I. PENDAHULUAN. mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Upaya pemenuhan

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa (Cocos Nucifera Linn) merupakan tanaman perkebunan/industri berupa

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH CAIR DAN NIRA TERHADAP KARAKTERISTIK GULA SEMUT (Palm Sugar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu, jika digiling akan menghasilkan air dan ampas dari tebu,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gula merah kelapa diperoleh dari nira kelapa yang telah diuapkan dan dicetak

PENDAHULUAN. Berbagai jenis tumbuhan di Indonesia mempunyai banyak manfaat bagi. kelangsungan hidup manusia. Salah satunya adalah tanaman aren (Arenga

PENDAHULUAN. Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu dari Sembilan bahan pokok di Indonesia. Kebutuhan

DIVERSIFIKASI PRODUK AREN UNTUK PANGAN DAN PROSPEK PASAR

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT

DAFTAR PUSTAKA. Agus Tanya Jawab Kepada Pengumpul Gula Merah Di Desa Lehan. Lampung Timur.

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

Pabrik Gula dari Nira Siwalan dengan Proses Fosfatasi-Flotasi

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan ini dikenal dengan berbagai nama seperti nau, hanau, peluluk, biluluk,

Untuk Daerah Tertinggal

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nira yang dihasilkan oleh setiap tanaman tersebut memiliki ciri fisik serta

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subsistem yang saling mempengaruhi, mulai dari subsistem hulu, a. Industri pengolahan hasil pertanian;

OPTIMASI KONSENTRASI GARAM BISULFIT PADA PENGENDALIAN KUALITAS NIRA KELAPA. Ellya Indahyanti, Budi Kamulyan, Bambang Ismuyanto

TINJAUAN PUSTAKA. Pohon aren atau enau (Arenga pinnata) adalah pohon yang banyak

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan ekspor non migas. Selain itu juga kakao juga digunakan

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

HASIL DAN PEMBAHASAN

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di pengrajin gula merah kelapa di Desa Purworejo

<-- ' ' '\' l~i~ ;~~ B riicl~"':ii

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

TINJAUAN PUSTAKA. berkesinambungan. Di Indonesia pohon aren sebagian besar secara nyata. manisan buah dan lain sebagainya (Sumarni et al., 2003).

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu jenis buah yang digemari, selain rasanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Proceeding Lokakarya Nasional Pemberdayaan Potensi Keluarga Tani Untuk Pengentasan Kemiskinan, 6-7 Juli 2011

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian.

FAKULTAS TEKMOLOGI PERTAMlAN INSTITUT PERTAIUIAN BOGOR BOGOR. Oleh R. DODl KUSUMAH F

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

I. PENDAHULUAN. pengembangannya, terutama untuk meningkatkan ekspor non migas. Selain itu

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN GULA, GARAM DAN ASAM. Disiapkan oleh: Siti Aminah

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. dikonsumsi. Jenis jamur tiram yang dibudidayakan hingga saat ini adalah jamur

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian.

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI STARTER SIFAT FISIKOKIMIA ANGGUR NIRA SIWALAN. ( Borassus sundaicus) SKRIPSI 0 L E H : DULCE M.S. GUSMAO ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fermentasi yang banyak ditemui dalam produk bir, anggur dan sebagainya.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian,

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

PEMBUATAN GULA SEMUT DARI NIRA TEBU : KAJIAN PENGARUH KONSENTRASI C. (OH)z DAN N. METABISULFIT SKRIPSI. Olelt : LINA ANDRELIA CITRO ( )

I PENDAHULUAN. beragam jenis minuman tradisional. Walaupun memiliki nama yang berbeda-beda

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

MANISAN BASAH BENGKUANG

DARi BATAWG YAWG DITUNDA EKSTRAKSI NIRANVA

DARi BATAWG YAWG DITUNDA EKSTRAKSI NIRANVA

I. PENDAHULUAN. Pengembangan komoditi perkebunan menempati prioritas yang tinggi dalam

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

Pembuatan Gula Aren Cair dengan Pengaturan Kapur dan Suhu Evaporasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN SUSU KAPUR DAN STPP (Sodium Tripolyphospat) TERHADAP KUALITAS GULA KELAPA (Cocos nucifera L)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANISAN KERING BENGKUANG

Lampiran 1. Prosedur Analisis

BAB I PENDAHULUAN. gula kelapa dan perencanaaan program agroindustri gula kelapa yang

FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

Fani Aulia Rahmah Penguji : Ir. Neneng Suliasih, MP

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

BAB I. Indonesia tidak dapat terus menerus mengandalkan diri dari pada tenaga kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan ragi). Di Sulawesi Utara, pengolahan etanol dari nira aren dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Gula merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Setiap tahun konsumsi gula penduduk Indonesia semakin meningkat. Produksi gula tebu dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Upaya pemenuhan kebutuhan gula dalam negeri dapat dilakukan dengan diversifikasi gula. Diversifikasi dilakukan dengan memanfaatkan tumbuhan penghasil gula selain tebu seperti palma (Pragita, 2010). Tumbuhan palma yaitu aren, kelapa, nipah dan siwalan menghasilkan nira yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk gula semut. Provinsi Lampung memiliki areal perkebunan kelapa yang cukup luas. Pada tahun 2010, Dinas Perkebunan Provinsi Lampung mencatat luas areal perkebunan kelapa yang dimiliki Provinsi Lampung adalah 145.382 Ha. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa nira kelapa sebagai bahan baku gula semut tersedia melimpah. Produk gula semut potensial untuk dikembangkan di Provinsi Lampung. Gula semut atau biasa disebut gula kelapa kristal merupakan bentuk deversifikasi produk gula merah yang berbentuk serbuk. Produk gula semut memiliki beberapa

2 kelebihan bila dibandingkan dengan gula merah yaitu lebih awet karena memiliki kadar air rendah, mudah dalam pengemasan dan larut dalam air karena berbentuk kristal, serta memiliki harga jual yang lebih tinggi dibanding gula merah cetak (Hamzah dan Hasbullah, 1997). Selain itu menurut penelitian yang dilakukan di Filipina dan USA dalam Mustaufik dan Haryanti (2009), gula semut memiliki indeks glikemik yang rendah yaitu 35 dan lebih rendah bila dibandingkan dengan gula pasir yang 75 sehingga relatif lebih aman bagi penderita diabetes. Permasalahan yang terjadi di lapangan adalah produk gula semut sering memiliki kadar abu yang melebihi SNI. Menurut penelitian Lubis (2014), produk gula semut yang dibuat dari gula merah BS Desa Lehan, Kecamatan Bumi Agung, Lampung Timur memiliki kadar abu 7% dan melebihi standar SNI yaitu 2%. Kadar abu berlebih juga terjadi pada penelitian Mustaufik dan Haryati (2009) yang dilakukan pada home industry gula kelapa Kabupaten Purbalingga. Hasil evaluasi keamanan pangan pada home industri gula kelapa di Kabupaten Purbalingga menunjukkan ada sekitar 65% sampel gula semut yang dihasilkan memiliki kadar abu diluar spesifikasi SNI. Somaatmadja (1980) dalam Baharuddin, dkk. (2007) menuturkan bahwa kadar abu dalam gula dipengaruhi oleh kandungan mineral dalam nira dan keadaan proses pembuatannya. Menurut Santoso (1995) dalam Elfitriani (2010), kadar abu yang terdapat dalam 100 ml nira segar adalah 0,11 0,41 g. Penggunaan kapur sebagai pengawet nira serta kotoran seperti semut, kerak pada jeligen atau wajan, air hujan dan lain-lain dapat berkontribusi meningkatkan kadar abu. Kadar abu yang tinggi

3 menunjukkan tingkat kemurnian sukrosa yang rendah dan mempengaruhi proses kristalisasi (Lin, dkk., 2009). Konsumsi mineral kalsium lebih dari 2500 mg per hari dapat menyebabkan batu ginjal, atau gangguan ginjal, serta dapat menyebabkan konstipasi (Almatsier, 2002). Agar menghasilkan produk gula semut yang baik, aman bagi kesehatan, dan sesuai standar SNI diperlukan penanganan pada proses penyadapan dan pembuatan yang tepat. Penanganan penyadapan serta aplikasi pengawet nira yang tepat diharapkan mampu menghasilkan produk gula semut sesuai standar dan juga mampu mencegah kerusakan nira. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari aplikasi pengawet nira yang tepat sehingga menghasilkan produk gula semut yang baik sesuai standar SNI. 1.3 Kerangka Pemikiran Proses pembuatan gula semut membutuhkan bahan baku nira kelapa yang bermutu baik. Nira yang telah rusak/ bermutu buruk akan menyebabkan gagalnya pembentukan kristal gula (Hamzah dan Hasbullah, 1997). Kerusakan nira dapat disebabkan oleh komposisi nira kelapa yang terdiri dari air, karbohidrat dan ph yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme yang banyak ditemukan adalah khamir spesies Saccharomyces cerevisiae. Selain itu proses penyadapan yang memerlukan waktu lama (10-12 jam) memberi peluang bagi mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang dalam nira (Palungkun, 1992).

4 Bila kondisi memungkinkan, khamir spesies Saccharomyces cerevisiae akan mengkontaminasi nira dan menghasilkan enzim invertase yang mampu menguraikan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Pada kondisi anaerob khamir akan mengubah glukosa menjadi alkohol. Pada kondisi aerob, Acetobacter aceti akan mengubah alkohol menjadi asam asetat dan air ( Jatmika dkk., 1990 ). Terbentuknya asam akan menyebabkan ph nira turun secara drastis. Nira yang mengalami kerusakan ditandai dengan warnanya yang berubah lebih keruh, berbuih putih dan berasa asam (Issoesetiyo dan Sudarto, 2001). Upaya pencegahan kerusakan nira akibat khamir dilakukan dengan menambahkan pengawet. Pengawet yang umumnya digunakan oleh pengrajin gula adalah kapur dan sulfit. Kapur mampu meningkatkan ph nira sehingga tidak mudah mengalami kerusakan oleh khamir, sedangkan sulfit mampu menghambat pertumbuhan mikroba (Pragita, 2010). Petani penderes nira di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Lampung Timur umumnya menggunakan pengawet kapur. Pemberian pengawet kapur oleh penderes dilakukan secara kira-kira dan cenderung berlebih. Cara tersebut mengakibatkan gula semut yang dihasilkan memiliki kadar abu yang tinggi dan melebihi standar SNI. Tingginya kadar abu juga menunjukkan tingkat kemurnian yang rendah sehingga akan menghambat proses kristalisasi pada produk gula semut. Penggunaan kapur yang tepat diperlukan untuk menghasilkan produk gula semut yang memenuhi standar SNI Menurut penelitian yang dilakukan Firmansyah (1992), penggunaan kapur 0,1% atau 1000 ppm untuk mengawetkan nira siwalan menghasilkan gula semut dengan kadar

5 abu 2,05 %. Namun tidak dijelaskan cara pemberian dalam bentuk bubur kapur atau susu kapur. Kapur tersebut dimasukkan dalam wadah penampung nira atau bumbung. Penelitian Elfitriani (2003) menjelaskan penggunaan Ca(OH) 2 (bentuk suspensi) pada konsentrasi 1200 ppm akan menghasilkan produk gula merah kelapa dengan karakterisasi kadar air 8,02%, kadar sukrosa 80,88%, gula reduksi 8,17% kadar abu 1,95% dan bagian tak larut 0,97%. Issoesetiyo dan Sudarto (2001) menjelaskan bahwa penggunaan bahan pengawet susu kapur dilakukan dengan cara mengambil kapur tohor 4 atau 6 sendok makan rata (peres) lalu ditambah setengah gelas air kemudian diaduk dan dibagi rata untuk 10 tabung penampung atau bumbung. Bila penyadapan dilakukan pagi hari maka dosis kapur adalah 6 sendok dan bila penyadapan dilakukan sore hari maka dosis kapur yang digunakan adalah 4 sendok makan. Selain kapur dalam penyadapan nira juga ada yang menggunakan sulfit. Pengawet sulfit digunakan dalam bentuk gas SO 2, garam Na, atau K-sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Selain sebagai pengawet sulfit juga banyak digunakan sebagai pencegah terjadinya pencoklatan enzimatis. Menurut Winarno (1992), batas maksimum natrium bisulfit yang diperbolehkan terdapat dalam makanan kering adalah 500 ppm. Berdasarkan SNI 01-0222-1995 mengenai bahan tambahan makanan, batas maksimum pengunaan natrium bisulfit pada pekatan sari nanas adalah 500 mg/ kg. Menurut penelitian yang dilakukan Elfitriani (2003), penggunaan natrium bisulfit 250 ppm mampu menghasilkan gula merah dengan karakteristik kadar air 9,07%, kadar

6 sukrosa 72, 81%, gula reduksi 9,66% kadar abu 1,96%, bagian tak larut air 1,12% tidak memenuhi standar mutu, dan residu bisulfit 214,63 ppm. Pada pengolahan gula kristal putih adanya fosfat sebanyak 300 500 mg P 2 O 5 dalam nira tebu sangatlah penting karena dapat mengendapkan kapur sehingga mendapatkan nira yang jernih. Fosfat dalam nira akan bereaksi dengan kapur membentuk endapan yang besar dan kokoh berupa trikalsium fosfat. Beberapa macam fosfat yang dijual dipasaran memiliki kadar P 2 O 5 yang berbeda. Single superfosfat mengandung 16 18 % P 2 O 5, double superfosfat mengandung 25 30 %, triple superfosfat mengandung sekitar 40 %, sumafosfat sekitar 50 % dan asam fosfat 45 % (Nawansih, 2002). Lestari (2006) menuturkan penambahan asam fosfat cair pada nira tebu dapat menambah kadar fosfat pada nira tebu mentah dari konsentrasi ± 150 ppm menjadi konsentrasi ± 300 ppm, sehingga dapat terbentuk endapan. Menurut Sumarno (1997) dalam Perwitasari (2010), pada pembuatan gula kristal putih untuk mengeluarkan kotoran dari leburan gula kristal D2 pada stasiun pemasakan melalui proses fosfatasi (penambahan asam fosfat) dan flotasi (pengapungan), penambahan asam fosfat 100 mg/liter pada suhu pemanasan 80 o C menunjukan hasil terbaik dari segi analisa derajat kemurnian, kejernihan dan warnanya. 1.4 Hipotesis Terdapat aplikasi bahan pengawet nira yang tepat sehingga mampu menghasilkan produk gula semut sesuai standar SNI.