ANALISIS PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MELALUI PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION. Oleh : Meylan M.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

AKIBAT HUKUM PENGHENTIAN PENYIDIKAN PERKARA PIDAN DAN PERMASALAHANNYA DALAM PRAKTIK

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan pembahasan dan analisis, disimpulkan bahwa

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan

I. PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa

TINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG)

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

DAFTAR PUSTAKA. Achmad Ali, Menguak Realitas Hukum, Rampai Kolom dan Artikel Pilihan dalam. Bidang Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2008.

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Hak-hak korban pelanggaran HAM berat memang sudah diatur dalam

BAB IV FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM KELUARGA DI POLRES BENGKULU

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat di simpulkan :

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB IV HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN SANKSI PIDANA ADAT TERHADAP PENCURIAN TERNAK PADA MASYARAKAT DI DESA LAGAN KECAMATAN TALANG EMPAT

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA. (Skripsi) Oleh BEKI ANTIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

DAFTAR PUSTAKA. Grafika, Jakarta Grafika, Anton M.Moelijono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB III PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG

TINJAUAN YURIDIS SOSIOLOGIS PERAN PENYIDIK DALAM MELAKUKAN IDENTIFIKASI PERILAKU TINDAK PIDANA PERKOSAAN (STUDI DI POLRES KOTA MALANG)

SIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku-Buku Adami Chazawi, 2011, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta, Raja Grafindo Persada

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

Kata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2

BAB III PENUTUP. di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHUUAN. lainya, mengadakan kerjasama, tolong-menolong untuk memperoleh. pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama.

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Terkait upaya pemberian perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

DAFTAR PUSTAKA. Andi Hamzah, Asas - Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008.

Transkripsi:

ANALISIS PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MELALUI PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION Oleh : Meylan M. Maramis 1 A. PENDAHULUAN Pilihan Penyelesaian Sengketa atau disebut juga dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dalam istilah asingnya disebut Alternative Dispute Resolution (disingkat ADR) adalah sebuah konsep yang mencakup berbagai bentuk penyelesaian sengketa selain dari pada proses peradilan melalui cara-cara yang sah menurut hukum, baik berdasarkan pendekatan konsensus, seperti negosiasi, mediasi dan konsiliasi atau tidak berdasarkan pendekatan konsensus, seperti arbitrasi. Arbitrasi berlangsung atas dasar pendekatan adversarial (pertikaian) yang menyerupai proses peradilan sehingga menghasilkan adanya pihak yang menang dan kalah. ADR ini bertitik tolak dari hak-hak asasi (hak dasar manusia) untuk dapat menentukan pilihan mana yang paling cocok bagi dirinya, yaitu hak asasi setiap orang dalam masyarakat untuk dapat menuntut dan mengharapkan putusan yang tepat atau memuaskan. Harapan-harapan lain itu nyatanya sampai sekarang tidak selalu demikian, lebih-lebih masalah itu ditangani melalui adversarial (pertikaian) atau badan-badan peradilan seperti Pengadilan atau Arbitrase itu memakan waktu yang panjang, biaya yang tidak kecil, penyelesaian yang rumit, dan kadang-kadang selalu sering tidak dapat memuaskan pihak-pihak yang bersengketa. Mengingat kepentingan masyarakat yang demikian itu untuk memperoleh keadilan dalam waktu yang cepat dengan biaya yang murah, mereka sering mencari bentuk-bentuk lain selain dari cara yang diadili melalui cara adversarial baik melalui badan peradilan maupun arbitrase. Karena kalau melalui badan peradilan atau arbitrase solusinya itu satu menang satu kalah (win/lose). Kondisi semacam ini mendorong berbagai kalangan mencoba untuk mencari alternatif solusi dari berbagai sengketa tersebut. Tidak jarang kasus-kasus dalam bidang pidana tertentu yang juga diselesaikan dengan cara ADR ini. Dapat disebutkan di sini misalnya dalam pelanggaran lalu lintas, perkara-perkara ringan dan juga tindak pidana (delik) aduan. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam analisis kasus di sini dipilih tentang kasus penganiayaan (perkelahian) yang penyelesaiannya tidak lewat jalur pengadilan, tetapi diselesaikan lewat jalur kesepakatan (konsensus). 1 Dosen Pada Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado 77

Vol.XXI/No.4/April-Juni /2013 Edisi Khusus B. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah Langkah-Langkah Dalam Penyelesaian melalui ADR? 2. Surat Pernyataan sebagai salah satu syarat bukti dalam penyelesaian dengan ADR? C. METODE PENULISAN Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif dan tipe kajian hukumnya adalah komprehensif analitis terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian dan pembahasan dijabarkan secara lengkap, rinci, jelas dan sistematis sebagai karya ilmiah. Penelitian hukum normatif mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Norma hukum yang berlaku itu berupa norma hukum positif tertulis bentukan lembaga perundang-undangan (undang-undang dasar), kodifikasi, undang-undang, peraturan pemerintah, dan seterusnya dan norma hukum tertulis bentukan lembaga peradilan (judge made law), serta hukum tertulis buatan pihak-pihak yang berkepentingan (kontrak, dokumen hukum, laporan hukum, catatan hukum, dan rancangan undang-undang). 2 D. PEMBAHASAN 1. Langkah-Langkah Penyelesaian melalui ADR Dalam kasus penganiayaan (perkelahian) pihak yang merasa dirinya sebagai korban penganiayaan biasanya melapor atau mengadukan perkaranya kepada Polisi. Dengan adanya laporan atau pengaduan tersebut diharapkan dapat dilakukan penyidikan lebih lanjut kepada tersangka terhadap korban yang dianiaya. Tindakan yang telah diambil oleh pihak polisi adalah menerima dan membuat laporan polisi, mendatangi TKP dan membuat sket TKP, membuat Berita Acara TKP, membuat permohonan Visum et Repertum dokter, dan mengadakan penyidikan lebih lanjut. Dalam Berita Acara Pemeriksaan, telah diperiksa pihak tersangka dan saksi-saksi antara lain. Setelah Berita Acara Pemeriksaan dibuat, pihak tersangka dan korban berunding untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan cara damai (kekeluargaan), dimana pihak tersangka mengajukan kesanggupannya untuk menanggung biaya pengobatan korban selama korban dirawat di Rumah Sakit. Berdasarkan kesanggupan pihak tersangka, maka pihak korbanpun menyetujui usul tersangka tersebut. Dan untuk meyakinkan para pihak dan sekaligus agar mempunyai kekuatan hukum yang kuat, maka para pihak yaitu tersangka dan korban membuat kesepakatan berupa Surat 2 Abdulkadir Muhamad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 52. 78

Pernyataan di atas kertas segel dengan membubuhi tanda tangan masingmasing pihak dan para saksi. Berdasarkan Surat Pernyataan tersebut, maka pihak pelapor (pengadu) mengajukan permohonan untuk mencabut laporan (pengaduan) kasus penganiayaan tersebut, dengan pertimbangan bahwa pihak pelapor (pengadu) telah juga menandatangani Surat Pernyataan damai antara pihak tersangka dan pihak korban tersebut. 3 Berdasarkan surat pernyataan tersebut tampaknya bahwa kasus penganiayaan yang terjadi pada dasarnya telah diselesaikan dengan cara berdamai antara kedua belah pihak. Sehingga pihak polisi menghentikan penyidikannya berdasarkan Surat Pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak, dan Surat Permohonan Pencabutan Laporan/Pengaduan oleh pihak Pelapor/pengadu. Penghentian penyidikan ini dilakukan oleh pihak penyidik (polisi) dengan mempertimbangkan bahwa berdasarkan hasil penyidikan terhadap tersangka, saksi dan barang-barang bukti ternyata bahwa peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, yang dipersengketakan kepada tersangka, tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, sehingga perlu menghentikan penyidikan atas perkara tersangka tersebut. Hal ini berdasarkan Pasal 109 ayat (2) KUHAP. Adapun Pasal 109 KUHAP selengkapnya berbunyi: 4 Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum. Dalam hal penyidik menghentian penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya. Dalam hal penghentian tersebut pada ayat (2) di- lakukan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, pemberitahuan mengenai hal itu segera disampaikan kepada penyidik dan penuntut umum. 5 (Satjipto Rahardjo, 1992: 38). Alternative Dispute Resolution (ADR) adalah suatu rangkaian proses yang bertujuan untuk menyelesaikan perselisihan antara pihak-pihak yang pada mulanya perselisihan atau persengketaan itu hanya bisa diselesaikan lewat badan peradilan artinya melalui suatu pengadilan. Istilah Alternative Dispute Resolution (ADR) ini merupakan ungkapan yang dipergunakan oleh banyak penulis, untuk menguraikan pertumbuhan/perkembangan yang berhubungan dengan teknik-teknik yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan 3. Chazawi, Adami, Kejahatan Terhadap Tubuh Dan Nyawa, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. 4. Hamzah, Andi, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986. 5. Rahardjo, Satjipto, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1992, Hlm. 38. 79

Vol.XXI/No.4/April-Juni /2013 Edisi Khusus perselisihan (persengketaan) tanpa adanya suatu pedoman, baik melalui arbitrase, maupun badan-badan peradilan. Dalam mekanisme kerjanya Alternative Dispute Resolution (ADR) ini biasanya melibatkan penengah yang adil, dalam arti kata tidak memihak, dan bertindak sebagai pihak-pihak ketiga yang netral. Beberapa penulis juga mendefinisikan Alternative Dispute Resolution (ADR) dalam arti yang lebih luas, artinya ia bermaksud untuk menemukan jalan yang lebih baik dan bagus untuk menyelesaikan persengketaan, meliputi juga hal-hal yang tidak pernah terselesaikan melalui jalur pengadilan dan forum-forum resmi lainnya. Sedangkan penulis lain memberikan atensi atau perhatian, tekanan secara spesifik dalam rangka kebutuhan untuk mengurangi atau meringankan beban pengadilan. Dengan adanya Alternative Dispute Resolution (ADR) ini peradilan itu akan meringankan beban pengadilan, di samping itu juga tujuannya untuk memperoleh adanya solusi yang saling menguntungkan. Alternative Dispute Resolution (ADR) sering juga diartikan sebagai dalam satu jenis gerakan kemasyarakatan yang meliputi atau memiliki beberapa tujuan, seperti: 6 a. Mengurangi keterbatasan pengadilan; b. Menambah akses memperoleh keadilan; dan c. Memperkuat kapasitas masyarakat dan para lingkungannya atau tetangganya untuk menyelesaikan konflik-konflik sebelum mereka melanjutkannya ke pengadilan. Jadi dalam pengertian ini, Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Pilihan Penyelesaian Sengketa, adalah merupakan salah satu tuntunan yang diperoleh untuk menyelesaikan persengketaan, menyelesaikan konflik antara pihak-pihak di luar peradilan. Baru kalau mereka tidak dapat menyelesaikan konflik juga ataupun konsensus dalam solusinya dilanjutkan ke badan-badan adversary, baik arbitrase mapun pengadilan. Dari perkembangan semula ini merupakan suatu pertanggungan badan yang belum merupakan suatu bentuk yang mandiri tapi sekarang sudah diakui bahwa ADR itu merupakan disiplin yang independen (mandiri), artinya disiplin yang mempunyai metode-metode dan prosedur-prosedur penyelesaian, dalam rangka mengkafer proses penyelesaian sengketa yang begitu baik ataupun tidak cukup penyelesaian sengketa serta mendesain sistem penyelesaian sengketa. Tujuan Alternative Dispute Resolution (ADR) adalah menyediakan suatu proses yang sangat berharga untuk membantu di dalam penyelesaian pihak-pihak perselisihan yang bersengketa, terutama dalam proses atau terhadap penarikan sengketa dan pihak-pihak yang bersengketa untuk 6. Prinst, Darwan, Hukum Acara Pidana Dalam Praktek, Djembatan, Jakarta 1998. 80

mendesain bagaimana cara penyelesaian sengketa tersebut. 7 Bagaimana penyelesaiannya bisa melalui Negosiasi, dan Mediasi. Ciri utama dari masalah ADR ini adalah para pihaklah yang memberikan hasil dari yang disengketakan, dan para pihaklah yang menentukan yang mereka kehendaki bersama, mereka yang menentukan semuanya. Jadi dalam hubungannya dengan kasus penganiayaan tersebut di atas, maka sudah tepat apa yang dilakukan oleh para pihak tersebut menyelesaikan persoalannya. Prosesnya dapat dalam bentuk-bentuk yang tersetruktur seperti Negosiasi atau Mediasi, dimana pihak ketiga atau penengah, yang dihormati, dan diharapkan dapat bertindak adil akan menengahi sengketa itu. Pihak ketiga atau penengah ini, tidak mengambil putusan, tetapi memfasilitasi pihak-pihak untuk dapat mencapai apa yang menjadi solusi terhadap persengketaan yang dihadapi. Ini berarti bahwa kontrol atau pengendalian atau putusan diambil dari bentukbentuk penyelesaian dari persengketaan itu berada di tangan para pihak. Selanjutnya dalam menyelesaikan perkara ada beberapa karakter yang layak diselesaikan melalui konsensus, yaitu: 8 a. Masing-masing pihak mengklaim (menyatakan dirinya) atas keabsahan rasionalitas dan kepentingan tertentu. b. Kasus yang dikemukakan mengandung peluang untuk diakomodasaikan (dikompromikan). c. Adanya perimbangan relatif kekuatan atau pengaruh di antara para pribadi. d. Kasus sengketa bersifat polisentris yaitu melibatkan banyak kepentingan dan akan terpengaruh oleh setiap pilihan kepentingan. Proses penyelesian sengketa di Pengadilan itu, pada dasarnya: 9 a. memakan waktu yang lama; b. menuntut biaya yang tinggi; c. prosesnya sangat formal; d. keputusan tak selalu memuaskan; e. keputusan bersifat memaksa; f. didasrkan pada hak-hak; g. dapat merusak hubungan bisnis; h. dapat menimbulkan konflik yang berkepanjangan; i. melihat pada hal-hal yang sudah terjadi saja, tanpa memperhitungkan ke depan; j. umumnya hakim tak menguasai masalah teknis bisnis (dalam hal Bisnis misalnya); 7. Hadimulyo, Mempertimbangkan ADR Kajian alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Peradilan, ELSAM, Jakarta, 1997. 8. Hadimulyo, 1997, ibid. Hlm xvii 9. Sugandhi, R., KUHP Dan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya, 1981, hlm. 87. 81

Vol.XXI/No.4/April-Juni /2013 Edisi Khusus k. dapat mengancam reputasi pengusaha yang bersangkutan melalui pemberitaan oleh media massa. Sedangkan dalam Alternative Dispute Resolution (ADR), yaitu: a. waktu yang diperlukan relatif singkat; 10 b. biaya dapat ditekan; c. proses lebih informal; d. didasarkan pada musyawarah; e. dapat mengeliminir (mereduksi) konflik; f. lebih memberikan kepuasan pada para pihak; g. lebih cocok bagi kalangan bisnis. Dalam kasus penganiayaan sebagaimana yang dibahas dalam tulisan ini, maka dapat dikemukakan bahwa kasus penganiayaan yang terjadi tersebut sebenarnya harus ditempuh lewat jalur pengadilan. Walaupun sebenarnya telah diselesaikan secara kekeluargaan oleh pihak korban dan pihak tersangka. Tetapi hal ini sebenarnya belumlah cukup sebab berdasarkan pengaduan dari pihak pelapor, telah jelas-jelas bahwa pihak tersangka telah menganiaya pihak korban, sehingga menyebabkan korban mengalami lukaluka. Atas hal tersebut maka si tersangka sudah dapat dijerat dengan pasal 351 KUHP. 2. Surat Pernyataan sebagai salah satu syarat bukti dalam penyelesaian dengan ADR Adapun Surat Pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak sebenarnya lebih mengarah kepada masalah perdatanya saja, yaitu berupa biaya pengobatan selama korban dirawat di Rumah Sakit. Sedang kasus pidananya tetap dapat diteruskan ke pengadilan yaitu dengan melakukan penyidikan lebih lanjut, dan menemukan bukti-bukti dan sekaligus keterangan saksi-saksi yang telah mengetahui kejadian tersebut. Dengan demikian maka timbul persoalan sekarang Mengapa pihak Kepolisian tidak lagi melakukan penyidikan atau bahkan menghentikan penyidikan kasus penganiayaan tersebut, dengan pertimbangan berdasarkan surat pernyataan yang dibuat oleh para pihak tersebut? Apakah pihak Kepolisian tidak dapat menemukan bukti-bukti yang cukup kuat tehadap tersangka? Banyak memang pertanyaan-pertanyaan yang timbul, tetapi hal tersebut memang dalam kenyataannya ada dan berlanjut. Bagi masing-masing pihak yang terpenting adalah menerima kesepakatan yang telah diputuskan bersama tersebut. Dan untuk lebih mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka para pihak membuat Surat Pernyataan yang ditulis di atas kertas segel. Berdasarkan surat pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak dan saksi-saksi, maka kasus penganiayaan yang terjadi telah diselesaikan dengan cara kekeluargaan, dimana kedua belah pihak telah bersepakat untuk: 11 10. Hadimulyo, 1997, op cit. Hlm 23. 82

a. Sama-sama minta maaf dan memaafkan. b. Pihak pertama (pelaku) memberi bantuan uang dan pihak kedua (korban) menerima bantuan tersebut. c. Sama-sama berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan tersebut, baik kepada yang bersangkutan maupun kepada orang lain. d. Sama-sama berjanji apabila mengulangi lagi perbuatan tersebut, bersedia dituntut sesuai hukum yang berlaku. Di sinilah letak mengapa polisi tidak melakukan penyidikan lebih lanjut. Sebab yang paling utama dan terutama adalah pihak korban, yang telah menerima tawaran berdamai dari pihak tersangka, dan sekaligus menyatakan bahwa masalah penganiayaan tersebut telah diselesaikan dengan cara kekeluargaan (damai) antara para pihak. Dengan demikian masalah tersebut dianggap tidak ada atau tidak pernah ada dengan adanya Surat Pernyataan tersebut. Apalagi pihak korban telah menyetujui dan disaksikan oleh para saksi. Lagi pula budaya Indonesia yang cenderung mementingkan harmoni, keselarasan, kerukunan, dan kurang begitu mau dan mampu melihat suatu konflik dalam kenyataan yang wajar. Dilihat dari jenisnya, konflik dibedakan dalam dua garis besar kategori, yakni: 12 a. Konflik yang sebenarnya tidak perlu, yaitu konflik yang berkaitan dengan data atau informasi yang kurang, keliru, atau disengaja, perbedaan pandangan dan interpretasi. b. Konflik yang sebenar-benarnya konflik, yaitu konflik struktural (situasi, definisi peran, kendala waktu, ketimpangan kekuasaan atau wewenang, dan ketimpangan kontrol terhadap sumberdaya); konflik kepentingan (baik yang bersifat substantif, prosedural, maupun psikologis), dan konflik nilai (jatidiri). Ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa alternatif penyelesaian sengketa hanya mencakup bentuk-bentuk penyelesaian sengketa berdasarkan pendekatan konsensus, seperti negosiasi, fasilitasi, mediasi, konsiliasi, konsultasi, dan koordinasi. Arbitrasi tidak dimasukkan ke dalam bentuk alternatif, karena arbitrasi berlangsung atas dasar pendekatan adversarial (pertikaian) yang menyerupai proses peradilan sehingga menghasilkan adanya pihak yang menang dan kalah. Adapun bentuk-bentuk penyelesaian sengketa berdasarkan konsensus, dapat dijelaskan sebagai berikut: 13 a. Konsiliasi, yaitu usaha yang dilakukan pihak ketiga yang bersifat netral, untuk berkomunikasi dengan kelompok-kelompok yang bersengketa secara terpisah, dengan tujuan untuk mengurangi 11. Hadimulyo, 1997, Ibid, hlm. 30. 12. Soesilo, R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentarkomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1981. 13. Chazawi, Adami, Op Cit, 2004, Hlm. 67. 83

Vol.XXI/No.4/April-Juni /2013 Edisi Khusus ketegangan dan mengusahakan ke arah tercapainya persetujuan untuk berlangsungnya suatu proses penyelesaian sengketa. b. Fasilitasi, yaitu bantuan pihak ketiga untuk menghasilkan suatu pertemuan atau perundingan yang produktif. c. Negosiasi, yaitu proses yang berlangsung secara sukarela di antara pihak-pihak yang bertatap muka secara langsung untuk memperoleh kesepakatan yang dapat diterima kedua belah pihak mengenai suatu isu atau masalah tertentu. d. Mediasi, yaitu bantuan dari pihak ketiga dalam suatu proses negosiasi, namun pihak ketiga (mediator) tersebut tidak ikut serta mengambil keputusan. e. Konsultasi, yaitu pertemuan dua pihak atau lebih untuk membahas masalah-masalah yang dianggap penting untuk dapat dicarikan pemecahannya bersama. f. Koordinasi, yaitu upaya yang dilakukan oleh pihak yang memiliki otoritas tertentu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang melibatkan banyak pihak agar terhindar dari penanganan yang tumpang tindih. Ada beberapa karakter sengketa yang layak untuk dipertimbangkan penyelesaiannya melalui pendekatan konsensus, yaitu: 14 a. Para pihak yang bersengketa memperlihatkan sikap dan pengakuan atas keabsahan dan rasionalitas dari kepentingan dan keluhan yang dikemukakan oleh masing-masing pihak. b. Kasus yang mengandung peluang para pihak untuk mengakomodasikan atau mengkompromikan kepentingan mereka yang berbeda. c. Adanya perimbangan relatif kekuatan atau pengaruh yang dimiliki masing-masing pihak untuk memberikan tekanan-tekanan. d. Sengketa yang bersifat polisentris, yakni melibatkan banyak kepentingan dan akan terpengaruh oleh setiap pilihan keputusan. E. PENUTUP Dalam kenyataannya bahwa kasus penganiayaan dapat diselesaikan melalui alternatif penyelesaian sengketa (ADR), dimana para pihak yaitu tersangka dan pihak korban telah mengadakan kesepakatan damai dengan membuat Surat Pernyataan. Surat Pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak di hadapan Petugas Polisi (Penyidik) dapat dipakai sebagai solusi sepanjang dalam tindak pidana (perkara) ringan. Dan pula memang pihak pelapor mencabut pengaduannya, serta pihak penyidik tidak menemukan bukti-bukti yang kuat untuk melanjutkan perkara (tindak pidana) tersebut ke pengadilan. 14. Prinst, Darwan, Op cit, 1998, hlm. 87. 84

DAFTAR PUSTAKA Chazawi, Adami, Kejahatan Terhadap Tubuh Dan Nyawa, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. Hadimulyo, Mempertimbangkan ADR Kajian alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Peradilan, ELSAM, Jakarta, 1997. Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Cet. II, Penerbit Alumni, Bandung, 1998. Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Penerbit Alumni. Bandung, 2002. Muladi, Proyeksi Hukum Pidana Indonesia Dimasa Yang Akan Datang, Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum UNDIP, Semarang, 24 Februari 1990. Nyoman Serikat Putra Jaya, Relevansi Hukum Pidana Adat dalam Pembaharuan Hukum Pidana Nasional, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1995. Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, Jakarta: Aksara Baru, 1978. Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, PT Refika Aditama, Bandung, 2005. Ronny Hanitijo Soemitro, Beberapa Masalah Dalam Studi Hukum dan Masyarakat, Remadja Karya, CV. Bandung, 1985. Ronny Hanitjo Soemitro, Permasalahan Hukum di Dalam Masyarakat, Alumni, Bandung, 1984. Ronny Hanitjo Soemitro, Studi Hukum Dalam Masyarakat, Alumni, Bandung, 1985. Rahardjo, Satjipto, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1992. Hamzah, Andi, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986. Prinst, Darwan, Hukum Acara Pidana Dalam Praktek, Djembatan, Jakarta 1998. Soesilo, R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentarkomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1981. Sugandhi, R., KUHP Dan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya, 1981 Setiyono, Kejahatan Korporasi (Analisi Viktimoogis dan Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum indonesia), Cet. III. Bayu Media, Malang. 2005. Topo Santoso, Judi dan Problem Hukum, Republika. Selasa, 19 Juli 2005. 85