ADSORPSI ION Pb 2+ MENGGUNAKAN CAMPURAN KAOLIN-AMPAS SAGU DAN BENTONIT-AMPAS SAGU YUYUN YUNITA

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

BAB III METODE PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

4 Hasil dan Pembahasan

MODIFIKASI TONGKOL JAGUNG SEBAGAI ADSORBEN LOGAM BERAT Pb(II) SARI SULISTYAWATI

BAB III METODE PENELITIAN

ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

Jurnal MIPA 37 (1): (2014) Jurnal MIPA.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka. Pembuatan adsorben campuran kaolinlimbah KMK pada NDS dan HDTMA-Br

ADSORPSI ASAM LEMAK BEBAS MENGGUNAKAN ADSORBEN BERBASIS LIMBAH PADAT SAGU SHIDIQ PATRIA KURNIAWAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

ADSORPTIVITAS CAMPURAN KAOLIN-LIMBAH PADAT TAPIOKA TERMODIFIKASI SURFAKTAN HEKSADESILTRIMETILAMONIUM BROMIDA DAN TWEEN 80 TERHADAP CIBACRON RED

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Pemanfaatan Biomaterial Berbasis Selulosa (TKS dan Serbuk Gergaji) Sebagai Adsorben Untuk Penyisihan Ion Krom dan Tembaga Dalam Air

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan adalah kromium (Cr). Krom adalah kontaminan yang banyak ditemukan

PENINGKATAN KUALITAS MINYAK DAUN CENGKEH DENGAN METODE ADSORBSI

*ÄÂ ¾½ Á!" ÄÂ Â. Okki Novian / Michael Wongso / Jindrayani Nyoo /

PENENTUAN MASSA DAN WAKTU KONTAK OPTIMUM ADSORPSI KARBON GRANULAR SEBAGAI ADSORBEN LOGAM BERAT Pb(II) DENGAN PESAING ION Na +

BAB I PENDAHULUAN. Proporsi Protein kasar limbah (%) (% BK) Palabilitas. Limbah jagung Kadar air (%)

TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Stuktur Kimia Zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

ISOTERMA DAN TERMODINAMIKA ADSORPSI KATION PLUMBUM(II) PADA LEMPUNG CENGAR TERAKTIVASI ASAM SULFAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

Indonesian Journal of Chemical Science

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Kata kunci: kulit kacang tanah, ion fosfat, adsorpsi, amonium fosfomolibdat

PENURUNAN KADAR PHENOL DENGAN MEMANFAATKAN BAGASSE FLY ASH DAN CHITIN SEBAGAI ADSORBEN

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Fotodegradasi Senyawa Biru Metilena

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

ADSORBSI ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMINE B DENGAN MEMANFAATKAN AMPAS TEH SEBAGAI ADSORBEN

OF ADSORPTION A TECHNICAL BENTONITE AS AN ADSORBENT OF HEAVY METAL

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

KAPASITAS ADSORPSI BENTONIT TEKNIS SEBAGAI ADSORBEN ION Cd 2+ CAPACITY OF ADSORPTION TECHNICAL BENTONITE AS ADSORBENT Cd 2+ IONS

Emmy Sahara. Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran ABSTRAK ABSTRACT

PENGARUH PENGASAMAN TERHADAP PENJERAPAN KROMIUM TRIVALEN OLEH ZEOLIT ASAL CIKEMBAR NURUL HASANAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KAJIAN AKTIVASI ARANG AKTIF BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) MENGGUNAKAN AKTIVATOR H 3 PO 4 PADA PENYERAPAN LOGAM TIMBAL

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

BIOSORPSI LOGAM BERAT Pb(II) MENGGUNAKAN KULIT BUAH KAKAO ANGGA RAJAWANE

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

JURNAL REKAYASA PROSES. Kinetika Adsorpsi Nikel (II) dalam Larutan Aqueous dengan Karbon Aktif Arang Tempurung Kelapa

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Jason Mandela's Lab Report

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

ADSORPSI Pb 2+ OLEH ARANG AKTIF SABUT SIWALAN (Borassus flabellifer)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARANG AKTIF DARI AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS RIA WIJAYANTI

4 Hasil dan Pembahasan

Adsorpsi Pb (II) oleh Lempung Alam Desa Talanai (Das Kampar): modifikasi NaOH ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.

DALAM AIR MENGGUNAKAN PARTIKEL TRICALCIUM PHOSPHATE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat seiring

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

OPTIMASI PARAMETER ADSORPSI LOGAM Pb OLEH SERBUK KAYU POHON MANGGA (Mangifera indica) DALAM SISTEM DINAMIS SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ADSORPSI DESORPSI Cr(VI) PADA ADSORBEN BATU CADAS KARANGASEM LIMBAH KERAJINAN CANDI BALI TERAKTIVASI NaOH DAN TERSALUT Fe(OH) 3 SKRIPSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Prosedur Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

Transkripsi:

ADSORPSI ION Pb 2+ MENGGUNAKAN CAMPURAN KAOLIN-AMPAS SAGU DAN BENTONIT-AMPAS SAGU YUYUN YUNITA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

ABSTRAK YUYUN YUNITA. Adsorpsi Ion Pb 2+ Menggunakan Campuran Kaolin-Ampas Saguu dan Bentonit-Ampas Sagu. Dibimbing oleh KOMAR SUTRIAH dan HENNY PURWANINGSIH. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi pencemaran logam berat, di antaranya dengan metode fisikokimia seperti presipitasi kimia dan ultrafiltrasi, akan tetapi metode-metode tersebut mahal dan tidak efektif. Metode alternatif yang lebih murah dan efektif diperlukan untuk mengatasi pencemaran logam berat. Pada penelitian ini, adsorpsi ion logam berat Pb 2+ dilakukan menggunakan ampas sagu, campuran ampas sagu dengan kaolin, dan campuran ampas sagu dengan bentonit. Adsorben yang dibuat terlebih dahulu diaktivasi secara asam dan basa. Arang aktif komersial digunakan sebagai pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua adsorben campuran ampas sagu dengan kaolin dan bentonit berpotensi untuk mengadsorpsi ion logam berat Pb 2+. Namun adsorben ampas sagu teraktivasi asam dan campuran ampas sagu teraktivasi asam-kaolin (75:25) memiliki kapasitas adsorpsi yang paling tinggi. Kapasitas adsorpsi kedua adsorben ini lebih tinggi daripada arang aktif. Jenis isoterm adsorpsi dari kedua adsorben ini menunjukkan model isoterm Langmuir, artinya lapisan adsorbat yang terbentuk pada permukaan adsorben membentuk satu lapisan (monolayer). ABSTRACT YUYUN YUNITA. Pb 2+ Adsorption Using Mixture of Kaolinite-Sago Waste and Bentonite-Sago Waste. Supervised by KOMAR SUTRIAH and HENNY PURWANINGSIH. Various efforts have been conducted to overcome heavy metal contamination, among other things with physical and chemical method such as chemical precipitation and ultra-filtration. However, these methods are costly and ineffective. Therefore, there is a need to find alternatives to investigate a low cost and effective method. In this experiment, heavy metal ions Pb 2+ were adsorbed on sago waste, mixture of sago waste with kaolinite, and mixture of sago waste with bentonite. The adsorbents were activated using acid and base. The activated charcoal was used as a comparation. The result showed that all adsorbents made of mixture of sago waste with kaolinite and with bentonite were potential to adsorb Pb 2+. However, sago waste with acid-activation and the mixture of sago waste acid-treated as well as the acid-treated kaolinite (75:25) adsorbents gave adsorption capacity higher than the others. Adsorption capacity of both adsorbents were higher than the activated charcoal. Adsorption type of the adsorbent can be evaluated by the determination of Langmuir and Freundlich isotherm test. The result showed that both adsorbents had Langmuir isotherm type, so it can be estimated that the adsorbed layers on the adsorbent surface is monolayer.

ADSORPSI ION Pb 2+ MENGGUNAKAN CAMPURAN KAOLIN-AMPAS SAGU DAN BENTONIT-AMPAS SAGU YUYUN YUNITA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Judul Nama NIM : Adsorpsi Ion Pb 2+ Menggunakan Campuran Kaolin-Ampas Sagu dan Bentonit-Ampas Sagu : Yuyun Yunita : G44062679 Menyetujui Pembimbing I, Pembimbing II, Drs. Komar Sutriah, M.S. NIP 19630705 199103 1 004 Henny Purwaningsih, S.Si, M.Si. NIP 19741201 200501 2 001 Mengetahui Ketua Departemen Kimia, Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S. NIP 19501227 197603 2 002 Tanggal lulus:

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini ialah Adsorpsi Ion Pb 2+ Menggunakan Campuran Kaolin- Ampas sagu dan Bentonit-Ampas sagu, yang dilaksanakan pada bulan September 2010 sampai dengan Februari 2011 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik dan Lingkungan, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Komar Sutriah, M.S. selaku pembimbing pertama dan Ibu Henny Purwaningsih, S.Si, M.Si. selaku pembimbing kedua yang telah memberikan arahan, saran, dan dorongan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih penulis berikan kepada Mama dan Bapa yang tidak pernah berhenti memberikan semangat, doa, dan kasih sayangnya kepada penulis. Terima kasih juga penulis haturkan kepada Bapak Nano, Ibu Ai, dan Bapak Ismail dari Laboratorium Kimia Fisik serta Bapak Wawan dari laboratorium bersama atas fasilitas dan bantuan yang diberikan selama penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan semua teman-teman KIMIA 43 terutama Ismi, Erika,Susi, Ka Alvin, Ka Ifan, dan Ka Sidiq yang turut membantu memberikan bantuan, semangat, dan dukungannya dalam penyusunan karya ilmiah. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2011 Yuyun Yunita

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 Juni 1986 dari ayah Suhardi dan ibu Junariah. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Tahun 2009 penulis melaksanakan praktik lapangan di Laboratorium Instrumen Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor dengan judul laporan Validasi Metode Pengujian Kadar Acesulfam-K dalam Minuman Serbuk Menggunakan HPLC. Tahun 2010/2011 penulis melaksanakan penelitian tugas akhir di Laboratorium Kimia Fisik dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi dan beberapa kegiatan kepanitiaan antara lain menjadi pengurus Ikatan Mahasiswa Kimia sebagai staf Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa pada tahun ajaran 2008/2009 serta staf Komunikasi dan Informasi pada tahun ajaran 2009/2010 dan sebagai bendahara UKM Seroja Putih pada tahun ajaran 2007/2008. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar Tingkat Persiapan Bersama pada tahun ajaran 2008/2009 sampai dengan 2010/2011, asisten praktikum Kimia Biologi pada tahun ajaran 2009/2010 dan 2010/2011, asisten praktikum Spektrofotometri mahasiswa kimia IPB penyelenggaraan khusus pada tahun ajaran 2009/2010 dan 2010/2011, asisten praktikum Kimia Analitik II pada tahun ajaran 2009/2010, asisten praktikum Kimia Fisik Layanan ITP dan mahasiswa penyelenggaraan khusus pada tahun ajaran 2009/2010 dan 2010/2011, serta asisten praktikum Kimia Lingkungan pada tahun ajaran 2010/2011.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu... 1 Kaolin... 2 Bentonit... 2 Timbal... 3 Adsorpsi... 3 Isoterm Adsorpsi... 3 Isoterm Adsorpsi Langmuir... 3 Isoterm Adsorpsi Freundlich... 4 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat... 4 Metode... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivasi ampas sagu, kaolin, dan bentonit... 5 Seleksi adsorben... 6 Kondisi optimum ampas sagu teraktivasi asam... 7 Kondisi optimum ampas sagu teraktivasi asam-bentonit (75:25)... 8 Kondisi optimum ampas sagu teraktivasi asam-kaolin (75:25)... 8 Kondisi optimum arang aktif... 9 Pengaruh waktu adsorpsi dan bobot adsorben... 9 Perbandingan kinerja adsorben... 10 Isoterm adsorpsi... 11 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... 13 Saran... 13 DAFTAR PUSTAKA... 13 LAMPIRAN... 15 x

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Ampas sagu... 2 2 Struktur kristal kaolin... 2 3 Struktur kristal bentonit... 2 4 Skema interaksi proton pada struktur kaolin... 6 5 Skema interaksi pada dengan struktur bentonit... 6 6 Kurva kapasitas dan efisiensi adsorpsi setiap adsorben pada tahap seleksi... 7 7 Waktu optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam... 8 8 Bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam... 8 9 Waktu optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-bentonit (75:25)... 8 10 Bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-bentonit (75:25)... 8 11 Waktu optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-kaolin (75:25)... 9 12 Bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-kaolin (75:25)... 9 13 Waktu optimum arang aktif... 9 14 Bobot optimum arang aktif... 9 15 Isoterm Langmuir adsorpsi Pb 2+ oleh ampas sagu teraktivasi asam... 11 16 Isoterm Freundlich adsorpsi Pb 2+ oleh ampas sagu teraktivasi asam... 11 17 Isoterm Langmuir oleh ampas sagu teraktivasi asam-kaolin (75:25)... 11 18 Isoterm Freundlich oleh ampas sagu teraktivasi asam-kaolin (75:25)... 11 19 Adsorpsi ion positif pada permukaan adsorben... 12

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram alir penelitian... 16 2 Seleksi adsorben... 17 3 Penentuan waktu optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam... 20 4 Penentuan waktu optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-bentonit 22 5 Penentuan waktu optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-kaolin... 24 6 Penentuan waktu optimum adsorben arang aktif... 26 7 Penentuan bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam... 28 8 Penentuan bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-bentonit 30 9 Penentuan bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-kaolin... 32 10 Penentuan bobot optimum arang aktif... 34 11 Penentuan isoterm adsorpsi... 36

PENDAHULUAN Berkembangnya IPTEK, industri, dan pertambahan jumlah penduduk yang pesat memacu terjadinya pencemaran lingkungan antara lain pencemaran air, tanah, dan udara. Salah satu zat pencemar lingkungan adalah logam berat. Logam berat merupakan polutan yang umumnya bersifat racun bagi makhluk hidup walaupun beberapa diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Logam berat dapat terdistribusi ke dalam tubuh manusia melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air yang terkontaminasi (Dewi 2009). Timbal (Pb) merupakan salah satu logam berat. Limbah yang mengandung Pb dapat berasal dari limbah penggunaan batu bara, minyak, campuran bensin, pembuatan baterai, pewarna, amunisi, tinta koran dan untuk bahan campuran logam lainnya (Dewi 2009). Metode-metode yang biasa digunakan untuk mengatasi pencemaran oleh logam berat antara lain presipitasi, adsorpsi, pertukaran ion, elektrodeposisi, ekstraksi pelarut, pemisahan melalui membran, dan osmosis balik. Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah adsorpsi karena prosesnya mudah dan biaya yang diperlukan lebih ekonomis (Quek et al. 1998). Adsorben logam berat yang sering digunakan di perusahaan dan pusat pengolahan limbah adalah arang aktif dan zeolit yang mudah didapatkan secara komersil. Adsorben logam berat lain selain arang aktif dan zeolit, yaitu kaolin dan bentonit. Kaolin adalah tanah liat golongan filosilikat dengan tipe 1:1, sedangkan bentonit adalah tanah liat golongan filosilikat dengan tipe 2:1 (Supeno 2007). Penelitian tentang kaolin dan bentonit sebagai adsorben logam berat sudah banyak dilakukan antara lain adsorpsi ion Pb 2+ dari larutan dengan kaolin (Omar & Hossam 2007), adsorpsi logam Pb dan Cu dengan bentonit (Inel et al. 1998), adsorpsi Cu dan Ni dengan Bentonit (Zhi-Rong & Shao-Qi 2010), dan lain-lain. Adsorben logam berat dari limbah hasil pertanian saat ini banyak dikembangkan. Cara ini diharapkan dapat mengurangi pembuangan limbah yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan serta dapat menambah nilai ekonomis limbah tersebut. Limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai adsorben logam berat antara lain ampas sagu, ampas tebu, tongkol jagung, dan bonggol pisang (Kadirvelu et al. 2003). Indonesia memiliki areal tanaman sagu terbesar di dunia hingga 1.2 juta ha atau 51.3% dari 2.2 juta ha areal sagu dunia terutama di Irian Jaya, Maluku, dan Sumatera, namun limbah hasil pengolahan pohon sagu, khususnya ampas sagu sampai saat ini masih sedikit yang dimanfaatkan secara optimal padahal potensinya cukup besar (Tampoebolon 2009). Pada proses pengolahan sagu menjadi tepung sagu, jumlah ampas yang dihasilkan sekitar 75% dari jumlah bahan mentahnya Selama ini, limbah ampas sagu umumnya langsung dibuang ke lingkungan, terutama ke sungai sehingga dapat meningkatkan pencemaran. Sebagian kecil limbah ampas sagu selama ini dimanfaatkan sebagai bahan bakar, campuran pakan ternak, dan media penanaman jamur (Djoefrie1999). Beberapa penelitian tentang pemanfaatan ampas sagu telah dilakukan, diantaranya asetilasi selulosa ampas sagu dan aplikasinya sebagai fase diam kromatografi kolom (Cahyani 2010), pembuatan arang aktif dari ampas sagu sebagai adsorben logam Cu (Maheswari 2008), dan pemanfaatan ampas sagu sebagai adsorben logam Pb dan Cu (Quek et al. 1998). Pembuatan adsorben saat ini sedang banyak dikembangkan dengan melakukan modifikasi misalnya dengan mencampur beberapa jenis adsorben tertentu sehingga adsorben yang dihasilkan diharapkan memiliki kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapan yang tinggi, serta harganya lebih ekonomis (Sembiring et al. 2008). Penelitian ini mencampurkan ampas sagu dengan kaolin dan ampas sagu dengan bentonit pada perbandingan tertentu yang masing-masing telah diaktivasi secara kimia, kemudian gabungan keduanya digunakan sebagai adsorben ion Pb 2+. Penelitian ini bertujuan untuk memilih adsorben terbaik dari ampas sagu, campuran ampas sagubentonit, dan campuran ampas sagu-kaolin dalam mengadsorpsi ion Pb 2+. TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Ampas sagu (Gambar 1) merupakan limbah berupa serat-serat empulur yang diperoleh dari hasil pemrosesan batang sagu.

2 Kandungan serat kasarnya sekitar 28.30%, sedangkan kandungan proteinnya sekitar 1.36% (Tampoebolon 2009). Sumber lain menyebutkan bahwa ampas sagu yang berasal dari Malaysia mengandung 66% pati dan 24% serat kasar berupa lignin dan selulosa (Adenil 2010).. Gambar 1 Ampas sagu. Kaolin Kaolin merupakan salah satu senyawa mineral alumino-silikat. Komposisi kaolin yaitu Al 2 O 3 : SiO 2 : H 2 O (1:1:2) atau 2SiO 2.Al 2 O 3.2H 2 O pada setiap satuan selnya. Kaolin merupakan golongan filosilikat dengan tipe 1:1 karena struktur satuan sel kristalnya (Gambar 2) terdiri dari satu lembar lapisan aluminium oktahedral pada satu sisi dan satu lembar lapisan silika tetrahedral pada sisi yang lain. Kedua lapisan tersebut dihubungkan oleh atom oksigen melalui ikatan hidrogen antara silika-oksigen dan alumina-oksigen (Supeno 2007). hidroksil bergantung pada ph larutan (Nandi et al. 2009). Sifat-sifat fisik kaolin, yaitu berwarna putih, berbentuk butiran rapuh, sulit larut dalam air, memiliki titik lebur 1850 C, serta memiliki daya hantar listrik dan panas yang rendah, Kaolin banyak digunakan di industri keramik sebagai bahan glasir, industri cat sebagai bahan pewarna, industri plastik untuk melicinkan permukaan plastik, dan industri kertas sebagai bahan pengisi (Silitonga 2008). Bentonit Bentonit merupakan salah satu jenis batuan dari tanah liat. Nama bentonit digunakan dalam dunia perdagangan untuk tanah lempung yang mengandung montmorillonit lebih dari 85%. Rumus kimia umum bentonit adalah Al 2 O 3.4SiO 2.xH 2 O. Bentonit merupakan mineral tanah liat tipe 2:1 karena struktur kristalnya (Gambar 3) terdiri dari 2 lembar lapisan silika tetrahedral dan satu lembar lapisan aluminium oktahedral. Setiap satuan selnya terdiri dari 2 lapisan tetrahedral yang disusun oleh unsur utama Si(O,OH) dan mengapit satu lapisan oktahedral yang disusun oleh unsur M(O,OH) dimana M adalah logam Al, Mg, dan Fe, di antara lembaran-lembaran ini, terdapat ruang yang diisi oleh molekul-molekul air dan kation-kation lain (Supeno 2007). Sifat-sifat fisik bentonit, yaitu memiliki warna yang bervariasi tergantung jenis dan kandungan fragmen mineralnya, pada umumnya, bentonit berwarna kecoklatan. Bentonit bersifat lunak, mudah menyerap air, dan memiliki berat jenis berkisar antara 2,4-2,8 g/ml. Gambar 2 Struktur kristal kaolin. Bagian permukaan dari kristal kaolin mempunyai muatan negatif yang tetap. Muatan negatif tersebut disebabkan adanya subtitusi isomorf Si 4+ dan Al 3+ pada lapisan silika. Muatan pada permukaan dan tepi-tepi alumina dapat menyebabkan terjadinya protonasi maupun deprotonasi dari gugus Gambar 3 Stuktur kristal bentonit.

3 Bentonit banyak digunakan di industri insektisida dan pestisida sebagai bahan carrier, industri kertas sebagai bahan pengisi dan pengental, industri pengeboran minyak, dan lain-lain. Timbal (Pb) Pencemaran perairan oleh Pb 2+ sangat berbahaya karena sulit diuraikan atau nonbiodegradable dan dapat menyebabkan masalah kesehatan pada manusia dan lingkungan. Pada manusia, akumulasi Pb dalam tubuh dapat menyebabkan anemia, kerusakan ginjal, kerusakan otak, dan paralysis pada urat saraf. World Health Organization (WHO) telah menetapkan batas maksimal kandungan Pb 2+ di perairan adalah 0.01 ppm (Omar & Hossam 2007). Adsorpsi Adsorpsi merupakan peristiwa terakumulasinya partikel pada suatu permukaan. Zat yang diadsorpsi disebut fase teradsorpsi (adsorbat) dan zat yang mengadsorpsi disebut adsorben. Adsorben pada umumnya adalah zat padat yang berongga, contohnya zeolit dan arang aktif (Atkins 1999). Mekanisme adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu, adsorpsi secara fisika (fisisorpsi) dan adsorpsi secara kimia (kimisorpsi). Pada proses fisisorpsi gaya yang mengikat adsorbat oleh adsorben adalah gaya-gaya Van der Waals. Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah yaitu sekitar 20 kj/mol. Pada proses kimisorpsi, interaksi adsorbat dengan adsorben melalui pembentukan ikatan kimia. Kimisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu partikelpartikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Waals atau melalui ikatan hidrogen, diikuti oleh adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika. Pada adsorpsi kimia, partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen) dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat (Atkins 1999). Kemampuan adsorpsi pada adsorben dapat dinyatakan oleh kapasitas adsorpsi. Adsorben yang baik memiliki kapasitas adsorpsi dan persentase efisiensi penjerapan yang tinggi. Kapasitas adsorpsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Q = V(Co C) m Persentase penjerapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus : %E = (C o C) x 100% Co Keterangan: Q = kapasitas adsorpsi (mg/g) %E = persentase penjerapan V = volume larutan (L) C o = konsentrasi awal (mg/l) C = konsentrasi akhir (mg/l) m = massa adsorben (g) Isoterm Adsorpsi Isoterm adsorpsi merupakan fungsi konsentrasi zat terlarut yang teradsorpsi pada adsorben terhadap konsentrasi adsorbat dalam larutan. Kesetimbangan terjadi pada saat laju pengikatan adsorben terhadap adsorbat sama dengan laju pelepasannya. Terdapat beberapa tipe isoterm yang digunakan untuk menggambarkan interaksi antara adsorben dan adsorbat. Tipe isoterm adsorpsi yang umum digunakan untuk menggambarkan fenomena adsorpsi padatcair adalah tipe isoterm Langmuir dan Freundlich (Atkins 1999). Isoterm Adsorpsi Langmuir Isoterm adsorpsi Langmuir didasarkan atas beberapa asumsi, yaitu adsorpsi hanya terjadi pada lapisan tunggal, panas adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan, semua bagian, permukaannya bersifat homogen, dan terdapat sejumlah tertentu sisi aktif adsorben yang membentuk ikatan kovalen atau ion. Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis dengan menganggap terjadinya kesetimbangan antara molekul-molekul zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorben dengan molekul-molekul zat yang tidak teradsorpsi. Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir adalah sebagai berikut, C 1 1 = + C x/m αβ α C merupakan konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi, x/m adalah massa adsorbat yang teradsorpsi per gram adsorben, α dan β adalah konstanta yang berhubungan dengan afinitas adsorpsi (Atkins 1999).

4 Isoterm Adsorpsi Freundlich Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich didasarkan atas terbentuknya beberapa lapisan (multilayer) dari molekul-molekul adsorbat pada permukaan adsorben, namun pada adsorpsi Freundlich bagian sisi aktif pada permukaan adsorben bersifat heterogen. Isotherm Freundlich hanya melibatkan gaya Van der Waals sehingga adsorbat dapat bergerak dari satu bagian permukaan ke bagian permukaan lain dari adsorben. Isoterm Freundlich menganggap bahwa pada semua sisi permukaan adsorben akan terjadi proses adsorpsi di bawah kondisi yang diberikan. Isoterm Freundlich tidak mampu memperkirakan adanya sisi-sisi pada permukaan yang mampu mencegah adsorpsi pada saat kesetimbangan tercapai, dan hanya ada beberapa sisi aktif saja yang mampu mengadsorpsi molekul terlarut. Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich dapat dituliskan sebagai berikut, Log (x/m) = log k + 1/n log C C merupakan konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi, x/m adalah massa adsorbat yang teradsorpsi per gram adsorben, k dan n adalah konstanta yang berhubungan dengan afinitas adsorpsi (Atkins 1999). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca, pengaduk magnet, pemanas listrik, refluks, oven, alat pengocok, dan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA/AAS). Bahan-bahan yang digunakan adalah ampas sagu dari pabrik pengolahan sagu Cimahpar Bogor, bentonit dari PT Sud Chemie, kaolin komersil, arang aktif komersil, H 2 SO 4, NaOH, H 3 PO 4 (Merck), Pb(NO 3 ) 2, dan akuades. Metode Penelitian Penelitian terdiri atas beberapa tahap. Tahap pertama ialah preparasi ampas sagu, kaolin, dan bentonit. Tahap kedua adalah aktivasi. Tahap ketiga adalah pembuatan campuran adsorben kaolin-ampas sagu dan bentonit-ampas sagu. Tahap keempat adalah penentuan waktu dan bobot optimum adsorben pada adsorpsi larutan Pb 2+. Tahap terakhir adalah penentuan jenis isoterm adsorpsi Pb 2+. Preparasi Ampas Sagu, Kaolin, dan Bentonit Ampas sagu, kaolin, dan bentonit dicuci dengan akuades, kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 C. Aktivasi Asam Ampas Sagu Ampas sagu yang telah dicuci ditimbang sebanyak 10 g ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 250 ml H 3 PO 4 30%. Campuran tersebut diaduk dengan pengaduk magnet selama 6 jam, kemudian disaring residu padatnya. Setelah disaring, ampas sagu tersebut dicuci beberapa kali dengan akuades untuk membersihkan sisa asam, lalu dikeringkan pada suhu 105 o C di dalam oven, kemudian digiling dan diayak. Aktivasi Basa Ampas Sagu Ampas sagu yang telah dicuci ditimbang sebanyak 10 g ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 250 ml NaOH 0.1 N. Campuran tersebut diaduk selama 6 jam, kemudian disaring residu padatnya. Setelah disaring, ampas sagu tersebut dicuci beberapa kali dengan akuades untuk membersihkan sisa basa, lalu dikeringkan pada suhu 105 o C di dalam oven, kemudian digiling dan diayak. Aktivasi Asam Kaolin dan Bentonit Kaolin ditimbang sebanyak 30 g ke dalam labu bulat dan ditambahkan 250 ml H 2 SO 4 30%. Campuran tersebut diaduk dengan pengaduk magnet sambil dipanaskan pada suhu 90 100 C selama 6 jam, kemudian didinginkan dan disaring dengan penyaring vakum. Kaolin lalu dicuci beberapa kali dengan akuades untuk membersihkan sisa asam. Keberadaan ion SO 4 2- dideteksi menggunakan larutan BaCl 2. Kaolin yang telah dicuci tersebut dikeringkan pada suhu 105 C, kemudian diayak. Aktivasi bentonit merujuk pada metode aktivasi kaolin. Pembuatan Adsorben Kaolin-Ampas sagu dan Bentonit-Ampas sagu Kaolin dan bentonit yang telah diaktivasi dicampur hingga merata dengan sejumlah ampas sagu yang juga telah diaktivasi. Komposisi campuran ampas sagu dengan kaolin dan bentonit yang dibuat yaitu 100:0 :25:75; 50:50; dan 75:25. Selanjutnya adsorben diberi nama sebagai berikut, A. ampas sagu teraktivasi basa, B. ampas sagu teraktivasi asam, C. bentonit teraktivasi asam, D. kaolin teraktivasi asam,

5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 : 25), H. ampas sagu teraktivasi basa-kaolin teraktivasi asam (25 : 75), I. ampas sagu teraktivasi-basa-kaolin teraktivasi asam (50 : 50), J. ampas sagu teraktivasi basa-kaolin teraktivasi asam (75 : 25), K. ampas sagu teraktivasi asam-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), L. ampas sagu teraktivasi asam-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), M. ampas sagu teraktivasi asam-bentonit teraktivasi asam (75 : 25), N. ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (25 : 75), O. ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (50 : 50), dan P. ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (75 : 25). Adsorpsi Pb 2+ Pembuatan Larutan Pb 2+ Larutan stok Pb 2+ 1000 mg/l dibuat sebanyak 1L dari Pb(NO 3 ) 2. Larutan Pb 2+ 1000 ppm kemudian diencerkan menjadi 100 pm dan dibuat kurva standar dari larutan hasil pengenceran larutan stok ini dengan konsentrasi 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 mg/l. Seleksi Adsorben Masing-masing adsorben dari 16 jenis tersebut ditimbang sebanyak 0.4 g ke dalam Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 50 ml larutan Pb 2+ 16 mg/l. Larutan berisi adsorben tersebut lalu dikocok selama 15 menit, setelah itu disaring dan diambil filtratnya, kemudian diukur absorbansnya dengan AAS pada panjang gelombang 217 nm. Setelah itu dihitung masing-masing nilai kapasitas dan efisiensi adsorpsinya. Adsorben yang memiliki nilai kapasitas tertinggi selanjutnya ditentukan waktu dan bobot optimumnya. Penentuan Waktu Optimum Adsorben Sebanyak 0.5 g adsorben yang sudah diseleksi dimasukkan ke dalam 50 ml larutan Pb 2+ 100 mg/l, kemudian larutan dikocok selama waktu yang ditentukan. Variasi waktu adsorpsi yang digunakan ialah 15, 30, 45, 60, 90, dan 120 menit. Campuran kemudian disaring filtratnya dan diukur absorbansnya dengan AAS pada panjang gelombang 217 nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. Penentuan Bobot Optimum Adsorben Variasi bobot adsorben yang digunakan adalah 0.25, 0.5, 1.0, dan 2.0 g. Masingmasing ditambahkan 50 ml larutan Pb 2+ 60 mg/l, kemudian dikocok selama waktu optimum. Campuran disaring dan absorbans filtrat diukur dengan AAS pada panjang gelombang 217 nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya Penentuan Isoterm Adsorpsi Adsorben ditimbang sebanyak bobot optimum kemudian ditambahkan 50 ml larutan Pb 2+ pada berbagai konsentrasi, yaitu 50, 75, 100, 125, dan 150 mg/l, kemudian dikocok pada waktu optimum. Setelah itu, disaring dan diambil filtratnya untuk diukur absorbansnya dengan AAS pada panjang gelombang 217 nm. Persamaan regresi linear menggunakan persamaan Langmuir dan Freundlich dibuat untuk menentukan jenis isoterm yang sesuai. Penentuan Waktu Optimum dan Pengaruh Bobot Adsorben Arang Aktif Metode penentuan waktu dan bobot optimum adsorben arang aktif dilakukan dengan merujuk pada metode penentuan waktu optimum dan bobot optimum adsorben diatas. HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivasi Ampas Sagu, Kaolin, dan Bentonit Adsorben yang akan digunakan diaktivasi terlebih dahulu agar jumlah pori-pori yang terbuka lebih banyak sehingga luas permukaannya semakin bertambah. Ampas sagu, kaolin, dan bentonit mula-mula dicuci dengan akuades untuk membersihkan pengotor-pengotor yang larut di dalam air. Ampas sagu kemudian diaktivasi dengan 2 cara, yaitu ada yang menggunakan H 3 PO 4 30% dan ada yang menggunakan NaOH 0.1 N untuk membersihkan senyawa-senyawa selain polisakarida seperti mineral, protein, dan lemak yang larut dalam asam dan basa sehingga diharapkan tidak menutupi pori-pori adsorben yang dapat mengganggu mekanisme adsorpsi ion Pb 2+. Aktivasi kaolin dan bentonit menggunakan asam diharapkan akan

6 menghasilkan mineral dengan situs aktif dan keasamaan permukaan yang lebih besar, sehingga kemampuan adsorpsi yang dihasilkan akan lebih tinggi dibandingkan sebelum diaktivasi. Asam yang digunakan untuk mengaktivasi kaolin dan bentonit adalah H 2 SO 4 karena H 2 SO 4 memiliki jumlah ekivalen H + lebih tinggi dibanding dengan HCl ataupun HNO 3 (Suarya 2008). Proses yang terjadi pada aktivasi kaolin menggunakan H 2 SO 4 30%, yaitu komponenkomponen seperti Fe 2 O 3, Al 2 O 3, CaO, dan MgO yang mengisi ruang antarlapisan kaolin menjadi larut serta pengotor-pengotor yang melekat pada permukaan kaolin pun dibersihkan sehingga menambah luas permukaan adsorben. Ion-ion Ca 2+ dan Mg 2+ yang berada pada permukaan adsorben secara berangsur-angsur juga akan digantikan oleh ion H + dari H 2 SO 4 (Gambar 4). Gambar 4 Skema interaksi proton pada struktur kaolin (Dudkin et al. 2004). Begitu juga halnya pada aktivasi bentonit. Kation logam seperti Na +, Ca 2+, dan Mg 2+ dalam struktur bentonit digantikan dengan H + dari H 2 SO 4 (Gambar 5), aktivasi bentonit dengan asam mineral juga diharapkan dapat melarutkan sebagian Al 2 O 3 pada daerah antar ruang dan meningkatkan perbandingan SiO 2 : Al 2 O 3 dari (2 3):1 menjadi (5 6):1 (Supeno 2007). Pertukaran Kation Kalsinasi Lapisan Silikat Lapisan Kation 7Na + Gambar 5 Skema interaksi proton pada struktur bentonit (Darma 2010). Seleksi Adsorben Adsorben yang digunakan pada tahap seleksi adalah ampas sagu teraktivasi asam, ampas sagu teraktivasi basa, bentonit teraktivasi asam, kaolin teraktivasi asam, dan masing-masing campuran antara ampas sagu dengan bentonit dan kaolin yang dibuat dengan perbandingan 100:0 ; 25:75 ; 50:50 ; dan 75:25, sehingga total adsorben yang diseleksi terdapat 16 jenis (Lampiran 2). Adsorpsi masing-masing adsorben dilakukan pada bobot dan waktu yang sama yaitu selama 15 menit dengan bobot 0.4 g. Larutan yang digunakan adalah larutan tunggal Pb 2+ dengan konsentrasi awal 16 mg/l (Lampiran 2). Berdasarkan nilai efisiensi adsorpsinya, adsorben ampas sagu yang teraktivasi asam maupun basa serta campurannya mampu menjerap Pb 2+ dengan kisaran 60 90% dan nilai kapasitas adsorpsinya berkisar antara 1-2 mg/g (Gambar 6). Hal ini membuktikan bahwa ampas sagu dan campurannya dengan bentonit maupun kaolin dapat digunakan sebagai adsorben ion Pb 2+. Sebaliknya, adsorben bentonit teraktivasi asam (C) dan kaolin teraktivasi asam (D) memiliki nilai kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi yang lebih rendah dibandingkan dengan ampas sagu dan campurannya yaitu 0.16 dan 0.64 mg/g serta 7.45% dan 30.72%.

7 Gambar 6 Kurva kapasitas dan efisiensi adsorpsi masing-masing adsorben pada tahap seleksi Adsorben yang memiliki nilai efisiensi adsorpsi yang cukup besar (kisaran 90%) ada 8 jenis yaitu ampas sagu teraktivasi basa (A), ampas sagu teraktivasi asam (B), ampas sagu aktivasi basa-bentonit aktivasi asam (50:50) (F), ampas sagu aktivasi basa-bentonit aktivasi asam (75:25) (G), ampas sagu aktivasi basa-kaolin aktivasi asam (75:25) (J), ampas sagu aktivasi asam-bentonit aktivasi asam (75:25) (M), ampas sagu aktivasi asamkaolin aktivasi asam (25:75) (N), dan ampas sagu aktivasi asam-kaolin aktivasi asam (75:25) (P). Hal ini menunjukkan bahwa aktivasi ampas sagu dengan asam lemah dan basa encer dapat meningkatkan luas permukaan dan pori-pori adsorben, sehingga dapat meningkatkan efisiensi adsorpsi bentonit dan kaolin yang relatif rendah. Berdasarkan hasil seleksi, adsorben campuran yang diambil untuk ditentukan kondisi optimumnya adalah campuran ampas sagu aktivasi asam-bentonit aktivasi asam (75:25) (M) dan campuran ampas sagu aktivasi asam-kaolin aktivasi asam (75:25) (P) karena kedua adsorben campuran ini memiliki nilai kapasitas adsorpsi yang lebih tinggi dibandingkan adsorben campuran lainnya (Lampiran 2). Ampas sagu teraktivasi asam (B) yang tanpa dicampur kaolin maupun bentonit dicari kondisi optimumnya sebagai blanko, sedangkan arang aktif komersil yang sering digunakan di perusahaan-perusahaan dicari pula kondisi optimumnya untuk dibandingkan dengan ketiga adsorben ini, maka jumlah adsorben yang ditentukan kondisi optimumnya ada empat jenis. Kondisi optimum adsorpsinya diukur berdasarkan dua parameter, yaitu waktu adsorpsi dan bobot adsorben. Setelah itu, ditentukan jenis isoterm adsorpsinya. Waktu optimum atau waktu setimbang adalah waktu dimana adsorben telah jenuh dengan adsorbat. Faktor lain yang mempengaruhi kapasitas dan efisiensi adsorpsi adalah bobot adsorben. Semakin banyak bobot adsorben yang digunakan maka diharapkan luas permukaan akan lebih besar sehingga mampu mengadsorpsi lebih banyak adsorbat. Kisaran bobot yang digunakan adalah 0.25 2 g. Kondisi Optimum Adsorben Ampas Sagu Teraktivasi Asam Waktu optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam (adsorben B) adalah 45 menit (Gambar 7) dengan kapasitas adsorpsi rerata maksimum 11.59 mg/g dan efisiensi adsorpsi rerata 98.92% (Lampiran 3), artinya setiap 1 gram adsorben B mampu mengadsorpsi 11.59 mg ion Pb 2+ dalam waktu 45 menit. Larutan Pb 2+ yang diadsorpsi berkonsentrasi 118.6000 mg/l, sehingga berdasarkan nilai efisensi adsorpsinya, adsorben ampas sagu teraktivasi

8 asam dapat menurunkan konsentrasi Pb 2+ menjadi 1.2809 mg/l. mengadsorpsi 6.52 mg ion Pb 2+ dalam waktu 90 menit. Larutan Pb 2+ yang diadsorpsi berkonsentrasi 111.0256 mg/l, sehingga berdasarkan nilai efisiensi adsorpsinya, adsorben campuran ampas sagu teraktivasi asam-bentonit teraktivasi asam (75:25) dapat menurunkan konsentrasi Pb 2+ menjadi 45.8092 mg/l. Gambar 7 Waktu optimum adsorpsi adsorben ampas sagu teraktivasi asam. Pada penentuan bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam, hasilnya menunjukkan bahwa efisiensi adsorpsi ion Pb 2+ meningkat dari 28.75% sampai 95.14%. Bobot optimum didapatkan pada 0.5 g (Gambar 8) dengan kapasitas adsorpsi maksimum yaitu 3.00 mg/g. Setelah melewati 0.5 g, kapasitas adsorpsinya menurun (Lampiran 7). Gambar 9 Waktu optimum adsorpsi adsorben ampas sagu teraktivasi asambentonit aktivasi asam (75:25). Pada penentuan bobot optimum adsorben campuran ampas sagu teraktivasi asambentonit teraktivasi asam (75:25) (adsorben M), hasilnya menunjukkan bahwa efisiensi adsorpsi ion Pb 2+ meningkat dari 31.32% sampai 96.81%. Bobot optimum didapatkan pada 0.5 g (Gambar 10) karena kapasitas adsorpsinya maksimum yaitu 4.28 mg/g (Lampiran 8). Gambar 8 Bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam. Kondisi Optimum Adsorben Campuran Ampas Sagu Teraktivasi Asam-Bentonit (75:25) Waktu optimum adsorben campuran ampas sagu teraktivasi asam-bentonit teraktivasi asam (75:25) (adsorben M) adalah 90 menit (Gambar 9) dengan kapasitas adsorpsi rerata maksimum 6.52 mg/g dan efisiensi adsorpsi rerata 58.74% (Lampiran 4), artinya setiap 1 g adsorben M mampu Gambar 10 Bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-bentonit teraktivasi asam (75:25). Kondisi Optimum Adsorben Campuran Ampas Sagu Teraktivasi Asam-Kaolin (75:25) Waktu optimum adsorben campuran ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (75:25) (adsorben P) adalah 30 menit

9 (Gambar 11) dengan kapasitas adsorpsi rerata maksimum 8.22 mg/g dan efisiensi adsorpsi rerata 69.31% (Lampiran 5), artinya setiap 1 g adsorben M mampu mengadsorpsi 8.22 mg ion Pb 2+ dalam waktu 30 menit. Larutan Pb 2+ yang diadsorpsi berkonsentrasi 118.8800 mg/l, sehingga berdasarkan nilai efisiensi adsorpsinya, adsorben campuran ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (75:25) dapat menurunkan konsentrasi Pb 2+ menjadi 36.4843 mg/l. Kondisi Optimum Adsorben Arang Aktif Waktu optimum adsorben arang aktif adalah 90 menit (Gambar 13) dengan kapasitas adsorpsi rerata maksimum 2.72 mg/g dan efisiensi adsorpsi rerata 24.52% (Lampiran 6), artinya 1 g arang aktif mampu mengadsorpsi 2.72 mg ion Pb 2+ dalam waktu 90 menit. Larutan Pb 2+ yang diadsorpsi berkonsentrasi 116.8250 mg/l, sehingga berdasarkan nilai efisensi adsorpsinya, arang aktif dapat menurunkan konsentrasi Pb 2+ menjadi 88.1795 mg/l. Gambar 11 Waktu optimum adsorpsi adsorben ampas sagu teraktivasi asamkaolin aktivasi asam (75:25). Pada penentuan bobot optimum adsorben campuran ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (75:25) (adsorben P), hasilnya menunjukkan bahwa efisiensi adsorpsi ion Pb 2+ meningkat dari 38.31% sampai 97.25%. Bobot optimum didapatkan pada 0.25 g (gambar 12) karena kapasitas adsorpsinya maksimum yaitu 5.02 mg/g (Lampiran 9). Gambar 13 Waktu optimum arang aktif. Pada penentuan bobot optimum adsorben arang aktif, hasilnya menunjukkan bahwa efisiensi adsorpsi ion Pb 2+ meningkat dari 2.73% sampai 97.09%. Bobot optimum didapatkan pada 1 g (Gambar 14) karena kapasitas adsorpsinya maksimum yaitu 2.32 mg/g (Lampiran 10). Gambar 14 Bobot optimum arang aktif. Pengaruh Waktu Adsorpsi dan Bobot Adsorben Gambar 12 Bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (75:25). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas dan efisiensi adsorpsi meningkat seiring dengan bertambahnya waktu adsorpsi, selanjutnya setelah melewati waktu optimum, kapasitas adsorpsi cenderung stabil bahkan

10 menurun. Penurunan kapasitas adsorpsi setelah mencapai nilai optimum dimungkinkan karena terjadi pelepasan kembali ikatan antara sisi aktif pada adsorben dengan ion Pb 2+ (desorpsi) akibat semakin lamanya waktu kontak antara adsorben dan adsorbat karena adsorben telah jenuh oleh ion adsorbat. Pada penelitian ini, bobot optimum diambil hanya berdasarkan nilai kapasitas adsorpsi yang paling tinggi, namun nilai efisiensi adsorpsinya sendiri tidak dalam keadaan optimum. Hal ini karena dari hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa nilai kapasitas adsorpsi tidak berbanding lurus dengan efisiensi adsorpsi, kenaikan bobot adsorben meningkatkan efisiensi adsorpsi namun justru menurunkan nilai kapasitas adsorpsi. Hal ini karena kenaikan bobot adsorben pada waktu adsorpsi dan konsentrasi adsorbat yang tetap menyebabkan peningkatan jumlah tapak aktif yang akan meningkatkan penyebaran adsorbat sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi juga lebih lama. Setelah melewati bobot optimum, kapasitas adsorpsi cenderung menurun karena pada bobot optimum, hampir seluruh permukaan adsorben telah terikat dengan adsorbat, sementara pada bobot di atas bobot optimum, masih banyak tapak aktif yang belum berikatan dengan adsorbat. Perbandingan Kinerja Adsorben Kinerja dari 3 jenis adsorben yang ditentukan kondisi optimumnya dievaluasi dengan cara membandingkan kemampuan adsorpsinya dengan adsorben komersial, yaitu arang aktif. Hasil penelitian pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai kapasitas dan efisiensi adsorpsi ion Pb 2+ ketiga adsorben ini lebih besar daripada arang aktif komersial. Tabel 1 Perbandingan kinerja adsorben Adsorben Waktu optimum (menit) Qmax (mg/g) %E Bobot optimum (gram) B 45 11.59 98.92 0.5 M 90 6.52 58.74 0.5 P 30 8.01 68.77 0.25 AA 90 2.72 24.52 1 B = ampas sagu teraktivasi asam M =ampas sagu teraktivasi asam-bentonit (75:25) P = ampas sagu teraktivasi asam-kaolin (75:25) AA = arang aktif Q = kapasitas adsorpsi (mg/g) %E = efisiensi adsorpsi (%) Adsorben ampas sagu teraktivasi asam (B) memiliki kapasitas dan efisiensi adsorpsi adsorpsi tertinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan proses aktivasi menggunakan H 3 PO 4 yang selain berfungsi membersihkan pengotor-pengotor dan senyawa-senyawa lain selain polisakarida sehingga dapat meningkatkan porositas granular padatan adsorben. H 3 PO 4 juga dapat mengaktifkan gugus hidroksi (-OH) polisakarida yang banyak terkandung di dalam ampas sagu. Gugus hidroksi ini bersifat polar (Melisya 2010). Adsorben campuran ampas sagu teraktivasi asam dengan kaolin dan bentonit memiliki kapasitas adsorpsi lebih kecil daripada ampas sagu yang tidak dicampur. Pada tahap seleksi, bentonit dan kaolin memang memiliki kapasitas adsorpsi yang lebih rendah daripada ampas sagu teraktivasi asam (Lampiran 2). Karakteristik yang mempengaruhi proses adsorpsi antara lain ukuran adsorbat dan ukuran pori-pori adsorben. Semakin besar ukuran pori-pori adsorben, maka adsorbat akan semakin mudah terjerap (Suzuki 1990). Ukuran jari-jari atom Pb sangat kecil, yaitu 175 pm. Ukuran pori-pori adsorben yang digunakan lebih besar dari Pb. Ampas sagu memiliki ukuran pori yang sangat kecil atau ultramikropori karena ukuran diameter porinya kurang dari 0,7 nm (Aripin et al. 2010), namun ampas sagu mengandung banyak polisakakarida. Salah satunya adalah lignoselulosa. Lignoselulosa memiliki kapasitas penukar ion karena banyak terdapat sisi aktif untuk mengadsorpsi ion Pb 2+. Permukaan lignoselulosa memiliki porositas yang cukup tinggi. Selain itu, adsorpsi ion Pb 2+ pada lignoselulosa tidak bergantung pada ukuran partikelnya (Rowell 2006). Kaolin memiliki pori-pori dengan diameter berkisar antara 40-100 nm (Nandi et al. 2009). Bentonit memiliki 3 jenis ukuran poripori berdasarkan diameternya, yaitu mikropori (diameter di bawah 2 nm), mesopori (diameter 2 50 nm), dan makropori (diameter di atas 50 nm) (Onal et al. 2002). Dilihat dari nilai kapasitas adsorpsi bentonit yang lebih kecil daripada kaolin, kemungkinan ukuran poripori bentonit untuk mengadsorpsi ion Pb 2+ lebih kecil daripada kaolin. Pada adsorpsi ion Pb 2+ dengan bentonit, kemungkinan lain penyebab kecilnya nilai kapasitas dan efisiensi adsorpsinya pada proses aktivasi dengan H 2 SO 4 selama 6 jam pada suhu 90-100 C tidak cocok untuk struktur bentonit. Kemungkinan ada sebagian ikatan antara alumina dan silika yang putus sehingga sisi aktif untuk mengadsorpsi Pb 2+ berkurang. Hal ini dikarenakan sifat ikatan

11 antar lapisannya yang lemah. Pada kaolin, ikatan strukturnya lebih kuat sehingga tidak mudah putus (Supeno 2007). Maka nilai kapasitas dan efisiensi adsorpsi kaolin pun lebih tinggi daripada bentonit. Bentonit dan kaolin pada penelitian sebelumnya terbukti dapat mengadsorpsi senyawa-senyawa polutan organik persisten seperti heksakloroetana (Darma 2010) dan pemucat zat warna dengan efisiensi dan kapasitas adsorpsi yang bagus. ion logam berat memiliki sifat yang berbeda dengan senyawa-senyawa tersebut sehinga kemampuan adsorpsinya pada bentonit dan kaolin pun berbeda. Adsorben arang aktif komersil justru memiliki nilai kapasitas dan efisiensi adsorpsi yang paling kecil dibandingkan ketiga adsorben yang lain. Hal ini kemungkinan diakibatkan arang aktif kurang cocok sebagai adsorben logam berat karena berdasarkan fungsinya, arang aktif terbagi menjadi 2 jenis, yaitu sebagai pemucat warna dan penyerap uap (Sembiring & Sinaga 2003). Selain itu, permukaan arang aktif bersifat nonpolar sehingga kurang efektif untuk mengadsorpsi Pb 2+. Berdasarkan bentuknya pula, arang aktif terbagi menjadi 2 jenis, yaitu serbuk (powder activated carbon) dan granul (granular activated carbon). Ukuran partikel arang aktif serbuk berkisar antara 15 25 pm (Suzuki 1990), sedangkan arang aktif granul berdiameter antara 10-200Ǻ Arang aktif yang digunakan pada penelitian ini kemungkinan adalah jenis powder activated carbon karena ukuran partikelnya lebih kecil, maka ukuran pori-porinya pun semakin kecil. Ukuran pori-pori yang kecil menyebabkan proses adsorpsi menjadi tidak optimum sehingga nilai kapasitas dan efisiensi adsorpsinya pun rendah. Adsorben campuran M dan P memiliki kapasitas adsorpsi yang lebih besar dari arang aktif, namun pada adsorben M, waktu optimumnya sama dengan arang aktif yaitu 90 menit. Berdasarkan data tersebut, kemungkinan besar adsorben yang akan digunakan di industri adalah adsorben B dan P karena waktu dan bobot yang digunakan lebih sedikit namun kapasitas adsorpsinya lebih besar sehingga dapat meningkatkan efisiensi produksi, maka adsorben yang diukur tipe isotermnya hanya 2, yaitu ampas sagu teraktivasi asam (B) dan ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (75:25) (P). Isoterm Adsorpsi Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk mengetahui proses terbentuknya lapisan adsorbat pada permukaan adsorben apakah monolayer atau multilayer. Kurva isoterm adsorpsi Langmuir dibuat dengan cara menghubungkan c/(x/m) terhadap c, sedangkan isoterm adsorpsi Freundlich dibuat dengan menghubungkan log x/m terhadap log c. Gambar 15 Isoterm Langmuir adsorpsi Pb 2+ oleh ampas sagu teraktivasi asam. Gambar 16 Isoterm Freundlich adsorpsi Pb 2+ oleh ampas sagu teraktivasi asam. Gambar 17 Isoterm Langmuir adsorpsi Pb 2+ oleh ampas sagu teraktivasi asamkaolin teraktivasi asam (75:25).

12 Berdasarkan teori isoterm Langmuir, terdapat sejumlah tertentu sisi aktif adsorben yang membentuk ikatan kovalen atau ion. Pada adsorpsi ion Pb 2+ dengan ampas sagu, kemungkinan terjadi proses pertukaran ion dengan gugus OH dari polisakarida pada ampas sagu. Mekanisme pertukaran ionnya diperkirakan sebagai berikut, Gambar 18 Isoterm Freundlich adsorpsi Pb 2+ oleh ampas sagu teraktivasi asamkaolin teraktivasi asam (75:25). Berdasarkan kurva diatas, isoterm adsorpsi Pb 2+ dengan ampas sagu teraktivasi asam mengikuti tipe isoterm Langmuir karena memiliki linearitas 99.90% (Gambar 15) dengan nilai α dan β masing-masing adalah 77.5194 dan 0.0393 (Lampiran 11). Adsorpsi ion Pb 2+ dengan campuran adsorben ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (75:25) juga mengikuti tipe isoterm Langmuir karena memiliki linearitas sebesar 99.5% (Gambar 17) dengan nilai α dan β masingmasing adalah 6.0241 dan -0.2049 (Lampiran 11). Berdasarkan asumsi yang diambil dari tipe isoterm Langmuir, maka situs aktif pada permukaan adsorben ampas sagu teraktivasi asam dan campuran ampas sagu teraktivasi asam-bentonit (75:25) bersifat homogen dan lapisan adsorbat yang terbentuk pada permukaan adsorben adalah monolayer. Pada tipe isoterm Langmuir, nilai α menggambarkan jumlah yang dijerap atau kapasitas adsorpsi untuk membentuk lapisan sempurna pada permukaan adsorben. Nilai β merupakan konstanta yang bertambah dengan kenaikan ukuran molekuler yang menunjukkan kekuatan ikatan molekul adsorbat pada permukaan adsorben. Ion Positif Adsorbat Ion Positif Permukaan Adsorben Negatif Gambar 19 Adsorpsi ion positif pada permukaan adsorben (Gunton 2004) M 2+ adalah ion logam Pb 2+, -OH adalah gugus hidroksil polisakarida dan Y adalah matriks tempat gugus -OH terikat. Interaksi antara gugus -OH dengan ion logam juga memungkinkan melalui mekanisme pembentukan kompleks koordinasi karena atom oksigen (O) pada gugus -OH mempunyai pasangan elektron bebas, sedangkan ion logam mempunyai orbital d kosong. Pasangan elektron bebas tersebut akan menempati orbital kosong yang dimiliki oleh ion logam, sehingga terbentuk suatu senyawa atau ion kompleks. Ikatan kimia yang terjadi antara gugus aktif pada zat organik dengan ion logam berat berdasarkan teori interaksi asam-basa Lewis yang menghasilkan senyawa kompleks pada permukaan padatan. Pada sistem adsorpsi larutan ion logam, kemungkinan interaksi yang terjadi adalah, [GH] + M z+ [GM (z-1) ] + + H + 2[GH] + M z+ [G 2 M (z-2) ] + + 2H + dimana GH adalah gugus fungsional yang terdapat pada zat organik, dan M adalah ion bervalensi z (Amri et al. 2004). Pada adsorben ampas sagu teraktivasi asam, gugus OH yang terdapat pada adsorben lebih banyak sehingga lebih banyak mengadsorpsi Pb 2+, karena itulah nilai kapasitas adsorpsinya lebih tinggi daripada saat dicampur dengan kaolin yang diaktivasi asam, namun kaolin tetap dapat mengadsorpsi Pb 2+ karena Pb 2+ diikat oleh Si pada kaolin, kemungkinan proses adsorpsinya adalah 2SiO - + Pb 2+ (Si-O) 2 Pb 2Si-OH + Pb 2+ (Si-O) 2 Pb + 2H + (Omar 2007). Mekanisme adsorpsi Pb 2+ belum dapat ditentukan apakah secara fisisorpsi atau kimisorpsi karena harus ada data pendukung yaitu menentukan termodinamika dan kinetika pada proses adsorpsi yang terjadi, sedangkan pada penelitian ini, kedua hal tersebut tidak dilakukan.

13 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Adsorben ampas sagu teraktivasi asam dan campuran ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (75:25) merupakan adsorben yang memiliki kapasitas adsorpsi tertinggi dalam mengadsorpsi ion Pb 2+. Kedua adsorben ini diperoleh dari 16 variasi adsorben ampas sagu teraktivasi asam, ampas sagu teraktivasi basa, kaolin, bentonit, dan campurannya. Adsorben ampas sagu teraktivasi asam dan campuran ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (75:25) terbukti dapat digunakan sebagai adsorben Pb 2+. Kondisi optimum adsorpsi ion Pb 2+ dengan ampas sagu teraktivasi asam dicapai pada waktu 45 menit dan bobot optimum 0.5 gram. Kondisi optimum adsorpsi ion Pb 2+ dengan campuran ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (75:25) dicapai pada waktu 30 menit dan bobot optimum 0.25 gram.tipe isoterm adsorpsi Pb 2+ pada kedua adsorben tersebut adalah tipe isoterm Langmuir. Saran Penentuan waktu dan bobot optimum pada penelitian ini hanya diambil berdasarkan nilai kapasitas adsorpsi yang paling tinggi, namun efisiensi adsorpsinya tidak optimum, sehingga bila ingin melihat pengaruh keduanya, disarankan untuk mengambil keadaan optimum pada persilangan kurva antara nilai kapasitas dan efisiensi adsorpsi. Penelitian ini dilakukan menggunakan larutan tunggal. Penelitian selanjutnya dapat diujicobakan untuk mengadsorpsi Pb 2+ pada limbah campuran. Selain itu, dapat pula dilakukan penelitian lanjutan untuk mencari tipe mekanisme adsorpsi berupa fisisorpsi atau kimisorpsi. DAFTAR PUSTAKA Adenil A, Aziz S, Bujang K, M. Hassan A. 2010. Bioconversion of sago residue into value added products. Biotechnology 9 : 2016-2021. Alemdaroglu T, Akkus G, Onal M, Sarikaya Y. 2003. Investigation of the surface acidity of a bentonite modifed by acid activation and thermal treatment. Turk J Chem 27:675-681. Amri A, Supranto, Fahrurozi M. 2004. Kesetimbangan adsorpsi optional campuran biner Cd(II) dan Cr(III) dengan zeolit alam terimpregnasi 2- merkaptobenzotiazol. Natur Indonesia 6: 111-117. Aripin H, Lestari L, Ismail D, Sabchevski S. 2010. Sago waste based activated carbon film as an electrode material for electric double layer capacitor. Materials Science Journal 4: 117-124. Atkins PW. 1999. Kimia Fisik Jilid 1. Irma I Kartohadiprojo, penerjemah; Rohhadyan T, Hadiyana K, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry. Cahyani RD. 2010. Asetilasi selulosa ampas sagu dan aplikasinya sebagai fase diam kromatografi kolom. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Darma MS. 2010. Adsorptivitas kaolin dan bentonit teraktivasi terhadap heksakloroetana. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Dewi KSP. 2009. Kemampuan adsorpsi batu pasir yang dilapisi besi oksida (Fe 2 O 3 ) untuk menurunkan kadar Pb dalam larutan. Bumi Lestari 9:254-262. Djoefrie HMHB. 1999. Pemberdayaan Tanaman Sagu sebagai Penghasil Bahan Pangan Alternatif dan Bahan Baku Agroindustri yang Potensial dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional [orasi ilmiah]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dudkin B, Loukhina IV, Isupov VP, Avvakumov EG. 2005. Mechanical activation of kaolinite in the presence of concentrated sulfuric acid. Russian Journal of Applied Chemistry 78:33-37. Gunton C. 2004. Adsorption : Should we care. Roach IC: 112-116. Inel O, Albayrak F, Askin A. 1997. Cu and Pb adsorption on some bentonitic clays. Turk J Chem 22:243 252. Kadirvelu K, Kavipriya M, Karthika C, Radhika M, Vennilamani N, Pattabhi S. 2003. Utilization of various agricultural wastes for activated carbon preparation