1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

dokumen-dokumen yang mirip
Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memperhatikan masalah pembiayaan dan pembangunan.

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dibayarkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemerintahan, dimana sumbangan terbesar adalah dari penerimaan pajak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) (APBN) terbesar. Hal ini sesuai dengan kebijaksanaan pemerintahan yang

TITIS RONALITA RESMADEWI NIM

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia sebagai salah satu negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERPAJAKAN PENGANTAR PERPAJAKAN. Riaty Handayani, SE., M.Ak. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen.

BAB I PENDAHULUAN. yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik. untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dalam menghadapi era-globalisasi dan peningkatan usaha pembangunan, maka

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama. untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Banyak ahli memberikan batasan tentang pajak, definisi pajak menurut para

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan

Pengaruh Kondisi Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Terhadap Pembayaran Pajak Penghasilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengatur keseimbangan kehidupan perekonomian dan pemanfaatan dana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif terhadap kehidupan masa kini, salah satunya dapat dirasakan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) tujuan pembangunan tersebut. Untuk mencapai pembangunan itu maka pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

PERTEMUAN 1 DASAR DASAR PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan di dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997, Pasal 1 yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dari sektor pajak diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

Ajeg. Pa-ajeg. pungutan teratur pada waktu tertentu

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri. yang semula dilakukan Cuma-Cuma dan sifatnya memaksa tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. secara tidak langsung bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP WAJIB PAJAK SARANG BURUNG WALET KOTA MEDAN. D. Pengertian Pajak dan Sarung Burung Walet

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan berbagai terobosan yang sangat

BAB 2 LANDASAN TEORI. Contribution from the person, to the goverment to defray the expenses

I. PENDAHULUAN. bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam setiap tahun pajak. merupakan sumber penghasilan yang besar bagi pemerintah.

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

PENGERTIAN PAJAK FUNGSI PAJAK

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran

Kegiatan Belajar 3. Teori Justifikasi, Syarat dan Asas-Asas Pajak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki beberapa fungsi yang sangat penting. Fungsi-fungsi tersebut antara lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA

BAB I PENDAHULUAN. Dimana setiap warga negara yang memenuhi syarat secara hukum, wajib untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri. mahasiswa secara mandiri yang bertujuan memberikan pengalaman praktis di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan informasi

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB II LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui,peranan pajak semakin besar dan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 2 PAJAK RESTORAN: KAJIAN LITERATUR 2.1. Pengertian Pajak Secara umum, pajak diartikan sebagai pungutan dari negara kepada rakyatnya, yang sifatnya memaksa. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah termasuk pembiayaan bagi pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Para ahli memiliki definisi yang beragam mengenai pajak. Salah satunya definisi yang dikemukakan PJA. Adriani yang diterjemahkan R. Santoso Brotodihardjo, S.H, dalam Waluyo (2010) yang menyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Definisi lainnya dikemukakan oleh Edwin RA. Seligman dalam Waluyo (2010:2) dalam Essay in Taxation yang menyatakan : Tax is compulsory contribution from the person, to government to depray the expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred. Dari definisi tersebut, terlihat adanya kontribusi seseorang yang ditujukan kepada negara tanpa adanya manfaat yang ditujukan secara khusus kepada seseorang. Serupa dengan definisi yang diutarakan Rochmat Soemitro dalam Waluyo (2010) yang menyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Beragam pengertian pajak dari para ahli, kemudian disarikan oleh Waluyo, 2010, adalah sebagai berikut: 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. 16

17 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. 5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur. Menurut Jinghan (2008) pajak adalah salah satu instrumen penting dan paling efektif dalam kebijakan fiskal dari sisi penerimaan (revenue) dan merupakan sumber penerimaan yang cukup besar. Sehubungan hal tersebut, dengan diberlakukannya otonomi daerah, sesuai wewenangnya untuk menggali pendapatannya, Pemerintah Daerah menggunakan pajak sebagai salah satu sumber penerimaannya yang lazim dikenal dengan sebutan pajak daerah. Sebagai salah satu unsur pembentuk pendapatan asli daerah, dalam pemungutannya pajak daerah juga harus mempunyai dasar hukum sehingga pungutan tersebut dapat dipaksakan. Sama halnya dengan pajak pusat, pajak daerah juga memiliki unsur paksaan dalam pemungutannya sehingga diperlukan dasar hukum. Hanya saja, pajak daerah tersebut dapat diterapkan dengan menggunakan dasar hukum yang berupa peraturan daerah. Dari sisi definisi, pengertian pajak daerah tidak jauh berbeda dengan definisi pajak yang telah dipaparkan sebelumnya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Rertibusi Daerah, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dan berdasarkan pendapat Davey, K.J (1988) definisi pajak daerah adalah: 1. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri. 2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah.

18 3. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah 4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan, dibagi-hasilkan atau dibebani pungutan tambahan oleh pemerintah pusat. 2.2. Peran Pajak bagi Pemerintah Pajak tidak dapat dipisahkan dengan pemerintahan, ini dikarenakan pajak merupakan salah satu unsur terselenggaranya fungsi pemerintahan. Pajak merupakan salah satu cara dalam mengalihkan kekayaan dari sektor swasta kepada sektor publik yang diperlukan untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan. Tak hanya sebagai sumber penerimaan, menurut Jinghan (2008), dalam rangka meningkatkan pembangunan ekonomi suatu negara, pajak juga berperan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut : 1. Untuk membatasi konsumsi dan dengan demikian mentransfer sumber dari konsumsi ke insvestasi. Pajak langsung berperan dalam membatasi konsumsi bagi kelompok pendapatan tinggi dengan cara mengambil sebagian tambahan pendapatan kelompok tersebut, sedangkan penerapan pajak tidak langung memiliki dampak pengurangan konsumsi pada komoditi penting, barang-barang mewah dan setengah mewah dan juga mengurangi daya konsumsi kelompok berpendapatan rendah. 2. Untuk meningkatkan dorongan menabung dan menanam modal. Pajak langsung yang berperan membatasi konsumsi, hendaknya tidak diterapkan secara progresif. Sehingga masih tersisa pendapatan yang cukup bagi pihak yang ingin menabung untuk berinvestasi. Begitu pula pajak tidak langsung yang berfungsi membatasi konsumsi, hendaknya tidak diterapkan terlalu tinggi yang berakibat pada kenaikan harga barang-barang yang pada akhirnya berdampak negatif pada produksi. 3. Untuk mentransfer sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah sehingga memungkinkan adanya investasi pemerintah.

19 Sumber yang berada di tangan masyarakat belum tentu dimanfaatkan secara produktif karena ada kemungkinan akan dipergunakan untuk konsumtif. Dengan adanya pajak, sumber tersebut beralih ke pemerintah yang dipergunakan dalam rangka meningkatkan investasi negara dengan kata lain sumber tersebut dapat digunakan secara produktif. Kondisi demikian merupakan upaya pemerintah dalam memutus lingkaran kemiskinan. 4. Untuk memodifikasi pola investasi. Adanya investasi pemerintah yang berasal dari pajak, sedemikian rupa tidak menyebabkan berkurangnya insentif bagi swasta untuk berinvestasi. Pemerintah dapat melakukan investasi untuk pembangunan terkait penyediaan pelayanan publik yang tidak tersentuh oleh swasta. Semisal pembangunan jalan di kawasan daerah tertinggal. Sementara sehubungan dengan peran pajak dalam menumbuhkan investasi swasta, upaya yang dapat dilakukan pemerintah antara lain dengan memberikan tax holiday. 5. Untuk mengurangi ketimpangan ekonomi. Dalam perannya memperkecil disparitas pendapatan, pajak yang diterapkan harus dapat mengurangi pemusatan kemakmuran pada segelintir golongan kaya tanpa menghilangkan rangsangan untuk menabung dan melakukan investasi produktif. Untuk itu, dapat diterapkan pajak progresif atas hadiah, warisan dan kekayaan. 6. Untuk memobilisasi surplus ekonomi. Pertumbuhan perekonomian yang menimbulkan surplus ekonomi, perlu dimobilisasi pemerintah untuk dialihkan ke arah yang produktif. Yang pada akhirnya juga mendorong memperbesar surplus perekonomian. Sementara menurut Waluyo (2010), pajak memiliki dua fungsi, yaitu: 1. Fungsi budgeter (Penerimaan) Pajak berfungsi sebagai alat untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaranpengeluaran pemerintah. 2. Fungsi regulasi Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.

20 Sementara menurut Hillman (2003), peran pajak dalam membiayai pengeluaran publik menjadi penting ketika berhadapan dengan barang publik murni yang tidak memberikan keuntungan bagi pihak yang menyelenggarakannya. Di saat itulah pemerintah hadir dengan melakukan pembiayaan demi menjamin ketersediaan pelayanan publik tersebut. Hal ini diterapkan di seluruh level pemerintahan dari pusat, propinsi dan kabupaten/ kota dimana pajak digunakan untuk membiayai pelayanan publik, seperti jalan raya, sekolah, kepentingan pertahanan negara, memainkan peran sebagai automatic stabilizer dalam perekonomian, sampai digunakan untuk menginternalisasi dampak eksternalitas negatif dari mekanisme pasar. 2.3 Prinsip / Kriteria Pemungutan Pajak yang Baik oleh Pemerintah Dalam melakukan pemungutan pajak, Adam Smith memaparkan beberapa kriteria mengenai pemungutan pajak yang baik oleh pemerintah yang dikenal dengan sebutan Prinsip Smith Canons yaitu : 1. Kriteria kecukupan (adequacy) Kriteria ini menekankan bahwa hasil yang diperoleh dari suatu pajak hendaknya secara signifikan dapat membiayai pengeluaran yang dibutuhkan dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat. 2. Kriteria keadilan (equity) Artinya beban pajak harus sesuai dengan kemampuan relatif dari setiap wajib pajak. Dengan demikian pajak tersebut harus dipikul oleh semua golongan dan masyarakat sesuai dengan kekayaan dan kemampuan masing-masing golongan. Sisi keadilan ini ditinjau secara vertikal dan horisontal. Dan dalam dalam penerapannya dapat digunakan ukuran kemampuan membayar dan atau besar manfaat yang dirasakan. Bila dilihat dari secara vertikal, pungutan pajak dikatakan adil, bila kelompok yang memiliki kemampuan membayar atau menerima manfaat lebih besar seharusnya membayar pajak lebih tinggi dibandingkan kelompok yang memiliki kemampuan atau menerima manfaat lebih kecil. Sementara prinsip keadilan dalam pemungutan pajak secara

21 horisontal, bila penerima manfaat yang sama besar dikenakan pajak yang juga sama besarnya tanpa memperhatikan sektor perekonomian yang digeluti. 3. Kriteria kemudahan dalam administrasi Dalam melakukan penetapan suatu pajak, hendaknya kemudahan administrasi perlu untuk dipertimbangkan baik dari sisi petugas pajak maupun dari sisi wajib pajak. Bilamana pemerintah menerapkan sistem administrasi yang rumit, tentunya hal ini menjadi pemicu bagi wajib pajak untuk melakukan penghindaran pajak. Sementara dari sisi petugas pajak, sebagian instansi pemungut pajak memiliki keterbatasan terkait dengan sumber daya manusia, baik kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu, tidak adanya sistem administrasi yang baik, tentunya akan sangat sulit bagi pemerintah untuk menentukan objek pajak, besaran tarif pajak yang harus dibayar, dan mekanisme penjatuhan sanksi. 4. Dukungan politik Pajak adalah kebijakan yang tidak populer, karenanya diperlukan dukungan politik yang luas demi tercapainya efektivitas dalam pungutan pajak. Untuk itu perlu dibangun kesepakatan antara pihak pemerintah (sebagai pemungut) dan pihak masyarakat (sebagai pihak yang dipungut), dengan demikian masyarakat menyadari bahwa pungutan pajak tersebut diperlukan guna membiayai pelayanan publik dan pungutan tersebut logis adanya. Jadi dukungan politis itu tidak hanya semata DPRD memberikan dukungan dalam artian menyetujui pungutan pajak tersebut dengan cara mengesahkan Perda terkait pajak yang bersangkutan. Kendati demikian, keberadaan Perda mutlak diperlukan sebagai dasar hukum pemungutan pajak. 5. Kriteria efisiensi Pemungutan suatu pajak harus efisien dari segi biaya maupun ekonomi. Efisiensi dari sisi biaya merupakan perbandingan antara keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk mengelola pajak tersebut dengan hasil pungutnya relatif kecil. Semakin kecil rasio antara biaya ini dengan hasil pungutnya maka semakin baik (efisien) pengelolaan pajak itu. Dengan kata lain semakin baik kinerja aparat pemungut pajak. Penetapan suatu pajak juga harus efisien secara

22 ekonomi dalam artian keberadaan pajak tersebut tidak mengganggu pemanfaatan sumber daya yang ada dalam perekonomian oleh masyarakat sejauh pemanfaatan itu bersifat positif. Jika pungutan tersebut pada akhirnya menghambat kegiatan produktif masyarakat maka pungutan pajak dikatakan distortif dan tentunya akan menyebabkan under or over exploitation sumberdaya. Tak jauh berbeda dengan pendapat yang diungkapkan Musgrave (1989) terkait dengan kriteria pajak yang baik, yaitu: 1. Penerimaan (hasil) harus cukup. 2. Pendistribusian beban pajak yang adil. 3. Pajak harus memperhatikan pihak yang sebenarnya merasakan beban akibat pajak tersebut (tax incidence). 4. Pungutan pajak memberikan dampak yang sangat minimal terhadap kemungkinan terjadinya distorsi dalam perekonomian. 5. Struktur pajak harus dapat mengakomodir peran pajak dalam kebijakan fiskal sehubungan dengan fungsinya dalam stabilisasi dan pertumbuhan perekonomian. 6. Sistem pajak harus memiliki administrasi yang mudah dan dapat dimengerti oleh pembayar pajak. 7. Biaya pengelolaan pajak lebih rendah dibandingkan pengeluarannya. Sementara untuk pemungutan pajak daerah, selain kelima kriteria dalam prinsip Smith Canons yang telah disebutkan, menurut Rozani (2010) dibutuhkan satu kriteria lagi yakni kecocokan suatu pajak sebagai pajak daerah. Demikian pula pendapat Devas (1989), yang menyatakan bahwa sebagai sumber penerimaan daerah, pajak hendaknya harus jelas objek pajaknya dan tempat memungut pajak sedapat mungkin sama dengan tempat akhir beban pajak. Dalam penerapannya sebagai pajak daerah, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut 1 : 1 Niniek L.Gyat (2010), Materi Kuliah Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah, MPKP FEUI

23 1. Pajak yang ditujukan sebagai alat stabilisasi perekonomian dan memperbaiki distribusi pendapatan, sebaiknya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, baik dalam penentuan basis, tarif, maupun sistem administrasi. Dengan demikian, pajak yang dianggap strategis dan dapat memperburuk kondisi ketimpangan antar daerah, pengelolaannya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. 2. Basis pajak yang memiliki tingkat mobilitas tinggi tidak diserahkan kepada daerah. Ini dikarenakan mobilitas obyek pajak akan memungkinkan para pembayar pajak untuk berpindah (relokasi) dari daerah yang beban pajaknya tinggi ke daerah dengan beban pajak lebih rendah. Dampaknya, kebijakan daerah dalam menetapkan tarif pajak menjadi terbatas. 3. Pajak daerah seyogyanya tidak boleh (dan tidak mungkin) dibebankan kepada mereka yang bukan penduduk daerah yang bersangkutan, sebab ini akan mengaburkan kaitan antara pelayanan oleh pemerintah daerah yang diterima masyarakat daerah dengan pembayar pajak daerah tersebut. 4. Tuntutan administrasi dari pajak yang diserahkan kepada daerah hendaknya disesuaikan dengan kapasitas administratif aparat dan sumber daya yang ada di daerah. Oleh sebab itu, suatu sumber pajak akan menjadi menarik, apabila pemerintah daerah memperoleh pendapatan dari sumber tersebut. Yaitu dengan memungut, mengadministrasikan, dan punya kewenangan penuh menetapkan tarif pajak sesuai potensi ekonomi lokal yang dimilikinya. 2.4 Alasan Pengenaan Pajak Restoran Pajak restoran dapat digolongkan sebagai pajak tidak langsung, dimana pajak yang pengenaannya berdasarkan atas pelayanan yang diberikan kepada konsumen ini, bebannya berada pada konsumen. Dalam hal ini, pemilik / pengusaha restoran merupakan pihak yang melakukan pemungutan dan menyetorkan hasil pajak tersebut kepada instansi yang berwenang menerima pengumpulan hasil pajak tersebut.

24 Dengan demikian, keberadaan pajak restoran tentunya tidak mengurangi keuntungan para pengusaha sehingga tidak menimbulkan hilangnya insentif untuk berusaha di sektor tersebut. Sementara dari sisi pengunjung, adanya beban akibat pajak restoran tersebut cukup adil mengingat pengunjung restoran cenderung berasal dari golongan kaya. Seperti diutarakan Devas (1989) dalam Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, pajak restoran (yang pada awalnya merupakan Pajak Pembangunan I) tidak memiliki masalah dari sisi efisensi ekonomi dan pajak ini dianggap cukup adil. Karena golongan kaya cenderung membelanjakan bagian yang lebih besar dari pendapatannya untuk restoran daripada kelompok miskin. Ini juga sejalan dengan peran pajak dalam kaitannya membatasi konsumsi sehingga pemerintah dapat mentransfer sumber dari konsumsi ke jalur investasi. Sementara dari sisi ketepatan sebagai pajak daerah, menurut Devas (1989), pajak restoran sangat cocok sebagai sumber penerimaan daerah. Karena obyek pajak jelas tempatnya dan tempat memungut sama dengan tempat beban pajak. Bila ditelaah dari sisi kemudahan administrasi, pajak restoran tergolong mudah dalam pelaksanaannya. Ini dikarenakan pajak tersebut sudah termasuk dalam biaya konsumsi yang harus dibayar oleh pengunjung restoran.