BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina,

BAB I PENDAHULUAN. cakupan pelayanan KB yang telah mencapai 60,3% pada tahun (Depkes RI,

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dalam International Conference of Population Development (ICPD) Cairo

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator

BAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008)

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional (Prawirohardjo, 2007). Berdasarkan data

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan hasil kesepakan International Conference On Population and

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat yang menyebabkan. kepadatan penduduk (Hatta, 2012). Permasalahan lain yang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab mendasar dari timbulnya berbagai masalah. Mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga. alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. (bkkbn.go.id 20 Agustus 2016 di akses jam WIB). besar pada jumlah penduduk dunia secara keseluruhan. Padahal, jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian,

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya menurunkan hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui Millenium

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) Keluarga Berencana adalah

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP SUAMI DALAM BER-KB DI DESA WONOREJO WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDAWUNG I SRAGEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai. masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang keluarga berencana (KB) yang telah dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. administrasi kependudukan. Estimasi Jumlah penduduk Indonesia tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Permasalahan yang sangat menonjol adalah jumlah penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia setelah Republik Rakyat China, India, Amerika Serikat dan kemudian

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) (2014) penggunaan. kontrasepsi modern telah meningkat tidak signifikan dari 54% pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi

ABSTRAK. Kata kunci: pengalaman, seksual, vasektomi. Referensi (108: )

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu masalah besar. berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 229 juta jiwa. Dimana terjadi peningkatan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

BAB I PENDAHULUAN. miliar jiwa. Cina menempati urutan pertama dengan jumlah populasi 1,357 miliar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. namun kemampuan mengembangkan sumber daya alam seperti deret hitung. Alam

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus

BAB I PENDAHULUAN. besar jiwa pada tahun 2010, laju pertumbuhan tinggi yaitu sebesar

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah

Kesesuaian Sikap Pasangan Usia 1

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi merupakan salah satu program yang dijadikan sebagai dasar perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. adalah dampak dari meningkatnya angka kelahiran. Angka kelahiran dapat dilihat dari pencapaian tingkat fertilitas.

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti

BAB I PENDAHULUAN. mulai menerapkan Program Keluarga Berencana Nasional pada tahun 1970

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperaatan. Disusun oleh : SUNARSIH J.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. diatas 9 negara anggota lain. Dengan angka fertilitas atau Total Fertility Rate

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

GAMBARAN MOTIVASI SUAMI TERHADAP KONTRASEPSI MANTAP DI DUKUH SIDOKERTO PURWOMARTANI KALASAN SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. serta India, hal ini telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi waktu itu

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang tinggi. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI SUAMI MENJADI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA (KB) DI DESA KEBET KECAMATAN BEBESEN KABUPATEN ACEH TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. diharapkan. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah penduduk merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Berbagai program pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah kependudukan tersebut, antara lain melalui program pelayanan kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana dan pembangunan keluarga sejahtera (BKKBN, 2009). Keluarga Berencana adalah usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat sejahtera dengan pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk. Hal tersebut diupayakan melalui gerakan reproduksi keluarga sejahtera, gerakan ketahanan keluarga sejahtera dan gerakan ekonomi keluarga sejahtera dengan sasaran pasangan usia subur (BKKBN, 2009). Paradigma baru program Keluarga Berencana (KB) adalah mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015 dan bertujuan memberdayakan masyarakat untuk membangun keluarga kecil berkualitas, menggalang kemitraan dalam peningkatan

kesejahteraan, kemandirian dan ketahanan keluarga serta meningkatkan kualitas pelayanan keluarga berencana (Syaifuddin, 2003). Belum maksimalnya peran pemerintah dalam menggalakkan program KB mengakibatkan tingginya pertambahan penduduk yang akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan pelayanan lainnya. Ketidakmampuan menciptakan lapangan pekerjaan yang cukup, berdampak pada naiknya angka pengangguran dan kemiskinan (Herlianto, 2008). Berdasarkan laporan BPS tahun 2007 jumlah penduduk miskin sebesar 16,58% dari total penduduk Indonesia atau sekitar 37,17 juta jiwa. Hal ini mengakibatkan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut United Nations Development Program/UNDP (2008),IPM Indonesia masih sangat rendah yaitu 0,728 menduduki peringkat 107 dari 177 negara. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia belum mampu untuk memanfaatkan jumlah populasinya yang besar menjadi kekuatan ekonomi dan harus segera mengatur laju pertumbuhan penduduknya (Herlianto, 2008). Cakupan peserta KB Baru dan KB Aktif pada profil kesehatan 2010, jumlah PUS di seluruh Indonesia mencapai 44.738.378 orang dengan jumlah peserta KB Baru 8.647.024 orang (19,33%), dan jumlah peserta KB Aktif 33.713.115 orang (75,36%). Persentase peserta KB Aktif menurut metode kontrasepsi di Indonesia IUD 11,03%, MOW 3,53%, MOP 0,68%, Implan 8,26%, Kondom 2,50%, Suntik 47,19%, Pil 26,81%. Persentase peserta KB Baru menurut metode Kontrasepsi di Indonesia

sebanyak IUD 5,97%, MOW 1,05%, MOP 0,27%, Kondom 7,98%, Implan 6,50%, Suntik 49,04%, Pil 29,19% (Depkes RI, 2010). Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan program KB tersebut di antaranya adalah pengadaan alat kontrasepsi yang masih kurang, jumlah petugas KB lapangan (PLKB) yang minim, serta kebijakan pemerintah di tiap daerah tidak sama (BKKBN, 2004). Cakupan pemakaian alat kontrasepsi pada pria di negara lain seperti Malaysia 16%, Bangladesh 14%, Iran 13%, Amerika 35%, dan Jepang 80%. Hal ini sangat penting, sebab peran pria dalam KB akan memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap pengendalian pertumbuhan penduduk dan penanganan masalah kesehatan reproduksi (BKKBN, 2005). Idealnya, dalam pelaksanaan program KB nasional, penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama pria dan wanita sebagai pasangan, sehingga metode kontrasepsi yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami istri. Pasangan suami istri harus saling mendukung dalam pemilihan dan penggunaan metode kontrasepsi karena kesehatan reproduksi, khususnya KB bukan hanya urusan pria atau wanita saja (Suprihastuti, 2003). Peserta KB di Indonesia masih didominasi oleh perempuan. Pemerintah dengan berbagai sumber daya yang telah ada berupaya untuk meningkatkan kesetaraan pria dalam ber-kb. Namun hasilnya masih belum seperti yang diharapkan (BKKBN, 2004).

Usia subur seorang wanita biasanya antara 15-49 tahun, oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita/pasangan ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat/metode KB. Rata-rata cakupan peserta KB aktif pada tahun 2010 adalah sekitar 75,4%, dimana Provinsi dengan persentase peserta KB aktif tertinggi adalah Bengkulu (89,9%), Gorontalo (85,6%), dan Bali (85,3%). Sedangkan persentase peserta KB aktif terendah adalah Papua (48,4%), Maluku Utara (58,2%), dan Kepulauan Riau (64%). Pada tahun 2010 sebesar 76,5% peserta KB aktif masih banyak menggunakan alat kontrasepsi jangka pendek terutama suntik (47,19%) dan Pil KB (26,81%). Sebaliknya metode MOP (Metode Operasi Pria) yang paling rendah proporsi penggunaannya yaitu hanya sebesar 0,68%. Sebagian besar peserta KB aktif adalah perempuan yaitu sebesar 96,82% dan 3,18% lainnya adalah laki-laki (Depkes RI, 2010). Berdasarkan cakupan peserta KB Baru dan KB Aktif di Provinsi Pemerintah Aceh dengan jumlah PUS 776.140 orang, peserta KB Baru sebanyak 197.755 (25,48%), peserta KB Aktif sebanyak 593.025 (76,41%). Peserta KB Baru yang menggunakan metode kontrasepsi IUD 2.438 (1,23%), MOW 644 (0,33%), MOP 22 (0,01%), kondom 33.691 (17,04%), Implan 3.496 (1,77%), Suntik 83.222 (42,08%), Pil 74.242 (37,54%). Peserta KB Aktif yang menggunakan metode kontrasepsi IUD 11.993 (2,02%), MOW 4.479 (0,76%), MOP 187 (0,03), Implan 11,746 (1,98%), Kondom 51.698 (8,72%), Suntik 267.195 (45,06%), Pil 245.727 (41,44%) (Depkes RI, 2010).

Ketidaksetaraan gender dalam ber KB dan kesehatan reproduksi sangat berpengaruh pada keberhasilan program. Sebagian besar masyarakat dan penyelenggara serta penentu kebijakan masih menganggap bahwa pengguna kontrasepsi adalah urusan perempuan, masih relatif rendahnya kepedulian pria dalam proses reproduksi keluarganya, terutama dalam hal kehamilan dan kelahiran. Rendahnya partisipasi pria terhadap pemakaian kontrasepsi sebanyak 1,3% dari total peserta KB aktif merupakan manifestasi ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender (BKKBN, 2005). Masih adanya perempuan yang tidak berpartisipasi dalam program KB dipengaruhi juga oleh pengetahuan dan perilaku. Rendahnya pengetahuan perempuan tersebut memengaruhi persepsinya tentang penggunaan alat kontrasepsi, karena salah satu yang menentukan persepsi seseorang adalah pengetahuan yang ia miliki. Seseorang yang memiliki pengetahuan baik tentang sesuatu objek akan memiliki persepsi yang lebih positif terhadap hal tersebut. Seseorang yang memiliki persepsi positif tentang sesuatu akan membuat individu tersebut akan memiliki sikap dan perilaku yang positif juga terhadap hal tersebut (BKKBN, 2004). Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya sikap dan perilaku seseorang (over behaviour). Penerimaan sikap dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka akan menghasilkan sebuah perilaku yang akan dapat dipertahankan lebih lama. Menurut Affandi (1987) faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat/cara kontrasepsi, baik sebagai faktor yang penentu penerimaan pemakaian kontrasepsi

oleh masyarakat yaitu: faktor medik mekanik dan faktor sosial budaya (sosial ekonomi, sosio demografi, pengetahuan). Pemakaian alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan, terutama pada perempuan. Banyak faktor yang memengaruhi perempuan dalam pemakaian alat kontrasepsi. Green dalam Notoatmodjo (2007) menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Perilaku itu ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam karakteristik, pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan sosial, ketersediaan atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam dukungan dari orang terdekat, dukungan sikap dan perilaku petugas kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Hasil penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan determinan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS yaitu penelitian Sulistio (2010), bahwa ada empat variabel independen yang memiliki hubungan dengan pemilihan alat KB, yaitu variabel umur ibu, pendidikan, jumlah anak hidup, dan umur anak terakhir. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti (2007) mengenai beberapa faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita di Kecamatan Tonjong Kabupaten Brebes menunjukkan ada hubungan umur, pendidikan, pengetahuan, komunikasi KB, ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan, peran petugas, dengan pemakaian alat kontrasepsi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Syamsiah (2002) mengenai dukungan suami dalam pemilihan alat kontrasepsi pada peserta KB di Kelurahan Serasan Jaya Sumatera Selatan menyatakan bahwa adanya hubungan antara dukungan suami dalam pemilihan alat kontrasepsi (p=0,000). Penelitian yang dilakukan oleh Wurjayanto, Eko Berbudi (2007) mengenai hubungan peran petugas, kenyamanan KB dan dukungan suami dengan pergantian dini metode KB di Puskesmas Salaman 1 Kec. Salaman Kab. Magelang menunjukkan ada hubungan antara dukungan suami dengan pergantian dini metode KB. Setelah dilakukan survei dan pengambilan data di wilayah kerja Puskesmas Blangkejeren diperoleh data jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) sebanyak 556 pasangan dan jumlah akseptor KB sampai Agustus 2010 yaitu Suntik (41%), Implant (20,5%), pil (20%), AKDR (13,6%), kondom (4,1%), MOP (0%). Hasil wawancara dengan PUS sebanyak 20 orang, ibu yang membawa anak dan bayi berobat, bahwa sebagian besar dari mereka (11 orang) belum menjadi akseptor KB dengan berbagai alasan tidak tahu KB apa yang cocok untuk dirinya, tidak tahu alat-alat KB apa saja yang tersedia, agak susah menjangkau pelayanan kontrasepsi, kurang dukungan dari petugas kesehatan, dan tidak diizinkan oleh suami. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti Determinan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren.

1.2. Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah determinan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh determinan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues. 1.4. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh determinan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita PUS di wilayah kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Gayo Lues. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan bagi pihak Puskesmas Kota Blangkejeren dalam menggalakkan kembali program keluarga berencana di wilayah kerjanya, untuk menggunakan alat kontrasepsi. 2. Sebagai bahan masukan bagi pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues dalam menyusun program kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan program keluarga berencana.

3. Bagi kalangan akademik, penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai kontribusi untuk memperkaya khasanah keilmuan pada umumnya dan pengembangan penelitian sejenis di masa yang akan datang.