BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan masalah kesehatan dunia yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom Koroner Akut (SKA)/Acute coronary syndrome (ACS) adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju, dan negara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Fenomena yang terjadi sejak abad ke-20, penyakit jantung dan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I. PENDAHULUAN. Pada tahun 2012, diperkirakan sebanyak 17,5 juta orang di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan World Health Organitation (WHO), di tahun 2008 tercatat

BAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Jantung Koroner (PJK) masih menjadi penyebab utama

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut,

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. tindakan radiologi. Contrast induced nephropathy didefinisikan sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Penelitian. Dislipidemia adalah suatu istilah yang dipakai untuk

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan oksigen miokard. Biasanya disebabkan ruptur plak dengan formasi. trombus pada pembuluh koroner (Zafari, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama kematian di dunia. Menurut organisasi kesehatan dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi depresi pada populasi umum sekitar 4 % sampai 7 %.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Infark miokard adalah nekrosis miokardial yang berkepanjangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penyakit kardiovaskuler pada tahun 1998 di Amerika Serikat. (data dari

Tatalaksana Sindroma Koroner Akut pada Fase Pre-Hospital

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengalirkan darah ke otot jantung. Saat ini, PJK merupakan salah satu bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. ini, penyakit ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit kronis di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi pada orang dewasa, salah satu manifestasi klinis penyakit jantung

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang sangat menakutkan

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 1. Incidence Rate dan Case Fatality Rate Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB 1 PENDAHULUAN. Jantung merupakan suatu organ yang berfungsi memompa darah ke

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dunia sebanyak 7,4 juta dan terus mengalami peningkatan (WHO, 2012). Hingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman

BAB I PENDAHULUAN. segmen ST yang persisten dan peningkatan biomarker nekrosis miokardium.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah keadaaan dimana terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi aorta dan cabang arteri yang berada di perifer terutama yang memperdarahi

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara maju maupun di negara berkembang. Acute coronary syndrome

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global, penyebab utama dari kecacatan, dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu Kardiovaskuler.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL 4.1 Karakteristik pasien gagal jantung akut Universitas Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

BAB I. PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PREVALENSI FAKTOR RESIKO MAYOR PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT PERIODE JANUARI HINGGA DESEMBER 2013 YANG RAWAT INAP DI RSUP.

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

Peri-procedural myocardial injury pada multi vessel disease: Hubungan dengan skor SYNTAX.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan masalah kesehatan dunia yang dapat menyebabkan gangguan kualitas hidup dan memperpendek harapan hidup (Wong, 2014). Pasien PJK yang pernah mengalami infark miokard memiliki risiko kejadian infark miokard berulang 1,5 kali lebih tinggi dan angka kematian 5-6 kali lebih tinggi dibandingkan orang tanpa PJK, sehingga diperlukan pencegahan sekunder agar dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitasnya (Mendis et al., 2005; Nakatani et al., 2013). Pedoman penatalaksanaan dari American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) menyarankan percutaneous coronary intervention (PCI) serta penggunaan antitrombotik yaitu aspirin dan penghambat reseptor P2Y 12 (klopidogrel dan ticagrelor) untuk mendukung reperfusi setelah PCI (4). Pedoman menyarankan penggunaan aspirin dengan jangka waktu tidak terbatas serta klopidogrel dan ticagrelor disarankan sampai 1 tahun (5,6). Aspirin (asam asetil salisilat) merupakan obat penghambat cyclooxygenase (COX) sehingga mencegah agregasi trombosit (Yusuf et al., 2001). Klopidogrel merupakan pro-drug derivat thienopyridine yang menghambat reseptor adenosine diphosphate (ADP) P2Y 12 secara ireversibel pada trombosit yang metabolismenya dipengaruhi oleh polimorfisme enzim CYP450 (Kumar & Cannon, 2009). Ticagrelor adalah obat penghambat reseptor P2Y 12 secara reversibel pada

2 trombosit yang relatif masih baru (Dobesh & Oestreich, 2014) yang tidak dipengaruhi oleh metabolisme enzim CYP450 (10). Ketiga obat antitrombotik tersebut dapat mencegah terjadinya Major Adverse Cardiovascular (MACE) pada pasien dengan PJK (CAPRIE, 1996; Wallentin et al., 2009). MACE merupakan gabungan tindakan revaskularisasi koroner, kejadian infark miokard, dan kematian (13,14). Efek aspirin dan klopidogrel bersifat sinergis (15). Meta analisis mengenai terapi kombinasi aspirin dan klopidogrel dibandingkan aspirin monoterapi dapat menurunkan risiko kejadian kardiovaskuler sebesar 9%, infark miokard sebesar 14%, stroke sebesar 16%, dan meningkatkan kejadian perdarahan sebesar 62% (16). Penelitian PLATO mengungkapkan bahwa setelah pemberian terapi aspirin dan ticagrelor selama 12 bulan memiliki angka kematian 9,8% dibandingkan aspirin dan klopidogrel 11,7% (hazard ratio (HR) 0,84; interval kepercayaan (IK) 95%, 0,77-0,92l; p<0,001). Infark miokard terjadi 5,8% pada kelompok ticagrelor dibandingkan 6,9% pada kelompok klopidogrel (HR 0,84, IK 95% 0,75-0,95, p=0,005). Stroke terjadi pada 1,5% pada ticagrelor dibandingkan 1,3% pada klopidogrel (HR 1,17, IK 95% 0,91-1,52, p=0,022). Hal ini menunjukkan bahwa ticagrelor lebih unggul dibandingkan klopidogrel dalam mencegah MACE (12,17). Pada populasi Asia, efektivitas ticagrelor lebih baik dibandingkan klopidogrel pada beberapa luaran klinis namun pada primary efficacy end point antara ticagrelor dibandingkan klopidogrel tidak berbeda signifikan (HR 0,84, IK 95% 0,61-1,17), infark miokard atau kematian akibat vaskuler (HR 0,75, IK 95%

3 0,49-1,16), stroke (HR 1,01, IK 0,44-2,32) dan trombosis stent (HR 0,91, IK 95% 0,37-2,25) (18). Indonesia memiliki populasi dan faktor risiko PJK yang berbeda dengan negara lain. Faktor risiko utama PJK seperti diabetes mellitus (DM), hipertensi, kadar lipid tinggi dan merokok banyak ditemukan (19,20). Selain itu, penelitian mengenai efektivitas ticagrelor yang merupakan obat relatif baru dan lebih mahal dibandingkan dengan klopidogrel pada kondisi nyata di lapangan belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan adanya penelitian mengenai terapi ticagrelor dibandingkan dengan klopidogrel terhadap MACE pada pasien PJK pasca PCI yang terjadi di Indonesia dengan rancangan penelitian retrospective cohort. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK ) yang merupakaan rujukan nasional Indonesia (21). I. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diajukan adalah: Apakah terapi ticagrelor lebih efektif dibandingkan dengan klopidogrel terhadap MACE (tindakan revaskularisasi berulang, infark miokard dan kematian) dengan pengamatan selama 1 tahun pada pasien PJK pasca PCI di RSJPDHK Jakarta?

4 I. 3. Tujuan Penelitian I.3.1. Tujuan Umum: Mengetahui efektivitas terapi ticagrelor dibandingkan dengan klopidogrel terhadap MACE (tindakan revaskularisasi berulang, infark miokard dan kematian) dengan pengamatan selama 1 tahun pada pasien PJK pasca PCI di RSJPDHK Jakarta. I.3.2. Tujuan Khusus: 1. Mengetahui angka kejadian dan risiko MACE (tindakan revaskularisasi berulang, infark miokard dan kematian) pada pasien PJK pasca PCI yang menggunakan ticagrelor dibandingkan klopidogrel di RSJPDHK. 2. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian MACE (tindakan revaskularisasi berulang, infark miokard dan kematian) pada pasien PJK pasca PCI yang menggunakan ticagrelor dibandingkan klopidogrel di RSJPDHK. I. 4. Keaslian Penelitian Penggunaan terapi ticagrelor dibandingkan klopidogrel terhadap MACE telah dilakukan di beberapa penelitian seperti: 1. Wallentin et al., (2009), pada penelitian PLATO dengan subjek 18624 pasien sindrom koroner akut (SKA) mengungkapkan bahwa setelah pemberian terapi aspirin selama 12 bulan bersamaan dengan penghambat P2Y 12, ticagrelor memiliki MACE 9,8% dibandingkan klopidogrel 11,7% (HR 0,84; IK 95%, 0,77-0,92l; p<0,001). Infark miokard terjadi 5,8% pada kelompok ticagrelor

5 dibandingkan 6,9% pada klopidogrel (HR 0,84, IK 95% 0,75-0,95, p=0,005). Stroke terjadi pada 1,5% pada ticagrelor dibandingkan 1,3% pada klopidogrel (HR 1,17, IK 95% 0,91-1,52, p=0,022). Hal ini menunjukkan bahwa ticagrelor lebih unggul dibandingkan klopidogrel dalam mencegah MACE. 2. Steg et al., (2010), melalukan analisis post hoc dari penelitian PLATO dengan subjek 7544 pasien untuk membandingkan efek ticagrelor dibandingkan klopidogrel pada pasien dengan SKA ST elevation yang mendapatkan terapi primary PCI. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat penurunan primary end point (gabungan infark miokard, stroke dan kematian kardiovaskuler) pada ticagrelor 9,4% dibandingkan klopidogrel 10,8% (HR 0,87, IK 95%, 0,75-1,01, p=0,07) namun tidak signifikan. Ticagrelor menurunkan berbagai secondary end point dibandingkan klopidogrel, yang meliputi infark miokard (4,7% vs 5,8%, HR 0,80, IK 95% 0,65-0,98, p=0,03), kematian total yang tidak signifikan (5,0% vs 6,1%, HR 0,82, IK 95% 0,67-1,00, p=0,05), trombosis stent (2,6% vs 3,4%, HR 0,66, IK 95% 0,45-0,95, p=0,03), peningkatan risiko stroke (1,7% vs 1,0%, HR 1,63, IK 95% 1,07-2,48, p=0,02) dan kejadian perdarahan besar yang tidak signifikan (9,0% vs 9,2%, HR 0,98, IK 95% 0,83-1,14, p=0,76) 3. Lindholm et al., (2014) melakukan analisis post hoc dari penelitian PLATO dengan 11,080 pasien SKA untuk membandingkan efek ticagrelor dibandingkan klopidogrel pada pasien dengan non-st elevation acute coronary syndrome (NSTE-ACS) yang mendapatkan terapi revaskularisasi dan tidak mendapatkan terapi revaskularisasi. Pasien yang mendapatkan

6 angiografi 74%, PCI 46% dan coronary artery bypass graft (CABG) 5%. Primary end point lebih baik pada ticagrelor dibandingkan klopidogrel (10,0% vs 12,3%, HR 0,83, IK 95% 0,74-0,93), penurunan infark miokard (6,6 vs 7,7%, HR 0,86, IK 95% 0,74-0,99), penurunan kematian kardiovaskuler (3,7% vs 4,9%, HR 0,77, IK 95% 0,64-0,93), penurunan kematian akibat segala hal (4,3% vs 5,8%, HR 0,76, IK 95% 0,64-0,90), peningkatan perdarahan besar namun tidak signifikan (13,4% vs 12,6%, HR 1,07, IK 95% 0,95-1,19), namun ticagrelor terkait dengan peningkatan kejadian perdarahan major pada tindakan non CABG (4,8% vs 3,8%, HR 1,28, IK 95% 1,05-1,56). 4. Kang et al., (2015), untuk membandingkan ticagrelor dengan klopidogrel pada pasien Asia (1008 pasien) dengan studi RCT dan membandingkan secara retrospective dengan penelitian PLATO yang telah dilakukan. Pada penelitian ini, terdapat populasi pasien Indonesia namun tidak spesifik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian terapi ticagrelor dibandingkan klopidogrel antara pasien Asia dan non Asia pada parameter luaran primer HR 0,84 (IK 95% 0,61-1,17) vs 0,85 (IK 95%, 0,77-0,93, p=0,974), keuntungan klinis HR 0,85 (IK 95% 0,65-1,11) vs HR 0,93 (IK (95%, 0,86-0,99, p=0,521), dan kejadian perdarahan HR 1,02 (IK 95% 0,70-1,49) vs 1,04 (IK 95%, 0,95-1,14, p=0,938). Secara keseluruhan tidak ada perbedaan signifikan antara populasi Asia dan non Asia, namun pada populasi Asia tidak terdapat perbedaan signifikan pada parameter luaran primer dan keuntungan klinis pemberian ticagrelor dibandingkan klopidogrel. Namun, pada populasi

7 Asia, tidak terdapat peningkatan atau penurunan yang signifikan terhadap luaran primer HR 0,84 (IK 95% 0,61-1,17, keuntungan klinis HR 0,85 (IK 95% 0,65-1,11) dan kejadian perdarahan HR 1,02 (IK 95% 0,70-1,49). 5. Cowper et al., (2015), melalukan analisis health economic untuk membandingkan efektivitas biaya ticagrelor dibandingkan klopidogrel (generik) pada pasien SKA dengan sistem kesehatan Amerika Serikat. Hasilnya menunjukkan bahwa terapi ticagrelor selama 1 tahun mendapatkan quality adjusted life-year (QALY) sebesar $29,665 dibandingkan klopidogrel dengan perkiraan ambang batas willingness-to-pay di bawah $100,000. Ticagrelor dapat meningkatkan harapan hidup, dengan pendanaan yang lebih baik dibandingkan klopidogrel. Penelitian sejenis sudah dilakukan seperti pada penelitian Wallentin et al. (2009), Steg et al. (2010), Lindholm et al. (2014), Kang et al. (2015), Cowper et al. (2015). Indonesia memiliki populasi dan faktor risiko PJK yang berbeda dengan negara lain. Penelitian mengenai efektivitas ticagrelor yang merupakan obat relatif baru dibandingkan klopidogrel pada kondisi nyata belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan adanya penelitian mengenai terapi ticagrelor dibandingkan dengan klopidogrel terhadap MACE pada pasien PJK pasca PCI dengan rancangan penelitian retrospective cohort. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) yang merupakan rujukan nasional Indonesia (21). Dengan demikian, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai efek penggunaan antitrombotik sesuai dengan pasien Indonesia.

8 I. 5. Manfaat Penelitian 1. Bagi dunia pendidikan dan teknologi kedokteran khususnya di Indonesia, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai efektivitas terapi ticagrelor dibandingkan dengan klopidogrel terhadap MACE pada pasien PJK pasca PCI. 2. Bagi bidang klinis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan penggunaan terapi antitrombotik pada pasien PJK pasca PCI.