BAB 2 SINDROMA WAJAH ADENOID. Sindroma wajah adenoid pertama kali diperkenalkan oleh Wilhelm Meyer (1868) di

dokumen-dokumen yang mirip
GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA WAJAH ADENOID YANG DISEBABKAN OLEH HIPERTROPI JARINGAN ADENOID

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang

BAB I PENDAHULUAN. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering dari semua

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah

BAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Farokah, dkk Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran

BAB 2 CELAH LANGIT-LANGIT. yaitu, celah bibir, celah langit-langit, celah bibir dan langit-langit. Celah dari bibir dan langitlangit

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

BAB 1 PENDAHULUAN. Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan fungsi gen pada

4.3.1 Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan menuju Indonesia sehat 2015 yang diadopsi dari

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan

Definisi Bell s palsy

MENANGGULANGI KEBIASAAN BURUK BERNAFAS MELALUI MULUT DENGAN ORAL SCREEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

BAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

FARINGITIS AKUT. Finny Fitry Yani Sub Bagian Respirologi Anak Bagian IKA RS M Djamil- FK Unand

BAB I PENDAHULUAN. trisomi kromosom 21. Anak dengan Down Syndrome memiliki gangguan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. retak), infeksi pada gigi, kecelakaan, penyakit periodontal dan masih banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA CROUZON SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai

BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN

BAB II CELAH PALATUM KOMPLET BILATERAL. Kelainan kongenital berupa celah palatum telah diketahui sejak lama. Pada

PENANGANAN PENDERITA SLEEP APNEA DAN KEBIASAAN MENDENGKUR

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

HAL-HAL YANG BERPENGARUH PADA KOMPOSISI SEKRESI SALIVA. Departemen Biologi Oral FKG USU

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan dari wajah dan rongga mulut merupakan

INDERA PENCIUMAN. a. Concha superior b. Concha medialis c. Concha inferior d. Septum nasi (sekat hidung)

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti

BAB 3 DIAGNOSA DAN PERAWATAN BINDER SYNDROME. Sindrom binder merupakan salah satu sindrom yang melibatkan pertengahan

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. American Association of Orthodontists menyatakan bahwa Ortodonsia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh yang penting. Rongga mulut mencerminkan kesehatan tubuh seseorang karena

aureus, Stertococcus viridiansatau pneumococcus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.4

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas bagian atas, dan sering dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ISPA NON-PNEUMONIA PADA PASIEN ANAK DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK TAHUN 2013 SKRIPSI

SISTEM PERNAFASAN PADA MANUSIA. Drs. Refli., MSc

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN. yang ditimbulkan. Meskipun hanya dari gejala klinis (gejala-gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. langsung dari payudara ibu. Menyusui secara ekslusif adalah pemberian air susu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 2 SINDROMA WAJAH ADENOID 2.1. Pengertian Sindroma wajah adenoid pertama kali diperkenalkan oleh Wilhelm Meyer (1868) di Copenhagen sebagai suatu kelainan dentofasial yang disebabkan oleh obstruksi saluran nafas atas jangka panjang karena hipertropi dari jaringan adenoid. Nama lain dari sindroma wajah adenoid adalah microrhinodysplasia, sindroma wajah panjang atau dummy face syndrome. 7,10 Gejala gejala yang menyertai antara lain pernafasan mulut kronis, obstruksi apnea saat tidur dengan gejala mendengkur, penurunan fungsi pendengaran, penciuman dan pengecapan, sinusitis, suara hiponasal dan maloklusi Klas II Angle divisi 1 dan Klas III Angle. Wilhelm Meyer juga yang pertama kali menyarankan untuk membuang adenoid yang hipertropi dengan prosedur bedah yang disebut adenoidektomi. 11,12 Menurut Linder Arosson (20 00), sindroma wajah adenoid diakibatkan oleh penyumbatan saluran nafas atas kronis oleh karena hipertropi jaringan adenoid. Penyumbatan saluran nafas atas kronis menyebabkan kuantitas pernafasan atas menjadi menurun, sebagai penyesuaian fisiologis penderita akan bernafas melalui mulut. Pernafasan melalui mulut menyebabkan perubahan struktur dentofasial yang dapat mengakibatkan maloklusi, yaitu posisi rahang bawah yang turun dan elongasi, posisi tulang hyoid yang turun sehingga lidah akan cenderung ke bawah dan ke depan, serta meningginya dimensi

vertikal. 2,5,12,13 Gambaran penderita sindroma wajah adenoid dapat terlihat seperti gambar berikut (Gambar 1). Gambar 1. Penderita sindroma wajah adenoid. 21 Penelitian yang dilakukan oleh Quinn dan Ryan menunjukkan prevalansi sindroma wajah adenoid dapat diperkirakan jumlahnya dari tindakan adenoidektomi yang dilakukan sejak awal tahun 1960 sampai tahun 1970-an. Setiap tahunnya di Amerika Serikat terdapat 1 sampai 2 juta kasus tonsilektomi, adenoidektomi atau gabungan keduanya yang terjadi pada anak-anak di bawah usia 15 tahun. Angka ini menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, dimana pada tahun 1996 diperkirakan 248.000 anak (86,4%) menjalani

tonsiloadenoidektomi dan 39.000 lainnya (13,6%) menjalani tonsilektomi saja. Kasus yang serupa juga terjadi di Skotlandia pada anak anak dibawah usia 15 tahun. Sedangkan pada usia remaja sampai dewasa terjadi peningkatan angka tonsilektomi dari 2.919 operasi (1990) menjadi 3.200 operasi (1996). 14-16 Di Indonesia belum ada data nasional mengenai jumlah operasi adenoidektomi atau tonsiloadenoidektomi, akan tetapi berdasarkan data yang didapat dari Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta dan dari Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. Data dari Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito diperoleh bahwa jumlah kasus selama 5 tahun (1999-2003) menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah operasi tonsiloadenoidektomi. Puncak kenaikan yaitu 275 kasus pada tahun 2000 dan terus menurun sampai 152 kasus pada tahun 2003. Demikian pula dari data Rumah Sakit Fatmawati dalam 3 tahun (2002-2004) dilaporkan bahwa terjadi kecenderungan penurunan jumlah operasi tonsiloadenoidektomi setiap tahunnya. 14,15 2.2. Etiologi dan Predisposisi Faktor etiologi utama sindroma wajah adenoid adalah obstruksi saluran pernafasan atas. Batas saluran pernafasan atas adalah dari rongga hidung hingga dinding posterior hipofaring. Penyebab utama obstruksi saluran nafas atas adalah hipertropi jaringan adenoid oleh karena infeksi saluran nafas atas yang berulang (Gambar 2). Infeksi dari bakteri - bakteri yang memproduksi beta-lactamase seperti Beta-hemolytic Sterptoccocus grup A,

Staphylococcus aureus, Moraxella catarrhalis, dan Streptococcus pneumonia atau virus seperti haemophilus Influenzae, apabila mengenai jaringan adenoid akan menyebabkan inflamasi dan hipertropi. Jaringan adenoid yang seharusnya mengecil secara fisiologis sejalan dengan pertambahan usia menjadi membesar dan pada akhirnya menutupi saluran pernafasan atas. Hambatan pada saluran pernafasan atas akan mengakibatkan pernafasan melalui mulut dan pola perkembangan wajah panjang. 1,3,8,16,19 Faktor etiologi lainnya dari sindroma wajah adenoid adalah inflamasi mukosa hidung, deviasi septum nasalis, anomali kogenital, penyempitan lengkung maksila dan kebiasaan buruk. 1,11,17-20 Gambaran skematis mengenai etiologi sindroma wajah adenoid akan diuraikan pada bagan (Gambar 3). Gambar 2. Gambaran hipertropi adenoid yang menyumbat jalur pernafasan. 9

Gambar 3. Skema tentang etiologi sindroma wajah adenoid. 3 Faktor predisposisi sindroma wajah adenoid terbagi menjadi dua, yaitu faktor predisposisi umum dan lokal. Faktor predisposisi umum antara lain polusi lingkungan, alergi, kebersihan yang buruk dan pola hidup yang tidak sehat. Faktor predisposisi lokal antara lain tonsilitis kronis dan otitis media supuratif kronis. 9