BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fashion merupakan suatu bagian dari kehidupan sehari-hari yang tidak dapat dipisahkan dalam aspek penampilan. Saat ini fungsi fashion bukan lagi sekedar penutup tubuh, namun menjadi suatu kebutuhan sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan identitas diri. Kebutuhan ini didasari oleh keinginan konsumen untuk meningkatkan prestige berdasarkan simbol yang dikenakan (Nia dan Zaichkowsky, 2000). Produk yang termasuk fashion tidak hanya pakaian dan aksesori yang dikenakan, tetapi juga perhiasan dan sepatu. Salah satu produk fashion yang berkembang dengan pesat adalah sepatu. Hal ini ditunjukkan oleh semakin meningkatnya penjualan sepatu di pasar lokal. Belanja sepatu masyarakat Indonesia pada 2012 mencapai Rp. 115.000 per kapita, meningkat dari tahun sebelumnya yang baru mencapai Rp. 106.000 per kapita dan diproyeksikan untuk terus meningkat sebesar 30% di periode berikutnya (Tim redaksi 01, 2011). Salah satu produk sepatu yang banyak digunakan di Indonesia adalah Converse. Merek sepatu ini berasal dari Amerika Serikat. Keberadaan sepatu Converse di Indonesia dinilai cukup besar, hal tersebut terlihat dengan dibangunnya dua buah pabrik tempat pendistribusian sepatu Converse yang berada di daerah Tangerang dan Sukabumi. Converse memiliki nilai penjualan tertinggi pada penjualan di situs jejaring sosial. Dalam jejaring sosial Facebook, penggemar produk Converse mencapai 1,5 juta orang, tertinggi dari dua kompetitornya yaitu Nike dan Adidas (Rudy, 2011). Hal itu menunjukkan bahwa Converse merupakan merek yang sangat populer untuk kalangan anak muda, begitu pula Berdasarkan pengamatan, peneliti banyak menemukan mahasiswa di Kota Bandung yang menggunakan sepatu Converse. Selain populer, beberapa alasan yang membuat mereka menggunakan sepatu Converse adalah kualitas yang baik dan nyaman digunakan. Beberapa mahasiswa juga menyatakan bahwa Converse dinilai mampu meningkatkan prestige penggunanya karena
2 harganya yang cukup mahal. Data ini diperoleh melalui studi pendahuluan yang dilakukan kepada 75 mahasiswa pengguna Converse di Kota Bandung. Menurut Nia dan Zaichkowsky (2000), produk yang dinilai mewah dan sangat diminati oleh konsumen rentan menjadi target barang tiruan atau counterfeit. Hal ini pun terjadi pada produk Converse. Maraknya Converse tiruan (counterfeit) di Indonesia, khususnya di Kota Bandung ditunjukkan oleh jaringan distribusi produk counterfeit yang sangat luas. Produk Converse counterfeit mudah ditemukan di daerah perbelanjaan seperti alun-alun, Tegalega, Pasar Baru, Pasar Gede Bage, Cikudapateuh (Ahmad Yani), Cihapit serta toko-toko eceran sepatu lain yang lebih besar. Selain itu, produk counterfeit marak diperjual-belikan secara online. Banyak sekali situs internet yang menjual produk Converse counterfeit. Hal tersebut berbanding terbalik dengan Converse original yang hanya memiliki satu situs internet resmi di Indonesia. Toko resmi Converse original di Kota Bandung pun hanya terdapat di Trans Studio Mall dan Paris Van Java, ditambah dengan beberapa gerai yang tidak khusus menjual produk Converse. Converse counterfeit diminati karena harganya lebih murah namun memiliki bentuk dan model yang sangat mirip dengan produk original. Banyaknya Converse counterfeit di pasaran membuat penjualan Converse original tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan. Hal tersebut dapat digambarkan oleh data laporan keuangan PT. Mitra Adi Perkasa sebagai pemegang lisensi serta distributor sepatu Converse di Indonesia :
3 Tabel 1.1 Data Penjualan Sepatu Converse (Sumber: Perseroan MCI Estimate) Data tersebut menunjukkan bahwa penjualan Converse tidak mengalami peningkatan yang signifikan, dari periode tahun 2009 hingga memasuki akhir tahun 2010 pertumbuhannya hanya 4%. Dua tahun berikutnya memang terjadi peningkatan 2% namun satu tahun kemudian pada 2013 tidak terjadi peningkatan. Kesimpulannya Converse lambat dalam proses penjualan. Salah satu penyebabnya karena terjadi persaingan dengan Converse counterfeit. Hal ini ditanggapi dengan serius oleh pihak Converse yang berupaya mengajukan tuntutan terhadap lebih dari 30 perusahaan dari seluruh dunia atas tuduhan menjiplak beberapa model sepatu Converse (Aningtias Jatmika, 2014). Sebelum melakukan pembelian, pengguna Converse biasanya akan mendekatkan diri dengan produk yang hendak dibeli. Secara konseptual hal ini dinamakan keterlibatan konsumen. Menurut Ferrinadewi (2005), keterlibatan adalah bentuk perwujudan motivasi dan merupakan suatu kondisi dimana konsumen berupaya untuk mendekatkan dirinya dengan produk atau merek dalam suatu bentuk hubungan tertentu. Keterlibatan dilakukan ketika objek (produk, jasa atau pesan promosi) dirasakan membantu dalam memenuhi kebutuhan, tujuan, dan nilai penting lainnya. Dengan semakin meningkatnya keterlibatan, konsumen memiliki motivasi yang lebih besar untuk memperhatikan, memahami, dan mengelaborasikan informasi tentang pembelian (Mowen, 2002).
4 Keterlibatan konsumen tidak hanya dibedakan pada tingkat keterlibatannya saja tetapi juga dalam tipenya. Perbedaan ini terjadi karena persepsi tingkat kepentingan, tingkat kenyamanan, tingkat resiko, dan nilai diri yang bisa direfleksikan melalui suatu produk setiap konsumen berbedabeda (Laurent & Kapferer, 1986). Hal ini yang mendasari keterlibatan konsumen dikelompokkan ke dalam beberapa tipe. Dalam penelitian ini, tipe keterlibatan konsumen mengacu kepada konsep multi-dimensional aspek keterlibatan yang disarankan oleh beberapa peneliti (Sutisna, Peter dan Olson, 2002) yaitu: keterlibatan normative, keterlibatan resiko subjektif, keterlibatan jangka panjang, dan keterlibatan situational (dalam Ferrinadewi, 2005). Tipe keterlibatan konsumen pada penelitian ini digunakan untuk menggambarkan motivasi dan perilaku mahasiswa saat mendekatkan dirinya dengan suatu produk. Hal ini sejalan dengan pernyataan Peter dan Olson (2002) bahwa konsep keterlibatan sangat dapat menjelaskan perilaku konsumen. Motivasi mahasiswa saat mendekatkan dirinya dengan suatu produk beragam, di antaranya dipengaruhi oleh prestige dan gengsi, adanya situasi spesifik, minat dan rasa percaya pada produk, dan pertimbangan manfaat, resiko serta kondisi finansial. Perbedaan motivasi dan perilaku mahasiswa untuk mendekatkan dirinya dengan suatu produk akan mempengaruhi kecenderungan mereka dalam membeli sepatu Converse counterfeit. Variabel yang digunakan peneliti untuk mengukur hal tersebut adalah intensi membeli. Seperti yang dikatakan oleh Peter dan Olson (2002), bahwa perilaku konsumen dalam membeli suatu produk dapat diprediksi dengan cara mengukur intensi mereka sebelum melakukan pembelian. Menurut Ajzen (2006), intensi merupakan derajat keinginan seseorang untuk mencoba memunculkan suatu perilaku dan seberapa kuat usaha seseorang dalam memunculkan perilaku tersebut. Dimensi intensi membeli dalam penelitian ini diperoleh dari definisi intensi yang dikemukakan oleh Ajzen (2006), yaitu: sejauh mana keinginan konsumen untuk mewujudkan/tidak mewujudkan perilaku membeli Converse counterfeit dan seberapa besar usaha konsumen untuk membeli Converse counterfeit. Berdasarkan dua dimensi tersebut, peneliti ingin melihat apakah
5 terdapat hubungan antara keterlibatan normatif, keterlibatan resiko subjektif, keterlibatan jangka panjang, dan keterlibatan situasional dengan intensi membeli Converse counterfeit. Apabila terdapat hubungan, maka dapat dilihat tipe keterlibatan apa yang hubungannya paling signifikan. Pada akhirnya peneliti dapat mengetahui, mahasiswa dengan perilaku dan motivasi seperti apa yang memiliki kecenderungan tinggi untuk membeli sepatu Converse counterfeit. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti tertarik membuat suatu penelitian dengan judul Hubungan antara Tipe Keterlibatan Konsumen dengan Intensi Membeli Converse Counterfeit pada Mahasiswa di Kota Bandung. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, diketahui bahwa permasalahan utama adalah maraknya produk counterfeit. Didasari permasalahan tersebut, peneliti membuat pertanyaan penelitian yaitu : 1. Apakah terdapat hubungan antara tipe keterlibatan normatif dengan intensi membeli Converse counterfeit? 2. Apakah terdapat hubungan antara tipe keterlibatan situasional dengan intensi membeli Converse counterfeit? 3. Apakah terdapat hubungan antara tipe keterlibatan jangka panjang dengan intensi membeli Converse counterfeit? 4. Apakah terdapat hubungan antara tipe keterlibatan resiko subjektif dengan intensi membeli Converse counterfeit?
6 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Memperoleh data empiris mengenai tipe keterlibatan konsumen dan intensi membeli Converse counterfeit pada mahasiswa di Kota Bandung. 2. Memperoleh data empiris mengenai hubungan antara tipe keterlibatan konsumen dengan intensi membeli Converse counterfeit pada 3. Memperoleh data empiris mengenai hubungan antara tipe keterlibatan normatif dengan intensi membeli Converse counterfeit pada mahasiswa di Kota Bandung. 4. Memperoleh data empiris mengenai hubungan antara tipe keterlibatan situasional dengan intensi membeli Converse counterfeit pada 5. Memperoleh data empiris mengenai hubungan antara tipe keterlibatan jangka panjang dengan intensi membeli Converse counterfeit pada 6. Memperoleh data empiris mengenai hubungan antara tipe keterlibatan resiko subjektif dengan intensi membeli Converse counterfeit pada D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat bagi pihak yang terkait, yaitu : a. Bagi Pihak Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat memberi rekomendasi kepada perusahaan dalam menggambarkan perilaku konsumen Converse. Hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perusahaan untuk mengkaji ulang strategi pemasaran agar informasi dan distribusi produk menjadi lebih efektif. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perusahaan untuk memahami motivasi dan perilaku konsumen yang memiliki
7 kecenderungan tinggi untuk membeli produk counterfeit. Perusahaan dapat mengkaji ulang strategi pemasaran dan distribusi produk berdasarkan motivasi dan perilaku konsumen untuk meminimalisir kerugian yang disebabkan oleh persaingan dengan produk palsu. b. Bagi Penelitian Selanjutnya Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya yang mengangkat fenomena keterlibatan konsumen atau perilaku konsumen dalam membeli produk counterfeit. E. Sistematika Penulisan BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat penelitian 1.5 Sistematika Penulisan BAB II. KAJIAN PUSTAKA BAB III. METODE PENELITIAN BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI. DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN