li + 0.01 0.04 0.01 0.01 0.01 0.04 0.02 As 0.3 0.3 0 0 0.3 0 0.3 As 3+ 2.25 0.65 3.5 4.5 1.75 0.75 0.5 + NH 4 0.36 0.36 0.24 0.24 0.24 0.24 0 F - 0 0 2 0 4 2.5 0 Cl - 2 5 7 12 0 0 4 2- SO 4 6.88 0 4.59 2.29 2.29 0 6.05 - HCO 3 0 0 0 0 0 0 0

Senyawa Kimia MT- 3 SPW MT- 3 MT- 4 SPW MT- 4 GAB MT-3 - SPW CO 3 = -0.60% -9.59% -3.68% -2.03% -2.14% 6.76% -4.71% Tabel 3. Hasil analisis sampel gas sumur Mataloko Non Condensable (mmol) Sumur CO 2 H 2 S He H 2 N 2 O 2 Ar CH 4 MT-3 63.25 0.631 0.1607 0.2087 1.4133 0.2444 0.012 0.0315 MT Gab 26.063 0.724 0.0178 0.0734 0.3913 0.0148 0.0035 0.0082 MT-4 121.57 7.75 0.0058 0.1182 0.6151 0 0.0023 0.0367 16.611 0.733 0.0153 0.0283 1.0739 0.2358 0.0095 0.0095 Tabel 4. Perbandingan tekanan kepala sumur tahun 2010 dan 2011 Titik Pengamatan Tekanan (barg) 2010 2011 TKS Sumur MT-2 3,4 - TKS Sumur MT-3 (flowing) 4,8 5,1 TKS Sumur MT-4 8,5 - TKS Sumur (flowing) 5,6 5,2 TKS Sumur MT-6 - Tabel 5. Komposisi kimi fluida sumur Mataloko, Silangkitang dan Broadland Parameter Monitoring 2011 Monitoring 2010 Lapangan Lain MT-3 SPW MT-3 SPW MT-3 SPW MT-3 ph 5.14 4.6 4.88 6.18 5.98 6.58 4.13 S I L 1-1 BR-1

SiO 2 0 1.37 0 3.89 0.08 0.24 0.12 301 565 B 0.21 11.78 0.25 0.82 0.17 5.84 0 28.9 48.1 Al 3+ 0.13 0.23 0.16 0.58 0.08 0.05 0.02 Fe 3+ 0.01 0.14 0.41 0.82 0.11 0.17 0.29 Ca 2+ 0.1 0.24 0 2.59 0.07 0.02 0 8.3 4.6 Mg 2+ 0.05 0.05 0.03 0.16 0.08 0.13 0.08 0.13 Na + 0.02 0.24 0 0.13 0.05 0.03 0 1100 1065 K + 0.02 0.03 0.01 0.02 0.12 0.08 0.04 65 152 Li + 0.01 0.04 0.04 0.02 0.01 0 0.01 1.3 10.9 As 0.3 0.3 0 0.3 0 10.55 0 As 3+ 2.25 0.65 0.75 0.5 1.81 0 1.09 12 + NH 4 0.36 0.36 0.24 0 0 0 0 9.9 F - 0 0 2.5 0 1 0.5 1 878 1701 2- SO 4 2 5 0 10 2 20 3 495 43 - HCO 3 6.88 0 0 6.05 3.64 12.12 0 562 230 = CO 3 0 0 0 0 0 0 0 Tabel 6. Prosentase kandungan gas sumur Mataloko Sumur Gas tidak terkondensasi (%mol) CO 2 H 2 S He H 2 N 2 O 2 Ar CH 4 mole % Total NCG % berat MT-3 95.9 0.96 0.24 0.32 2.14 0.37 0.02 0.05 4.07 9.25 M T Gab 95.48 2.65 0.07 0.27 1.43 0.05 0.01 0.03 1.28 3.04 MT-4 93.45 5.96 0 0.09 0.47 0 0 0.03 5.91 13.12 88.75 3.92 0.08 0.15 5.74 1.26 0.05 0.05 1.46 3.38