Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah, Keberadaan Breeding Places, Perilaku Penggunaan Insektisida dengan Kejadian DBD Di Kota Semarang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

HUBUNGAN KEBERADAAN BREEDING PLACES, CONTAINER INDEX DAN PRAKTIK 3M DENGAN KEJADIAN DBD (STUDI DI KOTA SEMARANG WILAYAH BAWAH)

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

BAB I LATAR BELAKANG

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI BAB I

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU PSN DENGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI DESA NGESREP KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU PSN DENGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI DESA NGESREP KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

FAKTOR KEBERADAAN BREEDING PLACE DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

HUBUNGAN PERILAKU 3M DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK DI DUSUN TEGAL TANDAN, KECAMATAN BANGUNTAPAN, KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANAWANGKO

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

Putri Pratiwi *), Suharyo, SKM, M.Kes**), Kriswiharsi Kun S, SKM, M.Kes**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN PANCORAN MAS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: INDRIANI KUSWANDARI

Kata kunci: DBD, Menguras TPA, Menutup TPA, Mengubur barang bekas

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

Al Ulum Vol.54 No.4 Oktober 2012 halaman

Keywords : Dengue Hemorrhagic Fever, Eliminating Garbage Practice, Container Index, Home Physical Environment

PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS GOGAGOMAN KOTA KOTAMOBAGU.

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN SIKAP DAN UPAYA PENCEGAHAN IBU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNTUNG PAYUNG

BAB I PENDAHULUAN. dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DBD DI DESA GONILAN KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO

KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015

Keywords : Mosquito breeding eradication measures, presence of Aedes sp. larvae.

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KAB. JENEPONTO

HUBUNGAN PELAKSANAAN PSN 3M DENGAN DENSITAS LARVA Aedes aegypti DI WILAYAH ENDEMIS DBD MAKASSAR

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagianpersyaratan guna mencapai derajat sarjana strata 1 kedokteran umum

Kata kunci : Malaria, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu, kebiasaan keluar malam

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar

HUBUNGAN ANTARA TINDAKAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK AEDES

PENDAHULUAN. Ratna Sari Dewi STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis:

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DBD. Asep Irfan (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FAKTOR RISIKO KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA MAKASSAR TAHUN 2013

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

SKRIPSI. HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN FISIK, KIMIA, SOSIAL BUDAYA DENGAN KEPADATAN JENTIK (Studi di Wilayah Kecamatan Gunung Anyar Kota Surabaya)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN. banyak penyakit yang menyerang seperti dengue hemoragic fever.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Padukuhan VI Sonosewu

HUBUNGAN KEBERADAAN JENTIK PADA TEMPAT PENAMPUNGAN AIR DAN PRAKTIK 3M PLUS DENGAN KEJADIAN DBD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GENUK SEMARANG TAHUN 2014

Public Health Perspective Journal

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti

ANALISIS SPASIAL KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA MANADO TAHUN Daniel A. Mangole*, Angela F. C. Kalesaran*, Budi T.

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian demam berdarah dengue (DBD) di dunia semakin meningkat setiap tahunnya. Data di seluruh dunia

Transkripsi:

Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah, Keberadaan Breeding Places, Perilaku Penggunaan Insektisida dengan Kejadian DBD Di Kota Semarang Nafifah Rahmayanti, Nur Endah Wahyuningsih, Resa Ana Dina Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Email: nafifah.rahmayanti@yahoo.com Abstract Currently dengue fever is still one of the public health problem on a global scale, national and regional levels. In 2014 there were 1,628 cases (IR = 92.43). Affecting factors of the incidence of dengue there are physical environmental factors, the existence of breeding places, the behavior of using of insecticides and stress levels. The purpose of this study was to analyze the relationship between the physical environment, the presence of breeding places, the behavior of using of insecticides with the incidence of dengue in the city of Semarang and to describe the espondents's stress level. This type of this research is an analytic observational with case control approach. Samples of this study are patients with DHF in March until May 2016 in Semarang. The case group were 41 respondents and the control group were 41 respondents. Data analysis using chi square test and the magnitude of the risks by using odds ratios (OR). The results showed there are no relationship between the house temperature (p = 1,000 OR = 0,488), the house humidity (p = 0.440 OR = 0.5856), the existence of breeding places (p=1,000 OR=1,000), and the behaviour of using insecticides (p = 0.258 OR = 1.860). Keywords: Dengue Fever, Physical Environment, Behaviour PENDAHULUAN Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular dan menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini saat ini semakin luas penyebarannya karena meningkatnya arus pertumbuhan penduduk dan semakin lancarnya hubungan transportasi serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pembersihan atau pemberantasan sarang nyamuk sehingga virus dengue dan nyamuk penularannya dapat menyebar diberbagai wilayah di Indonesia. 1 Demam berdarah dengue menjadi penyakit musiman yang selalu muncul setiap tahun. Seakan tiada habisnya, DBD memang penyakit yang banyak menjangkiti penduduk di daerah tropis dan subtropis. Asia, apalagi Indonesia, menempati urutan pertama dalam jumlah penderita demam dengue setiap tahun. Khusus Indonesia, curah hujan yang tinggi memungkinkan kasus DBD meningkat saat musim penghujan tiba. Namun jentik-jentik nyamuk tetap mampu berkembang biak pada genangan air seingga tetap saja bisa berkembang setiap tahun. Hal ini ditambah dengan kondisi lingkungan dan sanitasi di banyak daerah di Indonesia yang jauh dari kata sehat. 2 Pada tahun 2012, Provinsi Jawa Tengah termasuk ke dalam 3 44

besar dengan kasus DBD terbanyak di Indonesia. Sementara itu sejak tahun 2008-2013 Kota Semarang selalu masuk peringkat 3 besar dengan angka tertinggi kasus DBD untuk tingkat Jawa Tengah. 3,4,5 Tahun 2014 jumlah kasus DBD sejumlah 1.628 kasus atau turun 31,13% dari 2.364 kasus pada Tahun 2013. Sedangkan IR DBD Tahun 2013 yang semula 134,09 turun menjadi 92,43 atau turun 41,47 % pada tahun 2014. Jumlah Kematian pada Tahun 2014 27 kasus atau tetap sama dari Tahun 2013 yang berjumlah 27 kasus. Tahun 2013 jumlah kasus DBD sejumlah 2.364 turun menjadi 1.628 pada Tahun 2014 atau turun 31,13%. IR DBD Tahun 2013 yang semula 134,09 turun menjadi 92,43 atau turun 41,47 %. Jumlah Penderita DBD yang meninggal Tahun 2014 tetap sama dengan tahun tahun 2013 yaitu sejumlah 27 kematian. CFR DBD dari pada Tahun 2013 sebesar 1,14% naik menjadi 1,66% pada Tahun 2012 atau naik 0,54 %. 7 Sejak Tahun 1994 sampai dengan 2014 jumlah kasus dan kematian tertinggi pada Tahun 2010 yaitu 5.556 kasus dan 47 meninggal. IR tertinggi juga pada Tahun 2010 yaitu 368,7 per 100.000 dan CFR tertinggi pada Tahun 2006 yaitu 2,28%. Sedangkan target angka kesakitan DBD tahun 2014 adalah di bawah 220 per 100.000 penduduk dan CFRnya di bawah 1,6%. Incidence Rate (IR) DBD Kota Semarang dari Tahun 2006 sampai dengan Tahun 2014 selalu jauh lebih tinggi dari IR DBD Jawa Tengah dan IR DBD Nasional. 3 Penularan penyakit demam berdarah dengue dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu manusia (host), virus (agent) dan lingkungan (environment). Apabila ketiga faktor tersebut mengalami ketidakseimbangan dalam suatu individu maupun masyarakat akan berdampak terjadinya penyakit demam berdarah dengue. Dari ketiga faktor tersebut, faktor lingkungan merupakan faktor terpenting dalam infeksi demam berdarah dengue terutama dalam perkembangan dan persebaran vektor nyamuk Aedes aegypti. Peran lingkungan dalam memperngaruhi penularan penyakit demam berdarah dengue dapat dilihat dari hasil penelitian Arifin Al Ghazali Adam disebutkan bahwa faktor lingkungan yang berhubungan angka kejadian demam berdarah yaitu kondisi suhu, pencahayaan, kelembaban, keberadaan jentik, praktik menguras dan menutup TPA. 7 Selain itu, faktor manusia (Host) juga memiliki peran dalam infeksi demam berdarah. Salah satu faktor host yang mempengaruhi terhadap kejadian demam berdarah yaitu faktor perilaku. Faktor perilaku merupakan suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit. 8 Dalam setiap persoalan kesehatan, termasuk dalam upaya penanggulangan DBD, faktor perilaku senantiasa berperan penting. Perhatian terhadap faktor perilaku sama pentingnya dengan perhatian terhadap faktor lingkungan, khususnya dalam hal upaya pencegahan penyakit. Kepedulian masyarakat yang kurang terhadap kondisi lingkungan seperti tidak menutup rapat tempat penmpungan air, tidak menguras tempat penampungan air secara teratur dan tidak mengubur barangbarang bekas yang dapat menampung air hujan merupakan faktor yang mempengaruhi peningkatan kasus DBD. Faktor 45

lingkungan sebagai tempat perindukan (breeding place) dan tempat beristirahat (resting place) yang terdapat di lingkungan rumah sehingga mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang dapat meningkatkan kejadian DBD. 9 METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini yaitu observasional analitik, dengan menggunakan desain penelitian case control. Populasi kasus dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang tinggal di Semarang dengan diagnosis klinis menderita penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Sedangkan populasi kontrol dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang tidak menderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Semarang. Cara pengambilan sampel menggunkan cara purposive sampling. Kriteria inklusi yaitu menyetujui lembar Informed Consent penelitian. Sampel kasus dalam penelitian ini adalah orang yang menderita penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Semarang yang tercatat di Rumah Sakit Kota Semarang yaitu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tugu, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Kariadi, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Semarang, dan Rumah Sakit Telogorejo bulan Maret-Mei tahun 2016 berusia 15 59 tahun dan beralamat di Kota Semarang. Namun sampel kasus gugur jika alamat responden tidak ditemukan saat penelitian berlangsung. Penentuan sampel kontrol menggunakan teknik pencocokan (matching) dengan sampel kasus dengan kriteria inklusi Sampel kontrol merupakan tetangga penderita DBD (radius 100 meter atau sekitar 10 rumah dari rumah kasus) dan tidak pernah dirawat di rumah sakit dengan diagnosa DBD. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis univariat umur responden dan kelompok kontrol. Sedangkan analisis bivariat yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu uji Chi- Square dengan nilai keyakinan yang digunakan 95% dan level of significant (α) 5%, untuk menganalisis hubungan antara variabel bebas (perilaku 3M Plus) dengan variabel terikat yaitu kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Semarang HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Status Responden No. Variabel Kasus Kontrol f % f % 1. Jenis Kelamin Laki-Laki 18 43,9 18 43,9 Perempuan 23 56,1 23 56,1 2. Kelompok Umur 15-25 29 70,7 29 70,7 26 35 7 17,1 6 14,6 36-45 3 7,3 3 17,3 46-55 2 4,9 1 2,4 55-59 0 0 2 4,9 3. Pendidikan Tamat SD 7 17,1 2 4,9 Tamat SMP 13 31,7 19 46,3 Tamat SMA 18 43,9 12 29,2 Tamat D3/S1 3 7,3 8 19,5 Subyek berjenis kelamin lakilaki pada kelompok kasus dan kelompok kontrol masing-masing sebanyak 18 (43,9%). Sedangkan subyek penelitian yang berjenis kelamin perempuan masing-masing sebanyak 23 (56,1%) pada 46

kelompok kasus maupun kontrol. Variabel jenis kelamin sebelumnya telah dilakukan matching pada jenis kelamin antara responden kasus dan responden kontrol. Frekuensi tingkat pendidikan responden tertinggi adalah tamat SMP sebanyak 13 responden dengan persentase 31,7% pada kelompok kasus dan 19 responden dengan persentase 46,3% dari kelompok kontrol. Sedangkan frekuensi terendah adalah tamat SD sebanyak 7 responden dengan persentase 17% pada kelompok kasus dan 2 responden dengan persentase 4,8% pada kelompok kontrol. Hubungan antara Suhu dalam Rumah dengan Kejadian DBD di Kota Semarang Tabel 2 Hubungan antara suhu dalam rumah dengan kejadian penyakit DBD di Kota Semarang Kasus Kontrol Suhu P OR f % f % Tidak 38 93,7 41 100 0,488 1,000 Baik Baik 3 7,3 0 0 Jumlah 41 100 41 100 Tabel 2 menunjukan bahwa proporsi rumah dengan suhu yang berisiko untuk perkembangan nyamuk lebih banyak pada kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok kasus dengan perbandingan 100% : 93,7%. Dari hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 1,000 (OR=0,4888, CI=0,043-5,597) menujukan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara suhu di dalam rumah dengan kejadian demam berdarah dengue di Kota Semarang. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Cahyani R tahun 2015 tentang faktor lingkungan fisik rumah dan perilaku penghuni rumah dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Kulon Progo. 10 Dalam penelitian tersebut menyebutkan bahwa suhu tidak mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD) dengan p value = 0,608. Didapatkan dari hasil penelitian ini bahwa tidak terdapat hubungan antara suhu dalam rumah dengan kejadian DBD dikarenakan dari hasil observasi sebanyak 82 responden sebagian besar suhu ruangan dalam rumah responden berisiko dan optimal untuk pertumbuhan nyamuk baik pada responden kelompok kasus maupun kontrol. Hal itu dapat terjadi salah satunya karena jarak rumah responden kasus dan kontrol berdekatan sehingga suhu dalam rumah relatif sama. Jarak rumah antara kelompok kasus dan kelompok kontrol adalah 100 m. 95% Observasi pengukuran suhu pada CI rumah responden dilakukan pada pagi, siang dan sore hari antara 0,042- pukul 9 pagi sampai pukul 4 sore. 8 5,597 Hubungan antara Kelembaban dalam Rumah dengan Kejadian DBD di Kota Semarang Tabel 3 Hubungan antara kelembaban dalam rumah dengan kejadian penyakit DBD di Kota Semarang Kelemb Kasus Kontrol aban f % f % Tidak 29 70,7 33 80,5 Baik Baik 12 29,3 8 19,5 Jumlah 41 100 41 100 P OR Tabel 3 menunjukan bahwa proporsi rumah dengan kelembaban yang berisiko untuk perkembangan nyamuk lebih banyak pada kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok kasus dengan 95% CI 0,44 0,586 0,210-1,632 47

perkembangan nyamuk lebih banyak pada kelompok kasus sama dengan kelompok kontrol dengan perbandingan 34,1% : 34,1%. Dari hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 1,000 (OR=1,000, CI=0,401-2,491) menujukan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara keberadaan breeding places alami di dalam rumah dengan kejadian demam berdarah dengue di Kota Semarang. Hal ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Sari D dalam penelitiannya mengenai hubungan breeding places dan perilaku masyarakat dengan keberadaan jentik pada tahun 2012 menyatakan ada hubungan antara breeding place dengan kejadian DBD di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali dengan p value = 0,0001. 13 Berdasarkan hasil wawancara dan observasi langsung, sebagian besar breeding place tempat penampungan air non seharihari seperti barang-barang bekas di luar rumah, tempat minum burung, plastik, dan kaleng bekas. Adanya keberadaan tampungan air apabila hujan yang kemudian akan menciptakan peluang terjadinya perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang kemudian menjadikan keberadaan nyamuk akan meningkat. 50 Sehingga ketika nyamuk berkembangbiak di sekitar 95% lingkungan rumah maka akan lebih CI mudah menjangkau host (manusia). Saat nyamuk yang membawa virus 14 34,1 14 34,1 0,401- dengue menginfeksi host (manusia) 1,000 1,000 2,491 dan host (manusia) tingkat imunnya rendah maka akan terjadi kejadian demam berdarah dengue. perbandingan 80,5% : 70,7%. Dari hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,440 (OR=0,586, CI=0,210-1,632) menujukan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara suhu di dalam rumah dengan kejadian demam berdarah dengue di Kota Semarang. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Salawati T pada tahun 2010 yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara kelembaban udara dengan kejadian BDB dengan p value = 0,483. 11 Penelitian yang dilakukan oleh Dini V et al pada tahun 2010 juga menunjukan bahwa tidak ada hubungan kelembaban dengan kejadian DBD, pada penelitiannya tentang faktor iklim dan insiden demam berdarah. 12 Selain kelembaban, kejadian DBD juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti pemberantasan sarang nyamuk. Pada saat pengukuran kelembaban dalam rumah sendiri juga dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti suhu, tekanan udara, pergerakan angin dan ketersediaan air disuatu tempat. Hubungan antara Keberadaan Breeding Places dengan Kejadian DBD di Kota Semarang Tabel 4 Hubungan antara keberadaan breeding places dengan kejadian penyakit DBD di Kota Semarang Breedin Kasus Kontrol g Places f % f % P OR Tidak Baik Baik 27 65,9 27 65,9 Jumlah 41 100 41 100 Tabel 4 menunjukan bahwa proporsi rumah dengan breeding places tempat penampungan air alami yang berisiko untuk 48

Hubungan antara Perilaku Penggunaan Insektisida dengan Kejadian DBD di Kota Semarang Tabel 5 Hubungan antara perilaku penggunaan insektisida dengan kejadian penyakit DBD di Kota Semarang Perilaku Kasus Kontrol Penggunaan P OR Insektisi f % f % da Tidak Baik Baik 13 31,7 19 46,3 Jumlah 41 100 41 100 Tabel 5 menunjukan bahwa proporsi rumah perilaku penggunaan insektisida yang berisiko untuk perkembangan nyamuk lebih banyak pada kelompok kasus dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan perbandingan 68,5% : 53,7%. Dari hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,258 (OR=1,860, CI=0,756-4,574) menujukan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara perilaku penggunaan insektisida di dalam rumah dengan kejadian demam berdarah dengue di Kota Semarang. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Cahyani R tentang faktor lingkungan fisik rumah dan perilaku penghuni rumah dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Kulon Progo tahun 2015. 10 Dalam penelitian tersebut menyebutkan bahwa penggunaan insektisida kimia tidak mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD) dengan p value = 1,000. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Rahman D pada tahun 2010 tentang kondisi lingkungan rumah dan praktik dan praktik dengan kejadian demam berdarah dengue yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan insektisida dengan kejadian demam berdarah dengue dengan p value = 0,584 (OR=1,350, CI=0,460-3,959). 49 Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di lapangan, proporsi perilaku penggunaan insektisida yang 95% berisiko lebih besar pada kelompok CI kasus dibandingkan kelompok kontrol dengan perbandingan sebesar 68,5% : 53,7%. Pada saat 28 68,5 23 53,7 0,756-0,258 1,860 wawancara, diketahui sebagian 4,574 besar responden baik kasus maupun kontrol mengemukakan jumlah nyamuk di rumah mereka tidak terlalu banyak sehingga responden merasa belum perlu menggunaan insektisida. Pada variabel penelitian ini tidak dapat menggambarkan faktor temporality antara perilaku penggunaan insektisida dengan kejadian demam berdarah dengue dikarenakan hasil wawancara mengenai kebiasaan menggunakan insektisida bisa menimbulkan bias informasi karena harus mengingat bagaimana perilaku penggunaan insektisida sebelum terjadinya demam berdarah dengue. KETERBATASAN PENELITIAN Dalam penelitian ini tentunya terdapat beberapa keterbatasan. Keterbatasan tersebut diantaranya pada saat pengukuran suhu dan kelembaban dalam rumah tidak dapat dilakukan pengukuran waktu yang sama dan hasil pengukuran variabel suhu dan kelembaban juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan lainnya seperti cuaca dan kejadian yang tidak terduga seperti hujan. Jarak antar rumah responden kasus dan responden kontrol adalah ±100 meter, hal ini dapat menjadikan data yang diperoleh pada pengukuran 49

suhu dan kelembaban bersifat homogen atau tidak ada beda. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain studi case control, yaitu desain studi yang menelususr faktor risiko secara retrospektif sehingga dimungkinkan terjadi recall bias ketika melakukan wawancara untuk variabel perilaku penggunaan insektisida dan tingkat stress dengan responden karena kemungkinan responden kesulitan dalam mengingat peristiwa di masa lampau sebelum terjadinya efek. Kejadian DBD dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu host, agent,dan environment. Pada penelitian ini hanya meneliti beberapa variabel dari faktor lingkungan dan faktor perilaku sedangkan masih ada faktor lain yang mempengaruhi kejadian DBD yaitu umur, tingkat mobilitas, penggunaan kelambu, tingkat intensitas cahaya, kebiasaan penderita tidur pada siang hari dan sebagainya. KESIMPULAN 1. Subyek penelitian berjenis kelamin laki-laki pada kelompok kasus dan kelompok kontrol masing-masing sebanyak 18 (43,9%). Sedangkan subyek penelitian yang berjenis kelamin perempuan masing-masing sebanyak 23 (56,1%) pada kelompok kasus maupun kontrol. 2. Tingkat pendidikan responden tertinggi adalah tamat SMP sebanyak 13 responden dengan persentase 31,7% pada kelompok kasus dan 19 responden dengan persentase 46,3% dari kelompok kontrol. Sedangkan frekuensi terendah adalah tamat SD sebanyak 7 responden dengan persentase 17% pada kelompok kasus dan 2 responden dengan persentase 4,9% pada kelompok kontrol. 3. Tidak ada hubungan bermakna lingkungan fisik rumah dengan kejadian kejadian demam berdarah di Kota Semarang: a. Tidak ada hubungan yang bermakna antara suhu di dalam rumah dengan kejadian demam berdarah dengue Kota Semarang dengan p value sebesar 1,000 (OR= 0,488, 95%CI=0,042-5,597). b. Tidak ada hubungan bermakna antara kelembaban di dalam rumah dengan kejadian demam berdarah dengue di Kota Semarang dengan p value sebesar 0,440 (OR=0,586, 95%CI=0,210-1,632). 4. Tidak ada hubungan bermakna antara keberadaan breeding places dengan kejadian demam berdarah dengue di Kota Semarang dengan p value sebesar 1,000 (OR=1,000 95%CI=0,401-2,491) 5. Tidak ada hubungan bermakna antara perilaku penggunaan insektisida di dalam rumah dengan kejadian demam berdarah dengue di Kota Semarang dengan p value sebesar 0,258 (OR=1,860, 95%CI=0,756-4,574). DAFTAR PUSTAKA 1. Depkes RI. Pencegahan dan Pemberantasan DBD di Indonesia, Dirjen P2PL, Jakarta, 2006. 2. Widoyono. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. 2008. Jakarta: Penerbit Erlangga. 3. Depkes RI. Pedoman Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta, 1998. 50

4. DepKes RI, 2006, Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik), Ditjen P2PL, Jakarta. 5. Kemenkes RI, 2010, Buletin Jendela Epidemiologi : Demam Berdarah Dengue, Kemenkes RI: Jakarta. 6. Ghazali, A.A. Hubungan Kondisi Lingkungan Fisik Rumah dan Praktek 3M dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Sukomoro Kabupaten Magelang Tahun 2008. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro Semarang; 2008. 7. Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2014, Dinas Kesehatan, dinkeskotasemarang.go.id) 8. Helfi, N.R. Faktor Lingkungan dan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Daerah Endemis Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu Tahun 2012. Program Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta; 2013. 9. DepKes RI. Petunjuk Teknik Bulan Bakti Gerakan 3M. Jakarta ; 1999. 10. Cahyani, R.D. Hubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik dan Perilaku Penghuni Rumah dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Semarang; 2015. 11. Salawati, T., Astutui, R., Nurdiana, H. Kejadian Demam Berdarah Dengue Berdasarkan Faktor Lingkungan dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang; 2010. 12. Dini, A.M., Fitriani, R.N., Wulandari, R.A. Faktor Iklim dan Angka Insiden Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Serang. Universitas Indonesia. Depok; 2010. 13. Sari, D., Darnoto, S. Hubungan Breeding Place Dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Vektor DBD di Desa Gagak Sipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta; 2012. 51