BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Robiah Adawiyah, 2014 Usaha Instruktur Dalam Optimalisasi Motivasi Belajar Bahasa Inggris

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imas Suryatini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. peradaban yang lebih sempurna. Sebagaimana Undang Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Suatu bangsa bisa dikatakan telah maju apabila seluruh warga negaranya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan informasi dituntut kemampuan ilmu. pengetahuan dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara yang berkembang dengan jumlah penduduk besar, wilayah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan harus berlangsung secara berkelanjutan. Dari sinilah kemudian muncul istilah

BAB 1 PENDAHULUAN. diperlukan suatu tujuan pendidikan sebagaimana yang telah tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, budaya serta nilai-nilai yang positif yang ada dari satu generasi ke

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat

pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Starata 1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Purwanti Febriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku yang baik. Pada dasarnya pendidikan merupakan proses untuk

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pendidikan khususnya, pelajaran akuntansi sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah:

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi. sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran.

I. PENDAHULUAN. tujuan penelitian, asumsi penelitian, manfaat penelitian dan ruang lingkup

I. PENDAHULUAN. yang diatur di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kuantitas hal tersebut dapat tercapai apabila peserta didik dapat. manusia indonesia seutuhnya melalui proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan zaman. Hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003

Judul BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dessy Asri Astrianty, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Alamiah, 2013

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, segala sesuatu berkembang secara pesat dan sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayu Dwi Sulistiyo, 2014

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di sekolah dasar era globalisasi. menjadi agen pembaharuan. Pembelajaran di Sekolah Dasar diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam. pembangunan suatu bangsa. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut menuntut setiap guru untuk terus berupaya melakukan

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk. Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

(PTK Pada Siswa Kelas VIII B SMP Muhammadiyah 10 Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana yang efektif dalam pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Menurut Djamarah (2000: 22) Pendidikan

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalani hidup dan kehidupan, sebab pendidikan bertujuan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran penting dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki agar dapat hidup bermasyarakat dan memaknai hidupnya dengan nilai-nilai pendidikan.

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan suatu tempat dimana bagi peserta didik untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini pembangunan bidang pendidikan merupakan bagian yang sangat

Sesuai dengan tujuan pendidikan yang berbunyi :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. bagi kalangan masyarakat terkhusus generasi muda sekarang ini mulai dari tingkat

I. PENDAHULUAN. dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan teknologi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam. Indonesia. Di samping itu, pendidikan dapat mewujudkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh

BAB I PENDAHULUAN. keprofesionalan yang harus dipersiapkan oleh lembaga kependidikan. Adanya persaingan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novita Kostianissa, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional negara kita adalah pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan nasional sebagai salah satu sistem dari supra sistem pembangunan nasional, memiliki dua subsistem pendidikan yaitu pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Kedua subsistem ini memiliki andil dalam mencerdaskan bangsa. Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yaitu turut mencerdaskan kehidupan bangsa. Betapa tidak, pendidikan merupakan kunci keberhasilan pembangunan suatu negara, dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya melalui proses pembelajaran. Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB II Pasal 3, bahwa : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) seperti yang telah dikemukakan pada Pasal 3 di atas, merupakan hal mendasar bagi pembangunan. Keberhasilan pembangunan tidak terlepas dari pendidikan, dimana pendidikan mempunyai makna sebagai proses yang menjadikan manusia memiliki kemampuan, memiliki sains dan teknologi serta kepandaian. Pendidikan bagi setiap warga negara ditujukan untuk membangun manusia yang beradab, manusia yang mampu membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. 1

2 Tujuan umum pendidikan Nasional Indonesia secara jelas dirumuskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Pasal 4 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebebasan. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai tanggung jawab besar terhadap pembentukan karakter bagi setiap warga negara tanpa terkecuali seperti apa yang sudah termaktub dalam UU di atas. Pendidikan pun merupakan kebutuhan primer pada saat ini, apalagi sebagian besar masyarakat sudah menyadari pentingnya pendidikan dalam menata masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu bagi semua pihak yang peduli dengan kemajuan bangsa ini, harus bersiap sedia dalam meningkatkan kualitas pendidikan seperti apa yang diharapkan. Salah satu jalur yang dapat mengantarkan kita kepada kualitas pendidikan yang mumpuni ialah melalui pendidikan nonformal (pendidikan luar sekolah). Hal ini dikarenakan pada jalur pendidikan ini terdapat kurikulum pembelajaran yang menekankan pada pengembangan diri dan lifeskill seseorang. Senada dengan hal itu Sudjana ( 2004 : 3 ) menjelaskan bahwa : Pendidikan mencakup semua komunikasi yang terorganisasi dan berkelanjutan yang diselenggarakan dalam kehidupan nyata di masyarakat, lingkungan keluarga, lembaga-lembaga, dunia kerja dan lingkungan kehidupan lainnya. Dalam kaitannya dengan pembangunan di negara-negara berkembang, meliputi pengembangan semua aspek kehidupan dengan menggarap program-program pendidikan yang berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja, lapangan usaha, kewirausahaan dan pembangunan pada umumnya. Pendidikan nonformal yang dimaksud adalah pendidikan yang bisa menumbuhkan dan mengembangkan kepribadian yang lebih baik. Salah satu langkah dalam menumbuhkan dan mengembangkan karakter yang lebih baik ialah melalui lembaga pelatihan. Maraknya pelatihan-pelatihan motivasi dan pengembangan diri sangat membantu pemerintah dalam menanggulangi masalah

3 kehidupan sosial yang ada. Salah satu pelatihan motivasi dan pengembangan diri yaitu melalui pelatihan kewirausahaan. Pelatihan sebagai salah satu satuan pendidikan nonformal sebagaimana tercantum dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 pasal 26 ayat 4 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan masyarakat, dan majelis taklim, serat satuan pendidikan yang sejenis. Salah satu lembaga penyelenggara pelatihan motivasi, pengembangan diri dan kewirausahaan adalah PKBM Misykatul Anwar di Cimahi. Lembaga ini berperan sebagai sarana pemupuk semangat bagi warga belajar yang memiliki keinginan dan kemauan dalam meningkatkan pengembangan dirinya melalui kewirausahaan. Hal ini diperlukan agar dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan diri bagi warga belajar tersebut dalam menghadapi tantangan dunia global sebagaimana tercantum dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB VI bagan kelima pasal 26 ayat 2, bahwa Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional. Dan ayat 5, bahwa : Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri dan atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Seperti apa yang telah dikemukakan mengenai pelatihan merupakan salah satu media pendidikan keterampilan bagi setiap orang, dalam hal ini ialah pelatihan kewirausahaan. Pelatihan memegang peranan penting dalam mempersiapkan generasi penerus. Peran tenaga pendidik di dalamnya pun sangat besar dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran. Oleh karena tenaga pendidik memiliki peranan yang besar, maka pendidik harus memiliki kualifikasi dan kompetensi yang baik agar ia dapat menjalankan tugasnya secara profesional, sebagaimana telah dituliskan pada Pasal 28 PP 19 Tahun 2005 mengenai Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan yaitu,

4 (1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi : 1. Kompetensi pedagogik, 2. Kompetensi kepribadian, 3. Kompetensi profesional, dan 4. Kompetensi sosial. Tenaga pendidik dalam pelatihan disebut instruktur sebagaimana telah diungkapkan pada Pasal 30 PP 19 Tahun 2005 mengenai Standar Pendidik dan Tenaga Kependidika yang berbunyi (8) Pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan keterampilan terdiri atas pengajar, pembimbing, pelatih atau instruktur dan penguji. Instruktur merupakan salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Oleh karena itu, instruktur harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Pada setiap diri tenaga pendidik itu terletak tanggung jawab untuk membawa para peserta didiknya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu. Dalam rangka ini, instruktur tidak semata-mata sebagai pengajar namun juga sebagai pendidik dan pelatih, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Sardiman (2011 : 125) bahwa Guru tidak semata-mata sebagai pengajar yang melakukan transfer of knowledge tetapi juga sebagai pendidik yang melakukan transfer of value, sekaligus sebagai pembimbing. Jadi tugas instruktur bukan hanya untuk menyampaikan materi pembelajaran, tetapi hendaknya instruktur dapat menanamkan konsep-konsep yang benar dari materi pembelajaran yang disampaikan, serta dapat mengarahkan dan menuntun warga belajarnya dalam belajar. Sehingga ilmu yang dipelajari warga belajar dapat bermanfaat dalam kehidupan warga belajar, di waktu sekarang dan yang akan datang. Peranan instruktur pun begitu kompleks di dalam proses belajar mengajar, dalam usahanya untuk mengantarkan warga belajarnya ke taraf yang dicita-citakan. Salah satu peran instruktur ialah mendidik. Mendidik

5 berarti mentransfer nilai-nilai kepada warga belajarnya. Nilai-nilai tersebut harus diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. Mendidik pun suatu usaha memanusiakan manusia. Dengan dimikian, secara esensial dalam proses pendidikan, seorang instruktur tidak hanya pembawa ilmu pengetahuan, akan tetapi juga menjadi contoh seorang pribadi manusia. Oleh karena itu, setiap rencana kegiatan instruktur harus dapat didudukkan dan dibenarkan semata-mata demi kepentingan warga belajar khususnya untuk memotivasi warga belajar, sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya. Selain persiapan dari instruktur, yang paling penting adalah bagaimana kesiapan warga belajar dalam menerima pembelajaran dalam pelatihan tersebut. Jika warga belajar siap baik secara fisik maupun mental, maka materi ajar yang diberikan instruktur dapat diterima dengan baik oleh warga belajar serta memperoleh hasil yang baik. Kesiapan peserta didik atau warga belajar merupakan faktor penting dan sangat berpengaruh dalam keberhasilan belajar, disamping kesiapan yang lain. Pada diri warga belajar terdapat kekuatan mental yang menjadi penggerak belajar. Penggerak belajar ini dinamakan motivasi belajar. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdorrakhman (2010, 114), Motivasi merupakan tenaga pendorong bagi seseorang agar memiliki energi atau kekuatan melakukan sesuatu dengan penuh semangat. Motivasi warga belajar dalam mengikuti proses pembelajaran merupakan bentuk respon dari warga belajar mengikuti proses pembelajaran dimana motivasinya mengikuti dorongan dari dalam (motivasi intrinsik) dan dari luar (motivasi ekstrinsik), serta responnya terhadap pelaksanaan proses pembelajaran tersebut. Hal ini merupakan upaya untuk mecapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sehingga berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran terkait erat dengan tinggi rendahnya motivasi dan ada tidaknya respon dari warga belajar dalam mengikuti proses pembelajaran tersebut. Hal ini pun berlaku pada warga belajar Paket C yang mengikuti pelatihan kewirausahaan di PKBM Misykatul Anwar. Pelatihan yang peneliti teliti di PKBM Misykatul Anwar ini ialah pelatihan kewirausahaan dimana subjek

6 pelatihan tersebut ialah warga belajar usia remaja dengan rentang usia 12 sampai 20 tahun, sebanyak 22 orang. Pelatihan ini diselenggarakan dalam upaya menumbuhkembangkan sikap dan mental untuk mau belajar pada warga belajar tersebut dan dijadikan sebagai salah satu solusi untuk mengatasi rendahnya pengetahuan, sikap dan keterampilan pada diri remaja dengan mayoritas berlatar belakang broken home, ekonomi lemah, dan kurangnya perhatian orang tua dan keluarga akan pendidikan terhadap anaknya. Hal inilah yang membuat sebagian besar warga belajar memiliki motivasi belajar rendah dan cenderung acuh tak acuh dalam belajar di kelas maupun diluar kelas. Seperti tidak memperhatikan tutor atau instruktur ketika mengajar, kurang aktif di kelas, dan jarang bertanya, serta adanya rasa bosan bagi warga belajar tersebut. Sehingga mengakibatkan kurangnya kehadiran warga belajar di setiap pertemuan. Metode pembelajaran yang sering digunakan oleh instruktur dalam proses pelatihan ialah metode ceramah, diskusi, simulasi, role play dan demonstrasi. Bahan ajar yang dipakai sudah mengacu kepada rumusan materi ajar dari dinas pendidikan kota yaitu mengenai aspek soft skill dan hard skill. Materi soft skill seperti kepercayaan diri, memiliki impian, berpikir kreatif, etika usaha, kepemimpinan, berani mengambil risiko dan lain sebagainya. Sedangkan materi hard skill seperti berani berbicara di depan umum (public speaking), pemasaran produk, memahami laporan keuangan, keterampilan membuka usaha, keterampilan merencanakan usaha dan lain sebagainya. Materi-materi tersebut diajarkan oleh empat instruktur yang berlatar belakang pendidikan SMA dan S1. Dari materi yang telah disampaikan selama proses pembelajaran dilakukan evaluasi pembelajaran baik secara tes maupun nontes. Secara tes, dilakukan dengan sistem tertulis dan praktik. Sedangkan secara nontes dilakukan evaluasi berupa kuesioner, skala dan studi kasus terhadap kasus yang terjadi pada warga belajar selama proses kegiatan pelatihan berlangsung. Sistem pembelajaran yang telah disebutkan di atas dapat menjadi faktor penentu motivasi belajar peserta pelatihan kewirausahaan, baik rendah ataupun tinggi. Motivasi belajar yang telah disebutkan sebelumnya terjadi pada sebagian warga belajar, namun masih ada warga belajar yang memiliki motivasi belajar

7 yang cukup tinggi dengan dibuktikan pada proses pembelajaran di kesehariannya. Seperti rajin mengikuti seluruh rangkaian proses belajar pada pelatihan tersebut, aktif ketika proses kegiatan belajar berjalan, dan dapat mempraktikan secara baik bagaimana menjadi seorang wirausaha. Berkaitan dengan proses belajar di atas, maka akan ada hasil belajar dari pelatihan kewirausahaan yang didapatkan. Salah satu hasil belajar yang didapatkan ialah kemampuan mandiri dalam mengembangkan usaha produksi makanan olahan ubi ungu. Usaha yang dilakukan oleh 11 warga belajar ini telah dijalankan selama dua tahun. Selama itu pula, seluruh proses perencanaan, produksi dan pemasaran dilakukan secara mandiri oleh warga belajar tersebut. Jika dilihat dari segi keuntungan, omset yang dapat diraih setiap bulannya sekitar Rp 500.000,00 sampai Rp 1.000.000,00. Suatu angka yang cukup baik bagi warga belajar di usia remaja seperti mereka dengan latar belakang ekonomi yang kurang. Bertalian dengan hal-hal yang telah dipaparkan, peneliti telah mengamati proses pembelajaran yang diberikan instruktur dan hasil belajar yang diraih dari ke 22 warga belajar dengan berbagai perbedaan pencapaian hasil belajar tersebut. Ada sebagian warga belajar yang begitu antusias dalam mengikuti pelatihan kewirausahaan sehingga mampu membangun suatu usaha bersama di bidang produksi makanan ringan olahan ubi ungu dengan berbagai kemampuan dan kemandirian yang dimiliki. Namun, ada pula warga belajar yang kurang antusias dalam mengikuti pelatihan tersebut, sehingga dapat dilihat hasil belajar yang kurang memuaskan dari segi sikap belajar dan kemampuan lainnya. Tentunya semua ini berkaitan dengan motivasi belajar yang ada pada diri warga belajar tersebut. Pelatihan kewirausahaan ini merupakan salah satu langkah instruktur dalam memperkuat dan meningkatkan motivasi belajar warga belajar yang telah ada. Penguatan motivasi belajar berada di tangan instruktur sebagai tenaga pendidik, dan tentunya keluarga serta anggota masyarakat lainnya. Jika langkah-langkah dalam memperkuat dan meningkatkan motivasi belajar peserta didik dilakukan dengan baik, maka motivasi belajar yang ada akan sangat berperan aktif dalam meningkatkan kualitas diri peserta didik dalam hal ini hasil belajarnya.

8 Oleh karena itu, melihat dua kondisi yang ada, maka peneliti ingin meneliti mengenai seberapa besar peranan instruktur dalam menumbuhkan motivasi belajar seseorang dan hasil belajar yang diharapkan dengan menggunakan strategi pembelajaran yang ada dalam pelatihan kewirausahaan sebagai salah satu stimulan dari instruktur kepada warga belajarnya. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan maka peneliti mengidentifikasi permasalahan tersebut yaitu : 1. Motivasi peserta didik yang beragam pada pelatihan kewirausahaan yang diasumsikan karena adanya perbedaan latar belakang pendidikan, sosial, ekonomi, dan lingkungan tempat tinggal yang berbeda, sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran dalam pelatihan kewirausahaan tersebut. 2. Mayoritas warga belajar berekonomi lemah dan belum memiliki keterampilan berwirausaha. 3. Warga belajar paket C usia remaja masih sering mengisi waktu luangnya dengan hal yang kurang bermanfaat dan kurang produktif, sehingga hal ini dapat berpengaruh terhadap perkembangan pola pikir dan kemampuan diri. 4. Adanya keinginan dari diri warga belajar untuk membantu perekonomian keluarga, namun tidak direalisasikan secara nyata. Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diungkapkan, maka peneliti dapat merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana motivasi warga belajar pada pelatihan kewirausahaan? 2. Bagaimana upaya instruktur dalam menumbuhkan motivasi warga belajar melalui pelatihan kewirausahaan? 3. Bagaimana hasil belajar yang didapatkan warga belajar dalam pelatihan kewirausahaan?

9 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk memperoleh gambaran mengenai motivasi belajar pada warga belajar pelatihan kewirausahaan. 2. Untuk memperoleh gambaran tentang peran tutor dalam menumbuhkan motivasi belajar pada warga belajar. 3. Untuk memperoleh gambaran tentang hasil belajar pelatihan kewirausahaan. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Dapat dijadikan sebagai bahan analisis dan kajian bagi PKBM Misykatul Anwar, dalam mempertahankan ataupun memperbaiki motivasi peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran pada pelatihan kewirausahaan. Hendaknya semakin menyadari pentingnya manfaat pengembangan dan diharapkan dapat dijadikan motivasi bagi para peserta pelatihan untuk lebih meningkatkan prestasinya bagi peningkatan taraf hidup di pelatihan kewirausahaan yang dipelajarinya. 2. Untuk kepentingan sebagai kajian ilmu bagi tenaga pendidik dan kependidkan nonformal. 3. Sebagai pengalaman praktis bagi peneliti dalam mengaplikasikan/ menerapkan konsep dan teori yang telah diperoleh di bangku kelas perkuliahan PLS, dan untuk menambah pengetahuan dan wawasan. Dalam hal ini berkaitan dengan konsep instruktur, konsep motivasi, konsep hasil belajar, konsep pelatihan dan konsep PLS.

10 E. Struktur Organisasi Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan selanjutnya, maka penulis memberikan gambaran umum tentang isi dan materi yang akan dibahas yaitu sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN, merupakan uraian tentang Latar Belakang Penelitian, Identifikasi dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Struktur Organisasi. BAB II KAJIAN PUSTAKA, merupakan Landasan Teori dan gambaran umum mengenai dasar penelitian atau teori yang melandasi penelitian. BAB III METODE PENELITIAN, merupakan penjelasan mengenai Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian, Desain Penelitian, Metode Penelitian, Definisi Operasional, Instrumen Penelitian, Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, merupakan penjelasan mengenai pengolahan atau analisis data serta pembahasan atau analisis temuan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, merupakan penjelasan mengenai penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian yang disajikan dalam bentuk kesimpulan penelitian.