BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perekahan Dasar Laut (Sea Floor Spreading Theory) yang dikembangkan oleh F.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

ANALISIS PERILAKU STRUKTUR PELAT DATAR ( FLAT PLATE ) SEBAGAI STRUKTUR RANGKA TAHAN GEMPA TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA. 1. SNI , Tata Cara Penghitungan Struktur Beton untuk. Bangunan Gedung. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

T I N J A U A N P U S T A K A

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu sendiri adalah beban-beban baik secara langsung maupun tidak langsung yang. yang tak terpisahkan dari gedung.

KAJIAN LITERATUR DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

DAFTAR PUSTAKA. Budiono, Bambang, Diktat Kuliah Struktur Beton I, Penerbit ITB, Bandung, 1998.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

B A B I I TINJAUAN PUSTAKA. getaran elastis yang dipancarkan ke segala arah dari titik runtuh (rupture point).

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. KAJIAN LITERATUR. tahan gempa apabila memenuhi kriteria berikut: tanpa terjadinya kerusakan pada elemen struktural.

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERHITUNGAN BEBAN GEMPA PADA BANGUNAN GEDUNG BERDASARKAN STANDAR GEMPA INDONESIA YANG BARU 1

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN VARIASI PENEMPATAN BRACING INVERTED V ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB III METODE ANALISIS

BAB 2 TEORI DASAR. permukaan bumi akibat adanya pelepasan energi secara tiba-tiba dari pusat gempa.

PERANCANGAN STRUKTUR TAHAN GEMPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maupun tidak langsung mempengaruhi struktur bangunan tersebut. Berdasarkan

STANDAR PERENCANAAN KETAHANAN GEMPA UNTUK STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG SNI

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI EVALUASI KINERJA STRUKTUR BAJA BERTINGKAT RENDAH DENGAN ANALISIS PUSHOVER ABSTRAK

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beban, saat dilampaui dalam kurun waktu tertentu, oleh tingkat daktilitas struktur saat

STUDI MENENTUKAN PARAMETER DAKTILITAS STRUKTUR GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN ANALISIS PUSHOVER

Peraturan Gempa Indonesia SNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkantoran, sekolah, atau rumah sakit. Dalam hal ini saya akan mencoba. beberapa hal yang harus diperhatikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gempa Bumi

PENGARUH PENEMPATAN DAN POSISI DINDING GESER TERHADAP SIMPANGAN BANGUNAN BETON BERTULANG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT BEBAN GEMPA

SNI SNI STANDAR NASIONAL INDONESIA. Tata Cara Perencanaan Ketahanaan Gempa untuk Bangunan Gedung (Beta Version)

ANALISIS DINAMIK BEBAN GEMPA RIWAYAT WAKTU PADA GEDUNG BETON BERTULANG TIDAK BERATURAN

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BABI PENDAHULUAN. Perancangan bangunan sipil terutama gedung tingkat tinggi harus

EVALUASI KINERJA INELASTIK STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG TERHADAP GEMPA DUA ARAH TUGAS AKHIR PESSY JUWITA

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR RANGKA GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya-gaya pada kolom cukup besar untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. hingga tinggi, sehingga perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa

Laporan Tugas Akhir Perencanaan Struktur Gedung Apartemen Salemba Residences 4.1 PERMODELAN STRUKTUR Bentuk Bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KINERJA PORTAL BAJA 3 DIMENSI DENGAN PENGAKU LATERAL AKIBAT GEMPA KUAT BERDASARKAN PERFORMANCE BASED DESIGN

ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

TUGAS AKHIR ANALISA PEMBESARAN MOMEN PADA KOLOM (SRPMK) TERHADAP PENGARUH DRIFT GEDUNG ASRAMA MAHASISWI UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah daerah rawan gempa, untuk mengurangi resiko korban

KINERJA STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING BAJA TIPE X

PEMODELAN DINDING GESER BIDANG SEBAGAI ELEMEN KOLOM EKIVALEN PADA MODEL GEDUNG TIDAK BERATURAN BERTINGKAT RENDAH

SNI SNI STANDAR NASIONAL INDONESIA. Tata Cara Perencanaan Ketahanaan Gempa untuk Bangunan Gedung

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II LANDASAN TEORI. kestabilan struktur dalam menahan segala pembebanan yang dikenakan padanya,

Analisis Dinamik Struktur dan Teknik Gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

EVALUASI PERBANDINGAN KONSEP DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI BETON

EVALUASI SENDI PLASTIS DENGAN ANALISIS PUSHOVER PADA GEDUNG TIDAK BERATURAN

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

yaitu plat Philippines, plat Pasifik, plat Australia dan plat Eurasia (Widodo 2001).

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Mekanisme Gempa. Kerak bumi terdiri dari beberapa lapisan tektonik keras yang disebut litosfir (lithosphere) yang mengapung diatas medium fluida yang lebih lunak yang disebut mantel, sehingga kerak bumi ini dapat bergerak. Teori yang dipakai untuk menerangkan terjadinya pergerakan pergerakan gerak bumi tersebut adalah Teori Perekahan Dasar Laut (Sea Floor Spreading Theory) yang dikembangkan oleh F. V. Vine dan D. H. Mathew pada tahun 1963 (Irsyam, 2005). Bersatunya massa batu atau plat satu sama lain dicegah oleh gaya gaya friksional, apabila tahanan ultimit friksional tercapai karna adanya gerakan kontiniu dari fluida di bawahnya dua plat yang akan bertubrukan satu sama lain akan menimbulkan gerakan tiba tiba yang bersifat transient yang menyebarkan dari satu titik ke segala arah yang disebut gempa bumi (M. T. Zein). Gempa bumi yang menimbulkan kerusakan yang paling luas adalah gempa tektonik. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh terjadinya pergeseran kulit bumi ( lithosphere ) yang umumnya terjadi di daerah patahan kulit bumi. Gerakan batuan dasar yang disebabkan oleh getaran gempa bumi meliputi percepatan, kecepatan, dan perpindahan. Ketiganya pada umumnya teramplifikasi ke permukaan tanah sehingga menimbulkan gaya dan perpindahan yang dapat melebihi kapasitas stuktur yang berada di atasnya. Nilai maksimum besarnya

gerakan tanah, yaitu kecepatan tanah puncak, percepatan tanah puncak, dan perpindahan tanah puncak menjadi parameter parameter utama dalam disain struktur tahan gempa. Beberapa parameter dasar gempa bumi yang perlu kita ketahui, yaitu : 1. Hypocenter, yaitu tempat terjadinya gempa atau pergeseran tanah di dalam bumi. 2. Epicenter, yaitu titik yang diproyeksikan tepat berada di atas hypocenter pada permukaan bumi. 3. Bedrock, yaitu tanah keras tempat mulai bekerjanya gaya gempa. 4. Ground acceleration, yaitu percepatan pada permukaan bumi akibat gempa bumi. 5. Amplification factor, yaitu factor pembesaran percepatan gempa yang terjadi pada permukaan tanah akibat jenis tanah tertentu. 6. Skala gempa, yaitu suatu ukuran kekuatan gempa yang dapat diukur dengan secara kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran kekuatan gempa secara kuantitatif dilakukan pengukuran dengan skala Richter yang umumnya dikenal sebagai pengukuran mangnitudo gempa bumi. Magnitudo gempa bumi adalah ukuran mutlak yang dikeluarkan oleh pusat gempa. Pendapat ini pertama kali dikemukakan oleh Richter dengan besar antara 0 sampai 9. Selama ini gempa terbesar tercatat sebesar 8,9 skala Richter terjadi di Colombia tahun 1960. Pengukuran kekuatan gempa secara kualitatif yaitu dengan melihat besarnya kerusakan yang diakibatkan oleh gempa. Kerusakan tersebut dapat

dikatakan sebagai intensitas gempa bumi. Di Indonesia digunakan skala intensitas MMI (Modified Mercarlli Intensity) versi tahun 1931. Perbandingan intensitas skala MMI dari nilai I sampai XII dapat dilihat pada table 2.1. Tabel 2.1. Skala intensitas gempa MMI Skala MMI I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII Deskripsi Getaran gempa tidak terasa, hanya dapat dideteksi oleh alat. Dapat dirasakan oleh beberapa orang. Benda benda yang ada digantung dapat bergerak Dirasakan lebih keras. Kendaraan atau benda lain yang berhenti dapat bergerak. Dirasakan lebih keras baik didalam bangunan atau diluar. Jendela dan pintu mulai bergetar Dirasakan hamper oleh semua orang. Piguran di dinding mulai berjatuhan, jendela kaca pecah. Dirasakan oleh semua orang. Orang mulai ketakutan. Kerusakan mulai Nampak. Setiap orang mulai lari keluar. Bisa dirasakan didalam kendaraan yang bergerak. Sudah membahayakan bagi setiap orang.bangunan lunak mulai runtuh. Mulai dengan kepanikan. Sudah ada kerusakan yang berarti bagi semua bangunan. Kepanikan lebih hebat, hanya gedung gedung kuat dapat bertahan. Terjadi longsor dan rekahan. Hampir semua bangunan runtuh. Jembatan rusak. Retakan yang lebar di tanah. Kerusakan total. Gelombang terlihat di tanah. Benda Benda beterbangan. 2.2 Konsep Perencanaan Struktur Bangunan Tahan Gempa. Jika terjadi suatu gempa, maka struktur di atasnya akan mengalami pergerakan secara vertikal maupun secara lateral. Pergerakan Vertikal relative kecil dan pada umumnya struktur cukup kuat terhadapnya, sehingga tidak perlu

perhatian khusus dalam proses disain, sedangkan pergerakan lateral akan memberikan beban lateral kepada struktur yang dapat menyebabkan struktur runtuh. Berdasarkan UBC 1997, tujuan desain bangunan tahan gempa adalah untuk mencegah terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan korban jiwa, dengan tiga faktor standar, sebagai berikut : 1. Tidak terjadi kerusakan sama sekali pada gempa kecil. 2. Ketika terjadi gempa sedang, diperbolehkan terjadi kerusakan arsitektural tetapi bukan merupakan kerusakan struktural. 3. Diperbolehkan terjadinya kerusakan stuktural dan non-struktural pada gempa kuat, namun kerusakan yang terjadi tidak sampai menyebabkan bangunan runtuh. Maka perencanaan bangunan struktur tahan gempa harus dapat memperhitungkan dampak dari gaya lateral yang bersifat siklus (bolak-balik) yang dialami oleh struktur selama terjadinya gempa bumi. Untuk memikul gaya lateral yang dialami oleh bangunan, struktur harus dapat memiliki daktilitas yang memadai di daerah joint atau elemen struktur tahan gempa seperti tube. Berdasarkan hal di atas, perencanaan struktur dapat direncanakan dengan mengetahui skenario keruntuhan dari struktur tersebut dalam menahan beban maksimum yang bekerja. Pelaksanaan konsep desain kapasitas struktur adalah memperkirakan urutan kejadian dari kegagalan suatu struktur berdasarkan beban maksimum yang di alami struktur. Sehingga kita merencanakan bangunan dengan elemen elemen struktur tidak dibuat sama kuat terhadap gaya yang direncanakan,

tetapi ada elemen elemen struktur atau titik pada struktur yang dibuat lebih lemah dibandingkan dengan yang lain dengan harapan di elemen atau titik itulah kegagalan struktur terjadi pada saat beban maksimum bekerja. Dalam hal ini kita merancang supaya sendi - sendi plastis yang terjadi pada daerah daerah yang dapat menunjang tujuan desain bangunan tahan gempa. Konsep desain kapasitas ini dikenal dengan konsep strong column weak beam, yaitu merancang supaya sendi-sendi plastis terjadi pada balok balok dan kaki kolom bawah. Dengan konsep mekanisme keruntuhan ini, sendi plastis akan terjadi pada balok terlebih dahulu baru pada tahap tahap akhir plastis terjadi pada ujung ujung bawah kolom. Hal ini dilakukan supaya sejumlah besar sendi plastis terbentuk pada struktur secara daktail yang dapat memencarkan energi melalui proses pelelehan struktur dan diharapkan dapat menyerap beban gempa. Secara matematis konsep strong column weak beam dapat ditulis dalam bentuk persamaan sebagai berikut : 6 5 M > M nkolom nbalok ( 2 1 ) Bangunan tahan gempa didesain berdasarkan zona gempa, karakter lokasi, jenis tanah, okupansi bangunan, faktor kegunaan bangunan, periode natural struktur, dan lain- lain. UBC 1997 mensyaratkan seluruh elemen struktur didesain dengan tahanan yang sesuai untuk menahan perpindahan lateral yang terjadi

akibat ground motion dengan memperhatikan respon faktor struktur, faktor redudan, kuat lebih, dan daktilitas struktur. 2.3 Rekayasa Kegempaan secara Umum. Pada umumnya struktur didesain berperilaku plastis pada saat gempa kuat terjadi dengan tingkat daktilitas tertentu. Desain struktur tahan gempa yang berperilaku elastis pada saat gempa kuat terjadi sangatlah tidak ekonomis. Hal ini karena gempa kuat jarang terjadi. Untuk memperoleh hasil desain yang lebih efisien dan ekonomis, sistem struktur dapat didesain dalam kondisi tidak elastik penuh, sehingga tingkat tahanan dapat direduksi ( R ) pada rentang 1,6 hingga 8,5 pada batas daktail penuh. Terkait dengan risiko kegempaan, peraturan kegempaan dapat dibagi menjadi 3 golongan besar yaitu struktur rangka pemikul momen biasa ( SRPMB ) untuk wilayah dengan zona gempa 1 atau 2, struktur rangka pemikul momen menengah ( SRPMM ) untuk wilayah dengan zona gempa 3 dan 4, serta struktur rangka pemikul momen khusus ( SRPMK ) untuk wilayah dengan zona gempa 5 dan 6.

Tabel 2.2 Faktor daktalitas maksimum, factor reduksi gempa maksimum, factor tahanan lebih struktur dan factor tahanan lebih total beberapa jenis sistem dan subsistem struktur gedung. Sistem dan subsistem struktur gedung Uraian sistem pemikul beban gempa Mm R m Pers. (6) f Pers. (39) 1. Sistem dinding penumpu (Sistem struktur yang tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dinding penumpu atau sistem bresing memikul hampir semua beban gravitasi. Beban lateral dipikul dinding 2. Sistem rangka gedung (Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing). 3. Sistem rangka pemikul momen (Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur) 4. Sistem ganda (Terdiri dari: 1) rangka ruang yang memikul seluruh beban gravitasi; 2) pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing dengan rangka pemikul momen. Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikul sekurangkurangnya 25% dari seluruh beban lateral; 3) kedua sistem harus direncanakan untuk memikul secara bersamasama seluruh beban lateral dengan memperhatikan interaksi /sistem ganda) 5. Sistem struktur gedung kolom kantilever: (Sistem struktur yang memanfaatkan kolom kantilever untuk 6. Sistem interaksi dinding geser dengan rangka 7. Subsistem tunggal (Subsistem struktur bidang yang membentuk struktur 1. Dinding geser beton bertulang 2,7 4,5 2,8 2. Dinding penumpu dengan rangka baja ringan dan bresing tarik 1,8 2,8 2,2 3. Rangka bresing di mana bresingnya memikul beban gravitasi a.baja 2,8 4,4 2,2 b.beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6) 1,8 2,8 2,2 1. Rangka bresing eksentris baja (RBE) 4,3 7,0 2,8 2. Dinding geser beton bertulang 3,3 5,5 2,8 3. Rangka bresing biasa a.baja 3,6 5,6 2,2 b.beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6) 3,6 5,6 2,2 4. Rangka bresing konsentrik khusus a.baja 4,1 6,4 2,2 5. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail 4,0 6,5 2,8 6. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail penuh 3,6 6,0 2,8 7. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail parsial 3,3 5,5 2,8 1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK) a.baja 5,2 8,5 2,8 b.beton bertulang 5,2 8,5 2,8 2. Rangka pemikul momen menengah beton 3,3 5,5 2,8 3. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB) a.baja 2,7 4,5 2,8 b.beton bertulang 2,1 3,5 2,8 4. Rangka batang baja pemikul momen khusus (SRBPMK) 4,0 6,5 2,8 1. Dinding geser a.beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang 5,2 8,5 2,8 b.beton bertulang dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8 c. Beton bertulang dengan SRPMM beton bertulang 4,0 6,5 2,8 2. RBE baja a.dengan SRPMK baja 5,2 8,5 2,8 b.dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8 3. Rangka bresing biasa a.baja dengan SRPMK baja 4,0 6,5 2,8 b.baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8 c.beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6) 4,0 6,5 2,8 d.beton bertulang dengan SRPMM beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6) 2,6 4,2 2,8 4. Rangka bresing konsentrik khusus a.baja dengan SRPMK baja 4,6 7,5 2,8 b.baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8 Sistem struktur kolom kantilever 1,4 2,2 2 Beton bertulang biasa (tidak untuk Wilayah 3, 4, 5 & 6) 1. Rangka terbuka baja 3,4 5,2 5,5 8,5 2,8 2,8 2. Rangka terbuka beton bertulang 5,2 8,5 2,8 3. Rangka terbuka beton bertulang dengan balok beton pratekan (bergantung pada indeks baja total) 3,3 5,5 2,8

gedung secara keseluruhan) 4. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail penuh. 4,0 6,5 2,8 Uraian sistem pemlkul beban gempa Mm Rm Pers. f Pers. (39) (6) 5. Dinding geser beton bertulang kantilever 3,3 5,5 daktail parsial 2,8 Tabel 2.3 Klasifikasi peraturan Gempa berdasarkan resiko Kegempaan. Resiko Gempa Rendah Menengah Tinggi Jenis Struktur yang dapat digunakan Sistem rangka Pemikul Momen SRPMB (Bab 3-20) SRPMM (Pasal 23.10) SRPMK (Pasal 23.3-23.5) Sistem Dinding Struktural SDSB (Bab 3 20 ) SDSK (Pasal 23.6) Sistem Rangka Pemikul Momen SRPMM SRPMK Sistem rangka Pemikul Momen SDSB SDSK Sistem rangka Pemikul momen SRPMK Sistem Rangka Pemikul Momen SDSK Factor Modifikasi Respons 3 3,5 5 5,5 8 8,5 4-4,5 5,5 6,5 5 5,5 8 8,5 4-4,5 5,5 6,5 8-8,5 5,5-6,5

2.3.1 Sesmic Respon Spektra. Dalam respon spektra, efek dari ukuran dan tipe gelombang getar yang terjadi saat gempa disimplifikasi dari garis-garis yang bergelombang menjadi suatu garis tertentu. Respon spektra yang digunakan dalam perencanaan adalah respon percepatan ( Sa,g ) dengan periode (T). Respon spektra adalah plot dari respons maksimum struktur yang diperoleh dari analisa riwayat waktu suatu gempa. Secara umum ada tiga jenis respon spektrum tergantung pada jenis respon yang digunakan, yaitu : Spektrum respons perpindahan (deformation response spectrum) Spekturm respon perpindahan μ o adalah plot perpindahan terhadap waktu getar alami T n untuk ξ n tertentu. Spektrum respons kecepatan semu (pseudo velocity response spectrum) Spektrum respons kecepatan semu ú o adalah plot kecepatan terhadap waktu getar alami T n untuk ξ n tertentu. Spektrum respons percepatan semu (pseudo acceleration response spectrum). Spektrum respons percepatan semu ü o adalah plot kecepatan terhadap waktu getar alami T n untuk ξ n tertentu. Absis dari spektrum adalah waktu getar alami dari sistem dan ordinat adalah respons maksimum.

Gambar 2.1 Ground acceleration a. b. c. Gambar 2.2.(a) spectrum respons percepatan semu ; (b) spectrum response kecepatan semu ; (c) spectrum response perpindahan. Ketiga respon spektra tersebut ( percepatan, kecepatan dan perpindahan ) dapat secara simultan diplot kedalam sebuah grafik skala log dengan 3 sumbu yang disebut tripartite ( dikembangkan oleh Newmark ). Dimana sumbu horizontal dapat berupa periode atau frekuensi, sumbu vertikal berupa respons

kecepatan dan dua buah sumbu diagonal yang merupakan respon percepatan dan perpindahan. Contoh tripartite dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.3 Spektrum respons gabungan perpindahan, kecepatan semu, dan percepatan semu untuk pergerakan tanah akibat gempa EI Centro; ξ = 0,2,5,10, dan 20%. Respon spektra yang sering digunakan untuk perencanaan dan terdapat di peraturan peraturan bangunan adalah respon spektra percepatan terhadap periode. Respon spektra ini lebih mudah digunakan untuk perencanaan karena beban atau gaya gempa berbanding lurus dengan percepatan sehingga nilainya dapat langsung dicari dengan mengalikan nilai spekra percepatan maksimum dengan berat bangunan.

Salah satu contoh respons spektra yang digunakan dalam peraturan Uniform Building Code 1995 ( UBC 1995 ) dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 2.4 Respons spektra desain pada peraturan Peraturan di Indonesia, menyarankan untuk menggunakan respon spektra menurut SNI 03-1726 - 2003 yang telah diklasifikasikan terhadap zona atau wilayah gempa Indonesia. Respon spectra menurut SNI 03 1726-2003 untuk 6 wilayah gempa di Indonesia dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.5 Wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan periode ulang 500 tahun.

Gambar 2.6 Respons spectrum gempa rencana

2.3.2 Gaya Geser Desain Nilai dari gaya geser desain ditentukan oleh respon spektra desain dari struktur tersebut berdasarkan peraturan yang digunakan, keutamaan bangunan (I), periode bangunan dan berat bangunan (W). Untuk beban gempa statik ekivalen, menurut SNI 1726-2003, gaya geser dasar dapat dihitung dengan persamaan : = C I b W t R ( 2 2 ) V 1 Dimana: C 1 = Faktor respon gempa yang dapat ditentukan dari response spektra gempa rencana dan jenis tanah dibawah bangunan untuk waktu getar alami fundamental T. I = Factor keutamaan bangunan yang nilainya bervariasi tergantung dari jenis bangunan, dapat dilihat pada table 2.4 W = Berat bangunan efektif saat terjadi gempa, nilai W dapat ditentukan sebagai jumlah dari bebab beban berikut : beban mati total dari struktur bangunan gedung dan beban hidup efektif yang mungkin ada pada saat terjadi gempa, dapat diambil sebesar 30% dari beban hidup. R = Faktor reduksi beban gempa yang bergantung dari system struktur yang digunakan, dapat dilihat pada table 2.3

Tabel 2.4 Factor keutamaan bangunan Faktor Kategori Gedung atau Bangunan Keutamaan I Gedung Umun Seperti untuk penghunian,perniagaan dan 1 perkantoran Monumen dan bangunan monumental 1 Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit,instalasi air bersih,pembangkit tenaga listrik,pusat penyelamatan dalam 1.5 keadaan arurat,fasilitas radio dan televise. Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas,produk minyak bumi,asam,bahan beracun. 1.5 Cerobong,tangki diatas menara. 1.25 2.3.3 Penentuan Daktalitas bangunan dan Faktor Reduksi Beban Gempa. Gambar berikut ini menjelaskan hubungan antara beberapa parameter yang menjadi acuan untuk menentukan besarnya beban gempa nominal pada suatu struktur. Gambar 2.7 Diagram beban perpindahan pada struktur

Keterangan : Vn = gaya geser nominal (desain) Vy Vm = gaya gesr pada leleh pertama = gaya geser maksimum Ve = gaya geser elastic δ n = perpindahan pada V = Vn δ y = perpindahan pada leleh pertama δ m = perpindahan maksimum f 1 = kuat lebih disain f 2 = kuat cabang bahan f = kuat cabang struktur R = factor reduksi beban gempa µ = factor daktalitas struktur gedung Menurut UBC 1997, daktalitas adalah kemampuan suatu struktur untuk mengalami simpangan dalam kondisi paska elastik sehingga terjadi keruntuhan. Perilaku ini sangat penting, karna selama proses pelelehan elemen struktur tersebut terjadi proses desipasi energi gempa. Selama terjadi gempa, daktilitas akan mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur

gedung tersebut tetap berdiri walaupun sudah berada dalam kondisi diambang keruntuhan. Struktur dengan tingkat daktalitas tertentu akan memungkinkan terjadinya sendi plastis secara bertahap pada elemen elemen struktur yang telah ditentukan. Dengan terbentuknya sendi plastis pada elemen struktur, maka struktur akan mampu menahan beban gempa maksimum tanpa memberikan kekuatan yang berlebihan pada elemen struktur karena energi kinetik akibat gerakan tanah dasar yang akan diterima akan dipencarkan pada sendi plastis tersebut. Semakin banyak terbentuk sendi plastis pada elemen struktur, semakin besar pula energi gempa yang dipencarkan. Setelah terjadi sendi plastis pada suatu elemen, defleksi struktur serta rotasi plastis masih terus bertambah. Daktilitas struktur direncanakan dengan terdapat faktor modifikasi respon mewakili faktor kuat lebih dan kapasitas komponen struktur secara keseluruhan dalam kondisi daktail, dan selanjutnya dikenal dengan lambang µ. Daktilitas bangunan yang didesain dengan faktor modifikasi respon juga harus dibatasi berdasarkan kriteria perencanaan berikut : 1. Kekuatan dan kekakuan struktur yang direncanakan untuk memenuhi kondisi diatas direncanakan juga supaya cukup untuk memberikan kemampuan kepada struktur bangunan untuk melakukan deformasi (simpangan) yang bersifat elastoplastik tanpa runtuh, bila mengalami gempa rencana maksimum.

2. Agar struktur gedung tinggi memiliki daktilitas yang tinggi, harus diupayakan supaya sendi sendi plastis yang terjadi akibat beban gempa maksimum ada di dalam balok balok dan tidak terjadi dalam kolom kolom, kecuali pada kaki kolom yang paling bawah dan pada bagian atas kolom penyangga atap. Hal ini dapat tercapai bila kapasitas ( momen leleh ) kolom lebih tinggi daripada kapasitas ( momen leleh ) balok yang bertemu pada kolom tersebut ( konsep strong column weak beam ). 3. Besarnya displacement yang terjadi harus dibatasi untuk menjaga integritas bangunan dan menghindari jatuhnya korban jiwa. Daktilitas didefenisikan sebagai perbandingan antara deformasi maksimum yang terjadi dengan deformasi pada saat terjadi leleh pertama. µ = ( 2 3 ) dimana faktor daktilitas maksimum yang digunakan untuk bangunan beton bertulang adalah 5,3. Karna kekuatan bahan yang terpasang pada pelaksanaan umumnya berlebih, maka kekuatan material aktual lebih besar dari kekuatan material yang direncanakan. Faktor tersebut disebut faktor kuat lebih bahan atau beban. f = 1 v v y n ( 2 4 )

Akibat adanya kehiperstatikan struktur gedung, terjadi redistribusi gaya gaya oleh proses pembentukan sendi plastis yang tidak bersamaan ( dimana mekanisme jumlah sendi plastis yang direncanakan pada bangunan lebih besar dari satu ), maka akan ada kenaikan base shear sebesar Vm. Kuat lebih struktur didefinisikan sebagai berikut : f = 2 v v m y ( 2 5 ) Faktor amplifikasi gaya gempa menyatakan faktor kuat lebih total yang selanjutnya disebut sebagai overstrength factor dengan lambing f. Perkalian antara faktor kuat lebih beban atau bahan dengan faktor kuat lebih struktur akan menghasilkan faktor kuat lebih total: v f = f1. f 2 = v m n ( 2 6 ) Sedangkan ratio antara beban gempa maksimum akibat pengaruh gempa rencana pada struktur elastik penuh dan beban gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana pada struktur daktail disebut faktor reduksi gempa. v R = µ. f1 = v e n ( 2 7 )

2.3.4 Penentuan Periode Struktur. Periode struktur merupakan representasi dari fleksibilitas struktur yang merupakan fungsi dari kekakuan dan massa. Periode struktur pada kondisi elastik dihitung berdasarkan SNI 03-1726-2002 dapat didekati dengan berikut: T o = 0,0731(h) 3/4 ( 2 8 ) dimana h adalah tinggi total stuktur dalam satuan meter. 2.3.5 Efek Peredam ( damping ) terhadap Stuktur. Damping pada struktur menyebabkan terjadinya kehilangan energi pada saat struktur dibebani. Energi yang hilang berubah bentuk menjadi retak, friksi, leleh pada tulangan, dan lain lain. Nilai damping pada struktur berpengaruh terhadap respon spektra, dimana semakin besar nilai damping struktur, maka akselerasi spektral dari respon spektra yang bersangkutan akan semakin kecil. Besarnya damping dinyatakan dalam critical damping. Sebelum terjadi gempa, struktur beton bertulang pada umumnya memiliki 1 atau 2 persen critical damping, pada saat gempa terjadi, nilai damping bertambah menjadi sekitar 5 persen. Semakin besar beban gempa yang bekerja pada struktur, semakin banyak bagian struktur yang retak atau leleh, maka nilai damping akan semakin besar.

2.3.6 Kinerja Batas Layan. Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar tingkat akibat pengaruh gempa rencana, hal ini untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, selain itu untuk mencegah kerusakan nonstruktur dan ketidaknyamanan penghuni. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan struktur gedung, simpangan antar tingkat struktur gedung tidak boleh melampaui 0,03 / R kali tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30 mm, bergantung yang mana yang nilainya terkecil. 2.3.7 Kinerja Batas Ultimit. Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar gedung. Simpangan dan simpangan antar tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali ξ, sebagai berikut : - untuk struktur gedung beraturan : ξ = 0.7 R ( 2 9)

- untuk struktur gedung tidak beraturan : ξ = 0.7 R / Faktor Skala ( 2 10 ) di mana R adalah faktor reduksi gempa struktur gedung tersebut. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar tingkat yang dihitung dari persamaan di atas tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan. 2.4 Sistem Struktur. Bertambahnya tinggi suatu bangunan maka aksi gaya lateral semakin berarti. Pada ketinggian tertinggi ayunan lateral bangunan semakin besar sehingga dengan pertimbangan kekuatan, kekakuan ( stiffness ), mutu bahan akan mempengaruhi rancangan suatu gedung bertingkat tinggi. Derajad kekakuan tergantung pada jenis sistem yang dipilih. Efisiensi suatu sistem tertentu berkaitan langsung dengan jumlah bahan yang digunakan. Dengan demikian, optimasi suatu struktur untuk kebutuhan ruang tertentu haruslah menghasilkan kekakuan maksimum, tetapi dengan berat sekecil mungkin. Berdasarkan pertimbangan diatas, penulis membandingkan penggunaan bahan pada sistem stuktur tube dengan sistem struktur tube in tube untuk memperoleh sistem manakah yang paling efisien untuk di terapkan pada ambang ketinggian tertentu.

2.4.1 Sistem Struktur Tube Sistem struktur tube dapat didefenisikan sebagai suatu sistem struktur bahwa gedung itu berprilaku sebagai suatu tabung kosong. Untuk memhami perilaku dari sistem struktur tube terlebih dahulu lihat gambar 2.8. Dinding tabung terbuat dari kolom kolom berjarak sangat rapat di sekeliling bangunan yang diikat dengan balok pengikat yang tinggi. Diasumsikan bahwa kolom bagian dalam hanya berfungsi untuk menahan beban akibat berat sendiri, kemampuan untuk menahan gaya lateral diabaikan. Lantai dianggap sebagai rigid diafragma dan diasumsikan untuk mendistribusikan gaya gaya lateral ke komponen penahan gaya gaya lateral sesuai dengan kekakuannya. Perancangan sistem tabung rangka sangat ideal apabila dinding eksterior merupakan suatu kesatuan yang reaksinya terhadap beban lateral mengikuti lentur kantilever murni. Apabila demikian, maka semua kolom yang merupakan bagian dari tabung akan mengalami tarikan aksial atau tekan. Kolom interior yang berfunsi untuk menahan beban gravitasi saja membuatnya bias didisain lebih ramping, sehingga ruang lantai yang ada lebih luas. Adapun karakteristik umum system tube antara lain : 1. Transfer gaya gempa melalui mekanisme lentur sehingga diperlukan banyak kolom di daerah parimeter (sehingga meyerupai shearwall di sekeliling bangunan) 2. Banyak terbentuk sendi plastis.

Gambar 2.8 Skematik Bangunan Struktur Tube Akan tetapi, perilaku tabung sebenarnya adalah diantara kantilever murni dengan rangka murni. Sisi sisi tabung yang sejajar dengan arah angin akan cenderung berprilaku sebagai rangka yang multitrave yang independen dengan adanya fleksibilitas dari balok pengikat. Fleksibilitas ini menghasilkan tekuk pada rangka karna gaya geser. Maka lentur terjadi pada kolom dan balok. Pengaruh gaya geser pada aksi tabung mengakibatkan penyebaran tekanan nonlinear sepanjang kolom sisi luar, kolom kolom di sudut sudut bangunan dipaksa untuk memikiul beban yang lebih besar dari pada kolom kolom diantara sudut. Selanjutnya defleksi total dari bangunan tidak lagi berupa suatu balok kantilever karna deformasi mode geser menjadi lebih kuat.

2.4.2 Sistem Struktur tube in tube. Pada sistem struktur ini mekanisme transfer beban lateral sama dengan sistem struktur tube, namun kekakuan sistem tabung yang kosong ditingkatkan dengan inti yang tidak hanya untuk menahan beban gravitasi, tetapi juga untuk menahan beban lateral. Struktur lantai mengikat tabung interior bersama eksterior dan berlaku sebagai satu kesatuan terhadap gaya gaya lateral. Reaksi suatu sistem tabung dalam tabung terhadap angin menyerupai struktur rangka dengan dinding geser. Struktur akan lebih daktail dari struktur tube dan displacement yang terjadi lebih besar. Tabung eksterior menahan hampir semua angin di bagian atas bangunan, sedangkan inti memikul sebagian besar beban di bagian bawah bangunan.(lihat gambar 2.9 ) Gambar 2.9 Struktur tube mampu menahan hampir semua beban angin di bagian atas.