FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

dokumen-dokumen yang mirip
* Sebagai suatu hak dasar, ada ketentuanketentuan yang harus ditaati dalam melakukan mogok kerja. (Pasal 139 dan Pasal 140 UUK)

MOGOK KERJA DAN LOCK-OUT

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Hubungan Industrial. Pemogokan dan Penutupan Perusahaan serta Tindakan Pengusaha dan Pekerja dalam Upaya Pencegahannya. Rizky Dwi Pradana, M.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

KEPMEN NO. 231 TH 2003

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

PERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub

KEPMEN NO. 234 TH 2003

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MOGOK KERJA SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN HAK BURUH

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

GUBERNUR SUMATERA BARAT

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

KEPMEN NO. 224 TH 2003

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN

KEPMEN NO. 234 TH 2003

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 226 /MEN/2003

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1)

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

ETIKA BISNIS. Smno.tnh.fpub2013

KEPMEN 226/MEN//VII/2003 Tentang TATA CARA PERIZINAN PENYELENGGARAAN PROGRAM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.261/MEN/XI/2004 TENTANG

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-03/MEN/I/2005 TENTANG TATA CARA PENGUSULAN KEANGGOTAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia

8. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri KEP.564/MEN/92 " 115 Tahun 1992 Ketenagakerjaan Daerah;

FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAKALAH HUKUM KETENAGAKERJAAN KETIDAKSUAIAN PENGUPAHAN KERJA LEMBUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN

TENTANG DI KOTA CIMAHI. Ketenagakerjaan. Kerja Asing;

FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1

KEPMEN NO. 228 TH 2003

BAB I KETENTUAN U M U M

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Undang-undang No 13 tahun 2003 POKOK-POKOK KETENTUAN NORMATIF HUBUNGAN INDUSTRIAL KETENAGAKERJAAN DAN SERIKAT PEKERJA

KEPMEN NO. 92 TH 2004

Pemutusan Hubungan Kerja

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

Kajian Teoritik Hukum dan HAM tentang Surat Edaran Kabaharkam Nomor B/194/I/2013/Baharkam, yang Melarang Satpam Berserikat

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

PERATURAN DAERAH MURUNG RAYA NOMOR : 22 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN BIDANG KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MURUNG RAYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IMPLEMENTASI PRAKTEK PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJADI INDONESIA

2015, No Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembar

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Ta

MOGOK KERJA YANG MENGAKIBATKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) MASSAL PADA HOTEL PATRA JASA BALI

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Transkripsi:

PERBANDINGAN UU NO. 13 TAHUN 2003 KETENAGAKERJAAN DALAM HAL PEMOGOKAN KERJA DAN PENYEBABNYA DENGAN UU NO. 25 TAHUN 1997 JO. UU NO. 11 TAHUN 1988 JO. PERPU NO. 3 TAHUN 2000 JO. UU NO. 28 TAHUN 2000 O L E H AMSALI S. SEMBIRING,SH.M.Hum NIP. 132216099 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Dengan mengucapkan syukur kehadirat Illahi akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul PERBANDINGAN UU NO. 13 TAHUN 2003 KETENAGAKERJAAN DALAM HAL PEMOGOKAN KERJA DAN PENYEBABNYA DENGAN UU NO. 25 TAHUN 1997 JO. UU NO. 11 TAHUN 1988 JO. PERPU NO. 3 TAHUN 2000 JO. UU NO. 28 TAHUN 2000. Dan salwat serta salamdisampaikan kehadirat Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan ke alam yang terang benderang. Selanjutnya penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih jauh sempurna dari apa yang diharapkan, hal ini mungkin kekurangankekurangan dari kemampuan yang dimiliki. Bagaiamanapun juga penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun dalam kesempurnaan tulisan ini, dan akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih atas segalanya. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin yang rabbal A lamin. Medan, Desember 2005 Penulis

PERBANDINGAN UU NO. 13 TAHUN 2003 KETENAGAKERJAAN DALAM HAL PEMOGOKAN KERJA DAN PENYEBABNYA DENGAN UU NO. 25 TAHUN 1997 JO. UU NO. 11 TAHUN 1988 JO. PERPU NO. 3 TAHUN 2000 JO. UU NO. 28 TAHUN 2000 Mogok kerja atau unjuk rasa sebenarnya hanyalah salah satu upaya untuk memperjuangkan hak-hak pekerja. Sejak era reformasi kasus pemogokan marak dimana-mana, malah seperti menjadi mode. Di satu sisi sebenarnya hal ini menunjukkan ketidakpuasan dikalangan pekerja, karena para pekerja semakin mengetahui hak dan kewajibannnya, namun di sisi lain mencerminkan adanya keprihatinan, karena ternyata masih adanya mogok kerja yang dilakukan secara asal-asalan, yaitu bukan diakibatkan gagalnya perundingan antara pekerja dengan pengusaha. Disamping itu aksi mogok kerja ini ada yang disertai dengan tindakan destruktif berupa pengrusakan fasilitas perusahaan, fasilitas umum, dan mengganggu kepentingan umum. Padahal, UU No. 13 tahun 2003 mengatur bahwa mogok kerja hanya dapat dibenarkan bila dilakukan secara sah, tertib, damai, dan sebagainya akibat gagalnya perundingan, dan hal tersebut kita bandingkan dengan UU No. 25 tahun 1997 Jo. UU No. 11 tahun 1988 Jo. PERPU No.3 tahun 2000 Jo. UU No. 28 tahun 2000 tentang ketenagakerjaan (lama). Pemogokan pada dasarnya terjadi karena ketidakharmonisan hubungan antara pekerja dengan pengusaha, yang biasanya disebabkan adanya tuntutan yang diajukan pekerja yang tidak ditanggapi oleh perusahaan dengan berbagai alasan. Adanya ketidakharmonisan hubungan keduanya, dan semakin banyaknya pemogokan di Indonesia. Selama tahun 2003 pemogokan yang terjadi di Indonesia sebanyak 161 kasus, dengan

melibatkan 68.144 pekerja, dan mengakibatkan 643.253 jam kerja yang hilang. Tabel 1 : Jumlah Kasus Pemogokan, TK yang Terlibat dan Jam Kerja yang Hilang, Tahun 2003 Bulan Kasus TK Yang Jam Kerja Pemogokan Terlibat Yang Hilang Januari 13 5.354 51.347 Pebruari 15 6.231 54.311 Maret 18 6.874 58.713 April 12 4.219 47.632 Mei 18 7.213 59.138 Juni 12 5.941 51.321 Juli 13 6.043 51.673 Agustus 11 4.112 45.612 September 12 6.143 57.111 Oktober 10 4.334 46.138 Nopember 12 5.326 56.714 Desember 15 6.324 63.543 Jumlah 161 68.114 643.253 Sumber : Depnakertrans Dari 161 kasuspemogokan di Indonesia selama tahun 2003, penyebab utama pemogokan ternyata bersifat non normatif, yakni mencapai 260, sedangkan yang bersifat normatif sebanyak 111. Penyebab non normatif paling banyak yaitu tuntutan terhadap kesejahteraan sebanyak 44, dan

tuntutan kenaikan upah/thr sebanyak 38 tunttuan. Namun bila dilihat lebih dalam, akar permaslahan utama modoknya pekerja adalah penghasilan yang relatif rendah tidak mencukupi untuk biaya hidup. Hal ini dapat dimengerti, mengingat situasi perekonomian yang belum pulih benar, sehingga para pekerja masih jauh dari sejahtera, meskipun pemerinah setiap tahun memperbaiki Upah Minimum Propinsi (UMP) di setiap daerah walaupun UMP sudah mengalami peningkatan, tetapi besarnya UMP tersebut belum dapat mencakupi kebutuhan hidup pekerja dan keluarganya. Faktor Penyebab Pemogokan Tahun 2003 No Faktor Penyebab Jumlah A NORMATIF 1 Hak THR 18 2 Hak Lembur 7 3 Hak Cuti 9 4 Jamsostek/Astek 6 5 UMP/K 25 6 Putusan P4P/D 4 7 KKB 0 8 Serikat Pekerja 0 9 P H K 20 10 Pelaksanaan Pesangon 13 11 Uang Servis 2 12 Upah Tidak Dibayar 7 Jumlah 111

B NON NORMATIF 1 Bonus 10 2 Peny. Tunjangan/Sembako 5 3 Kerja Kembali 3 4 Menu/Uang Makan 25 5 Slip Gaji 9 6 Premi Hadir 0 7 Katering 1 8 Surat Sakit 0 9 Solidaritas 30 10 Kenaikan Upah/THR 38 11 Transport 23 12 Pengangkatan 2 13 Intimidasi/Scrosing 6 14 Insentif/Kesejahteraan 44 15 Pesangon-Kepmen 150/2000 7 16 Sarana Ibadah 0 17 Uang Shift 1 18 Pakaian Kerja 0 19 Kontrak kerja 3 20 Direktur/Manager SDM Mundur 16 21 Perusahaan Tutup 2 22 Status Hub. Kerja 35 Jumlah 260 Jumlah Seluruhnya 371 Sumber : Depnakertrans, Ditjen PHI Data Januari s/d Nopember 2003

Perbaikan kesejahteraan tampaknya akan terusmenjadi tuntutan para pekerja, sebenarnya kesejahteraan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dan menjadi motivasi utama untuk bekerja lebih baik mengingat bahwa hal tersebut merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi agar para pekerja dapat termotivasi untuk bekerja dengan baik. Di sisi lain banyak pengusaha juga menghadapi berbagai kednala, untuk memenuhi tuntutan pekerja tersebut. Namun bila perusahaan dinilai mampu meningkatkan kesejahteraan, tetapi tidak mau, maka para pekerja dinilai wajar untuk menuntutnya Dilihat dari sisi perbandingan antara UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang berlaku sekarang dengan UU No. 25 tahun 1997 Jo UU No. 11 tahun 1988 Jo PERPU No. 3 tahun 2000 Jo UU No. 28 tahun 2000 Tentang Ketenagakerjaan yang tidak berlaku lagi,, maka terdapat beberapa aturan-aturan. Terdapat pula perbedaan-perbedaannya khususnya pada aturan aksi mogok dimana dalam hal tersebut adanya perbedaan maupunpersamaannya. Di dalam UU No. 13 tahun 2003 aturan mogok kerja diatur di dalam Pasal 137 s/d Pasal 145yang masing-masing pasal berbunyi : Pasal 137 Mogok kerja sebagai hal dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.

Pasal 138 (1) Pekerja/buruh dan atau serikat pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar hukum. (2) Pekerja/buruh yang diajak mogok kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat memenuhi atau tidak memenuhi ajakan tersebut. Pasal 139 Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain. Pasal 140 (1) Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang ebrtanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurangkurangnya memuat : a. Waktu (hari, tanggak dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja b. Tempat mogok kerja c. Alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja

d. Tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai pertanggung jawaban mogok kerja. (3) Dalam hal mogok kerja oleh pekerja/buruh yang tidak menajdi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggungjawab mogok kerja. (4) Dalam hal mogok kerja tidak dilakukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka demi menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara : a. Melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi, atau b. Bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan. Pasal 142 (1) Instansi pemerintah dan pihak perusahaan yang menerima surat pemebritahuan mogok kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 140 wajib memberikan tanda terima. (2) Sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan mempertemukannya dan merundingkannya degnan para pihak yang berselisih.

(3) Dalam hal perundingan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi. (4) Dalam hal perundingan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari instansiyang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang. (5) Dalam hal perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (4) maka atas dasar perundingan antara perusahaan dan serikat pekerja/buruh atau penangungjawab mogok kerja, mogok kerja dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama sekali. Pasal 142 (1) Mogok kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 139 dan 140 adalah mogok kerja yang tidak sah. (2) Akibat dari hukum mogok kerja yang tidak sah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) akan diatur dengan Keputusan Menteri Pasal 143 (1) Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk menggunakan hak mogok yang dilakukan secara sah, tertib dan damai

(2) Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib dan damai, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 144 Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 140, pengusaha dilarang : a. Mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja denganpekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau b. Memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja. Pasal 145 Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan dan normative yan sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan upah. Dari ketentuan-ketentuan pasal 137 s/d pasal 145 UU No. 13 tahun 2003 dapat ditarik suatu gambaran bahwa aturan-aturan mengenai mogok kerja pada suatu perusahaan meliputi : 1. Bahwa mogok kerja adalah suatu hak bagi pekerja dan serikat pekerja yang tidak dapat dihalang-halangi oleh pihak manapun juga serta para pekerja yang mogok kerja dilakukan secara sah menurutaturan yang berlaku.

2. Bahwa mogok kerja harus menghindari pelanggaran terhadap kepentingan umum dan keselamatan jiwa orang lain, serta mogok kerja tidak boleh dilakukan oleh para pekerja yang bekerja untuk melayani kepentingan umum dan perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan manusia. 3. Bahwa mogok kerja yang dilakukan terlebih dahulu harus memberitahukannya dalam waktu 7 hari pada pengusaha dan industri di bidang ketenagakerjaan. 4. Bahwa mogok kerja dapat dilakukan apabila perundingan tidak memenuhi kata sepakat. 5. Bahwa mogok kerja yang dilakukan oleh para pekerja atau serikat pekerja dengan sah, pihak perusahaan tidak dibenarkan memecat pekerja tersebut dan tidak dibenarkan pula untuk menggantikan posisi para pekerja dans erikat pekerja tersebut. 6. Bahwa selama mogok kerja dilakukan secara sah, pihak pengusaha wajib untuk tetap memberikan upah kepada pekerja. Khusus megnenai mogok kerja yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku atau mogok kerja yang tidak sah diatur tersendiri dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Trasmigrasi Nomor : KEP. 232/MEN/2003 TENTANG Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah. Mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah oleh para pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 di kualifikasikan sebagai mangkir. Pasal 1 1. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

2. Pengusaha adalah : a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri ; b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia. 3. Perusahaan adalah : a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain ; b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pasal 2 Mogok kerja merupakan hak dasar pekerja/buruh da/atau serikat pekerja/serikat buruh yang dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan. Pasal 3 Mogok kerja tidak sh apabila dilakukan : a. Bukan akibat gagalnya perundingan, dan/atau b. Tanpa memberitahukan kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; dan/atau

c. Dengan pemberitahuan kurang dari 7 (tujuh)hari sebelum pelaksanaan mogok kerja; dan/atau d. Isi pemberitahuan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 140 ayat (2) huruf a,b,c,, dan d Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal 4 Gagalnya perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a adalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan walaupun serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh telah meminta secara tertulis kepada Pengusaha 2 (dua) kali dalam tenggang waktu 14 (empat belas) dari hari kerja atau perundingan-perundingan mengalami jalan buntu yang dinyatakan oleh para pihak dalam risalah perundingan. Pasal 5 Mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentignan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia, yang dilakukan oleh pekerja/buruh yang sedang bertugas dikualifikasikan sebagai mogok kerja yang tidak sah. Pasal 6 (1) Mogok kerjayang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikualifikasikan sebagai mungkir.

(2) Pemanggilan untuk kembali bekerja bagi para pelaku mogok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh perusahaan 2 kali berturut-turut dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari dalam bentuk pemanggilan secara patut dan tertulis. (3) Pekerja/buruh yang tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap mengundurkan diri. Pasal 7 (1) Mogok Kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5 dikualifikasikan sebagai mungkir. (2) Dalam hal mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia yang berhubungan dengan pekerjaannya dikualifikasikan sebagai kesalahan berat.

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.232/MEN/2003 TENTANG AKIBAT HUKUM MOGOK KERJA YANG TIDAK SAH MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 142 ayat (2) Undang-undan Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan perlu diatur akibat hukum mogok kerja yang tidak sah ; b. Bahwa untuk itu perluditetapkan dengan Keputusan Menteri ; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4) ; 2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1903 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) ; Memperhatikan : 1. Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 31 Agustus 2003 ;

2. Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 25 September 2003 ; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG AKIBAT HUKUM MOGOK KERJA YANG TIDAK SAH. Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan. Hal-hal yang dapat ditarik dari aturan-aturan megnenai mogok kerja pada Undang-undang ketenagakerjaan yang lama dan sudah dicabut ini adalah : 1. Bahwa mogok kerja merupakan suatu bagi pekerja dan serikat pekerja. 2. Bahwa mogok kerja terjadi apabila gagalnya perundingan. 3. Bahwa mogok kerja yang dilakukan secara sah, maka pengusaha wajib untuk membayar upah, namun tidak untuk sebaliknya. 4. Bahwa mogok kerja dilakukan harus terlebih dahulu memberitahukan kepada pengusaha dan instansi di bidang ketenagakerjaan selama 7 kali 24 jam. 5. Bahwa mogok kerja harus tidak mengganggu keamanan dan ketertiban umum dan/atau mengancam keselamatan jiwa masyarakat serta hartabenda perusahaan.

6. Bahwatata cara mogok kerja akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Untuk lebih jelasnya akan dibandingkan persamaan dan perbedaan antara undang-undang ketenagakerjaan yang baru dan Undang-undang ketenagakerjaan yang sudah di cabut (lama). Persamaan 1. Baik undang-undang yang baru maupun undang-undang yang lama mengatur bahwa mogok kerja merupakan hak bagi para pekerja dans erikat pekerja. 2. Baik undang-undang yang baru maupun undang-undang yang lama tidak membenarkan jika mogok kerja sampai mengganggu keamanan dan ketertiban umum. 3. Baik undang-undang yang baru maupun Undang-Undang yang lama mewajibkan pekerja atau serikat pekerja untuk memberitahukan terlebih dahulu pada pengusaha dan instansi di bidangketenagakerjaan sebelum aksi mogok kerja. 4. Baik udnang-undang yang baru maupun undang-undang yang lama tidak membenarkan pengusaha untuk menindak pekerja yang melakukan aksi mogok kerja, jika mogok kerja tersebut dilakukan secara sah. 5. Baik undang-undang yang baru maupun yang undang-undang lama mengisyaratkan bahwa mogok kerja terjadi apabila kata sepakat dalam perundingan tidak dapat tercapai.

Perbedaan 1. Kalau kita melihat kepada Undang-undangyang lama jelas tidak ada diatur secara tegas jenis perusahaan yang diperbolehkan para pekerjanya atau serikat pekerja melakukan aksi mogok kerjanamun kalau kita melihat Undang-undang yang abru secara tegas dan jelas menyatakan bahwa perusahaan yang jenis kegiatannya menyangkut kepentingan umum atau jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia harus diatur sedemikian rupa. 2. Kalau kita lihat kepada Undang-undang yang lama jelas tidak ada syarat yang ahrus dipenuhi dalam melakukan aksi mogok kerja. Sedangkan di dalam Undang-undang yang baru syarat-syarat tersebut sudah harus dipenuhi sebelum melakukan aksi mogok kerja. 3. Di dalam undang-undang yang lama, jangka waktu pemberitahuan dihitung dengan satuan jam yakni 7 hari 24 jam. Sedangkan di dalam Undang-undang yang baru menggunakan hari yakni 7 hari kerja. Meskipun tampaknya sama namun ada perbedaan substansi diantara keduanya. 4. Di dalam Undang-undang yang lama sama sekali tidak diatur akibat hukum yang timbul bagi para pekerja atau serikat pekerja yang melakukan aksi mogok kerja secara tidak sah. Sedangkan di dalam Undang-undangyang baru, akibat hukum dari aksi mogok yang tidak sah diatur lebih lanjut di dalam Keputusan Menteri yaitu KEP : 232/MEN/2003. 5. Di dalam Undang-undang yang lama, tata cara megnenai aksi mogok ekrja diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah sudah tidak

dibutuhkan lagi karena Undang-undang yang baru menganggab tata cara mogok kerja sudah terinci diatur di dalamnya. Dengan melihat perbedaan dan persamaan antara Undang-undang ketenagakerjaan yang barudengan undang-undang ketenagakerjaan yang lama, dapat disimpulkan bahwa Undang-undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan khusus yang mengatur aksi mogok kerja lebih luas, lebih terarah dan kepastian serta lebih sempurna mengatur hak dan kewajiban pekerja dan tata cara melakukan mogok kerja yang sah.

DAFTAR PUSTAKA Iman Soepomo, SH. Hukum Perburuhan, BidangHubungan Kerja, cet. ke Tujuh, 1990. Mr. Wirjono Prodjodikoro. Hukum Perdata Tentang Persetujuan Persetujuan Tertentu, 1990. UU No. 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan UU No. 25 Tahun 1997. Jo. UU No. 11 Tahun 1988. Jo. Perpu No. 3 Tahun 2000. Jo. UU No. 28 Tahun 2000. Depnakertrans, Ditjen PHI Data 2005.