BAB I PENDAHULUAN. Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat, Pustaka Setia, Bandung, 2001, hlm. 18.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh pasangan muda yang usianya masih dibawah 15 tahun. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. untuk itu. Perkawinan merupakan faktor untuk membina kerja sama antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB IV ANALISIS. Indonesia. A. Analisis Terhadap Aturan Suscatin di Malaysia dan. Meskipun Indonesia dan Malaysia mempunyai banyak kesamaan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB VI PENUTUP. bawah umur yang berlaku di Kota Batam ; Sebagaimana berlaku di seluruh

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

Mam MAKALAH ISLAM. Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. besar.segala hal yang menyangkut tentang perkawinan haruslah dipersiapkan

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan,

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi masa depan bangsa yang harus dijaga

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun demikian, perkawinan di bawah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. 3 Agar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan cikal bakal terciptanya keluarga sebagai tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB IV ANALISIS TENTANG MEKANISME DAN FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DINI. A. Analisis Mekanisme Perkawinan Usia Dini di desa Kalilembu Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak,

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana di kalangan

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB I PENDAHULUAN. hlm Muhammad Idris Ramulya, Hukum Pernikahan Islam, Suatu Analisis dari Undangundang

Munakahat ZULKIFLI, MA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. menuju zaman modern. Ziauddin Sardar menyebut zaman modern merupakan

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, maka mereka

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak dan kewajiban didalam

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. Qur an, Jakarta:1992, hlm Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahannya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-

BAB I PENDAHULUAN. Adanya suatu perkawinan, dapat diartikan sebagai suatu lembaga, dan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMAKSAAN PERJODOHAN SEBAGAI ALASAN PERCERAIAIN

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. NINlNG SEKTIANINGSIH IMPLMENTASI PENIL\HAN DINI MENURUT UNDANG-UNDANGNO 1 TAHUN 1974

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri

PERSEPSI PELAJAR SMA NEGERI 1 BANJARMASIN DAN SMA NEGERI 2 BANJARMASIN TERHADAP PERNIKAHAN USIA DINI

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. tangga yang sakinah, mawadah dan warohmah. 1 Dan tujuan perkawinan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai Derajat Sarjana S-1 Progran Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pernikahan secara jelas dijabarkan dalam Al-Qur an dan hadits Nabi, yaitu menciptakan ketenangan jiwa bagi suami dan isteri (QS. Al-Rum:21) untuk menyalurkan kebutuhan biologis sesuai dengan syariat Islam dan melahirkan generasi yang lebih berkualitas (QS. Al-nisa: 1) menjaga pandangan mata dan menjaga kehormatan diri. (H.R. Bukhari dan Muslim); dan pendewasaan diri bagi pasangan suami isteri. Untuk mencapai tujuan yang mulia tersebut, maka dibutuhkan persiapan yang matang bagi calon suami dan istri yang hendak membina keluarga. Landasan teologis inilah yang mendasari landasan yuridis formal UU No 1 tahun 1974 yang dirinci dengan berbagai pasal-pasalnya dan kompilasi hukum Islam. UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 1 menyebutkan bahwa Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Pernikahan di bawah umur atau lebih dikenal dengan istilah pernikahan dini merupakan salah satu fenomena sosial yang banyak terjadi diberbagai tempat di tanah air, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kalau ditelisik lebih jauh, fenomena pernikahan dini bukanlah hal yang baru di Indonesia, khususnya di daerah Jawa. Nenek moyang kita dahulu banyak menikahi gadis di bawah umur. Bahkan zaman dulu pernikahan pada usia matang akan menimbulkan preseden buruk di mata masyarakat. Perempuan tidak segera menikah justru akan mendapat tanggapan miring atau lazim disebut perawan kaseb (tua). Seiring perkembangan zaman persepsi masyarakat justru sebaliknya, arus globalisasi yang melaju dengan deras mengubah cara pandang masyarakat. Perempuan yang menikah di masa belia sebagai hal tabu. 1 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat, Pustaka Setia, Bandung, 2001, hlm. 18. 1

2 Bahkan, lebih jauh lagi, hal itu dianggap menghancurkan masa depan anak, khususnya wanita, memberangus kreativitas, serta mencegah wanita untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Pernikahan dini merupakan gejala sosial masyarakat yang dipengaruhi oleh kebudayaan yang mereka anut, yaitu tindakan yang dihasilkan oleh olah pikir masyarakat setempat yang sifatnya bisa saja masih mengakar kuat pada kepercayaan masyarakat tersebut. Masalah pernikahan dini adalah isu-isu lama yang sempat tertutupi oleh tumpukan lembaran sejarah dan kini, isu tersebut mulai muncul di permukaan. Hal ini tampak dari dahsyatnya benturan ide yang terjadi antara sarjana Islam Klasik dalam merespon kasus-kasus tersebut. Pendapat yang di gawangi Ibnu Syubromah mnyatakan bahwa agama melarang pernikahan dini (pernikahan sebelum usia baligh). Menurutnya niai esensial pernikahan adalah memenuhi kebutuhan biologis dan melanggengkan keturunan, dan kedua hal ini tidak terdapat pada anak yang belum baligh. Ia lebih menekankan pada tujuan pokok pernikahan. Ibnu Syubromah mencoba melepaskan diri dari kungkungan teks dan memahami masalah ini dari aspek historis, sosiologis, kulturl yang ada. Oleh karena itu, dalam menyikapi pernikahan Nabi SAW dengan Aisyah (yang saat itu berusia 6 tahun), Ibnu Syubromah menganggap sebagai ketentuan khusus Nabi SAW yang tidak bisa ditiru umatnya. Sebaliknya mayoritas pakar hukum Islam melegalkan pernikahan dini. Pemahaman ini sebagai hasil intreprestasi dari Alqur an surat At-Thalaq ayat 4. Disampng itu sejarah telah mencatat bahwa baginda Nabi SAW telah menikahi Aisyah pada saat usia masih sangat muda. Begitu pua pernikahan dini merupakan hal yang lumrah dikalangan sahabat. Bahkan, sebagaian ulama menyatakan bahwa pembolehan nikah dibawah umur sudah menjadi konsesus pakar hukum islam. Wacana yang diluncurkan Ibnu Syubromah dinilai lemah dari sisi kualitas dan kuantitas. Sehingga gagasan

3 ini tidak dianggap. Selain itu, kontruksi hukum yang dibangun Ibnu Syubromah sangat rapuh dan mudah terpatahkan2. Sebenarnya, amat sulit menentukan umur berapa sebaiknya seseorang menikah atau berapa batas umur untuk dapat di sebut Sudah matang atau cukup dewasa untuk berkeluarga. Umur dewasa atau umur matang pada setiap anak tidak sama, ada yang cepat matang dan ada pula yang lambat, tergantung pembawaan alam dan iklim tempat tinggal, atau juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, tingkat sosil dan ekonomi keluarga anak tersebut. Batas umur baligh berakal dalam Islam pun belum berarti sudah matang tetapi permulaan dari kematangan atau kedewasaan seseorang. Bagaimanapun suatu perkawinan yang sukses tidak dapat diharapkan dari mereka yang masih mentah baik pisik ataupun mental spiritual. Perkawinan meminta kedewasaan dan tanggung jawab dan oleh karenanya anak-anak muda menunggu dengan sabar sampai sudah cukup umur untuk suatu perkawinan3. Terlepas dari semuanya itu, pernikahan dini juga mempunyai sisi positif karena saat ini pacaran dan pergaulan yang dilakukan pasangan muda mudi acap kali tidak mengindahkan norma-norma agama. Kebebasan yang sudah melampaui batas, dan akibat kebebasan itu kerap kita jumpai menyebabkan tindakan asusila di masyarakat. Fakta ini menunjukan betapa moral bangsa sudah sampai pada taraf yang memprihatinkan. Sebagai salah satu jawaban dari problema ini, pernikahan dini merupakan upaya meminimalisasikan tindakan tindakan negatif tersebut. Daripada terjerumus dalam pergaulan yang kian mengkhawtirkan, jika sudah ada yang siap untuk bertanggung jawab dan itu legal dalam pandangan syara maka pernikahan dini merupakan solusi yang pas. Dinamika masyarakat pun berbeda dan senantiasa berkembang dalam rangka memberi berkembangnya makna terhadap pernikahan dini, seiring dengan lingkungan sosial-budaya, ilmu pengetahuan, serta 2 Dedi Supriyadi, Fiqh Munakahat Perbandingan, CV Pustaka setia, Jakarta, 2011, hlm. 3 Dirjen Bimas Islam dan Haji, Menuju Keluarga Sakinah, jakarta, 1997, hlm. 64. 58.

4 berkembangnya sosial-ekonomi masyarakat. Perkawinan anak anak pada beberapa dasawarsa yang lalu memang masih marak dilakukan oleh para orang tua, khususnya di beberapa kawasan nusantara akibat pengaruh adat kebiasaan setempat. Anak anak yang belum matang jiwa raganya, dijodohkan oleh orang tua, tanpa mereka tahu akan art dan makna perkawinan yng di lakoninya. Pada peristiwa seperti itu, justru kehendak dan kepentingan orang tua dijadikan batu ukur, tanpa memperdulikan kebutuhan anak yang masih terlalu muda untuk membangun sebuah keluarga.4 Selanjutnya akan menjadi lain masyarakat dalam memberi makna dibalik fenomena pernikahan dini manakala kita lihat pada masyarakat yang sudah berjalan, dimana hubungan antar manusia didasarkan pada kepentingan pribadi yang bersifat rasional, terbuka, dan keprcayaan terhadap manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi sudah berkembang pesat. Mereka menilai pernikahan pada usia yang sangat muda dinilai sebagai pengkerdilan hak anak. Sebagai upaya penelitian tentu saja terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai antara lain untuk menjelaskan hal-hal yang melatari masyarakat melakukan pernikahan dini, serta mengungkap problematika dan dampak sosial, hukum, ekonomi dan kesehatan reproduksi bagi pasangan yang melaksanakan pernikahan dini tersebut. Selain itu yang lebih urgen yaitu mengungkap upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulangi terjadinya pernikahan dini di kalangan masyarakat. Pernikahan dini menimbulkan kesulitan tersendiri bagi perempuan dan anak yang dilahirkannya, antara lain: hilangnya masa anak yang ceria bagi perempuan yang kawin di bawah umur, karena mereka dikondisikan untuk menjalani kehidupan orang dewasa perempuan yang melaksanakan pernikahan dini telah dilemahkan dalam tahap kehidupannya, khususnya terkait dengan hak-hak reproduksinya. Dalam posisinya sebagai istri, dalam beberapa kasus ketika perkawinan dan keluarga yang dibangun 4 53. Moch. Isnaeni, Hukum Perkawinan Indonesia, Pt Refika Aditama, Bandung, 2016, hlm.

5 tidak diawali dengan keinginan dan cinta dari pasangan, maka selama perkawinan tersebut ia harus berhubungan seksual dengan lelaki yang tidak dikehendakinya, tidak terlibat dalam memutuskan kapan dan berapa kali ia akan hamil/melahirkan. Dalam posisinya sebagai ibu, perempuan yang nikah dini menyebabkan perempuan kurang pengetahuan dan pengalaman yang memadai dalam mendidik putra-putrinya. Tidak cukup pendidikan dan keterampilan, dituntut untuk berperan sebagai kepala keluarga. Pada sisi lain, Negara memandang bahwa persoalan tersebut adalah persoalan perempuan, bukan persoalan Negara, akibat lebih lanjut adalah rapuhnya fondasi perkawinan, sehingga tujuan perkawinan sebagaimana tersebut di atas jauh dari kenyataan. Pertanyaan yang masih tersisa adalah apakah tradisi dan pernikahan dini tersebut bisa dihapuskan atau paling tidak diminimalisir?, karena hampir 40 tahun semenjak hadirnya UU No 1 tahun 1974 kasus pernikahan dini masih banyak dijumpai dalam masyarakat. Tradisi dan adat kebiasaan masyarakat yang mendukung dilakukan pernikahan dini perlu ditata kembali, sehingga tidak menimbulkan masalah dan terjadi kontradiksi antara adat istiadat/tradisi dan aturan perundangan yang berlaku. Tidak adanya sanksi bagi yang melanggar undang-undang yang hingga sekarang masih berlaku, membuat orang tidak merasa bersalah melakukan praktek pernikahan dini. Yang tidak kalah penting dalam mewujudkan tujuan perkawinan adalah mempersiapkan diri bagi pasangan yang akan melaksanakan perkawinan, baik persiapan fisik, mental, emosi, sosial, ekonomi serta agama yang kuat. Di samping itu perlu memberikan bekal yang cukup bagi para calon pengantin yang akan membentuk keluarga. Dengan demikian pembekalan bagi pasangan calon pengantin menjadi wajib untuk dilakukan, termasuk diantaranya diberikan informasi seputar perundangan yang berlaku di Indonesia. Kerjasama lintas sektor dan partisipasi dari berbagai elemen masyarakat dibutuhkan guna mewujudkan tujuan perkawinan yang mulia sebagaimana tersebut di awal tulisan ini. Ihtiyar lain yang dilakukan antara lain dengan kawin cukup umur dan tercatat

6 oleh Petugas Pencatat Nikah. Negara yang berkualitas berangkat dari masyarakat yang berkualitas. Masyarakat berkualitas berasal dari keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah serta maslahah. Desa porangparing adalah desa yang terletak di tengah-tengah pegunungan kendheng utara yang membentang dari Tuban sampai Taban. Tepatnya masuk wilayah Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati. Oleh karena itu, hal ini menarik untuk diteiti. Secara umum penulis ingin mengetahui bagaimana Pandangan Masyarakat Desa Porangparing Terhadap Pernikahan Dini. B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penelitian ini berfokus pada bagaimana pandangan masyarakat Desa Porangparing Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati terhadap pernikahan dini, mencari tahu apa yang menjadi penyebab terjadinya pernikahan dini, bagaimana pandangan masyarakat, tokoh agama dan perangkat desa terhadap terjadinya pernikahan dini, upaya-upaya apa yang dilakukan dalam menanggulangi terjadinya pernikahan dini di kalangan masyarakat. Adapun yang dimaksud masyarakat dalam penelitian ini adalah Tokoh agama, Perangkat Desa, Orang tua dari pelaku pernikahan dini dan remaja pelaku pernikahan dini. Obyek penelitian terfokus pada gejala sosial yang bersifat holistik (menyeluruh, dan tak dapat di pisah-pisahkan), yaitu situasi sosial yang meliputi aspek tempat (place), aspek palaku (actor), aspek aktifitas (actvity), yang ketiganya berinteraksi secara sinergis di Desa Porangparing. C. Rumusan Masalah Berdasarkan fokus masalah diatas, maka permasalahanya dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana pandangan masyarakat Desa Porangparing Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati terhadap pernikahan dini?

7 2. Apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya pernikahan dini? 3. Upaya-upaya apa yang dilakukan dalam meminimalisir terjadinya pernikahan dini di kalangan masyarakat? D. Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1. Memaparkan pandangan masyarakat Desa Porangparing Kecamatan Sukolilo terhadap pernikahan dini. 2. Mengungkap faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan pernikahan dini. 3. Mengungkap upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisir terjadinya pernikahan dini. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara akademis maupun praktis. 1. Segi Akademis Sebagai dasar bagi studi-studi selanjutnya dan memberikan gambaran tentang makna pernikahan dini bagi masyarakat Desa Porangparing Kecamatan Sukolilo. 2. Segi Praktis Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan terhadap masyarakat yang berfikir bahwa pernikahan dini itu cenderung ke hal yang negatif. Padahal banyak posisi positifnya. Dan selain itu diharapkan dapat memberikan sedikit gambaran bagi peneliti-peneliti yang lain yang berkepentingan dalam penulisan masalah ini. F. Sistematika Penulisan Agar skripsi ini teratur secara sistematis, penulis membagi pembahasan menjadi 5 bab, masing-masing bab terdiri dari sub bab, yakni :

8 Bab I. Berisi pendahuluan yang didalamnya menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah,tujuan penelitian, manfaat penelitan dan sistematika penulisan skripsi. Bab II. Kajian Pustaka Bab kedua membahas tentang deskripsi pustaka, hasil penelitian terdahulu, serta kerangka berfikir. Bab III. Metode Penelitian Bab ketiga berisi tentang pendekatan penelitian, sumber data, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, uji keabsahan data, dan analisa data. Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab keempat menyajikan tentang pandangan masyarakat Desa Porangparing terhadap pernikahan dini, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini serta upaya-upaya yang dilaksanakan dalam menekan angka pernikahan dini. Bab V. Penutup Merupakan penutup yang mencakup kesimpulan dan sara-saran.