BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang (developing

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (Narkotika, alkohol dan zat

BAB I PENDAHULUAN. misalnya kecanduan alkohol, obat-obatan terlarang, Narkotika Nasional (BNN), jumlah kasus penyalahgunaan alkohol dan

BAB I PENDAHULUAN. Nations Office Drugs and Crime pada tahun 2009 melaporkan ada 149

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah bagi sebagian besar negara di dunia. Hal ini dapat dimengerti

BAB I PENDAHULUAN. anastesi yang dapat mengakibatkan tidak sadar karena pengaruh system saraf

2015 PUSAT REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PRIA

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih mudah dengan berbagai macam kepentingan. Kecepatan

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan suatu proses perkembangan antara masa anakanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. medis merupakan suatu bentuk penyalahgunaan yang dapat berakibat fatal di

BAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septa Sopiatun, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. serta tempat menerima dan memberi pelajaran.1 Sebagai mana yang kita ketahui

BAB 1 PENDAHULUAN. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dikarenakan berpengaruh langsung pada lingkungan. Kenyataan yang ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun elektronik sering menunjukkan adanya kasus penyalahgunaan NAPZA.

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Perancangan Interior Panti Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) kian mengerikan sekaligus memprihatinkan.

BAB I PENDAHULUAN. Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa (Extra Ordinary Crime). Permasalahan ini tidak hanya menjadi

Ratna Indah Sari Dewi 1. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Syedza Saintika Padang 1 ABSTRAK

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan berbagai macam jenis obat dan zat adiktif atau yang biasa disebut

Dwi Gita Arianti Panti Rehabilitasi Narkoba di Samarinda BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengguna Narkoba. Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang

UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP PENYEBARAN NARKOBA DI KALANGAN PELAJAR

BAB I. mengatakan DKI Jakarta merupakan kota dengan kasus penyalahgunaan. narkoba terbesar di Indonesia. Tingkat prevalensi penyalahgunaan narkoba di

Fokus Pagi Edisi Sabtu, 27 Juni 2009 Tema: Narkoba Topik : Permasalahan Narkoba di Lingkungan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. adalah penyebab sepertiga kematian pada anak-anak muda di beberapa bagian

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan masyarakatnya. Kondisi masyarakat yang sehat dan cerdas akan. tantangan global di masa kini dan di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat, secara garis besar masalah kesehatan jiwa. Masalah psikososial membutuhkan kemampuan penyesuaian dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NARKOBA DITINJAU DARI SISI BERBAGAI AGAMA DI INDONESIA Oleh : Erfan Priyambodo

BAB I PENDAHULUAN. pada program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang. dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol

BAB I PENDAHULUAN. narkoba pada tahun 2012 berkisar 3,5%-7% dari populasi dunia yang berusia 15-64

Khutbah Jum'at. Hukum & Bahaya Minuman Keras. Bersama Dakwah 1

BAB I PENDAHULUAN. dari waktu ke waktu. Humas Badan Narkotika Nasional RI (2016) telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terus meningkat. Pada tahun 2013 data dari UNODC (United Nation Office on

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. NARKOBA adalah singkatan Narkotika dan Obat/Bahan berbahaya.

ANCAMAN NARKOBA BAGI GENERASI PENERUS BANGSA oleh Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data Pusat Penelitian Kesehatan Puslitkes Universitas

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak orang dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan,

2014 PENDAPAT PESERTA ADIKSI PULIH TENTANG PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL DI RUMAH CEMARA

BABI. Pada masa sekarang, diketahui bahwa banyak sekali larangan dan. himbauan yang berupa tulisan maupun lisan, baik di media cetak ataupun

PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI KALANGAN REMAJA Oleh: Bintara Sura Priambada, S.Sos, M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perlu mendapatkan perhatian serius dari segenap elemen bangsa. Ancaman

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI

RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Pendidikan Agama Islam Bab : 1 Eksistensi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

Gedung Rehabilitasi Narkoba Provinsi Jawa Tengah di Kota Semarang BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah Indonesia, bahkan negara-negara lainnya. Istilah NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 "... yang melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Dan Zat Adiktif (Abdul & Mahdi, 2006). Permasalahan penyalahgunaan

REHABILTASI PADA NAPZA

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH ANTARA JAMA AH HALAQOH SHALAT KHUSYUK DAN BUKAN JAMA AH HALAQOH SHALAT KHUSYUK DI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. negatif. Dampak positif dari pembangunan nasional itu adalah terwujudnya

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kepribadiannya. Sebagai bentuk pengembangan diri

DUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DALAM PENYEMBUHAN PASIEN NAPZA DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA

Saat ini penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif. (NAPZA) makin merebak di tengah-tengah masyarakat. Banyak keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan zat adiksi lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan bangsa yang signifikan tidak terlepas dari Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba singkatan dari NARkotika, PsiKotropika dan Bahan Adiktif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang

Lampiran 1 KUESIONER PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya (Waluyo, 2011).

BAB 1 : PENDAHULUAN. sekedar untuk, misalnya bersenang-senang, rileks atau relaksasi dan hidup mereka tidak

BAB I PENDAHULUAN. Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Arsitektur Perilaku. Catherine ( ) 1

BAB I PENDAHULUAN. menggolongkan perbedaan antara jenis obat psikotropika dan obat narkotika, serta

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 80 an telah menjadi jalan bagi Harm Reduction untuk diadopsi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB I PENDAHULUAN. dikenang sepanjang masa, sejarah akan menulis dikemudian hari. Di sekolahsekolah. pelajaran umum maupun mata pelajaran khusus.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan istilah alcoholism (ketagihan alkohol), istilah ini pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainya. Banyak jenis NAPZA yang besar manfaatnya untuk kesembuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba, khususnya di Indonesia, saat ini

Kementerian Sosial RI

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN CRAVING PADA PECANDU NARKOBA

DRUG ABUSE KELOMPOK 5

SMP kelas 8 - KIMIA BAB 4. ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKALatihan soal 4.4

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

Kasus penyalahgunaan narkoba

MAKALAH NARKOBA. : Bpk.Kalis Purwanto : Hadi Syah Putra NIM :

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang (developing country). Artinya, Indonesia sangat membutuhkan kontribusi generasi muda untuk meneruskan cita-cita kemerdekaan yaitu salah satunya menjadikan Indonesia bangsa yang mandiri. Di pundak generasi-generasi mudalah bangsa Indonesia menaruh harapannya. Agar kelak generasi-generasi tersebut dapat menjadi pemimpin di bangsanya sendiri. Seperti yang tertulis dalam firman Allah sebagai berikut: \ Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. Al Baqarah:30) Generasi bangsa yang sanggup memikul cita-cita tersebut adalah generasi yang mampu menghasilkan karya sebagai kontribusi positif untuk bangsa, termasuk karya berupa prestasi di bidang akademik demi mencerminkan

kecerdasan bangsa. Untuk itu, diperlukan generasi yang sehat fisik maupun mental. Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al Maaidah:90) Dalam Islam, tidak ada sebutan atau istilah narkoba. Namun narkoba dimasukkan ke dalam golongan khamar (minuman keras). Keduanya sama-sama dapat menghilangkan kesadaran, membuat ketergantungan, dan individu yang mengkonsumsinya tidak mampu menyadari serta mengendalikan perilakunya. Dosa mengkonsumsi narkoba pun disejajarkan dengan dosa meminum minuman keras, berjudi, dan menyembah berhala. Maka dari itu, isu mengenai penyalahgunaan narkoba sangat menyita perhatian pemerintah. Pasalnya jumlah pecandu narkoba meningkat tiap tahunnya sejak tahun 2004. Pada tahun 2008 saja jumlah pecandu narkoba mencapai 3,2-3,6 juta jiwa yang terdiri dari 26% pecandu coba-coba (users), 27% pecandu iseng (abuser), dan 47% pecandu. Dalam kurun waktu dua tahun, angka pecandu narkoba yang dicatat oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) meningkat menjadi 16 juta jiwa. Peningkatan angkanya sangat tinggi. Melihat fakta tersebut, pemerintah kini gencar mencanangkan program rehabilitasi bersamaan dengan berlakunya Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Rehabilitasi itu sendiri merupakan tindakan pemulihan kepada 2

individu yang mengkonsumsi narkoba baik dari segi medis (detoksifikasi) maupun psikologis (konseling). Permasalahan yang saat ini muncul adalah keterbatasan jumlah panti rehabilitasi (yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan balai rehabilitasi sosial) itu sendiri. Indonesia hanya memiliki kurang lebih 100 balai rehabilitasi sosial dengan kapasitas sekitar 120 orang per balai. Dari 100 balai rehabilitasi sosial tersebut, Departemen Sosial Republik Indonesia hanya memiliki sedikit balai rehabilitasi sosial, diantaranya Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Putera Galih Pakuan di Bogor, Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra Insyaf di Medan, dan Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Putera di Lembang. Jumlah ini jelas kurang dari kata memadai mengingat jumlah pencandu narkoba yang disebutkan sebelumnya meningkat sebanyak 16 juta jiwa dalam kurun waktu dua tahun. Artinya, tidak semua pecandu berhasil mendapat kesempatan untuk menjalani kedua proses rehabilitasi tersebut. Atau setidaknya hanya menjalani proses rehabilitasi secara medis berupa detoksifikasi di rumah sakit yang mana hal tersebut belum memenuhi seluruh tahapan proses rehabilitasi yang sebenarnya. Padahal, setelah detoksifikasi, pecandu harus kembali ke lingkungannya di mana lingkungannya tersebut tidak selalu mendukung proses pemulihannya atas narkoba. Tidak jarang pecandu memiliki probabilitas yang cukup tinggi untuk kembali mengkonsumsi narkoba. Hal tersebut dipicu karena adanya tuntutan terhadap diri individu tersebut untuk mewujudkan self awareness agar tidak menyalahkan orang lain atas kecerobohan dan kesalahannya mengkonsumsi narkoba, menumbuhkan kesadaran untuk mengambil tanggung jawab atas 3

perbuatannya yang destruktif yang dilakukan selama ini dengan menerima segala akibatnya (seperti: keluar dari sekolah/kuliah, kehilangan pekerjaan, dijauhi orang-orang yang dicintai, dan sebagainya), menerima realita hidup dengan jujur, membuat rencana-rencana hidup secara rasional dan sistematik untuk keluar dari cengkraman pengaruh buruk narkoba dan menjadi manusia yang baik, serta menumbuhkan keinginan dan kepercayaan diri untuk melaksanakan rencana hidup tersebut (Dyere & Vriend, 1977). Ketika tuntutan-tuntutan dipersepsikan sebagai stresor yang memberatkan dan tidak dapat ia penuhi maka self esteem akan menurun dan kecemasan muncul. Hal tersebut merupakan salah satu faktor kuat yang memicu individu memilih pelarian kembali ke narkoba. Fakta peneliti ambil melalui data pernyataan De Leon (2000) yang menyatakan bahwa salah satu karakteristik umum pecandu narkoba adalah self esteem yang rendah. Rendahnya self esteem terlihat dari perilaku anti sosial pecandu dan juga berhubungan dengan ketidakmampuan mereka untuk mengembangkan gaya hidup yang produktif. Mereka memiliki kesulitan dalam menghargai diri mereka sendiri dikarenakan oleh pandangan mereka mengenai siapa mereka bagi orang lain dan rendahnya kontrol diri yang mereka rasakan (De Leon, 2000). Melihat bahwa membangun self esteem pada Eks Penyalahguna Napza merupakan hal yang amat penting, maka Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Putera (BRSPP) Lembang mencanangkan beberapa kegiatan-kegiatan yang bertujuan membekali Eks Penyalahguna dengan keterampilan yang dapat diaplikasikan di lingkungan masyarakat saat keluar dari BRSPP kelak. 4

Pembekalan keterampilan ini merupakan kurikulum yang tergolong baru di BRSPP di mana sebelumnya hampir keseluruhan kegiatan di BRSPP diisi dengan Terapeutic Community (TC). Berdasarkan hasil interview peneliti dengan beberapa senior (alumni BRSPP yang diangkat menjadi fasilitator eks penyalahguna napza) di BRSPP diperoleh informasi bahwa kurikulum terdahulu tersebut dinilai sangat keras, menjemukan, dan besar potensi membuat para eks penyalahguna di BRSPP ingin pulang sebelum masa rehabilitasi berakhir. Melalui interview informal dengan beberapa eks penyalahguna Napza, sebagian besar mereka menyatakan bahwa pada awal datang ke BRSPP untuk menjalani masa rehabilitasi, kegiatan keterampilan tidaklah menarik perhatian mereka. Mayoritas eks penyalahguna napza yang ada di BRSPP adalah masyarakat dengan sosial ekonomi menengah ke bawah, pendidikan rendah, banyak yang putus sekolah, dan pengangguran. Pengalaman mereka akan sulitnya mendapatkan pekerjaan dengan latar belakang tersebut membuat mereka berpendapat memiliki keterampilan tidak akan mempengaruhi apapun apalagi dengan status sebagai eks penyalahguna napza. Pada saat penelitian ini dilakukan (bulan ke-8 masa rehabilitasi), beberapa dari eks penyalahguna napza mengakui bahwa keterampilan yang mereka miliki akan mampu membantu mereka mendapat pekerjaan, namun ada pula eks penyalahguna napza yang berpikir bahwa keterampilan yang ia miliki tidak akan membantu sama sekali karena bagi mereka latar belakang sebagai eks penyalahguna napza dan pendidikan yang rendah akan tetap menjadi penghalang mereka untuk sukses. 5

Padahal persepsi terhadap keterampilan yang dimiliki memiliki peran terhadap peningkatan self esteem yang didasari pada pertimbangan guna mempertahankan penghargaan terhadap diri disertai keyakinan bahwa dirinya adalah orang yang mempunyai kemampuan, penting, berguna, dan sukses (Coopersmith, 1967). Kesuksesan suatu program atau kurikulum dalam suatu institusi, dalam hal ini BRSPP, tidak dapat dipisahkan dari bagaimana persepsi individu yang menjalaninya terhadap program tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala seksi BRSPP, didapat bahwa lulusan BRSPP ada yang meneruskan menekuni kegiatan keterampilan yang diberikan, namun tetap ada pula yang sama sekali tidak menggunakan bekal yang telah didapat dari kegiatan keterampilan di luar. Beliau mengakui bahwa pihak balai mewajibkan setiap Eks Penyalahguna Napza untuk memilih salah satu kegiatan keterampilan untuk diikuti karena salah satu fungsi BRSPP adalah merehabilitasi, ada beberapa Eks Penyalahguna Napza di BRSPP yang memang menyukai menjalaninya, ada pula yang terpaksa mengikuti hanya untuk mengikuti peraturan dan menghindari hukuman karena tidak ada satu dari lima kegiatan keterampilan yang menjadi hobinya. Eks penyalahguna napza tidak tertarik jika disuruh bicara di depan temantemannya, sering menangis sendirian di kamar, murung, merasa dibuang oleh keluarganya, dan merasa tidak berguna di awal-awal masa rehabilitasi mereka di BRSPP. Setelah beberapa bulan menjalani masa rehabilitasi, sebagian dari mereka yang peneliti wawancarai masih merasa tidak memiliki bekal yang cukup untuk bisa sukses setelah keluar dari BRSPP nanti, mereka juga malu dengan latar 6

belakang mereka sebagai eks penyalahguna napza di mana hal tersebut peneliti lihat sebagai indikator dari lemahnya aspek-aspek self esteem (Competence, Significance, Power, dan Virtue). Berlandaskan pada perilaku hasil representasi dari sikap tentang diri yang ia ketahui dari berbagai stigma dan respon orang lain terhadapnya, peneliti pun lebih ingin fokus menyorot tentang self esteem yang merupakan salah satu pilar dari konsep diri. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara persepsi terhadap keterampilan yang dimiliki dengan self esteem Eks Penyalahguna Napza di Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Putera Lembang. 1.2. Identifikasi Masalah Penelitian ini bersifat studi korelasi di mana peneliti bermaksud untuk mengkorelasikan antara persepsi terhadap keterampilan yang dimiliki dengan self esteem yang dimiliki Eks Penyalahguna Napza di Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Putera Lembang. Napza memiliki tiga sifat yang sangat merusak bagi para pecandunya. Tiga sifat tersebut adalah Habitual, Adiktif, dan Toleran. Sedangkan sifat yang paling dapat membuat penyalahguna tergoda kembali untuk mengonsumsi Napza setelah menjalani masa rehabitilitasi adalah sifat Habitual. 7

Habitual adalah sifat pada Napza yang membuat pemakainya akan selalu teringat, terkenang, dan terbayang sehingga cenderung untuk selalu mencari dan rindu (seeking). Sifat inilah yang menyebebkan penyalahguna Napza yang sudah sembuh kelak bisa kambuh (relaps) dan memakai kembali. Perasaan rindu yang teramat sangat ingin memakai kembali disebabkan oleh kesan kenikmatan atau candu (suggest) Sifat habitual juga mendorong pemakai untuk selalu mencari dan memiliki narkoba. Walaupun disakunya masih banyak narkoba, ia tetap ingin punya banyak lagi. Sifat seperti itu disebut craving (membutuhkan). Semua jenis Napza memiliki sifat habitual dalam kadar yang bervariasi. Sifat habitual tertinggi ada pada heroin (putaw). Kemungkinan kambuh pemakai putaw sangatlah tinggi sehingga pemakainya dianggap mustahil dapat bebas selamanya 100%. Namun, pada umunya sangat jarang pecandu Napza yang hanya mengkonsumsi satu jenis Napza saja. Sifat habitual memang agak sulit untuk benar-benar dipisahkan dari kehidupan para penyalahguna Napza sehingga penyalahguna seringkali kembali terjurumus ke dalam keselahan yang sama. Untuk memenuhi tuntutan ketika sakau, penyalahguna harus membeli obat-obatan terlarang tersebut yang terkadang sulit didapat dan harganya mahal. Tidak jarang banyak penyalahguna yang mulai menampilkan perilaku-perilaku antisosial seperti menjual barang-barang yang bukan miliknya, mencuri, berbohong, dan lain-lain. Hal tersebut dapat menurunkan self esteem penyalahguna karena penyalahgunaan Napza mampu membuat mereka juga putus sekolah dan tidak produktif dalam pekerjaan. 8

Eks penyalahguna napza tidak tertarik jika disuruh bicara di depan temantemannya, sering menangis sendirian di kamar, murung, merasa dibuang oleh keluarganya, dan merasa tidak berguna di awal-awal masa rehabilitasi mereka di BRSPP. Setelah beberapa bulan menjalani masa rehabilitasi, sebagian dari mereka yang peneliti wawancarai masih merasa tidak memiliki bekal yang cukup untuk bisa sukses setelah keluar dari BRSPP nanti, mereka juga malu dengan latar belakang mereka sebagai eks penyalahguna napza. Hal tersebut mempengaruhi self esteem mereka. Salah satu definisi self esteem adalah self esteem sebagai kompetensi di mana sumber self esteem berpusat dari dalam diri ketika memiliki keahlian, prestasi, dan lain-lain sehingga munculah kegiatan-kegiatan dalam membekali penyalahguna dengan berbagai keterampilan yang membuat mereka dapat bekerja memanfaat keahliannya. Keterampilan-keterampilan yang ditujukan untuk para Eks Penyalahguna Napza di BRSPP tersebut diharapkan juga dapat meningkatkan kelayakan diri mereka selama di dalam BRSPP yang kemudian disiapkan untuk dapat terjun ke masyarakat sebagai individu yang mampu menghasilkan karya. Hal tersebut berkaitan erat dengan persepsi Eks Penyalahguna Napza atas bekal keterampilan yang ia dapat. Persepsi yang menyatakan bahwa keterampilan yang telah dimiliki selama beberapa bulan mengikuti kegiatan keterampilan di BRSPP tidak akan membantunya mendapat pekerjaan atau membantu keluarganya merupakan 9

indikasi bahwa adanya persepsi negatif dari eks penyalahguna napza terhadap kegiatan keterampilan di BRSPP. Ada pula hal yang ingin peneliti ketahui melalui penelitian ini antara lain: 1. Seberapa erat hubungan antara persepsi terhadap keterampilan yang dimiliki dengan self esteem Eks Penyalahguna Napza di Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Putera Lembang. 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini antara lain: 1. Untuk mendapatkan data empirik mengenai hubungan antara persepsi terhadap keterampilan yang dimiliki dengan self esteem yang dimiliki Eks Penyalahguna Napza di BRSPP Lembang. 2. Dengan penelitian ini, diharapkan peneliti dapat mengetahui keeratan hubungan antara variabel persepsi keterampilan yang dimiliki dengan variabel self esteem Eks Penyalahguna Napza di BRSPP Lembang. 1.4. Bidang Kajian Peneliti memfokuskan ranah penelitian ini dengan menggunakan teoriteori, obyek utama penelitian, dan metoda yang bersifat klinis korelasional. Inti penelitian adalah hubungan antara persepsi keterampilan yang dimiliki dengan self esteem yang dimiliki oleh Eks Penyalahguna Napza sehingga teori Psikologi 10