BAB 4 UJI COBA DAN EVALUASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 4 PEMROSESAN CITRA DAN IMPLEMENTASI Pemrosesan Citra dan Rancangan Eksperimen untuk Fusi Citra

BAB II LANDASAN TEORI...

BAB IX EVALUASI. File Interpretation Magnification Clinical History Size 1 Adenocarcinoma, Medium 39 year old female, 2000x1600 Endocervical

Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi

BAB II LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya air yang digunakan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. citra keluaran dengan informasi yang siap digunakan. meningkatkan efisiensi dan akurasi, serta meminimalisasi kesalahan.

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Implementasi Sistem Pendeteksi Gerakan dengan Motion Detection pada Kamera Video Menggunakan AForge.NET

SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

SISTEM PENGENAL ARAH PANDANG MATA PADA PENGENDARA MOBIL

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Identifikasi Masalah

BINERISASI CITRA DOKUMEN DENGAN FILTERISASI HOMOMORPHIC

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah

Identifikasi Sel Darah Berbentuk Sabit Pada Citra Sel Darah Penderita Anemia

METODOLOGI PENELITIAN

PENGOLAHAN CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL PADA DETEKSI PULPITIS MENGGUNAKAN METODE WATERSHED

Pengolahan Citra Digital: Peningkatan Mutu Citra Pada Domain Spasial

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

BAB IV UJI COBA DAN ANALISIS

IMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH DARAH RETINA PADA CITRA FUNDUS MATA BERWARNA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MORFOLOGI ADAPTIF

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

DATA/ INFO : teks, gambar, audio, video ( = multimedia) Gambar/ citra/ image : info visual a picture is more than a thousand words (anonim)

Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. di bidang pendidikan, keamanan, perkantoran, bahkan pada bidan g

BAB I PENDAHULUAN. ke karakteristik tertentu pada manusia yang unik dan berbeda satu sama lain.

PENGOLAHAN CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL PADA DETEKSI PENYAKIT PULPITIS MENGGUNAKAN METODE ADAPTIVE REGION GROWING APPROACH

BAB 2 LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INFOMATEK Volume 8 Nomor 2 Juni Sebuah Pendekatan Baru dalam Pendeteksian Wajah Pada Citra Digital

BAB V PEMBAHASAN UMUM

BAB 2. jaringan saraf, penelitian. Bagian ini akan. sehingga menjadi Gambar 2.1. Jaringan Saraf 1

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penelitian

BAB IV PREPROCESSING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

Rancang Bangun Sistem Pengujian Distorsi Menggunakan Concentric Circle Method Pada Kaca Spion Kendaraan Bermotor Kategori L3 Berbasis Edge Detection

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. fold Cross Validation, metode Convolutional neural network dari deep learning

Pendahuluan. Desain & Implementasi. Uji coba & Evaluasi. Kesimpulan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

BAB III METODE PENELITIAN

IMPLEMENTASI DETEKSI TITIK POTONG PEMBULUH DARAH PADA CITRA FUNDUS RETINA MENGGUNAKAN ALGORITMA COMBINED CROSS POINT NUMBER

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

BAB II LANDASAN TEORI

Oleh Yuli Wijayanti. Dosen Pembimbing : 1. Bilqis Amaliah, S.Kom, M.Kom 2. Anny Yuniarti, S.Kom, M.Com.Sc

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM

BAB 3 METODOLOGI. melakukan pengamatan dan analisis dari gambar yang didapat. Untuk bisa mendapatkan

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI SEL DARAH BERBENTUK SABIT PADA CITRA SEL DARAH PENDERITA ANEMIA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

FAKULTAS TEKNIK (FT) PROGRAM TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016

BAB III METODE PENELITIAN

PENGEMBANGAN APLIKASI PERHITUNGAN JUMLAH OBJEK PADA CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATHEMATICAL MORPHOLOGY

BAB 2 LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH RETINA DENGAN METODE MULTI- SCALE LINE TRACKING

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGGUNAAN PERSAMAAN DIFUSI NONLINIER DAN DETEKSI TEPI CANNY UNTUK SEGMENTASI CITRA MELANOMA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang sangat populer saat ini. Dengan ilmu pengetahuan ini, teknologi di

BAB II LANDASAN TEORI

SAMPLING DAN KUANTISASI

Deteksi Kepala Janin Pada Gambar USG Menggunakan Fuzzy C-Means (FCM) Dengan Informasi Spasial Dan Iterative Randomized Hough Transform (IRHT)

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN. Percobaan dilakukan dengan menggunakan dua buah objek berbeda, seperti

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

Operasi-Operasi Dasar pada Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB 4 UJI COBA DAN EVALUASI 4.1 Data dan Metode Pengujian Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai data yang digunakan dalam proses penelitian yang dilakukan oleh penulis. Selain itu, akan dilakukan juga pembahasan terkait metode pengujian akurasi yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari metode segmentasi yang terpilih. 4.1.1 Pengambilan Data Data citra yang digunakan dalam penelitian kali ini merupakan citra jaringan saraf filter hijau. Citra tersebut diperoleh dari eksperimen drg. Didi Santosa, kandidat doktor pada Departemen Imunopatologi Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran. Data citra yang digunakan diambil dengan kamera digital yang terintegrasi dengan mikroskop fluorescent Olympus BX5, dengan perangkat lunak DP2-BSW dari Olympus. Skala yang digunakan adalah 40 x pada lensa objektif dan 10 x pada lensa okuler. 4.1.2 Deskripsi Data Data pengujian yang digunakan berjumlah tiga citra jaringan saraf gigi manusia yang berupa citra filter hijau. Berhubung proses segmentasi jaringan saraf gigi merupakan hal yang jarang dilakukan, penulis belum dapat mengatakan bahwa seluruh jenis jaringan saraf gigi telah dapat diwakili oleh data yang ada. Oleh karena itu, sangat dimungkinkan untuk terjadi hasil yang kurang baik jika segmentasi dilakukan terhadap citra jaringan saraf gigi yang berbeda jauh karakteristiknya dengan citra jaringan saraf gigi yang digunakan dalam penelitian kali ini. Deteksi paranodus pada...,m. Rabindra Surya, FASILKOM 48 UI, 2008

49 Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, data ini merupakan data hasil eksperimen drg. Didi Santosa dengan menggunakan mikroskop fluorescence dan kamera dijital yang sudah terintegrasi dengan mikroskop tersebut. Selain itu, terdapat data acuan berupa citra yang telah ditandai ROI (Region of Interest)-nya, yang juga merupakan hasil penelitian tersebut. Penandaan ROI pada citra acuan ini dilakukan secara manual oleh para dokter dan ahli patologi yang terlibat, dan hasilnya merupakan acuan bagi penulis untuk melakukan pengukuran keberhasilan. Sulit ditemukannya penelitian lain yang melakukan segmentasi paranodus terhadap citra jaringan saraf gigi, atau khususnya citra jaringan saraf gigi, merupakan alasan tidak dapat dilakukannya studi banding kinerja hasil segmentasi terpilih dengan metode segmentasi lainnya. 4.1.3 Metode Pengujian dan Parameter Keberhasilan Pengujian yang dilakukan pada penelitian kali ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan proses segmentasi yang dilakukan. Parameter keberhasilan tentunya diperlukan agar kinerja dari metode segmentasi yang dilakukan dalam tahap implementasi dapat diukur. Parameter keberhasilan yang digunakan berupa komputasi numerik dan bersifat kuantitatif. Pengukuran yang dilakukan pada hasil percobaan berlandaskan pada konsep statistik yang dinamakan konsep False Negative. Berikut ini adalah definisi setiap elemen yang biasa digunakan untuk melakukan perhitungan statistik. FN(C), atau False Negative terhadap citra C, menyatakan jumlah ROI yang teridentifikasi pada citra acuan, tetapi tidak teridentifikasi pada citra hasil segmentasi pada penelitian ini. FP(C), atau False Positive terhadap citra C, menyatakan jumlah ROI yang tidak teridentifikasi pada citra acuan, tetapi teridentifikasi sebagai ROI pada citra hasil segmentasi pada penelitian ini. TP(C), atau True Positive terhadap citra C, menyatakan jumlah ROI yang teridentifikasi, baik pada citra acuan maupun pada citra hasil segmentasi pada penelitian ini.

50 TN(C), atau True Negative terhadap citra C, menyatakan jumlah ROI yang tidak teridentifikasi, baik pada citra acuan maupun pada citra hasil segmentasi pada penelitian ini. Adapun nilai TN(C) tidak dapat dihitung, karena pada citra acuan tidak terdapat ROI negatif. Dalam penelitian ini, yang akan digunakan sebagai parameter keberhasilannya adalah nilai persentase False Negative, yang untuk mendapatkan nilainya digunakan persamaan 4.1 berikut ini. % 100 Biasanya selain persentase False Negative, penghitungan persentase False Positive juga dilakukan sehingga persentase Overall Error bisa diperoleh juga. Akan tetapi, pada penelitian ini hal tersebut tidak dapat dilakukan karena penghitungan persentase False Positive memerlukan nilai True Negative. Selain itu dalam penelitian ini nilai persentase sensitivity juga akan digunakan sebagai persentase keberhasilan, yang untuk mendapatkan nilainya digunakan persamaan 4.2 berikut ini. % 100 4.2 Hasil Uji Coba dan Evaluasi Segmentasi Penulis akan mencoba untuk membahas tentang hasil implementasi yang telah dilakukan pada bagian ini. Pada bagian ini, penulis akan mendeskripsikan hasil implementasi dalam bentuk tabel dan tulisan. Pada tabel akan dipaparkan hasil dengan menggunakan metode non-local enhancement (NLE), manual local enhancement (MLE), dan automated local enhancement (ALE). Metode MLE dan NLE sama-sama membutuhkan bantuan dari pengguna dalam hal penentuan nilai thresholding dan spesifikasi ukuran paranodus.

51 4.2.1 Hasil Uji Coba Pendeteksian Untuk melihat tingkat keberhasilan metode pendeteksian ROI pada citra masukan, hasil uji coba pendeteksian perlu didata. Hasil pendeteksian ROI yang berupa paranodus dibandingkan dengan ROI acuan yang diperoleh dari narasumber. Akan tetapi, pada acuan yang digunakan terdapat beberapa ROI yang tidak sesuai dengan kriteria yang dijelaskan pada bab 3.2. ROI acuan yang tidak sesuai tersebut adalah ROI yang hanya terdiri dari komponen tunggal, bukan berpasangan seperti yang didefinisikan pada paper acuan (Henry, et al., 2005) (Kazarinova-Noyes, et al., 2001). Penjelasan lengkap mengenai ROI komponen tunggal ini dijelaskan pada bab 4.3.2. Tabel 4.1 menunjukkan jumlah ROI acuan pada masing-masing citra masukan. Untuk selanjutnya, ROI acuan yang digunakan untuk penghitungan uji coba pendeteksian hanyalah ROI yang terdiri dari pasangan paranodus (kolom paling kanan Tabel 4.1). Tabel 4.1 Jumlah ROI Acuan Citra Masukan Jumlah ROI Acuan (termasuk ROI dengan komponen tunggal) Jumlah ROI Acuan (hanya ROI dengan komponen berpasangan) Citra 1 10 10 Citra 2 4 2 Citra 3 5 4 Tabel 4.2 menunjukkan jumlah ROI benar yang terdeteksi, yang artinya berapa banyak ROI acuan yang berhasil dideteksi dengan menggunakan algoritma pendeteksian yang digunakan. Citra Masukan Tabel 4.2 True Positive Non-Local Enhancement (NLE) Local Enhancement Manual (MLE) Automated (ALE) Jumlah ROI benar yang terdeteksi Citra 1 5 9 5 Citra 2 2 1 1 Citra 3 3 3 2

52 Pada citra 1, penggunaan MLE terlihat memberikan pengaruh yang signifikan, karena dari hanya 5 ROI yang terdeteksi menjadi 9 ROI dari total 10 ROI acuan. Penggunaan ALE, walau lebih buruk dibandingkan metode MLE, tetapi masih memberikan hasil sebanding dengan metode NLE, yaitu sebanyak 5 ROI yang terdeteksi. Penggunaan metode NLE pada citra 2 berhasil mengenali 2 buah ROI dari 4 ROI acuan yang ada. Adapun implementasi metode local enhancement mereduksi jumlah ROI yang dikenali menjadi hanya 1 buah. Pad citra 3, ROI yang berhasil dikenali dengan menggunakan metode NLE dan MLE adalah sebanyak 3 dari 5 buah ROI. Penggunaan metode ALE mengurangi jumlah ROI yang berhasil dideteksi menjadi 2 buah. Citra Masukan Non-Local Enhancement (NLE) Tabel 4.3 False Positive Local Enhancement Manual (MLE) Automated (ALE) Jumlah ROI terdeteksi yang salah Citra 1 0 0 1 Citra 2 0 0 0 Citra 3 0 2 0 Pada pendeteksian yang menggunakan metode NLE, seluruh ROI yang berhasil terdeteksi merupakan ROI yang terdapat pada acuan. Dengan kata lain, pada citra hasil deteksi tidak terdapat ROI yang salah dikenali. Pada penggunaan metode MLE pada citra 3, terdapat 2 buah ROI terdeteksi yang ternyata tidak terdapat pada ROI acuan. Hal ini berarti metode pendeteksian salah mengenali obyek yang semestinya bukan merupakan ROI. Pada penggunaan metode ALE untuk citra 1, terdeteksi sebuah ROI yang ternyata tidak terdapat dalam ROI acuan. Untuk penilaian level keberhasilan metode segmentasi yang berdasarkan False Negative, semakin kecil nilainya berarti semakin baik hasil metode segmentasi tersebut. Penghitungan nilai False Negative ditunjukkan pada Tabel 4.4.

53 Citra Masukan Tabel 4.4 Persentase False Negative Non-Local Enhancement (NLE) Local Enhancement Manual (MLE) Automated (ALE) Persentase Citra 1 50% 10% 50% Citra 2 0% 50% 50% Citra 3 25% 25% 50% Rata-rata 25% 28,33% 50% Untuk penilaian level keberhasilan metode segmentasi yang berdasarkan sensitivity, semakin besar nilainya berarti semakin baik hasil metode segmentasi tersebut. Penghitungan nilai sensitivity ditunjukkan pada Tabel 4.5. Nilai dari sensitivity ini merupakan kebalikan dari nilai False Negative. Citra Masukan Non-Local Enhancement (NLE) Tabel 4.5 Sensitivity Local Enhancement Manual (MLE) Automated (ALE) Persentase Citra 1 50% 90% 50% Citra 2 100% 50% 50% Citra 3 75% 75% 50% Rata-rata 75% 71,67% 50% Terlihat dari data yang ditunjukkan pada Tabel 4.5 bahwa hasil dari algoritma metode NLE menunjukkan hasil yang stabil yaitu memiliki rata-rata 75% Dengan kata lain, jumlah ROI yang tidak berhasil dideteksi oleh algoritma adalah sekitar seperempat dari keseluruhan ROI pada masing-masing citra yang dijadikan masukan. Untuk pendeteksian paranodus dengan menggunakan metode MLE terlihat hasil yang beragam dengan rata-rata sensitivity sebesar 71,67%. Pada citra 1, terjadi kenaikan persentase menjadi 90% jika dibandingkan dengan hasil metode NLE. Pada citra 2, persentase turun menjadi 50%, dan pada citra 3 tidak terjadi perubahan persentase.

54 Pada metode ALE hasilnya lebih buruk dibandingkan dengan proses manualnya, dengan rata-rata sensitivity yang dihasilkan hanya mencapai 50%. Pada citra 1, terjadi penurunan persentase menjadi 50% jika dibandingkan dengan MLE. Penurunan persentase terjadi juga pada citra 3, yaitu sebesar 25% menjadi 50% jika dibandingkan metode MLE. Sedangkan pada citra 2, tidak terjadi perubahan persentase. 4.2.2 Evaluasi Hasil Uji Coba Segmentasi Bagian ini akan mengevaluasi hasil uji coba yang telah dibahas pada subbab 4.2.1 dan hasilnya akan menjadi masukan bagi analisis hasil pengujian pada subbab 4.3. Seluruh ROI acuan untuk citra 1 tidak memiliki masalah, atau dapat dikatakan sesuai dengan paper atau rujukan yang ada. Tidak begitu baiknya hasil yang ditunjukkan oleh metode NLE disebabkan oleh perbedaan intensitas kehijauan yang dimiliki oleh paranodus, dan masalah ini dapat ditanggulangi dengan menggunakan metode local enhancement. Adapun sebab berkurangnya jumlah ROI yang berhasil dideteksi dengan metode ALE adalah belum sempurnanya masukan dari fungsi terotomatisasi. Pada citra 2, setengah dari 4 ROI acuan yang ada merupakan jenis ROI yang dijelaskan pada subbab 4.3.2 poin 3, yaitu ROI hanya terdiri dari komponen tunggal. Jika ROI acuan dengan komponen tunggal tetap digunakan sebagai rujukan, hal ini dapat menyebabkan persentase keberhasilan pendeteksian menjadi kurang baik, karena persentase maksimal yang bisa didapatkan hanya sebesar 50%. Turunnya sensitivity pada MLE dan ALE disebabkan kelemahan metode local enhancement, yakni pendeteksian ROI yang berlokasi pada perpotongan antar citra kecil (dijelaskan pada subbab 4.3.2). Pada citra 3, persentase sensitivity maksimal adalah 75%, atau dengan kata lain ROI maksimal yang berhasil dideteksi adalah sebanyak 3 dari 4 buah ROI. Kegagalan pendeteksian sebuah ROI adalah akibat dari kelemahan algoritma yang belum dapat menangani jika terdapat dua buah pasangan ROI yang bertetanggaan tetapi intensitas warnanya berbeda cukup besar. Selain itu, pada citra 3 dapat dilihat bahwa terjadi trade-off antara jumlah ROI benar yang terdeteksi dengan jumlah ROI terdeteksi yang

55 salah. Hal ini terlihat pada metode ALE, jumlah ROI yang terdeteksi terlihat semakin sedikit dibandingkan dengan MLE, dan jumlah non-roi yang salah terdeteksi juga menjadi semakin sedikit. Data yang terdapat pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa ROI terdeteksi yang salah relatif kecil. Hal ini disebabkan fungsi pengenalan bentuk (shape recognition) sederhana yang diimplementasikan cukup berhasil mengurangi kesalahan pengenalan paranodus, yakni komponen yang bukan ROI tetap dianggap bukan ROI oleh algoritma yang digunakan. Walaupun begitu, fungsi pengenalan bentuk yang digunakan masihlah sangat sederhana dan baru diaplikasikan pada citra masukan saja. Penggunaan fungsi pengenalan bentuk yang lebih maju sangat disarankan untuk ke pengembangan yang akan datang, tentunya disesuaikan dengan metode segmentasi yang digunakan dan bentuk komponen yang ingin dikenali. 4.3 Analisis Hasil Pengujian Pendeteksian Paranodus Bagian ini memiliki tiga pokok pembahasan, yakni analisis penyebab terjadinya kesalahan pendeteksian false negative dan false positive, dan ditutup dengan evaluasi terhadap hasil pengujian yang telah dilakukan. 4.3.1 Komponen yang Menjadi Bagian dari False Positive ROI yang menjadi bagian dari false positive biasanya diakibatkan oleh kelemahan penggunaan thresholding yang hanya mengacu pada tingkat intensitas warna. Padahal, penentuan ROI tidak hanya mengacu kepada spesifikasi intensitas, tetapi juga perlu dibandingkan dengan intensitas tetangga dari kandidat ROI tersebut. Jika intensitas dari piksel daerah tetangga relatif sama, maka daerah yang dimaksud bukanlah ROI yang diinginkan. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 4.1(a), terlihat bahwa daerah yang ditandai tidak memiliki karakteristik ROI jika dilihat dengan kasat mata. Akan tetapi, penggunaan thresholding menghasilkan citra yang memiliki karakteristik seperti ROI seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4.1(b).

56 (a) (b) Gambar 4.1 False Positive yang Berkaitan dengan Sensitivitas Algoritma (a) Pada citra masukan tidak terlihat ROI (b) Pada citra hasil thresholding terlihat wilayah seperti ROI Walaupun begitu, tingkat kesalahan yang disebabkan oleh kelemahan ini bisa direduksi. Hal ini disebabkan kriteria penyeleksian paranodus yang cukup ketat sehingga dengan sendirinya cukup banyak kesalahan seperti ini menjadi tereliminasi dengan kriteria-kriteria tersebut. Untuk metode dengan menggunakan local enhancement, kesalahan di atas juga dapat terjadi. Contohnya adalah terdapat kasus dimana ada suatu wilayah pada citra masukan dengan intensitas sangat rendah, akan tetapi intensitas wilayah tersebut menjadi tinggi setelah dilakukan fungsi transformasi intensitas. Jika karakteristik dari wilayah hasil transformasi tersebut menyerupai karakteristik ROI, maka program akan menganggapnya sebagai ROI. 4.3.2 Komponen yang Menjadi Bagian dari False Negative ROI yang menjadi bagian dari false negative pada metode tanpa menggunakan local enhancement disebabkan oleh hal-hal berikut: 1. ROI memiliki intensitas kehijauan yang unik Terdapat beberapa ROI yang gagal terdeteksi karena memiliki tingkat kehijauan yang berbeda dibandingkan dengan sebagian besar ROI lainnya. Contohnya dapat dilihat pada Gambar 4.2(b). ROI jenis ini biasanya dapat terdeteksi dengan melakukan inverse citra biner setelah tahap thresholding, lalu pada citra inverse tersebut dilakukan proses-proses yang diperlukan untuk

57 pendeteksian ROI seperti layaknya proses yang dilakukan pada citra noninverse. 2. Tersambungnya pasangan komponen pada suatu ROI Terdapat kasus yang menunjukkan ROI gagal terdeteksi karena kedua buah komponen antara ROI tersebut masih belum terpisah. Kesalahan ini disebabkan rentang intensitas yang diterapkan pada tahap thresholding tidak dapat mensegmentasi paranodus secara sempurna. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 4.2(a). Biasanya, kasus seperti ini dapat diatasi dengan melakukan operasi erosi ataupun opening, hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan karena operasi tersebut dapat merusak struktur komponen yang lain, yang mengakibatkan komponen yang lain tersebut menjadi tidak terdeteksi. (a) (b) Gambar 4.2 False Negative (a) FN akibat komponen yang tidak terpisah sempurna (b) FN akibat intensitas kehijauan ROI yang berbeda dengan sebagian besar ROI lainnya 3. Perbedaan jumlah komponen dalam suatu ROI Berdasarkan paper acuan yang digunakan (Henry, et al., 2005) (Kazarinova- Noyes, et al., 2001), ROI hanya terdiri atas dua buah komponen seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3(b). Akan tetapi pada citra acuan, walau hampir seluruh ROI terdiri dari dua buah komponen, terdapat juga ROI yang hanya terdiri atas komponen tunggal walaupun jumlahnya sangat sedikit seperti yang ditunjukkan Gambar 4.3(a). ROI seperti ini merupakan ROI perkiraan dari narasumber dan sifatnya belum valid 100% sehingga penulis tidak merancang algoritma untuk mendeteksi ROI jenis ini.

58 (a) (b) Gambar 4.3 Perbedaan Jumlah Komponen dalam Suatu ROI (a) ROI yang terdiri dari sebuah komponen (b) ROI yang terdiri dari dua buah komponen Untuk proses dengan menggunakan metode local enhancement, terdapat beberapa faktor tambahan yang dapat menyebabkan terjadinya false negative sebagai berikut: 1. Terdapat ROI yang letaknya berdekatan, namun memiliki perbedaan intensitas yang cukup signifikan antara ROI tersebut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4(a). Hal ini menyebabkan salah satu ROI akan tidak terdeteksi karena ketika kontras dinaikkan, ROI tersebut akan menjadi tidak terlihat. Gambar 4.4(b) menunjukkan bahwa ROI di bagian bawah menjadi tidak dapat dikenali. Saran untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan menerapkan local enhancement menggunakan ukuran jendela yang lebih kecil. (a) (b) Gambar 4.4 Perbedaan Intensitas antara Dua Buah ROI yang Berdekatan (a) ROI pada citra masukan (b) Setelah dilakukan proses segmentasi, ROI yang memiliki kontras rendah menjadi tak terlihat. 2. Terdapat ROI yang letaknya bertepatan dengan perpotongan antar citra kecil sehingga menjadi tidak terdeteksi. Saran untuk mengatasi masalah ini adalah

59 dengan cara melakukan redetection dengan letak jendela yang berbeda (overlapping detection). Akan tetapi, penggunaan jendela yang bergeser ini juga dapat mengakibatkan terdeteksinya ROI lain yang sebenernya tidak diinginkan. Berhubung ROI yang berada di perpotongan jumlahnya hanya sedikit, maka penulis tidak melakukan alternatif tersebut karena peningkatan jumlah ROI yang terdeteksi tidak sesignifikan bertambahnya error dan semakin sulitnya kompleksitas program. Gambar 4.5 ROI yang Terletak pada Perpotongan antar Citra Kecil Gambar 4.5 menunjukkan contoh kegagalan pendeteksian yang diakibatkan ROI yang terletak pada perpotongan antar citra kecil. Pendeteksian yang dilakukan pada citra kecil tidak dapat mengenali ROI karena yang terdapat pada citra kecil tersebut bukanlah ROI yang lengkap. 4.3.3 Kualitas, Kuantitas, dan Ground Truth Citra Masukan Kualitas citra masukan tidak dapat dipungkiri menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan proses pendeteksian pada suatu citra. Beberapa kriteria ideal untuk citra masukan adalah karakteristik antar citra yang relatif sama ataupun memiliki suatu perbandingan yang konsisten. Jika tidak, maka jumlah citra yang digunakan haruslah relatif banyak sehingga karakteristiknya dapat dipelajari melalui metode tertentu Kualitas citra menjadi perhatian dari penulis, karena citra jaringan saraf yang berjenis fluorescent memang memiliki kekurangan dalam hal noise dan keseragaman intensitas latar. Walaupun begitu, citra masukan yang penulis dapatkan terlihat tidak

60 sebaik citra-citra lain yang juga berjenis fluorescent hasil eksplorasi melalui internet 910. Ketidakseragaman latar pada citra fluorescent lain tersebut terlihat lebih baik dibandingkan citra masukan, yakni intensitas warna pada latar memiliki perbedaan signifikan dibandingkan dengan wilayah yang menjadi obyek.. Beberapa metode segmentasi, seperti artificial neural network, membutuhkan citra dengan kuantitas yang memadai (Nattkemper, 2004). Citra dengan jumlah yang memadai memungkinkan eksplorasi metode segmentasi yang lebih banyak lagi. Akan tetapi, citra dengan kualitas dan kuantitas yang memadai belum penulis peroleh pada penelitian kali ini. Hal ini disebabkan narasumber belum terlalu ahli dalam mengekstrak jaringan saraf yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga citra-citra yang dihasilkan seringkali mempunyai karakteristik yang sangat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Untuk menentukan ROI acuan pun, narasumber mengatakan bahwa pendapat yang dikeluarkan belum tentu benar seratus persen. Hal ini menyebabkan persentase yang telah dipaparkan pada bab 4.2 juga dapat menjadi tidak seratus persen benar, karena bisa menjadi lebih tinggi jika ternyata algoritma berhasil mendeteksi ROI yang belum diidentifikasi sebelumnya, atau menjadi lebih rendah jika wilayah yang dideteksi ternyata tidak valid. Masalah subyektivitas dalam penilaian kinerja segmentasi memang merupakan salah satu kekurangan dari proses penilaian yang berdasarkan pada penilaian ahli yang dijadikan sebagai ground truth atau gold standard (Nattkemper, 2004). 9 http://www.analytchem.tugraz.at/fluorophores/ 10 http://www.ii.bham.ac.uk/clinicalimmunology/cisimagelibrary/