Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung

dokumen-dokumen yang mirip
Studi Deskriptif School Engagement Siswa Kelas X, XI Dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan merupakan

Hubungan antara Parent Involvement dengan Student Engagement pada Siswa Kelas XI di SMK TI Garuda Nusantara Cimahi

BAB I PENDAHULUAN. yang cacat, termasuk mereka dengan kecacatan yang berat di kelas pendidikan umum,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan

1 2

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi yang berpengaruh pada bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. wajib mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan dasar ditempuh selama

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Sistem pendidikan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. tingkat dasar, menengah dan perguruan tinggi (Kemendiknas, 2010). Pendidikan yang disediakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan nasional. Melalui pendidikan yang baik, akan lahir manusia Indonesia yang mampu

BAB II LANDASAN TEORI. dalam ruang lingkup sekolah konsep engagement meliputi beberapa bagian, yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak terlepas dan bersifat sangat

PENGARUH KONTEKS TEMAN SEBAYA TERHADAP KETERLIBATAN BELAJAR DENGAN MEDIATOR SELF- SYSTEM PROCESSES

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR LAMPIRAN... xiii. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Pengertian dan Batasan Usia Remaja...

Studi Deskriptif Mengenai Kegigihan (Grit) dan Dukungan Sosial pada Siswa Gifted Kelas X IA di SMAN 1

BAB I PENDAHULUAN. manusia, karena tujuan pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha mewujudkan suasana belajar bagi peserta

STUDI MENGENAI SELF REGULATION PADA SISWA KELAS XI DI KELAS IQ SMA PASUNDAN 1 BANDUNG. Eni Nuraeni Nugrahawati, 2 Yuaninta Sari, 3 Delis Irmawati

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang ada di dalamnya tentu perlu membekali diri agar benar-benar siap

BAB I PENDAHULUAN. rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan belajar yang menjadi acuan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

Hubungan antara Student Engagement dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas XI di Pesantren Persatuan Islam No. I Bandung

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

Orientasi masa depan domain higher education dengan keterlibatan siswa terhadap siswa/i kelas X dan XI SMA

ABSTRAK. ii Universitas Kristen Maranatha

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak yang Bekerja sebagai Buruh Nelayan di Desa Karangsong Indramayu

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam suatu perkembangan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pendidikan individu diharapkan mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. kritis, kreatif dan mampu bersaing menghadapi tantangan di era globalisasi nantinya.

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. siswa SMP kelas VII. Siswa SMP kelas VII memasuki tahap remaja awal.

Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Guru memegang peranan penting terhadap keberhasilan belajar siswa,

Penyesuaian Akademis Mahasiswa Tingkat Pertama

BAB I PENDAHULUAN. SMPN T Kota Bandung merupakan salah satu SMP Negeri yang. mendapat nilai akreditasi A dari pemerintah melalui Dinas Pendidikan Kota

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana yang menjadi jembatan penghubung peradaban bangsa

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal dapat ditempuh mulai dari tingkat terendah yaitu pre-school/

Hubungan Antara Self Control Dan Flow Pada Santri Tahfidz Qur an X Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. penting dan sangat strategis. Sumber manusia yang berkualitas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan/dimanfaatkan; serta (3) Siswa memiliki kesulitan untuk memahami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Wulan Sari, 2014 Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe Stad Terhadap Kemampuan Analisis Siswa

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada populasi atau sampel yang diambil adalah

School Engagement pada Siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Guru merupakan salah satu unsur yang penting dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (SDM) yang berkualitas. Manusia harus dapat menyesuaikan dengan

I. PENDAHULUAN. manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka keberadaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu

BAB II KAJIAN TEORI. ada yang menyebutnya dengan istilah school engagement. Meskipun. terdapat suatu kesepakatan umum bahwa student engagement atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Batasan Usia Remaja (Hurlock 1980:206)

KONTRIBUSI PERSEPSI TENTANG KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU TERHADAP KETERIKATAN SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan banyak diperoleh melalui pendidikan, terutama sekolah. Untuk

Hubungan antara Persepsi terhadap Pola Asuh Orang Tua dengan Keterampilan Sosial Buruk pada Remaja Kelas XI di SMAN 1 Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPS KERAGAMAN SUKU BANGSA DAN BUDAYA DENGAN PERMAINAN TEMBAR PADA SISWA KELAS 4 A SDN SEMBORO 01 JEMBER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. ( ISAK_TOROBI/T_ADP _Chapter1.pdf).

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengembangkan potensi siswa secara optimal. senantiasa mengharapkan agar siswa-siswanya dapat belajar serta mencapai hasil

BAB II LANDASAN TEORI

ABSTRAK Pearson Alpha Cronbach

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

UPAYA PENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI MELALUI PEMBELAJARAN TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan perkembangan suatu bangsa ke arah

Hubungan antara Self-Esteem dengan Perilaku Compulsive Buying pada Remaja Anggota Hansamo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepuasan yang tinggi pula terhadap aktivitas belajar (Chang, 2012), sehingga apa pun yang

BAB I PENDAHULUAN. Individu mulai mengenal orang lain di lingkungannya selain keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. sekedar persaingan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) saja, tetapi juga produk dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Studi Deskriptif Mengenai Self Control pada Remaja Mengenai Kedisiplinan di Panti Asuhan X

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

Transkripsi:

Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung 1 Rida Ayu Mustika, 2 Sulisworo Kusdiyati 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 e-mail: 1 ridaayumustika@gmail.com, 2 sulisworo.kusdiyati@gmail.com Abstrak. Masa remaja adalah masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa, salah satu tugas perkembangan remaja adalah mengembangkan keterampilan intelektual (Hurlock, 1996). Untuk mempersiapkan itu, remaja dididik di sekolah untuk belajar dan menerima pendidikan. Manfaat dari pendidikannya, dapat ditentukan dengan pemahaman dan pendalaman siswa dalam proses belajarnya. Pada siswa SMA Pasundan 1 Bandung, terdapat siswa yang memiliki nilai dibawah KKM terutama di kelas XI IPS. Siswa-siswa tersebut memperlihatkan perilaku seperti siswa sering tidak mengikuti kegiatan belajar, siswa tidak memperhatikan dan fokus pada pelajaran, siswa sering merasa bosan dan jenuh dengan kegiatan belajar yang ada di sekolah, padahal keterlibatan siswa dalam belajar merupakan hal yang penting dan dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data empirik siswa mengenai Student engagement dan faktor-faktor terkait di SMA Pasundan 1 Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi deskriptif dengan populasinya yaitu 50 siswa. Pengumpulan data Student engagement dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang didasarkan pada konsep dari James.P. Connell. Berdasarkan hasil pengolahan data, didapatkan hasil bahwa 33 siswa memiliki Student engagement rendah dan 17 siswa memiliki Student engagement tinggi. Kata Kunci: Remaja, Student engagement, Studi Deskriptif A. Pendahuluan Sekolah menengah atas adalah bentuk satuan pendidikan menengah yang menyelengarakan program pendidikan tiga tahun setelah sekolah lanjutan tingkat pertama (SMP). Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 1990 mengemukakan bahwa pendidikan menengah mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk pelaksanaan jenis pekerjaan tertentu, dimana siswa mampu berprestasi dan menjadi pribadi yang mandiri. SMA Pasundan 1 merupakan salah satu SMA swasta di daerah Bandung yang didirikan oleh Yayasan Paguyuban Pasundan. Di SMA Pasundan 1 Bandung ini, dikenal dengan budaya sundanya dimana selain menciptakan siswa yang berprestasi secara akademik, siswa juga dibentuk untuk dapat memuliakan, mengembangkan budaya sunda. Untuk kegiatan sunda yang ada di sekolah, pada hari rabu siswa dituntut untuk berpakaian adat sunda dan berbicara dengan bahasa sunda. Selain itu, ketika mata pelajaran bahasa sunda siswa juga dituntut untuk menggunakan bahasa sunda. Salah satu visi dan misi dari SMA Pasundan 1 Bandung adalah menciptakan sekolah unggul dalam kompetisi akademik, seni budaya, dan olahraga, melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dan menumbuhkan dan mengembangkan siswa yang kreatif, inovatif dan berprestasi dilandasi etika islami, akan tetapi berdasarkan fakta yang didapatkan tidak semua siswa berprestasi secara akademik. Berdasarkan data yang diperoleh dari guru diantara kelas X, XI, XII nilai siswa yang dibawah nilai KKM paling banyak yaitu terdapat di kelas XI IPS terutama nilai UTS siswa yang dibawah 50. 244

Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA... 245 Berdasarkan keterangan dari guru, siswa-siswa kelas XI IPS yang memiliki prestasi rendah menampilkan perilaku seperti sering tidak hadir di kelas, tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, selain itu ketika di dalam kelas siswa pasif tidak berusaha bertanya tentang materi yang diterangkan oleh guru. Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, diperoleh data bahwa siswa tidak memiliki waktu belajar khusus ketika di rumah, siswa hanya belajar ketika diberikan Pekerjaan Rumah (PR) saja, mengerjakan tugas yang mudah dan apabila tidak bisa mencotek kepada teman. Hal ini mengindentifikasi bahwa siswa kurang memiliki usaha dalam belajar baik di dalam maupun di luar kelas, siswa tidak tekun dalam belajar dan siswa juga sering tidak hadir dalam kegiatan belajar di kelas yang menunjukkan dimensi behavioral yang kurang. Selain hal tersebut, berdasarkan wawancara ketika belajar di kelas siswa sering merasa bosan bahkan siswa sering merasa mengatuk dan untuk menghilangkan mengantuknya siswa lebih memilih untuk memainkan handphone atau mengajak teman mengobrol. Kemudian siswa juga sering merasa kesal dan jenuh pada saat guru memberikan tugas. Ketika di rumah pun siswa lebih memilih untuk menghabiskan waktu yang menurut mereka lebih menyenangkan seperti menonton televisi, jalan-jalan keluar dengan teman-teman, bermain game, dan membuka jejaring sosial seperti twitter, instagram, facebook, dsb. Hal ini mengindentifikasi bahwa siswa memiliki reaksi emosional negatif dimana siswa merasa bosan, mengantuk, kesal dan jenuh yang menunjukkan dimensi emotional yang kurang. Berdasarkan keterangan dari para guru, siswa-siswa di kelas XI IPS kebanyakan siswa pasif terutama ketika ada diskusi di kelas siswa jarang sekali mengemukakan pendapatnya, jarang bertanya kepada guru. Selain itu ketika guru bertanya tentang pelajaran yang sedang diterangkan banyak siswa yang tidak bisa menjawab pertanyaan yang guru tanyakan. Berdasarkan dari observasi di kelas, terlihat bahwa pada saat proses pembelajaran berlangsung siswa tidak memperhatikan guru yang sedang mengajar dimana terdapat siswa yang mengobrol, ada siswa yang menggunakan handphone, ketika diberikan kesempatan oleh guru untuk membaca buku, siswa tidak membaca buku yang diperintahkan melainkan siswa malah mendengarkan musik dengan menggunakan headset dan ada beberapa siswa yang memilih keluar dari kelas dibandingkan dengan membaca atau mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Hal ini mengidentifikasi bahwa siswa pasif, tidak perhatian dan fokus pada saat guru menerangkan di kelas yang menunjukkan dimensi cognitive yang kurang. Berdasarkan fenomena di atas, dimana siswa-siswa menunjukkan kurangnya keterlibatan dalam belajar yang dalam konsep psikologi disebut sebagai student engagement. Selain membahas mengenai student engagement, peneliti menemukan juga berdasarkan wawancara dengan siswa-siswa yang memiliki keterlibatan belajar yang rendah diperoleh data bahwa orangtua siswa kurang memberikan perhatian kepada anaknya, orangtua jarang bertanya tentang kegiatan yang dilakukan anaknya dan orangtua juga tidak menuntut anaknya untuk berprestasi di sekolah. Hal ini mengeindentifikasi bahwa orangtua kurang perhatian dan terlibat dalam kegiatan anaknya. Selain itu, berdasarkan data yang didapat mengenai faktor internal siswa, ditemukan juga bahwa siswa kurang mengetahui tentang kemampuan yang dimilikinya, mereka tidak tahu cara agar mereka berhasil mereka harus berusaha akan tetapi dalam kenyataannya mereka tidak melakukan usaha tersebut untuk berhasil. Hal ini mengidentifikasi siswa memiliki need of competence yang kurang dan siswa-siswa Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015

246 Rida Ayu Mustika, et al. tersebut mengerjakan tugas karena adanya tuntutan dari orangtua dan guru. Hal tersebut mengidentifikasi bahwa siswa memiliki need of autonomy yang rendah. Oleh karena itu, peneliti mencoba merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah gambaran student engagement pada siswa kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung? dan Bagaimanakah gambaran faktor-faktor terkait student engagement? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data empiris mengenai student engagement pada siswa kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung sehingga mendapatkan data awal untuk memperbaiki student engagement siswa. Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah student engagement. Populasinya yaitu 50 siswa dengan karakteristik siswa SMA Pasundan 1 Bandung kelas XI IPS dan memiliki prestasi rendah dengan nilai dibawah KKM. B. Landasan Teori Student engagement Student engagement yang menunjukkan keterlibatan siswa dalam belajar adalah perwujudan dari motivasi yang dilihat melalui perilaku, kognitif, ataupun emosi yang ditampilkan oleh siswa, mengacu pada tindakan berenergi, terarah, dan tetap bertahan ketika mendapatkan kesulitan atau kualitas siswa dalam interaksinya dengan tugas akademik (Connell&Wellborn, 1991; Deci&Ryan,1985, 2000; Skinner&Wellborn, 1994). Student engagement terdiri atas tiga dimensi yaitu behavioral engagement, emotional engagement, dan cognitive engagement. Behavioral engagement adalah waktu yang dihabiskan siswa untuk belajar dengan adanya intensitas, konsentrasi, usaha, dan bertahan untuk tetap fokus dalam mengerjakan tugas (Adena M. Klem, James P. Connell, 2004). Hal tersebut merujuk pada usaha, intensitas, ketekunan, tekad, dan ketekunan dalam menghadapi hambatan dan kesulitan (Ellen A. Skinner, Thomas A. Kindermann, James P. Connell, James G Wellborn, 2009). Emotional engagement merujuk pada kualitas reaksi emosional selama penyelesaian suatu kegiatan, yang ditunjukkan dengan adanya antusiasme, kenikmatan, kesenangan, dan kepuasan (Ellen A. Skinner, Thomas A. Kindermann, James P. Connell, James G Wellborn, 2009) dan terakhir Cognitive engagement adalah investasi siswa dalam pembelajaran yang ditandai dengan adanya keinginan untuk mengambil tantangan tugas yang melebihi kemampuan dirinya seperti memilih tugas yang susah dan memiliki positive coping dalam menghadapi kegagalan (Connell & Wellborn, 1991). Hal tersebut merujuk pada perhatian, konsentrasi, fokus, menyerap informasi, partisipasi dan kesedian siswa untuk berusaha melebihi kemampuan yang dimilikinya. Selain membahas mengenai dimensi-dimensi dari student engagement, Connell dan Wellborn (1991) mengemukakan mengenai faktor eksternal (konteks sosial) dan faktor intrinsik (self system model). Pada faktor eksternal (konteks sosial), seperti guru dan orangtua dapat dilihat dari Structure, Autonomy support, dan Involvement. Structure merupakan gambaran perilaku orangtua atau guru, dimana yang pertama orangtua memberitahukan tentang kejelasan harapan akan prestasi anak, kedua konsekuensi yang konsisten, ketiga tantangan optimal dan keempat umpan balik positif mengenai kompetensinya. Autonomy support merupakan jumlah pilihan yang diberikan orangtua atau guru dan memberikan bantuan kepada anak untuk menghubungkan perilaku dengan tujuan dan nilai pribadinya. Involvement merujuk pengetahuan, ketertarikan, dan dukungan emosional dari orangtua ataupun guru. Faktor eksternal ini yang dapat mempengaruhi faktor internal siswa. Menurut Connell faktor internal dapat didorong Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Sosial dan Humaniora)

Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA... 247 melalui pemenuhan kebutuhan dasar psikologisnya yang disebut dengan self system model yang dibagi menjadi tiga yaitu need of relatedness, need of autonomy dan need of competence. Need of relatedness merujuk kepada kebutuhan untuk merasakan keamanan dengan lingkungan sosial dan kebutuhan untuk merasakan diri sendiri sebagai pribadi yang berharga serta layak dicintai dan dihormati. Need of competence merujuk kepada kebutuhan untuk merasakan diri sendiri sebagai pribadi yang mampu menghasilkan dan menghindari dari hasil yang negative dan need of autonomy merujuk kepada keinginan siswa untuk melakukan sesuatu dikarenakan alasan pribadi, daripada tindakan karena orang lain (Ryan & Connell, 1989). Hal tersebut lah, yang membuat siswa menjadi engagement dengan belajarnya yang ditampilkan dalam ketiga dimensi engagement. Skema berpikir Faktor eksternal yang mempengaruhi student engagement yaitu Orangtua : - Sturctur: Orangtua tidak menyampaikan harapan tentang prestasi yang harus didapatkan anaknya, orangtua tidak memberikan feedback yang positif mengenai kompetensi yang dimiliki anaknya - Autonomy support : Orangtua tidak memberikan pilihan apapun dan tidak memberikan bantuan kepada anaknya yang membuat anaknya dapat mencapai tujuannya - Involvement : orangtua tidak memiliki pengetahuan, ketertarikan, dan dukungan emosional terhadap anaknya dalam belajar Faktor internal yang mempengaruhi student engagement yaitu - Need for Competence: Siswa tidak memiliki kemampuan dan tidak tahu apa yang harus dia dilakukan untuk berprestasi di sekolah - Need for Autonomy : Alasan siswa untuk belajar karena adanya tuntutan dari orangtua dan guru bukan karena keinginan diri sendiri. Engagement Behavioral: - siswa mudah menyerah - siswa sering membolos - siswa tidak mempunyai tekad Emotional: - siswa tidak bersemangat - siswa bosan ketika belajar - siswa tidak tertarik dengan pelajaran Cognitive: - siswa tidak memperhatikan guru - siswa memilih tugas yang mudah - siswa tertekan dalam belajar C. Hasil Penelitian Tabel 1.1 Frekuensi Student Engagement Secara Keseluruhan Variabel Kategori Frekuensi Presentas e Student Rendah 33 66.00% Engagement Tinggi 17 34.00% Jumlah 50 100% Berdasarkan data yang didapatkan diatas, menunjukkan bahwa mayoritas siswa kelas XI IPS SMA Pasundan 1 Bandung memiliki keterlibatan belajar yang rendah. Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015

248 Rida Ayu Mustika, et al. Berikut ini akan dijelaskan yang student engagement rendah dengan dimensinya dan faktor-faktor terkait dari student engagement. Frekuensi Diagram 1.1 Student Engagement Rendah 53 25 29 30 3 Kategori Behavioral Engagement Emotional Engagement Cognitive Engagement Berdasarkan diagram 1.1, dapat dijelaskan bahwa dari 33 siswa kelas XI IPS SMA Pasundan 1 Bandung. Mayoritas siswa memiliki keterlibatan dengan belajar yang rendah dengan dimensi behavioral engagement yang rendah artinya siswa-siswa kurang memiliki usaha, kurang bersungguh-sungguh dan tekun dalam mengerjakan tugas, dan tidak tahan ketika mengerjakan tugas yang sulit akibatnya siswa menjadi malas mengikuti pelajaran dikelas dan jarang mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Kemudian dimensi emotional engagement yang rendah artinya siswa-siswa lebih sering menunjukkan perilaku kurang semangat, perasaan tidak bahagia ketika belajar dan mengerjakan tugas, dan siswa merasa kurang puas dengan lingkungan sekolahnya baik itu fasilitas sekolah, teman-teman ataupun guru-guru akibatnya siswa menjadi kesal, jenuh dan mengantuk ketika diberikan tugas dan belajar, dan pada dimensi cognitive engagement yang rendah juga artinya siswa-siswa kurang memperhatikan, fokus pada saat guru menerangkan pelajaran dikelas akibatnya siswa menjadi kurang paham dan tidak mampu menjawab pertanyaan ketika guru bertanya. Selain itu, ternyata siswa dengan student engagement rendah ini berdasarkan faktor-faktor terkait juga rendah. Pada faktor eksternal (orangtua) rendah artinya orangtua siswa tidak memberikan kejelasan harapan tentang prestasi yang harus didapatkan anaknya, tidak memberikan pilihan, tidak tertarik, dan tidak memberikan dukungan emosional. Pada faktor internal yaitu need for competency rendah artinya siswa tidak tahu tentang kemampuan yang dimilikinya sehingga siswa tidak tahu apa yang harus dia lakukan agar berprestasi di sekolah dan juga pada faktor need for autonomy rendah artinya siswa mengerjakan tugas ataupun belajar karena adanya tuntutan dari oranglain bukan karena keinginan diri sendiri. Selain itu. berdasarkan data demografi yang didapatkan bahwa kebanyakan siswa memiliki orangtua bersuku bangsa sunda dengan status sosio ekonomi menengah, dan siswa lebih banyak menggunakan waktunya untuk membuka internet dengan melihat media sosial yang perharinya lebih dari 5 jam. Berikut ini akan dijelaskan yang student engagement tinggi dengan dimensinya dan faktor-faktor terkait dari student engagement. Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Sosial dan Humaniora)

Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA... 249 Diagram 1.2 Student Engagement Tinggi Frekuensi 22 2 17 16 17 Behavioral Engagement Emotional Engagement Kategori Cognitive Engagement Berdasarkan data dari diagram 1.2, mayoritas siswa yang student engagement tinggi memiliki behavioral engagement tinggi artinya siswa- siswa memiliki usaha yang tinggi dalam mengikuti proses belajar, memiliki kesungguhan, ketekunan dalam mengerjakan tugas dan ketahanan siswa dalam megerjakan tugas yang sulit. Pada dimensi emotional engagement tinggi artinya siswa-siswa memiliki perasaan senang, bersemangat ketika siswa belajar dan mengerjakan tugas serta merasa puas baik dengan lingkungan sekolah maupun guru-guru dan teman. Pada dimensi cognitive engagement tinggi artinya siswa siswa berusaha untuk memperhatikan dengan sungguh-sungguh, konsentrasi dan fokus pada saat guru menerangkan pelajaran di kelas walaupun keadaan diluar kelas berisik akan tetapi siswa tetap memperhatikan sehingga siswa juga mampu memahami materi yang sudah dijelaskan oleh guru dan siswa juga aktif bertanya tentang pelajaran yang siswa tidak mengerti. Selain itu, siswa dengan student engagement tinggi ternyata berdasarkan faktorfaktor terkaitnya juga tinggi. Pada faktor eksternal (orangtua) tinggi artinya orangtua siswa memberikan kejelasan harapan tentang prestasi yang harus didapatkan anaknya, memberikan kesempatan kepada anak untuk memilih pilihannya dan orangtua memiliki pengetahuan, ketertarikan dan memberikan dukungan emosional tentang kegiatan belajar yang anaknya lakukan. Kemudian pada internal yaitu faktor need for competency tinggi artinya siswa yang paham tentang kemampuannya, yakin bahwa dia dapat berprestasi di sekolah dan dia juga tahu bagaimana cara agar dia bisa berhasil di sekolah dan pada faktor need for autonmy nya juga tinggi artinya ketika siswa mengerjakan tugas dan belajar lebih karena keinginan diri sendiri. Selain itu, berdasarkan data demografi yang didapatkan bahwa kebanyakan siswa memiliki orangtua bersuku bangsa sunda dengan status sosio ekonomi menengah dan siswa lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar dan ketika membuka internet hanya 1-2 jam/hari. D. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Terdapat 33 siswa (66%) memiliki keterlibatan belajar yang rendah yang ditampilkan melalui perilaku yaitu siswa kurang berusaha dan kurang tekun dalam kegiatan belajar baik di kelas maupun diluar kelas, melalui emosi yaitu siswa memperlihatkan reaksi emosi negatif seperti kesal, bosan ketika diberikan tugas dan belajar; dan kognitif yaitu siswa tidak memperhatikan dan fokus pada saat guru menerangkan dikelas akibatnya siswa tidak memahami pelajaran yang disampaikan. Sedangkan sisanya 17 siswa (34%) yang memiliki keterlibatan belajar yang tinggi melalui perilakunya yaitu siswa selalu berusaha, giat dan tekun dalam mengikuti kegiatan Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015

250 Rida Ayu Mustika, et al. belajar baik di dalam maupun diluar kelas; melalui emosi yaitu siswa memperlihatkan reaksi emosi positif dimana siswa bersemangat dan senang ketika sedang belajar dan mengerjakan tugas; melalui kognitif yaitu siswa selalu memperhatikan dan fokus ketika guru menerangkan di kelas sehingga siswa dapat memahami pelajaran yang diajarkan. 2. Pada siswa dengan keterlibatan yang rendah, berdasarkan data yang didapatkan ternyata pada faktor orangtua juga rendah, dimana orangtua siswa tidak memberikan kejelasan harapan tentang prestasi yang harus didapatkan anaknya, tidak memberikan pilihan dan tidak memberikan dukungan emosional kepada anaknya. Pada faktor need for competency rendah artinya siswa tidak tahu tentang kemampuan yang dimilikinya sehingga siswa tidak tahu apa yang harus dia lakukan agar berprestasi di sekolah, kemudian dilihat dari faktor need for autonomy nya rendah juga artinya siswa mengerjakan tugas ataupun belajar karena adanya tuntutan dari guru ataupun orangtua bukan karena keinginan diri sendiri. Selain itu berdasarkan data demografi, siswa tersebut kebanyakan memiliki orangtua bersuku bangsa sunda dengan status sosio ekonomi menengah, dan siswa lebih banyak menggunakan waktunya untuk membuka internet dengan melihat media sosial yang perharinya lebih dari 5 jam. Adapun dengan siswa yang memiliki keterlibatan belajar yang tinggi, ditemukan bahwa pada faktor orangtua tinggi artinya orangtua siswa memberikan kejelasan harapan tentang prestasi yang harus didapatkan anaknya, memberikan kesempatan kepada anak untuk memilih pilihannya dan orangtua memiliki pengetahuan, ketertarikan dan memberikan dukungan emosional kepada anaknya. Pada faktor need for competency tinggi artinya siswa yang paham tentang kemampuannya, yakin bahwa dia dapat berprestasi di sekolah dan dia juga tahu bagaimana cara agar dia bisa berhasil di sekolah dan faktor need for autonmy yang tinggi juga artinya ketika siswa mengerjakan tugas dan belajar lebih karena keinginan diri sendiri. Selain itu, ternyata siswa yang memiliki keterlibatan belajar yang tinggi berdasarkan data demografi kebanyakan siswanya memiliki orangtua bersuku bangsa sunda dengan status sosio ekonomi menengah dan siswa lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar dan ketika membuka internet hanya 1-2 jam/hari. DAFTAR PUSTAKA Connell, J. P., & Wellborn, J. G. (1990). Competence, autonomy, and relatedness: a motivational analysis of self system process. University of Rochester Klem, A. M., & Connell, J. P. (2004). Relationships matter: linking teacher support to student engagement and achievement. Journal of School Health., Vol. 74, No. 7 Klem, A. M., & Connell, J. P. (2004). Engaging youth in school. Institute Research And Reform In Education For Noor, H. (2009). Psikometri, aplikasi dalam penyusunan instrumen pengukuran perilaku. Bandung: Fakultas Psikologi Unisba Patrick, B. C., Skinner, E. A., & Connell, J. P., (1993). What motivates children s behavior and emotion? joint effects of perceived control and autonomy in the Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Sosial dan Humaniora)

Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA... 251 academic domain. Journal of Personality and Social Psychology 1993, vol. 65, No. 4, 781-791. Skinner, E. A., Kindermann, Thomas, A., Connell, J. P., & Wellborn, J. G. (2009). Engagement and disafection as organizational constructs in the dynamics of motivational development. Siregar, S., (2013). Metode penelitian kuantitatif. Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri (http://smapasundan1-bandung.sch.id//) di unduh tanggal 2 Desember 2014 Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015