TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Instalasi Karantina Hewan Sapi Impor

A.3. Apakah terdapat peternakan yang sejenis disekitar IKH? Ada Tidak ada

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD /L/12/2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAHAN AJAR KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER BIOSEKURITI OLEH : DR. DRH. IDA BAGUS NGURAH SWACITA,MP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam

Proses Penyakit Menular

Regulasi sanitasi Industri Pangan

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Biosekuriti

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis

Biosecurity. Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama. Perspektif Saat Ini

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

FAKTOR DAN AGEN YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT & CARA PENULARAN PENYAKIT

BAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bagian XIII Infeksi Nosokomial

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 497.a/Kpts/PD /L/12/2008

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rumah sakit termasuk pelayanan laboratorium didalamnya oleh WHO

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam. diantaranya perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang satu dengan yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga

kemungkinan untuk ikut berkembangnya bakteri patogen yang berbahaya bagi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENUTUP. 1. Pengelolaan Limbah Rumah Potong Lubuk Buaya Padang. temukan bahwa pengelolaan limbah RPH terbagi atas 3 macam yaitu:

1. 3 TUJUAN 1. Untuk mengetahui pengertian dari OH dan Zoonosis 2. Untuk mengerti peran veteriner dalam OH 3. Untuk mengetahui pemeran lain OH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

BAB I PENDAHULUAN. tidak terjadi dengan sendirinya (Mukono, 2006). Pertambahan penduduk,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella sp merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat menimbulkan

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENERTIBAN HEWAN TERNAK DAN HEWAN PENULAR RABIES YAITU ANJING

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

G E R A K A N N A S I O N A L B E R S I H N E G E R I K U. Pedoman Teknis RUMAH SAKIT BERSIH. (Disusun dalam rangka Gerakan Nasional Bersih Negeriku)

Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang di Tempat Penampungan Ayam (TPnA) di DKI Jakarta

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Susu merupakan salah satu bahan pangan yang penting bagi pemenuhan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Skematis virus ND. (FAO 2004)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN

BAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mengkaji hubungan higiene dan sanitasi berbagai lingkungan peternakan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB 4 ANTRAKS. 1. Defenisi Penyakit Antraks

BAB I PENDAHULUAN. jenis hewan, ikan, dan tumbuhan yang perlu dijaga serta dilindungi

PEDOMAN BUDI DAYA KELINCI YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. peningkatan pemanfaatan sumber daya alam (Soegianto, 2005). Salah satu komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan, dan keturunan. Berdasarkan ke empat faktor tersebut, di negara yang

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: )

2014, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tamba

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009).

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan Instalasi karantina hewan (IKH) adalah bangunan berikut peralatan, lahan dan sarana pendukung lainnya yang diperlukan sebagai tempat pelaksanaan tindakan karantina (Barantan 2006). Beberapa istilah dalam IKH antara lain: 1. Kandang adalah tempat atau bangunan berikut sarana penunjang yang ada didalamnya yang berfungsi sebagai tempat pemeliharaan dan tempat melakukan tindakan pengamatan selama masa karantina yang mampu menampung ternak sesuai dengan kapasitasnya dan dilengkapi dengan tempat pakan dan minum serta ketinggian kandang yang memadai. 2. Kandang isolasi adalah kandang yang digunakan untuk melakukan tindakan pengamatan intensif dan tindakan perlakuan khusus terhadap sebagian hewan selama masa karantina. Kandang ini juga digunakan untuk menempatkan dan menangani ternak yang mengalami gangguan kesehatan. 3. Kandang jepit adalah sarana yang dipergunakan untuk melakukan penjepitan hewan guna mengurangi risiko cidera terhadap hewan maupun petugas serta memudahkan tindakan pemeriksaan dan perlakuan. 4. Gudang pakan adalah tempat penyimpanan pakan sebelum diberikan kepada ternak. 5. Ternak ruminansia besar adalah ternak piara (sapi dan kerbau) yang kehidupannya, perkembangbiakannya, serta manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia. 6. Pakan ternak adalah makanan ternak ruminansia besar yang berupa hijauan, bahan baku, maupun pakan jadi. 7. Paddock atau pen adalah bagian kandang yang dibatasi dengan pagar pembatas dan luas paddock/pen tergantung pada jumlah ternak yang akan ditempatkan di area tersebut. 8. Gangway adalah suatu fasilitas berupa lorong atau jalan sempit untuk ternak. Fasilitas ini dibuat untuk memudahkan menggiring ternak ke dalam kandangkandang instalasi maupun menggiring ternak yang akan masuk/dimuat ke dalam truk.

6 9. Kandang paksa (forcing yard) adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk menggiring dan memasukkan ternak ke dalam gang way. 10. Tempat bongkar dan muat ternak adalah fasilitas untuk menurunkan dan menaikkan ternak dari dan ke alat angkut 11. Alat angkut adalah angkutan darat dan sarana yang dipergunakan untuk mengangkut yang langsung berhubungan dengan ternak ruminansia besar. 12. Limbah adalah hasil buangan kandang yang berupa kotoran ternak, sisa pakan, serta kotoran lainnya. Klasifikasi Instalasi Karantina Hewan (IKH) Instalasi karantina hewan berdasarkan kepemilikannya (Barantan 2006), yaitu: 1. IKH milik pemerintah yaitu bangunan berikut peralatan, lahan, dan sarana prasarana yang diperlukan sebagai tempat melaksanakan tindak karantina milik pemerintah. 2. Instalasi karantina hewan milik swasta yaitu bangunan berikut peralatan, lahan dan sarana prasarana yang diperlukan sebagai tempat melaksanakan tindak karantina milik pihak lain/swasta yang ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis sesuai ketentuan IKH berdasarkan waktu penggunaannya yaitu: 1. Intalasi karantina hewan permanen adalah instalasi yang dibangun oleh pemerintah atau pihak lain yang penggunaannya bersifat permanen. 2. Instalasi karantina hewan sementara adalah instalasi yang dibangun oleh pemerintah atau pihak lain yang penggunaannya bersifat sementara. Biosekuriti Biosekuriti adalah strategi dan tindakan secara terintegrasi meliputi kebijakan dan kerangka kerja yang menganalisa dan mengendalikan segala akibat yang merugikan pada sektor keamanan pangan, kesehatan dan kehidupan hewan, kesehatan dan kehidupan tumbuhan termasuk lingkungan. Biosekuriti merupakan

7 konsep yang menyeluruh dan secara langsung mendukung bidang pertanian, keamanan pangan dan perlindungan terhadap lingkungan, juga meliputi perlindungan terhadap bahaya pada gangguan yang menyebabkan kerusakan tumbuhan, gangguan, dan penyakit hewan serta zoonosis (Ditjenak 2010). Menurut NASDA (2001), biosekuriti adalah tindakan yang sangat penting berupa strategi, usaha, rencana untuk melindungi kesehatan manusia, hewan dan lingkungan dari bahaya biologi. Selanjutnya menurut SEERAD (2006), biosekuriti adalah praktik manajemen yang potensial untuk mengurangi masuk dan menyebarnya penyakit hewan yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen masuk ke peternakan dan mencegah masuk dan tersebarnya penyakit hewan di antara peternakan. Larson (2008) menyatakan bahwa biosekuriti adalah suatu tindakan untuk menjaga agar agen infeksius tidak masuk ke dalam suatu peternakan, negara atau wilayah. Tindakan ini juga bertujuan untuk mengendalikan penyebaran agen infeksius didalam suatu peternakan. Menurut Wagner et al. (2011) tujuan biosekuriti adalah untuk mengurangi risiko exposure (pendedahan) penyakit dan meningkatkan kekebalan terhadap penyakit ketika hewan terdedah (exposed) oleh agen penyakit. Tujuan utama penerapan biosekuriti adalah untuk menghentikan masuknya penyakit dan penyebaran penyakit dengan cara mencegah, mengurangi atau mengendalikan kontaminasi silang dari media pembawa yang dapat menularkan agen penyakit (feses, urin, saliva, sekresi dari alat pernapasan dan lain-lain). Praktik manajemen biosekuriti dibuat untuk mencegah penyebaran penyakit dengan meminimalkan perjalanan atau perluasan agen penyakit dan vektor (rodensia, lalat, nyamuk, kutu, caplak dan lain-lain) di dalam suatu area peternakan. Biosekuriti merupakan cara yang murah, paling efektif untuk pengendalian penyakit dan tidak akan ada program pencegahan penyakit yang berjalan dengan baik tanpa adanya penerapan biosekuriti. OIE (2009) menyatakan bahwa program biosekuriti yang baik adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mencegah dan meminimalkan rute transmisi penyakit oleh agen patogen diantaranya adalah melalui hewan, hewan lain, manusia, peralatan, alat angkut, udara, sumber air, dan pakan. Menurut Buhman et al. (2007), penyakit

8 infeksi pada hewan dapat menyebar dalam suatu peternakan melalui berbagai cara, antara lain melalui: 1. Hewan yang terinfeksi atau hewan sehat dalam masa inkubasi suatu penyakit sehingga tidak memperlihatkan gejala klinis. 2. Hewan yang sudah sehat setelah sembuh dari penyakit akan tetapi menjadi carriers. 3. Alat angkut, peralatan, pakaian, dan sepatu pengunjung atau pekerja yang menangani hewan di dalam peternakan. 4. Kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi oleh agen penyakit. 5. Hewan mati yang tidak ditangani secara benar. 6. Tempat pakan, khususnya tempat pakan yang berisiko tinggi dapat terkontaminasi oleh feses. 7. Sumber air yang tidak baik. 8. Penanganan limbah kotoran ternak dan debu dari kotoran. 9. Adanya hewan lain (kuda, anjing, kucing, hewan liar, rodensia, burung dan serangga). Buhman et al. (2007) menerangkan bahwa komponen utama biosekuriti adalah isolasi, kontrol lalu lintas dan sanitasi. 1. Isolasi merupakan suatu tindakan untuk mencegah kontak diantara hewan pada suatu area atau lingkungan. Tindakan yang paling penting dalam pengendalian penyakit adalah meminimalkan pergerakan hewan dan kontak dengan hewan yang baru datang. Tindakan lain yaitu memisahkan ternak berdasarkan kelompok umur atau kelompok produksi. Fasilitas yang digunakan untuk tindakan isolasi harus dalam keadaan bersih dan didisinfeksi. 2. Kontrol lalu lintas merupakan tindakan pencegahan penularan penyakit yang dibawa oleh alat angkut, hewan selain ternak (kuda, anjing, kucing, hewan liar, rodensia, dan burung), dan pengunjung. Hewan yang baru datang sebaiknya diketahui status vaksinasinya, hal ini merupakan tindakan untuk memaksimalkan biosekuriti. Oleh sebab itu, mengetahui status kesehatan hewan yang baru datang sangat penting. Kontrol lalu lintas di peternakan harus dibuat dengan baik untuk menghentikan atau meminimalkan

9 kontaminasi pada hewan, pakan, dan peralatan yang digunakan. Alat angkut dan petugas tidak boleh keluar dari area penanganan hewan yang mati tanpa melakukan pembersihan (cleaning) dan disinfeksi terlebih dahulu. 3. Sanitasi merupakan tindakan pencegahan terhadap kontaminasi yang disebabkan oleh feses. Kontaminasi feses dapat masuk melalui oral pada hewan (fecal-oral cross contamination). Kontaminasi ini dapat terjadi pada peralatan yang digunakan seperti tempat pakan dan minum. Langkah pertama tindakan sanitasi adalah untuk menghilangkan bahan organik terutama feses. Bahan organik lain yaitu darah, saliva, sekresi dari saluran pernafasan, dan urin dari hewan yang sakit atau hewan yang mati. Semua peralatan yang digunakan khususnya tempat pakan dan minum harus di bersihkan dan didesinfeksi untuk mencegah kontaminasi. Menurut Barrington et al. (2006), tindakan umum yang dilakukan dalam program biosekuriti adalah: 1. Mengawasi keluar masuknya hewan. 2. Mencegah kontak dengan hewan atau hewan liar. 3. Secara rutin membersihkan dan mendisinfeksi sepatu, pakaian, dan peralatan yang dipakai ketika menangani hewan. 4. Mencatat pengunjung, hewan, dan peralatan yang masuk dan keluar. Pada suatu peternakan penyebaran penyakit dapat terjadi sangat komplek hal ini dapat disebabkan akibat kepadatan populasi dalam suatu kandang, spesies atau bangsa hewan, dan sistem sanitasi pada peternakan tersebut, sehingga pengembangan biosekuriti sangat penting guna mencegah masuk dan tersebarnya penyakit yang merugikan (Steenwinkel et al. 2011). Biosekuriti pada peternakan dapat meliputi sanitasi peternakan, pagar pelindung, pengawasan yang ketat lalu lintas pengunjung dan kendaraan, menghindari kontak dengan hewan liar, mempunyai fasilitas bangunan yang memadai, penerapan karantina dan menerapkan sistem tata cara penggantian stok hewan (Casal et al. 2007). Menurut laporan Bonanno (2011), pernah ditemukan kasus penyakit pada suatu peternakan sapi akibat biosekuriti yang buruk. Penyakit ini antara lain digital dermatitis (hairy heel wrats), haemorrhagic bowel syndrome (HBS), dan acute bovine liver disease (ABLD). Penyakit ini disebabkan oleh sistem drainase

10 yang buruk, sanitasi dan higiene yang buruk, kondisi pakan yang tidak baik, serta kondisi kelembaban di dalam peternakan yang buruk. Pengetahuan Pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu mengetahui, memahami, menggunakan, menguraikan, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Ciri pokok pengetahuan adalah ingatan tentang sesuatu yang diketahui baik melalui pengalaman, belajar, maupun berupa informasi yang didapat dari orang lain (Manggarsari 2011). Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan terdiri dari berbagai jenis yaitu: 1) pengetahuan umum atau biasa, 2) pengetahuan ilmu, 3) pengetahuan agama, 4) pengetahuan filsafat, dan 5) pengetahuan seni. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo 2007). Pengetahuan bukanlah fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami perubahan karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut). Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain pendidikan, informasi/media massa, sosial budaya, ekonomi, lingkungan, pengalaman, dan usia. Pengetahuan merupakan faktor utama perubahan perilaku (Bas et al. 2006).

11 Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan/praktik atau perilaku. Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata/praktik diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas (Ali 2003). Sikap dan praktik dari seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki orang tersebut. Dalam hal ini adanya informasi dapat mengubah sikap dan pada akhirnya akan menyebabkan perubahan dalam perilaku. Praktik Praktik atau tindakan atau disebut juga perilaku, merupakan reaksi nyata seseorang terhadap objek, misalnya mencuci tangan sebelum dan sesudah menangani hewan yang sakit. Zahid (1997) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara sikap dan perilaku, namun keberadaan hubungan ini ditentukan oleh kespesifikan sikap, kekuatan sikap, kesadaran pribadi, dan norma-norma subyektif yang mendukung. Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik. Hasil penelitian Randusari (2007), menyatakan bahwa pengetahuan dan sikap mempunyai pengaruh terhadap perilaku. Selain itu perilaku dapat dipengaruhi oleh tingkat penghasilan. Menurut Budisuari et al. (2009), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan diantaranya adalah lingkungan, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Handayani (2008), dalam penelitiannya tentang hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan dan sikap terhadap perilaku. Yustina (2006) menyatakan bahwa adanya peningkatan pengetahuan berhubungan positif dengan sikap dan minat, selain itu pengetahuan tidak berhubungan positif dengan persepsi seseorang terhadap suatu objek.