BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

dokumen-dokumen yang mirip
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Penghasilan : Definisi pajak yang dikemukakan oleh S.I.

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2

Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak?

SIAPA PEMBAYAR PAJAK: WAJIB PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.28 Tahun 2007

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORITIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II TINJUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KUP NPWP DAN SPT. Amanita Novi Yushita, M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

BAB VI KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

BAGIAN 1 NOMOR POKOK WAJIB PAJAK. e-registration melalui laman Direktorat Jenderal Pajak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak? (Oleh : Johannes Aritonang -Widyaiswara Madya pada BDK Pontianak)

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Definisi. SPT (Surat Pemberitahuan)

UU 9/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1994 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut:

Peraturan Perundang-undangan mengenai Perpajakan juga telah dikeluarkan. oleh Pemerintah Indonesia sebagai Payung Hukum bagi pihak-pihak yang

Surat Ketetapan Pajak. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

NPWP dan Pengukuhan PKP

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 27/PJ/2008 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGANTAR PERPAJAKAN BENDAHARA

BAB II ASPEK-ASPEK HUKUM TENTANG PEMALSUAN FAKTUR PAJAK

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

Hukum Pajak. Kewajiban Perpajakan (Pertemuan #9) Semester Genap

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN.

NOMOR 9 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut P. J. A. Adriani yang telah diterjemahkan oleh R.

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Implementasi merupakan tahap

NPWP & Pengukuhan PKP. Beberapa Pengertian Yang Perlu Diketahui

Transkripsi:

II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, S.H. dalam buku Pengantar Ilmu Hukum Pajak (1991:2). Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Kutipan beberapa pengertian pajak yang dikemukakan para ahli lainnya adalah sebagai berikut: 1. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan (1990:5) menyatakan Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 2. Pengertian pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja dari disertasinya yang berjudul Pajak Berdasarkan Azas Gotong Royong menyatakan Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan 9

norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Menurut Pasal 1 angka 1 (satu) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang dimaksud dengan pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut: 1. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih dapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. 5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur. II.1.2. Fungsi Pajak Menurut Mardiasmo (2008), pajak mempunyai 2 (dua) fungsi yang berbeda dalam pelaksanaannya, antara lain: a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara). 10

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya. b. Fungsi Regulerend (Mengatur). Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. II.1.3. Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2008), terdapat 3 (tiga) sistem pemungutan pajak, yaitu: a. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. 2) Wajib Pajak bersifat pasif. 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. b. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. 2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. 3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 11

c. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak. II.1.4. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Menurut Pasal 1 angka 2 (dua) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 yang dimaksud dengan Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. A. Hak Wajib Pajak 1. Hak untuk menerima Tanda Bukti Pemasukkan Surat Pemberitahuan (Pasal 6 Ayat (1) KUP). 2. Hak mengajukan permohonan dan penundaan penyampaian Surat Pemberitahuan (Pasal 3 Ayat (4) KUP). 3. Hak melakukan pembetulan dengan kemauan sendiri Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan (Pasal 8 Ayat (1) KUP). 4. Hak untuk mengajukan permohonan pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan paling lama 12 (dua belas) bulan 12

yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Pasal 9 Ayat (4) KUP). 5. Hak mengajukan permohonan perhitungan atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak serta berhak memperoleh kepastian terbitnya surat keputusan kelebihan pembayaran pajak, surat keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (Pasal 11 Ayat (1) jo. Pasal 17 Ayat (2) KUP). 6. Hak mengajukan permohonan pembetulan salah tulis atau salah hitung atau kekeliruan yang terdapat dalam SKP dalam penerapan Peraturan Perundang- Undangan Perpajakan (Pasal 16 KUP). 7. Hak mengajukan Surat Keberatan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut perhitungan Wajib Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim Surat Ketetapan Pajak (Pasal 25 Ayat (2) dan (3) KUP). 8. Hak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut (Pasal 27 KUP). 9. Hak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan pengenaan sanksi administrasi perpajakan (Pasal 36 Ayat (1) KUP). 10. Hak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan (Pasal 32 Ayat (3) KUP). 13

B. Kewajiban Wajib Pajak 1. Mendaftarkan diri dan meminta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) (Pasal 2 KUP). 2. Kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (Pasal 3 Ayat (1) KUP). Setiap Wajib Pajak, wajib mengisi SPT, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 3. Kewajiban membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas Negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Pasal 10 Ayat (1) KUP). 4. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan (Pasal 28 KUP). Pada prinsipnya Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan. Namun, Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan. Pencatatan terdiri dari data yang 14

dikumpulkan secara teratur tentang peredaran bruto dan/atau penerimaan penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang. 5. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan (Pasal 25 Ayat (3a) KUP). 6. Wajib Pajak yang diperiksa wajib memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan serta dokumen yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, memberi kesempatan untuk memasuki tempat/ruang yang dipandang perlu, dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, serta memberi keterangan lain yang diperlukan (Pasal 29 Ayat (3) KUP). II.2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pendaftaran Wajib Pajak/Nomor Pokok Wajib Pajak diatur dalam Pasal 2 Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. 15

Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah: Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan, wajib mendaftarkan diri paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP akan dikenakan sanksi perpajakan. II.2.1. Fungsi NPWP Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) memiliki beberapa fungsi sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui identitas Wajib Pajak; 2. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. II.2.2. Format NPWP NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan. Formatnya adalah sebagai berikut: XX. XXX. XXX. X. XXX. XXX 16

Lebih lanjut NPWP dapat dirinci sebagai berikut: 2 digit pertama adalah identitas Wajib Pajak; 6 digit kedua merupakan nomor registrasi/urut yang diberikan Kantor Pusat DJP kepada KPP; 1 digit ketiga diberikan untuk KPP sebagai alat pengaman agar tidak terjadi pemalsuan dan kesalahan NPWP; 3 digit keempat adalah kode KPP; 3 digit terakhir adalah status Wajib Pajak (Tunggal, Pusat, atau Cabang). II.2.3. Penghapusan NPWP Penghapusan NPWP dapat dilakukan dalam hal: 1) Wajib Pajak meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan. 2) Wanita kawin. 3) Warisan yang sudah dibagi. 4) Wajib Pajak Badan yang sudah dibubarkan. 5) Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya. II.3. Surat Pemberitahuan (SPT) Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, Objek Pajak dan/atau bukan Objek Pajak dan/atau harta dan kewajiban, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang KUP juga menegaskan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak untuk mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas dalam bahasa 17

Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Dan ditegaskan pada Pasal 3 Ayat (2) bahwa untuk setiap Wajib Pajak yang wajib mengisi SPT dan Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, mengambil sendiri SPT atau mengambil dengan cara lain yang tata caranya diatur oleh Menteri Keuangan. II.3.1. Fungsi SPT Menurut Mardiasmo (2008), fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak; b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak; c. Harta dan kewajiban; dan/atau d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak Orang Pribadi atau Badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak 18

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bagi pemotongan atau pemungutan pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. II.3.2. Pembetulan SPT Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Dalam hal pembetulan Surat Pemberitahuan menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan. Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan maupun Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. 19

Walaupun telah dilakukan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar. Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan: a. Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil; b. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar; c. Jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau d. Jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan. Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ini beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan. Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima ketetapan pajak, Surat Keputusan 20

Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. II.3.3. Jenis SPT Jenis SPT sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 181/PMK 03/2007 meliputi: 1. Surat Pemberitahuan Masa, yaitu Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak yang terdiri dari: a. SPT Masa Pajak Penghasilan; b. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai; dan c. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. 2. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, yaitu Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. II.3.4. Batas Waktu Penyampaian SPT Sesuai Pasal 3 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, batas waktu penyampaian SPT diatur: a. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak; 21

b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; c. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. II.4. Sanksi Keterlambatan Pembayaran dan Penyetoran Pajak Terutang Keterlambatan dalam pembayaran dan penyetoran berakibat dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur pula batas waktu pembayaran kekurangan pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan yaitu harus dibayar lunas sebelum SPT Pajak Penghasilan disampaikan atau yang dikenal dengan Pajak Penghasilan Pasal 29 (PPh Pasal 29). Apabila Wajib Pajak membayar atau menyetor PPh Pasal 29 setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Demikian pula untuk Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. Khusus Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan 22

dimaksud dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. II.5. Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana Sehubungan Dengan SPT dan NPWP Kepada Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang sehubungan dengan SPT dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana. 1. Apabila Surat Pemberitahuan Wajib Pajak tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan atau batas waktu perpanjangan Surat Pemberitahuan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai; Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya; dan Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan; serta Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. 2. Pasal 38 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa, apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT, atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar karena kealpaan Wajib Pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 23

(dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. 3. Pasal 39 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan apabila dengan sengaja Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar, atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Untuk mencegah adanya pengulangan tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan dikenai pidana lebih berat yaitu ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana yang diatur di atas. 4. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 Ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 Ayat (1) huruf d Undang-Undang KUP, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau perkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 24

(dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau perkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau perkreditan yang dilakukan. II.6. Kebijakan Penghapusan Sanksi Administrasi (Sunset Policy) II.6.1. Pengertian Sunset Policy adalah fasilitas penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga yang diatur dalam Pasal 37A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007). II.6.2. Latar Belakang Undang-Undang KUP Tahun 2007 memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk menghimpun data perpajakan dan mewajibkan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya untuk memberikan data kepada Direktorat Jenderal Pajak. Ketentuan ini memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak mengetahui ketidakbenaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan oleh masyarakat. Untuk menghindarkan masyarakat dari pengenaan sanksi perpajakan yang timbul apabila masyarakat tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar, Direktorat Jenderal Pajak di tahun 2008 memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mulai memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela dan melaksanakannya dengan benar. II.6.3. Dasar Hukum a. Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; 25

b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 66/PMK.03/2008 tanggal 29 April 2008 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 12/PMK.03/2009 tanggal 02 Februari 2009; c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-27/PJ./2008 tanggal 19 Juni 2008 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-13/PJ./2009 tanggal 23 Februari 2009; d. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-31/PJ./2008 tanggal 19 Juni 2008 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-33/PJ./2008 tanggal 27 Juni 2008; e. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-34/PJ./2008 tanggal 31 Juli 2008; f. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tanggal 31 December 2008. II.6.4. Yang Dapat Memanfaatkan Sunset Policy Yang dapat memanfaatkan Sunset Policy, adalah: 1. Orang Pribadi yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang dalam tahun 2008 secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk Tahun Pajak 2007 dan tahun-tahun pajak sebelumnya paling lambat 31 Maret 2009. 2. Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang telah memiliki NPWP sebelum tahun 2008, yang menyampaikan pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2006 dan tahun-tahun pajak sebelumnya untuk melaporkan penghasilan yang belum diperhitungkan dalam pelaporan SPT Tahunan PPh yang telah disampaikan. 26

II.6.5 Orang Pribadi Yang Belum Memiliki NPWP Orang Pribadi yang belum memiliki NPWP dapat memanfaatkan Sunset Policy dengan cara: 1. Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Orang Pribadi tersebut bertempat tinggal (KPP Domisili) atau melalui e-registration dalam tahun 2008. 2. Mengisi SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2007 dan tahun-tahun pajak sebelumnya (sejak memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak). 3. Melunasi pajak yang harus dibayar berdasarkan SPT Tahunan PPh ke Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). 4. Menyampaikan SPT Tahunan PPh yang dilampiri dengan SSP, paling lambat tanggal 31 Maret 2009, ke KPP Domisili (KPP tempat Wajib Pajak terdaftar). II.6.6. Orang Pribadi atau Badan Yang Telah Memiliki NPWP Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang telah memiliki NPWP dapat memanfaatkan Sunset Policy dengan cara: 1. Membetulkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2006 dan/atau tahun-tahun pajak sebelumnya yang telah disampaikan dengan cara mengisi kembali formulir SPT Tahunan tersebut, apabila menurut Wajib Pajak masih terdapat kekurangan pajak yang harus dibayar. 2. Melunasi kekurangan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan pembetulan SPT Tahunan PPh ke Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). 27

3. Menyampaikan pembetulan SPT Tahunan PPh yang dilampiri dengan SSP paling lambat tanggal 31 Desember 2008 (diperpanjang sampai dengan tanggal 28 Februari 2009 sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2008) ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. II.6.7. Keuntungan Memanfaatkan Sunset Policy 1. Tidak dikenai sanksi administrasi berupa bunga; 2. Tidak dilakukan pemeriksaan, kecuali SPT yang disampaikan menjadi Lebih Bayar atau di kemudian hari ditemukan data atau keterangan lain yang ternyata belum dilaporkan di SPT tersebut; 3. Apabila Wajib Pajak sedang diperiksa dan belum disampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP), pemeriksaan akan dihentikan; 4. Data dan/atau informasi yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh terkait dengan pemanfaatan Sunset Policy tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas jenis pajak lainnya. II.6.8. Pemeriksaan Pajak 1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri dan menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, tidak dilakukan pemeriksaan, kecuali: a. Terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersebut tidak benar, atau b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menyatakan lebih bayar atau rugi. 28

Dalam hal terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang telah disampaikan dilakukan pemeriksaan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a atau huruf b, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak atas seluruh kewajiban perpajakan. 2. Apabila Wajib Pajak membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang sedang dilakukan pemeriksaan, berlaku ketentuan sebagai berikut: Pemeriksaan tersebut dihentikan kecuali untuk pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan atas pajak lainnya yang menyatakan lebih bayar, atau Pemeriksaan tersebut tetap dilakukan berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak. 3. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan ternyata menyatakan lebih bayar, pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dianggap sebagai pencabutan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan. 4. Wajib Pajak yang dalam tahun 2008 (diperpanjang sampai dengan tanggal 28 Februari 2009 sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2008) menyampaikan pembetulan SPT Tahunan Pajak Penghasilan tidak dilakukan pemeriksaan, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersebut tidak benar. 29

5. Terhadap pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang telah disampaikan dilakukan pemeriksaan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak atas seluruh kewajiban perpajakan. 30