BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian Novel Ngulandara karya Margana Djajaatmadja terdiri atas 108 halaman,

dokumen-dokumen yang mirip
Watak dan Nilai Moral Tokoh Utama novel Ngulandara dalam Kumpulan Novel Emas Sumawur ing Baluarti Karya Partini B

Raden Ayu Mantri guru, Den Bei Mantri gudang, Den Ayu Mantri gudang, Mantri Guru Kedungwuni, Istri Mantri Guru, Kerta, Kasna dan Salijem.

Tindak Tutur Ekspresif dalam Novel Emas Sumawur Ing Baluarti Karya Partini B

PERBEDAAN KELAS SOSIAL MASYARAKAT JAWA DALAM NOVEL NGULANDARA KARYA MARGANA DJAJAATMADJA, Sebuah Analisis Sosiologi Sastra

Analisis Tindak Tutur Direktif dalam Novel Ngulandara Karya Margana Djajaatmadja

ANALISIS NILAI MORAL DAN SOSIOLOGI NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA

PENGGUNAAN DIKSI INDRIA PADA NOVEL NGULANDARA DALAM BUKU EMAS SUMAWUR ING BALUARTI KARYA PARTINI B SKRIPSI

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) A. Kompetensi Inti 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya

ANALISIS SOSIOLOGIS SASTRA NOVEL NGULANDARA DALAM KUMPULAN NOVEL EMAS SUMAWUR ING BALUARTI KARYA PARTINI B DAN PEMBELAJARANNYA DI SMA

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana komunikasi yang sangat penting karena

B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi KI Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi

SMA/MA IPS kelas 11 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 1. MEMAHAMI CERPEN DAN NOVELLatihan Soal 1.3

SUTI: PEREMPUAN PINGGIR KOTA

Mugi kawilujengan, kasarasan saha karaharjan tansah kajiwa kasalira kula lan panjenengan sedaya.

Assalamu alaikum Wr. Wb. Sugeng siang, mugi kawilujengan, kasarasan saha karaharjan tansah kajiwa kasalira kula lan panjenengan sedaya.

Analisis Struktural Objektif Cerita Sambung Rembulan Wungu Karya Ardini Pangastuti dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Maret-Juli 2011

Analisis Nilai Moral Rubrik Wacan Bocah dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Juni-Desember 2013 dan Relevansinya dengan Kehidupan Sekarang

PRINSIP KESOPANAN DAN PARAMETER PRAGMATIK CERITA BERSAMBUNG ARA-ARA CENGKAR TANPA PINGGIR DALAM MAJALAH DJAKA LODANG TAHUN 2010

ANALISIS STRUKTURAL OBJEKTIF DALAM NOVEL KENTJONO KATON WINGKO KARYA BOEDHI S.

menyusun teks lisan sesuai unggahungguh. berbagai keperluan. C. Tujuan Pembelajaran

Analisis struktur..., Muhammad Subhan, FIB UI, Universitas Indonesia

1. Menerapkan unggah-ungguh jawa untuk berpamitan. 2. Menerapkan unggah-ungguh jawa untuk menyapa. 3. Menerapkan unggah-ungguh jawa untuk berkenalan.

Assalamu alaikum Wr. Wb. Sugeng enjang, mugi kawilujengan, kasarasan saha karaharjan tansah kajiwa kasalira kula lan panjenengan sedaya.

ANALISIS STRUKTURAL DAN MORALITAS TOKOH DALAM DONGENG PUTRI ARUM DALU KARANGAN DHANU PRIYO PRABOWO

BAB II RINGKASAN CERITA. sakit dan mengantarkan adik-adiknya ke sekolah. Karena sejak kecil Lina

menyusun teks lisan sesuai unggahungguh. berbagai keperluan.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBALAJARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. yang terkandung dalam novel tersebut sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SINOPSIS. Universitas Darma Persada

BAB V PENUTUP. analisis struktural adalah menjelaskan sedetail mungkin unsur-unsur pembangun

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) A. Kompetensi Inti 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya

Kecakapan Antar Personal

CINTA 2 HATI. Haii...! Tiara terkejut, dan menatap pada pria itu. Pada saat itu, ternyata pria itu juga menatap kearah Tiara. Mereka saling menatap.

Aku menoleh. Disana berdiri seorang pemuda berbadan tinggi yang sedang menenteng kantong belanjaan di tangan kirinya. Wajahnya cukup tampan.

Keberanian. Dekat tempat peristirahatan Belanda pada zaman penjajahan, dimulailah perjuangan nya.


BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) A. Kompetensi Inti 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) A. Kompetensi Inti 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya

Pasang Surut Ombak Segare Sopianus Sauri XII IPA

STRUKTUR DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL KERAJUT BENANG IRENG KARYA HARWIMUKA

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) A. Kompetensi Inti 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Belajar Memahami Drama

Pekerjaan. Menghargai kelebihan orang lain merupakan wujud sikap memiliki harga diri

Perwatakan Tokoh Utama dalam Novel Sri Kuning karya R. Hardjowirogo (Sebuah Tinjauan Psikologi Sastra)

BAB V PENUTUP. struktural adalah menjelaskan sedetail mungkin unsur-unsur pembangun sebuah

Oleh: Windra Yuniarsih

Tema 1. Keluarga yang Rukun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan karya imajinasi yang inspirasinya berasal dari

TUGAS PKL SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2017/ 2018

ANALISIS TINDAK TUTUR DALAM NOVEL JARING KALAMANGGA KARYA SUPARTO BRATA

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA TOKOH UTAMA NOVEL MERENGKUH CITA MERAJUT ASA KARYA ARIF YS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

Persahabatan Itu Berharga. Oleh : Harrys Pratama Teguh Sabtu, 24 Juli :36

Kejadian Sehari-hari

Sebuah kata teman dan sahabat. Kata yang terasa sulit untuk memasuki kehidupanku. Kata yang mungkin suatu saat bisa saja meninggalkan bekas yang

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan 1. Unsur Intrinsik Novel Bulan Nararya a. Tema Tema dari novel Bulan Nararya adalah kepedulian

ETIKA DAN ESTETIKA DALAM NOVEL RANGSANG TUBAN KARYA PADMASUSASTRA

Soedjono-Tresno Private High School (STPHS) (I)

ANALISIS NILAI MORAL DALAM NOVEL SEE YOU IN UZLIFATUL JANNAH KARYA FERYANTO HADI DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

Hidup ini singkat bagiku! Kebahagian saat ini hanyalah sementara, tak mudah bagiku untuk menjalani hidup normal layaknya sebagai manusia biasa.

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

Buku BI 3 (12 des).indd 1 16/12/ :41:24

Pada suatu hari saat aku duduk di bangku sudut sekolah, tiba-tiba seseorang menepuk pundakku dari belakang.

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

KAJIAN NILAI MORAL TEMBANG MACAPAT DALAM BUKU MÉGA MENDUNG KARANGAN TÉDJASUSASTRA DAN RELEVANSINYA DENGAN KEHIDUPAN SEKARANG

Berlatih Membuat dan Mengetahui Sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat E. Kosasih ( 2012: 2)

Buah Kejujuran Putri Amanda Karimatullah LL

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

DIPA TRI WISTAPA MEMBILAS PILU. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat.

Cinta, bukan satu hal yang patut untuk diperjuangkan. Tapi perjuangan untuk mendapatkan cinta, itulah makna kehidupan. Ya, lalu mengapa...

ANALISIS NILAI RELIGIUS DALAM NOVEL ASSALAMUALAIKUM BEIJING! KARYA ASMA NADIA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA JAWA MELALUI PESAN SINGKAT (SMS) ANTARA MAHASISWA DAN DOSEN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KEGIATAN AKADEMIS

Di Unduh dari : Bukupaket.com

Bab 1. Awal Perjuangan

NILAI MORAL NOVEL KUTITIPKAN AZEL KEPADAMU KARYA ZAYYADI ALWY DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

ANALISIS NILAI PENDIDIKAN TOKOH UTAMA NOVELTAK SEMPURNAKARYA FAHD DJIBRAN BONDAN PRAKOSO DAN FADE2BLACK DAN SKENARIO PEMBELAJARANSASTRA DI SMA

Analisis Kesalahan Kalimat Teks Pidato Berbahasa Jawa Siswa Kelas IX di SMP Negeri 1 Kajoran Kabupaten Magelang Tahun Pembelajaran 2014/2015

NILAI AKHLAK TOKOH UTAMA DALAM NOVEL IBUKU TAK MENYIMPAN SURGA DI TELAPAK KAKINYA KARYA TRIANI RETNO A. DAN SKENARIO PEMBELAJRANNYA DI KELAS XII SMA

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan

LAMPIRAN A. A-1 Skala Penelitian Awal Konformitas A-2 Skala Penelitian Awal Tingkah Laku Menolong

KIRNILAI MORAL DALAM NOVEL PELANGI DI ATAS CINTA KARYA CHAERUL AL-ATTAR DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

d. bersifat otonom e. luapan emosi yang bersifat tidak spontan

Mengajarkan Budi Pekerti

Analisis Psikologi dan Nilai Moral Roman Ketanggor dalam Trilogi Kelangan Satang Karya Suparto Brata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

Sayang berhenti menangis, masuk ke rumah. Tapi...tapi kenapa mama pergi, Pa? Masuk Sayang suatu saat nanti pasti kamu akan tahu kenapa mama harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Semalam Aldi kurang tidur. Hujan deras ditambah. Rahasia Gudang Tua

AKU AKAN MATI HARI INI

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian Novel Ngulandara karya Margana Djajaatmadja terdiri atas 108 halaman, diterbitkan oleh Balai Pustaka, cetakan pertama pada tahun 1936, cetakan kedua pada tahun 1940 dan cetakan ketiga pada tahun 1957. Novel Ngulandara memiliki 14 bab namun antar bab masih memiliki keterkaitan. Bab-bab tersebut yaitu: oto mogok, meksa batal, njonjah Oei Wat Hien, sampun kraos, ngadjari kapal, peken malem ing Magelang, manahipun kagol, ndjagi wiludjenging bendara, ngreksa namaning bendara, wonten grija sakit, pamit, serat saking Rapingun, let nem wulan, sasampunipun wolung wulan. Novel Ngulandara dari segi kepengarangan memiliki keistimewaan. Keistimewaannya hingga saat ini belum ditemukan biografi yang jelas mengenai Margana Djajaatmadja, setelah diterbitkannya novel Ngulandara ini juga belum ditemukan lagi novel karyanya. Pengarang di era Balai Pustaka baik riwayat hidup maupun latar belakang kehidupan mereka tidak banyak diungkapkan. Hal ini terjadi karena pada masa itu belum ada penulisan riwayat atau biografi pengarang dan masih terpengaruh oleh tradisi lama yang umumnya pengarang lebih suka tidak mencantumkan nama asli pada karyanya atau menggunakan sandi asma atau anonim. Hal tersebut selaras dengan pandangan hidup orang jawa yang tidak suka pamer sehingga mempersulit pencarian data mengenai pengarang sebuah karya. Margana Djajaatmadja menggambarkan latar sosial yang terjadi pada masa itu, kehidupan priyayi, dan kaum pribumi pada masa itu tergambar dalam penokohan dan dikemas dengan menarik sehingga walaupun novel ini tergolong novel lama namun cerita di dalamnya dapat menjadi referensi sejarah pada masa itu yang masih dipengaruhi tradisi Belanda. Novel ini juga mengubah pola pikir pembaca bahwa jaman dahulu kaum priyayi yang hidup dengan kemewahannya tidak peduli terhadap kaum pribumi, terbukti dengan adanya tokoh Rapingun dengan pengalaman hidupnya mengembara mencari jati diri. 54

digilib.uns.ac.id 55 Penelitian mengenai novel Ngulandara karya Margana Djajaatmadja sudah pernah diteliti oleh Sugiarti dengan judul Kajian Intertekstual Novel Ngulandara Karya Margana Djajaatmadja dengan Serat Riyanto Karya R.M Sulardi dalam penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa novel Ngulandara merupakan novel yang dibuat saat tingkatan sosial antara priyayi atau bukan priyayi masih sangat terasa. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Sugiarti penelitian ini tidak terfokuskan terhadap teks saja namun juga nilai pendidikan budi pekerti serta relevansi sebagai materi pembelajaran. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan aspek penokohan dan nilai pendidikan budi pekerti yang terkandung dalam novel serta relevansinya sebagai materi ajar apresiasi sastra Jawa di SMA. Data dalam penelitian diperoleh dari sumber data berupa dokumen novel Ngulandara, transkrip wawancara dengan beberapa guru mata pelajaran bahasa Jawa, beberapa siswa SMA dan pakar sastra. Novel yang dipilih diambil berdasarkan pertimbangan tertentu yang berkaitan dengan penelitian. Pertimbangan yang dijadikan dasar adalah penokohan dan nilai budi pekerti yang tergambar dalam tokoh belum pernah diteliti. Penelitian ini menggunakan data novel Ngulandara cetakan ketiga. Alasan peneliti menggunakan cetakan ketiga yang terbit thun 1957 karena novel tersebut telah mengalami perubahan dari segi penulisan ejaan yang lebih mudah dipahami daripada cetakan pertama tahun 1936 dan cetakan kedua tahun 1946 yang masih menggunakan ejaan lama, walaupun mengalami beberapa kali revisi namun tidak mengubah isi dari novel Ngulandara tersebut. Deskripsi data dilakukan berdasarkan perumusan masalah yang telah diungkapkan sebelumnya yaitu bagaimanakah penokohan dan nilai pendidikan budi pekerti dalam novel Ngulandara karya Margana Djajaatmadja serta bagaimanakah relevansi penokohan dan nilai pendidikan budi pekerti yang terdapat dalam novel tersebut sebagai materi ajar apresiasi sastra Jawa di SMA. Bab ini akan membahas tentang analisis penokohan dan nilai pendidikan budi pekerti dalam novel Ngulandara.

digilib.uns.ac.id 56 B. Deskripsi Temuan Penelitian Analisis data menjadi sarana utama dalam menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini, analisis mengacu pada prosedur penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Pada bab IV akan dijelaskan mengenai penokohan dan nilai pendidikan budi pekerti dalam novel Ngulandara karya Margana Djajaatmadja serta relevansi unsur penokohan serta nilai budi pekerti yang ada pada novel tersebut sebagai materi ajar apresiasi sastra Jawa di SMA kelas XI. Pertama peneliti akan membahas unsur penokohan dalam novel Ngulandara. Hal ini dikarenakan penokohan merupakan bagian dari unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra maka dalam bab ini tentu akan dijelaskan pula mengenai: 1) unsur intrinsik dalam novel yang meliputi tema, alur, latar, sudut pandang, amanat, dan penokohan, 2) nilai pendidikan budi pekerti dalam novel Ngulandara. Analisis akan dilakukan terhadap tokoh-tokoh di dalam cerita yang berjumlah enam belas tokoh, 3) analisis penokohan dan nilai pendidikan budi pekerti kemudian akan dilanjutkan dengan analisis relevansi kedua hal tersebut sebagai materi ajar apresiasi sastra Jawa di SMA. 1. Unsur Intrinsik Novel Ngulandara Karya Margana Djajaatmadja. a. Tema Pengertian tema untuk penelitian ini merujuk pada pendapat Waluyo (2011: 8) yang menyatakan bahwa tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Tema merupakan gagasan dasar bagi terciptanya sebuah karya sastra, sebagai sebuah gagasan dasar tema merupakan sesuatu yang netral, tidak memihak. Selanjutnya melengkapi pendapat di atas Fananie (2000: 84) menyatakan tema dapat berupa apa saja, persoalan moral, etika, agama, sosial budaya, teknologi, masalah tradisi atau apa saja yang erat kaitannya dalam kehidupan yang disesuaikan dengan zamannya. Novel Ngulandara terdiri atas empat belas bagian, setiap bab memiliki tema tersendiri. Berikut merupakan tema temuan peneliti yang berkaitan dengan persoalan etika, moral, tradisi, sosial commit budaya to pada user zaman novel tersebut dibuat.

digilib.uns.ac.id 57 Sub judul pertama yaitu berjudul Oto Mogok bertemakan tolong menolong. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa pada saat mobil keluarga Den Bei mogok ditengah hutan sewaktu senja hingga sekian lama menunggu munculah Rapingun bersama temannya Kasna kemudian menolong Den Bei yang tengah mengalami kesusahan. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan dialog sebagai berikut: Rewel mboten gelem mlaku Ingkang rewel punapanipun ndara? Kula kurang terang Punapa kepareng kula nuweni? Mbok menawi saged ngleresaken Engga we lah kebeneran (hlm. 9). Rusak tidak mau jalan Apa yang rusak Tuan? Kurang tahu saya Apa boleh saya membantu, siapa tahu bisa membetulkan Wah silakan kebetulan sekali. Dalam dialog di atas jelas bahwa Rapingun menawarkan bantuan untuk memperbaiki mobil milik Den Bei dan disetujui dikarenakan Den Bei sendiri tidak tahu mengenai urusan mobil. Pada bab ini keluarga Den Bei merasa heran melihat tingkah laku seorang supir yang baik, ramah, sangat hormat dan memiliki sopan santun yang baik. Akhirnya setelah diceritakan Rapingun memperbaiki kerusakannya, mobil tersebut dapat dinyalakan kemudian Den Bei meneruskan perjalanan menuju Parakan dengan dikawal Rapingun dari belakang. Meksa Batal merupakan sub judul yang dipilih pengarang untuk sub bab II. Sub bab ini merupakan penguatan tema pada sub bab pertama, jika sub bab pertama mengusung tema tolong menolong maka pada sub bab II ini bertema tolong menolong tanpa pamrih atau tidak mengharap imbalan. Den Bei, istri, dan anaknya bermaksud untuk memberikan imbalan pada Rapingun karena telah membantu memperbaiki mobilnya, mereka berencana untuk melaksanakan maksud tersebut setelah tiba ditempat ramai. Namun ketika sampai commit di to Parakan user belum sempat berterima kasih

digilib.uns.ac.id 58 Rapingun sudah pergi tanpa menghiraukan Den Bei. Keluarga Den Bei merasa sangat tertarik pada kepribadian Rapingun, karena ia menolong tanpa mengharap imbalan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Mau arep tak wenehi seringgit, rumangsaku wis memper. Nanging sopir mau durung nganti weruh pira anggonku menehi. Dadi tetep wae ora gelem nampani. Ja memper wong iku jen bagus, dasar watake alus, mesthi sugih kaprawiran Ah bapak ki saiki tiru-tiru ibu. Wis ngene wae mengko jen tekan Parakan di endeg, utawa samangsa deweke mandeg, endang kanda aku (hlm. 13). Tadi mau saya beri seringgit, menurut saya sudah pantas. Tetapi supir tadi belum tahu berapa yang akan saya berikan.tetap saja tidak mau menerima. Ya memang orang itu kalau tampan, berbudi halus, pasti banyak keterampilannya Ah bapak ini meniru ibu saja. Ya sudah begini saja, nanti kalau sudah sampai Parakan kita hentikan, atau saat dia berhenti, segera beri tahu saya. Overland enggal nututi. Dumugi pratigan, inggih punika pakendelan taksi jen wanjti sijang, sepen, mboten wonten punapapunapa. Prijatun tetiga sanget gela manahipun, dening kadjengipun meksa batal mboten kelaksanan. (hlm. 15). Overland segera menyusul. Sesampainya di pertigaan, tempat pangkalan taksi saat siang, sepi, tidak ada apa-apa. Mereka bertiga sangat kecewa, karena keinginannya tidak terlaksana. Sub judul III yaitu Njonjah Oei Wat Hien. Nyonyah Hien merupakan seorang wanita Tiong Hoa yang merupakan majikan Rapingun. Meskipun seorang Tiong Hoa Nyah Hien fasih menggunakan bahasa Jawa krama. Peneliti menemukan tema pada sub bab II ialah saling menghargai keberagaman, yang terwujud dalam sikap Nyah Hien yang mampu beradaptasi ditempat tinggalnya di Jawa meskipun adat dan budaya Jawa tidak sama dengan adat tradisi yang ia miliki. Tradisi orang Jawa yang terkesan malu dan tidak langsung pada pokok pembicaraan. Hal itu dapat dibuktikan dengan kutipan berikut ini:

digilib.uns.ac.id 59 Keleres dinten Minggu, wetawis djam wolu endjing, ing ngadjeng ngasistenan Ngadiredja wonten oto. Boten dangu njonjah Tiong Hoa ingkang umur-umuranipun dereng langkung saking tigang dasan taun. Mandap saking oto, terus dateng ngasistenan... (hlm. 15). Bertepatan hari Minggu, sekitar pukul delapan pagi, di depan gedung asisten Ngadireja ada oto. Tidak lama seorang Nyonyah Tiong Hoa yang kira-kira umurnya belum lebih dari tiga puluh tahun. Setelah turun dari mobil, lalu pergi ke gedung asisten... Boten Den Aju! Sowan kula menawi kedjawi tuwi kasugengan, inggih perlu badhe nglajengaken rembag betah. Kula njuwun tulung Den Aju (hlm. 17). Tidak Den Ayu! Kedatangan saya kemari selain untuk berkunjung, ada perlu membicarakan keperluan. Saya mau minta tolong Den Ayu. Sub judul IV yaitu Sampun Kraos yang berarti sudah nyaman. Diceritakan bahwa Rapingun akhirnya bekerja pada Den Bei karena ketidaksengajaan Nyah Hien yang ingin menjual mobilnya. Mobil yang akan dijual tersebut memiliki plat nomor yang sama dengan mobil yang digunakan supir saat menolongnya, akhirnya mereka bertemu kembali. Den Bei tidak menghendaki mobilnya tetapi jika diperbolehkan ia ingin memiliki supirnya saja untuk dijadikan supir pribadi. Pada sub judul IV bertema pengabdian tulus tanpa pamrih. Rapingun yang telah dipekerjakan sebagai supir oleh Den Bei melaksanakan tugasnya dengan baik, mobil menjadi baik dan kinerja Rapingun yang rapi membuat keluarga Den Bei senang, tidak hanya pekerjaan supir yang ia kerjakan, ia pun mengerjakan pekerjaan rumah seperti menata taman, membersihkan perabot dan lain sebagainya ia kerjakan dengan senang dan sangat baik. Hal ini dipertegas dengan kutipan berikut: Rapingun keprije Bu, apa krasan? Anu ki Pak, wiwit teka let rong dina nganti seprene iki tak sawang-sawang pasemone tansah katon padhang lan bungah. (hlm. 25).

digilib.uns.ac.id 60 Rapingun bagaimana Bu, apa dia nyaman di sini? Begini Pak, sejak datang dua hari yang lalu sampai saat ini wajahnya selalu terlihat bahagia O, jen di timbang karo sopir lija-lijane, wis ora mu-tinemu. Sing akeh-akeh, sopir kuwi jen dudu pagawean babagan motor ora nindakake. Sedje karo Rapingun. Neng ngomah tak sawang-sawang ora leren-leren, samubarang di tandangi, kaja ta nanduri tamanan, nata-nata kursi, gambar diresiki, di tata maneh. Mangka kabeh tatanan sarwa ngresepake (hlm. 27). Wah, jika dibandingkan dengan supir-supir lainnya, tidak ada yang menyamai. Biasanya, supir itu kalau bukan pekerjaan tentang mobil tidak mau mengerjakan. Berbeda dengan Rapingun. Di rumah, saya perhatikan ia tidak beristirahat, semua dikerjakan, seperti menanam tanaman, menata kursi, membersihkan gambar, kemudian ditata kembali. Semua yang dia kerjakan selalu memuaskan Ketekunan merupakan tema sub judul V yang berjudul Ngajari Kapal melatih kuda. Den Bei memiliki kuda bernama Hel tetapi Hel belum mendapat pelatihan yang baik sehingga kuda itu menjadi liar dan tidak terkendali, Den Bei pun telah menyerah untuk melatih Hel. Rapingun dengan sifatnya yang tekun memutuskan untuk melatih Hel secara diamdiam. Hal itu ia lakukan dengan sabar, tekun dan tak putus asa walaupun Hel memang benar-benar kuda yang liar. Akhirnya setelah mendapat perhatian dari Rapingun Hel menjadi penurut. Den Bei kaget ketika bertemu Rapingun tengah menunggangi Hel di jalan raya, ia segera memerintahkan Rapingun pulang karena khawatir akan keselamatannya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:... Den Bei Asisten Wedana dawuh supados Rapingun terus wangsul. Lis ladjeng kadedet, Hel mlampah, ngentrag, sontansantun kalijan matjan nubruk. Tijang-tijang sami tjingak dene Rapingun saged wangsul kanti wiludjeng. Punapa malih sumerep lampahipun Hel sadjak gumagus. Mangka lampah makaten wau namung tumrap kapal ingkang sampun mbangun-turut lan sampun dipun-adjari. (hlm. 39-40).

digilib.uns.ac.id 61... Den Bei Asisten Wedana menyuruh Rapingun agar langsung pulang. Kendali kembali ditarik, Hel berjalan. Semua orang merasa lega Rapingun pulang dengan selamat. Hel berjalan dengan gagahnya. Padahal cara berjalan seperti itu hanya bisa dilakukan oleh kuda yang penurut dan telah terlatih. Jektosipun, meh sadaja kapal Sandel ingkang wanter manahipun, temtu saged lampah mekaten punika, uger ingkang numpaki prigel anggenipun ngolahaken kendalinipun, saged andjumbuhaken kalijan panggraitaning kapal. (hlm. 40). Sebenarnya, hampir semua kuda yang sudah jinak, tentu dapat berjalan demikian, asalkan ditunggangi oleh orang yang pandai dalam mengolah kendali dan dapat mengerti keingginan si kuda itu sendiri. Sub judul VI yaitu Peken Malem ing Magelang bertemakan tata krama, bagian ini menceritakan bagaimana Rapingun menjaga perilakunya terhadap anak majikannya yaitu Raden Ajeng Supartienah. Saat itu Raden Ajeng Tien akan pergi ke Magelang ketika akan menaiki mobil ia terpeleset dan membuat Mantri guru khawatir akhirnya Raden Ajeng Tien disarankan untuk duduk di depan bersama Rapingun. Rapingun merasa harus menjaga jarak dengan majikannya. Oleh karena itu, ia memilih duduk menjauh walaupun itu membuatnya tidak nyaman. Rapingun melakukan hal itu semata-mata untuk menjaga kehormatan majikannya, ia merasa kurang pantas duduk berdekatan dengan Raden Ajeng Tien karena pada saat itu ia hanya seorang supir. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut: Rapingun ladjeng minggah ing bak ngadjeng sisih tengen. Linggihipun mepet nengen, ing pangangkah sampun ngantos nggepok badanipun Raden Adjeng Tien. Mangka kawontenanipun bak taksih kobet. Dados ingkang mekaten wau boten sanes namung kangge rumeksa ing bendara lan netepi tata krama (hlm. 46). Rapingun lalu naik di jok sebelah kanan. Duduknya merangsek ke kanan, dengan harapan jangan sampai menyentuh badan Raden Ajeng Tien. Padahal commit keadaan to user jok masih longgar. Hal itu untuk

digilib.uns.ac.id 62 menjaga martabat majikannya dan mentaati peraturan atau tata krama. Selanjutnya pada sub judul VII yaitu Manahipun Kagol ditemukan tema tanggung jawab. Pada sub judul ini diceritakan Rapingun dengan penuh tanggung jawab menjaga majikannya. Cara Rapingun mengawal dan menjaga majikannya tidak terlalu terihat tetapi ia tetap memperhatikan siapa saja yang dianggap mencurigakan. Saat di gedung wayang orang terdapat dua lelaki yang mencurigakan, lelaki itu selalu melihat kearah Raden Ajeng Tien, mengetahui hal itu Rapingun hanya waspada, sebab lelaki itu belum berbuat sesuatu yang membahayakan majikannya. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut: Djejaka kalih punika kedjawi patrap lan swantenipun gembargembor mekaten wau, tansah nolah-noleh ngiwa-nengen lan dateng wingking. Kala Raden Adjeng Tien saweg maspadakaken dununging swanten, dilalah djaka ingkang prakosa punika noleh dateng wingking, plek gatuk panjawangipun. Sanalika Raden Adjeng Tien tumungkul, ketingal bijas pasemonipun. Getering manah kados tinubruk ing sima lepat. (hlm. 56). Dua pemuda itu selain memiliki tingkah laku dan suara yang keras, selalu menoleh ke kanan-kiri dan ke belakang. Saat Raden Ajeng Tien sedang mencari sumber suara, kebetulan pemuda yang gagah itu menoleh ke belakang, bertemulah pandangan keduanya. Saat itu pula Raden Ajeng Tien berpaling, terlihat pucat wajahnya Rapingun ingkang kapatah ing lurahipun kapurih momong putranipun, boten tilar weweka. Sesolah-tingkahipun djedjaka kekalih, ingkang andadosaken bijasipun Raden Adjeng Tien sampun kesumerepan sadaja. Rapingun saja migatosaken kawontenan punika, saparipolahipun djedjaka kekalih tansah kalirik. Nanging Rapingun pantjen sugih gelar, sadaja kaprajitnanipun boten ketawis babar pisan, ngantos ketingal kados lare boten open lan bodo banget, saged ugi ingkang dipun-emba kados ambeging sinatrija. (hlm. 56). Rapingun yang diberi tanggung jawab oleh majikannya untuk menjaga putrinya sangat bertanggung jawab. Semua tingkah laku kedua pemuda, yang commit menjadikan to user Raden Ajeng Tien tidak nyaman sudah ia diketahui. Rapingun semakin memperhatikan keadaan itu,

digilib.uns.ac.id 63 Bendara apapun gerak-gerik pemuda itu selalu diawasi. Rapingun memang pandai, semua tindakannya itu tidak terlihat mencolok, tidak ketahuan, ia seperti anak bodoh tidak tahu apa-apa. Novel Ngulandara pada sub judul VIII berjudul Ndjagi Wilujenging memiliki tema kesungguhan pengabdian. Tema tersebut didasarkan pada cerita bahwa ketika pulang dari Magelang mobil Rapingun dan Raden Ajeng Tien dihadang oleh dua orang laki-laki, tak lain merupakan laki-laki yang sama saat berada di gedung wayang orang. Laki-laki tersebut adalah teman Raden Ajeng saat masih bersekolah di Yogyakarta bernama Hardjana, ia menyukai Raden Ajeng Tien namun rupanya hanya bertepuk sebelah tangan. Hardjana marah dengan keadaan tersebut sehingga ingin berbuat yang baik. Akhirnya terjadilah perkelahian Rapingun dengan kedua laki-laki itu. Rapingun merasa bertanggung jawab atas keselamatan majikannya rela memberikan lengannya untuk dipukul, saat itu keadaan genting namun Rapingun dengan sigap menangani hal tersebut dan mereka berdua pun selamat. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut: Dadi wose kowe pantjen ora demen karo aku, amarga kowe wis njanding karo botjah bregas kuwi! Tjariyos mekaten wau kalijan nuding dateng Rapingun. Raden Adjeng Tien prempeng, ladjeng mangsuli: wah semono kurang adjarmu, Hardjana. Pantjene kowe rak takon disik, utamane tetepungan, dadi ngerti kuwi sapa. Kuwi sedulurku nak-sanak ngerti! (hlm. 65). Jadi intinya kamu memang tidak menyukaiku, karena kamu telah bersama pemuda tampan itu! berkata seperti itu sambil menunjuk ke arah Rapingun. Raden Ajeng Tien berkaca-kaca, kemudian menjawab: Wah kurang ajar sekali kamu, Hardjana. Baiknya kamu bertanya dulu, terlebih berkenalan, sehingga kamu tahu siapa yang kamu ajak bicara. Dia adalah saudaraku mengerti! Hardjana kaget sumerep kawontenan mekaten punika, enggal mendet tosanipun gligen ingkang sampun kagletakaken ing treeplank, terus minger bade murugi Rapingun medal saking wingking oto. Nanging commit nalika to user punika Rapingun ugi bade murugi

digilib.uns.ac.id 64 Hardjana medal sawingkinging oto. Sareng Hardjana dumugi sawingking oto kepering tengen kepetuk Rapingun. Hardjana ngembat tosanipun bade kagebagaken ing sirahipun Rapingun. Sareng kaijan pandjeritipun Raden Adjeng Tien, Rapingun ngendani sarana mendak kalijan nyabet garesipun Hardjana mawi sendok ban. Hardjana dawah kelumah. (hlm. 66). Hardjana kaget mengetahui keadaan itu, segera mengambil besi yang sudah diletakkan di treeplank, lalu berbalik ingin menghadang Rapingun lewat belakang mobil. Tetapi ketika itu Rapingun juga akan menghadang Hardjana dari belakang mobil. Bertemulah keduanya. Hardjana menghantam kepala Rapingun dengan besi. Seketika Raden Ajeng Tien menjerit, Rapingun menghindar dengan menunduk dan menghantam kaki Hardjana dengan sendok ban. Hardjana pun jatuh. Selanjutnya pada sub judul IX berjudul Ngreksa Namaning Bendara masih berhubungan erat dengan sub judul VIII. Bertemakan menjaga nama baik seseorang walaupun harus berkorban. Bagian ini menceritakan kekhawatiran Raden Ajeng Tien tentang anggapan Rapingun tentang dirinya. Ia merasa malu dengan hal yang baru saja ia alami, sebab pada zaman dahulu hubungan antara seorang wanita dan laki-laki masih dipengaruhi peraturan adat yang berdasarkan norma kesusilaan. Namun Rapingun mengerti keadaan tersebut, ia tidak akan menceritakan kejadian itu kepada Den Bei Asisten Wedana. Perkara tangannya yang patah ia akan beralasan sewaktu membetulkan mobil tangannya terkena slinger. Raden Ajeng Tien sangat terharu dengan apa yang dilakukan Rapingun sematamata untuk menjaga nama baiknya. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut: Mangke dumugi ndalem, pandjenengan matur dateng ingkang rama saha ingkang ibu, bilih tangan kula tengen kenging slinger O, ja talah Rapingun, pantes kowe dadi sedulurku, semono anggonmu ngajomi menjang awakku. Nanging keprije, wong slinger kok ngenani tangan? (hlm. 72). Nanti sesampainya di rumah, katakan saja pada Bapak dan Ibu, kalau tangan saya terkena commit slinger. to user

digilib.uns.ac.id 65 Oh, Rapingun, pantas jika kamu menjadi saudaraku, sampai seperti ini kamu melindungi dan menjagaku. Tetapi bagaimana, slinger dapat melukai tangan? O, ija. Sasampunipun tjarijos mekaten punika Raden Adjeng Tien ladjeng undjal napas: saiki keprije pangiramu tumrap awakku Rap? Pandjenengan resik lan sutji (hlm. 73). O, iya. Setelah bercerita seperti itu Raden Ajeng Tien lalu menghela napas. Sekarang bagaimana pandanganmu terhadapku Rap? Anda bersih dan suci. Balas budi menjadi tema pada sub judul X yang berjudul Wonten ing Grija Sakit. Pada sub judul sebelumnya diceritakan bahwa cedera yang dialami Rapingun harus mendapat penanganan khusus maka ia dibawa ke rumah sakit. Raden Ajeng Tien yang merasa berhutang keselamatan pada Rapingun dengan tekun mengurusi segala kebutuhan Rapingun saat berada di rumah sakit. Namun Rapingun tidak pernah meminta apapun ia merasa telah diperlakukan secara istimewa sementara ia hanya seorang supir. Raden Ajeng Tien mengangkat Rapingun sebagai saudaranya hal itu ia lakukan sebagai balasan atas keberanian dan pengabdian Rapingun padanya. Terbukti dari kutipan berikut ini: Saben dinten wantji djam tiga utawi sekawan, Raden Adjeng Tien tuwi dateng grija sakit, perlu njekapi punapa kabetahanipun Rapingun. Nanging salebetipun seminggu ingkang kepengker dereng nate Rapingun gadhah paneda punapa-punapa dateng Raden Adjeng Tien...(hlm. 79). Setiap hari pukul tiga atau pukul empat, Raden Ajeng Tien berkunjung ke rumah sakit, untuk mencukupi keperluan Rapingun. Namun sudah seminggu ini Rapingun belum memiliki permintaan yang aneh-aneh pada Raden Ajeng Tien... Tresnaku marang kowe, djalaran saka ketarik watak lan luhuring budimu, kang wis kelahir saka sakabehing pakartimu. Atas asmane Pangeran, kowe wis tak-ujubake sarana karep kang murni dadi sedulurku (hlm. 88).

digilib.uns.ac.id 66 Cintaku kepadamu, karena tertarik watak dan baiknya budimu, yang telah terlihat dari seluruh tingkah lakumu. Atas nama Tuhan, aku ikrarkan kamu menjadi saudaraku. Sub judul XI berjudul Pamit memiliki tema perhatian atasan kepada bawahannya. Hal ini ditunjukan dengan kecurigaan Den Bei Asisten Wedana terhadap sikap Rapingun. Sepulangnya dari rumah sakit Rapingun mengerjakan pekerjaannya seperti biasa, namun raut wajah Rapingun yang terlihat gelisah kadang-kadang juga melamun, Den Bei khawatir sehingga menyuruh istrinya untuk bertanya kepada Rapingun. Hasilnya Rapingun bersikap demikian karena ia rindu pada orang tuanya. Ia pun diijinkan pulang untuk mengunjungi kelurganya di Pacitan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini: Let setengah wulan sawangsulipun saking grija sakit, Rapingun jen pinudju pijambakan asring ketingal susah, kala-kala ketingal klintjutan, kados tiyang ngandut wewados ingkang bade kewiyak... (hlm. 90-91). Setengah bulan setelah kepulangannya dari rumah sakit, saat sendiri Rapingun sering terlihat susah, kadang-kadang terlihat gelisah, seperti orang menyembunyikan rahasia dan akan terbongkar... Sampun kalih dinten Raden Bei Asisten sumerep Rapingun ketingal suntrut pasemonipun, badanipun ketingal sadjak lungkrah, nanging dereng purun pitaken sabebipun. Sareng tigang dintenipun, wantji djam sekawan sonten, Raden Aju asisten bade nuweni Rapingun wonten kamaripun, awit wiwit bibar neda sijang ladjeng kemawon terus mapan tilem, boten kados adat saben. Mila kakinten pijambakipun sakit (hlm. 91). Sudah dua hari Raden Bei Asisten mengetahui Rapingun terlihat sedih, badannya terlihat kurang sehat, tetapi ia belum bertanya sebabnya. Setelah tiga hari, pukul empat sore, Raden Ayu Asisten ingin menjenguk Rapingun di kamarnya, karena setelah makan siang langsung tidur, tidak seperti kebiasaannya. Diduga Rapingun sedang sakit.

digilib.uns.ac.id 67 Tema sub judul XII yang berjudul Serat saking Rapingun adalah kesedihan keluarga Den Bei saat mengetahui Rapingun tidak akan kembali bekerja padanya. Keinginannya menemui orang tua hanya alasan agar dapat pergi dari rumah Den Bei. Rapingun bersikap demikian karena ia tidak tega melihat kesedihan Den Bei melihat kepergiannya. Sehingga dalam suratnya Rapingun menyebutkan ingin meneruskan tugasnya mencari Raden Mas Sutanta. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Sampun kula manah pandjang, wiwit kula nangis wonten kamar, upami kula njuwun pamit medal, temtu bade ndadosaken keparenging pengalih pandjenengan sekalijan saha Ndara Adjeng Tien. Mila kula ladjeng matur dora, bade tuwi tijang sepuh dateng Patjitan (hlm. 98). Sudah saya pikir matang-matang, sejak saya menangis di kamar, seandainya saya meminta untuk keluar dari pekerjaan, tentu akan menjadi masalah untuk Den Bei beserta istri dan Raden Ajeng Tien. Jadi saya berbohong, untuk mengunjungi orang tua saya di Pacitan. Wondene sebabipun kula njuwun medal, mboten djalaran saking kirang anggen pandjenegan peparing, nanging nedya angajuh idamidaman kula ingkang taksih sumimpen ing salebeting manah, ngiras madosi R.M. Sutanta... (hlm. 98). Penyebab saya meminta keluar dari pekerjaan, bukan karena gaji yang kurang, tetapi masih ada keinginan yang tersimpan di hati, dan lagi saya harus mencari R.M Sutanta......djalaran saking kathahing gagasan, ngantos boten rumaos jen sami lelenggahan wonten ing patamanan ngadjeng. Sareng enget,bjar, sumerep rembulan sampun amameraken tjahjanipun njoroti gegodongan tuwin sekaran ing patamanan, rambjangrambjang asri tiningalan, kados suka pangari-arih dateng ingkang sami nandang prihatos (hlm. 99)....karena banyaknya pikiran, sampai tidak terasa sudah lama duduk di taman. Setelah melihat rembulan yang bersinar barulah teringat, sinarnya mengenai daun-daun dan bunga di taman, bayang-bayang terlihat indah, seperti penghibur untuk yang sedang bersedih.

digilib.uns.ac.id 68 Sub judul XII bertemakan segala sesuatu akan indah pada waktunya jika kita mau berusaha dan berdoa. Diceritakan setelah enam bulan pergi dari gedung asisten Ngadireja Rapingun yang juga merupakan Raden Mas Sutanta telah mendapatkan pekerjaannya kembali sebagai opzichter regenschap di daerah Kedungwuni. Secara kebetulan pula Den Bei Asisten Wedana kini telah diangkat sebagai Wedana di Kedungwuni. Pertemuan mereka terjadi secara kebetulan. Den Bei sekeluarga kaget mengetahui bahwa Rapingun adalah R.M Sutanta putra tunggal dari priyayi Solo R.M Gandaatmadja yang pergi untuk mengembara mencari jati dirinya. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut: Saweg dumugi semanten, konten angin dipun-engakaken saking lebet, njedul R.M Sutanta medal. Sarehning saking nglebet sampun mireng jen wonten tamu, lampahipun kalijan mendak-mendak, nijatipun bade tumut manggihi. Sareng sumerep tamunipun, lampahipun kandeg, ndjeger, ngadeg djegreg. Kados tugu, lajeng tumungkul mboten purun ngawasaken. Tamu-tamu sareng sumerep Raden Mas sutanta, tiga pisan tjep, boten njuwanten ngantos sawetawis dangu (hlm. 103). Saat itu, pintu dibuka dari dalam, R.M Sutanta keluar. Dari dalam sudah terdengar kalau ada tamu jadi untuk menghormati jalannya membungkuk, berniat ingin ikut menemui. Setelah mengetahui siapa tamu itu, jalannya terhenti, tertegun, mematung seperti tugu, lalu menunduk tidak berani melihat. Tamu-tamu yang mengetahui itu Raden Mas Sutanta, ketiganya terdiam, tidak bersuara sampai waktu yang lama. Kula aturi nepangaken dimas, menika momongan kula R.M Sutanta, Opseter Kabupaten ngriki. Den Bei Wedana boten mangsuli, namung tansah matitisaken dateng Raden Mas Sutanta. Mekaten ugi Raden Aju Wedana, anggenipun ngawasaken akedep tesmak. Sareng ampun tjeta, terus madjeng. Raden Mas Sutanta dipun-rangkul kalijan ndjerit nangis O, anakku ngger! (hlm. 103). Saya perkenakan Dimas, ini anak saya R.M Sutanta, pengawas di Kabupaten ini.

digilib.uns.ac.id 69 Den Bei Wedana tidak menjawab, hanya memperhatikan R.M Sutanta. Begitu juga dengan Raden Ayu Wedana, melihat tanpa berkedip. Setelah jelas, lalu berjalan. Raden mas Sutanta dipeluk dan menangis: Oh, anakku Den Bei Mantri guru sekalijan ingkang meksa dereng ngertos larah-larahipun ketingal lingak-linguk. Den Bei Wedana ladjeng ngandharaken lelampahanipun Raden Mas Sutanta, nalikanipun santun nama Rapingun... (hlm. 104). Den Bei Mantri guru bersama istri yang tidak tahu apa yang sedang terjadi terlihat bingung, Den Bei Wedana lalu menjelaskan cerita perjalanan Raden Mas Sutanta, saat berganti nama menjadi Rapingun... Sub judul terakhir berjudul Let Wolung Wulan bertemakan kebahagiaan. Setelah melalui masa-masa sulitnya menjalani kehidupan di masa pengembaraannya. Rapingun menjadi supir taksi dan mengabdi pada Nonyah Hien setelah itu ia mengabdi sebagai supir pribadi Den Bei Asisten Wedana. Pengabdiannya kepada Den Bei diwarnai dengan pengorbanan, Rapingun menunjukan loyalitas pengabdiannya kepada keluarga Den Bei. Raden Mas Sutanta akhirnya menikmati kebahagiaan ia menikah dengan Raden Ajeng Tien setelah mendapatkan pekerjaannya kembali. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut: Apa iki dina libur, ta? Raden Mas Sutanta mangsuli : Boten, Bu. Bade njambut damel, nuweni margi Kabupaten ingkang saweg dipun-garap menika. Ana njambut gawe kok sangu bodjo. Kowe kok ndadak melu barang ta Tien. (hlm. 106). Apa hari ini libur? Raden Mas Sutanta menjawab: Tidak, Bu. Mau bekerja, melihat jalan Kabupaten yang sedang dibangun. Kerja kok membawa istri. Kamu itu kok ikut segala Tien

digilib.uns.ac.id 70 Ing saladjengipun anggenipun palakrama tansah atut runtut. Manahipun tentrem, ngrumaosi begdja gesangipun wonten ngalam donja. Makaten ugi Den Bei Wedana sekalijan. (hlm. 106). Selanjutnya dalam membina rumah tangga selalu baik. Hatinya tentram merasa sangat beruntung hidup di dunia. Begitu pula Den Bei Wedana beserta istrinya. Novel Ngulandara seperti yang telah dijelaskan di atas bahwasannya merupakan novel yang masih dipengaruhi oleh zaman Belanda dimana kaum priyayi dianggap lebih terhormat dan lebih memiliki kekuasaan saat itu. Dalam novel ini ditunjukan dengan adanya dialog antara Rapingun dan Den Bei Asisten Wedana saat bertemu di tengah hutan. Rapingun memanggil Den Bei dengan sebutan Ndara. Berikut merupakan kutipan dialog yang terjadi antara Rapingun dan Den Bei Asisten Wedana. Sarehning taksih gremis, mangga ndara lenggah ngelebet kemawon Boten dadi napa Boten ndara, mangga lenggah kemawon kula sampun kulina dhateng djawah lan benter, panjenengan kirang prayogi (hlm. 10). Karena masih gerimis, silakan Tuan duduk di dalam saja Tidak apa-apa Tidak Tuan, silakan duduk saja saya sudah terbiasa terkena panas dan hujan, untuk Tuan kiranya kurang baik Dialog tersebut sangat terlihat bagaimana seorang yang berpangkat rendah memperlakukan seseorang yang memiliki jabatan yang lebih tinggi. Rapingun yang saat itu hanya seorang supir bersikap sangan sopan dan tidak membiarkan orang yang ia temui tersebut kehujanan. Sebutan ndara yang berarti tuan menjadi ciri etika yang digambarkan dalam novel tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menemukan tema dalam novel Ngulandara secara umum adalah perjuangan hidup dalam pencarian jati diri. Dikatakan perjuangan hidup karena Raden Mas Sutanta yang merupakan anak priyayi harus keluar dari kehidupan mewahnya dan rela menjadi sopir merupakan hal yang sulit untuk dilakukan orang yang tidak terbiasa hidup susah. Pencarian jati diri, Raden Mas Sutanta pergi dari

digilib.uns.ac.id 71 rumah dengan tujuan mencari ketentraman hidup sebab dalam dirinya sedang bergejolak rasa malu karena dipecat dari pekerjaannya, ia juga malu bila harus hidup bergantung kepada orang tuanya, maka ia ingin membuktikan bahwa ia mampu untuk berdiri menggunakan kakinya sendiri, ia mampu menjalani kerasnya kehidupan. Hal yang dilakukan Raden Mas Sutanta tersebut seperti tersirat dalam tembang macapat pocung karya Pakubuwana IV dalam serat Wulang Reh yang berbunyi, ngelmu iku kalakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese kas nyantosani, setya budya pangekesing dur angkara yang bermakna bahwa orang mencari ilmu atau jati diri dengan sarana berusaha mempertahankan jati diri agar terhindar dari bahaya. Bahaya dalam konteks ini adalah keterpurukan yang berkepanjangan karena mengalami kegagalan. Hal tersebut ditunjukkan pada kutipan berikut: b. Alur O, ngger, sanadyan kowe ora njambut gawe, rak ora kurang apaapa ta. Duwit saka sewan omah sesasine, kuwi rak wis cukup koanggo nuruti keseneganmu. Saja keranta-ranta maneh atiku, dene lungamu ora sangu dhuwit lan nggawa salin salembar-lembara. (hlm. 85) Oh, anakku, walaupun kamu tidak bekerja, kamu tidak kekurangan suatu apapun. Uang sewa rumah setiap bulan, itu sudah cukup untuk menuruti keinginanmu. Semakin menderita hatiku, karena kepergianmu tanpa uang atau pakaian walau hanya sepotong. Merujuk pada pendapat Stanton alur atau plot adalah jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang menunjukkan hubungan sebab dan akibat dan memiliki kemungkinan agar pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang. Pengertian plot diartikan sebagai cerita yang berisi urutan kejadian, tetapi setiap kejadian itu dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa satu menyebabkan peristiwa yang lainnya (2012: 144). Rangkaian kejadian yang menjalin alur meliputi: (1) eksposition; (2) inciting moment; (3) ricing action; (4) compication; (5) climax; (6) falling action; dan (7) denouement (Waluyo dan commit Wardani, to user 2009: 10).

digilib.uns.ac.id 72 1) Eksposition Tahap eksposition pada novel Ngulandara karya Margana Djajaatmadja ini adalah tahap pengarang memaparkan, memperkenalkan latar cerita, tokoh, waktu dan beberapa sumber konflik yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam cerita. Awal mula diceritakan Den Bei Asisiten Wedana, istri dan anaknya saat perjalanan pulang menuju Ngadireja mobilnya mengalami kerusakan di tengah hutan daerah setelah dusun Kledung yang terletak di lembah gunung Sumbing dan Sundara yang termasuk dalam dua wilayah yaitu Parakan (Temanggung) dan Kreteg (Wonosobo). Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut: Mogokipun oto wau wonten tengah-tengahing bulak, kaprenah sangandaping dusun Kledung. Dene dusun Kledung punika dumunung ing papan ingkang inggil, kleres ereng-erengipun redi Sumbing lan Sundara, wonten saantawisipun Parakan (Temanggung) kalijan Kreteg (Wanasaba). Saking Kledung dateng Parakan utawi Kreteg sami tumurunipun (hlm: 7). Rusaknya mobil itu di tengah-tengah hutan, tepatnya di bawah dusun Kledung. Dusun Kledung sendiri terletak di dataran tinggi, di perbukitan gunung Sumbing dan Sundara, berada diantara Parakan (Temanggung) dan Kreteg (Wonosobo). Dari Kledung ke Parakan atau dari Kreteg sama-sama menurun. Nama-nama daerah yang digunakan dalam cerita ditemukan bahwa latar tempat kejadian cerita adalah di Jawa Tengah, sebab nama-nama tempat tersebut merupakan nama desa, kecamatan, dan kota di Jawa Tengah. Selain nama-nama tempat tersebut juga ditemukan nama kota Kedungwuni yang terletak di Klaten, dan Surakarta. Pengarang menggambarkan latar sosial kehidupan priyayi pada zaman novel tersebut dibuat dengan menggunakan bentuk nama seperti Raden Bei, Raden Ayu, dan Raden Ajeng, pengarang juga memperkuatnya dengan menggunakan kata sapaan Ndara. Sapaan tersebut digunakan untuk menghormati orang yang dinilai memiliki strata sosial yang lebih tinggi. Hal ini terlihat pada kutipan berikut:

digilib.uns.ac.id 73 Saweg kepjek anggenipun sami tjetjriosan, kasaru datengipun rentjang estri, matur: Menika wonten tamu, Ndara. Bendaranipun estri taken: Sapa? Njonjah Hien Temanggung (hlm. 15-16). Asik bercerita, terhenti oleh datangnya pembantu wanita, memberi tahu: Ada tamu, Nyonya. Majikan perempuannya bertanya: Siapa Nyonyah Hien Temanggung Pada awal novel juga diperkenalkan tokoh-tokoh yang terlibat di dalam cerita yaitu Den Bei Asisiten Wedana, Den Ayu Asisten Wedana, Raden Ajeng Supartienah, Rapingun, Kasna, dan Nyonyah Oei Wat Hien yang terlibat dalam tahap eksposition. Pengenalan tokoh ditandai dengan penggambaran bentuk fisik oleh pengarang. Hal tersebut dapat dilihat pada dialog antara Den Bei dengan istrinya yang melihat perawakan Rapingun, sebagai berikut: Kiraku ja uwis, nanging aku durung weruh. Ajakna sopir taksi Ah, kiraku, dudu pak. Wong botjahe bagus ki, polatane djetmika. Apa sopir taksi kuwi ora kene duwe rupa bagus lan polatan djetmika? (hlm. 12). Menurutku ya sudah, tapi belum tahu, sepertinya supir taksi Ah, menurutku bukan Pak, orangnya tampan, tingkah lakunya sopan. Apa supir taksi itu tidak boleh tampan dan tingkah lakunya sopan? 2) Inciting Moment Tahap inciting moment pengarang mulai memunculkan problemproblem yang ditampilkan kemudian ditingkatkan dan dikembangkan. Diceritakan Rapingun yang telah menolong Den Bei memperbaiki mobilnya yang rusak tidak mau diberi imbalan. Den Bei merasa berhutang budi pada Rapingun ia ingin membalasnya suatu saat nanti, ia menghafal plat mobil yang dikendarai commit Rapingun to user dengan harapan jika bertemu lagi ia

digilib.uns.ac.id 74 ingin memberikan hak Rapingun. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini: Overland enggal nututi. Dumugi pratigan, inggih punika pakendelan taksi jen tumudju wantji sijang, sepen, mboten wonten punapapunapa. Prijantun tetiga gela manahipun... (hlm. 15) Overland segera menyusul. Sesampainya dipertigaan, yaitu yang menjadi tempat pemberhentian taksi diwaktu siang, sepi, tidak ada apa-apa. Mereka bertiga kecewa hatinya... 3) Ricing action Tahapan ini diceritakan permasalahan yang semakin kompleks yaitu saat Rapingun mengantar putri Den Bei yaitu Raden Ajeng Supartienah yang pergi ke Magelang di jalan dihadang oleh Hardjana. Rapingun terluka tangannya karena terkena pukulan Hardjana dan harus dirawat dirumah sakit. Rapingun merasa bingung karena ia telah merasa keluarga Den Bei begitu baik padanya, dalam dirinya ia merasa bersalah karena ia tidak akan dapat menetap di satu tempat. Ia harus tetap mengembara. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: Lemes manah kula mboten saking kirang saening lampahipun rah, Ndara Lah saka apa? Saking kawraten nampeni sih pandjenengan ingkang samanten agengipun. Witjantenan mekaten punika luhipun Rapingun saja deres wedalipun, amargi saja kraos-raos manahipun (hlm. 77). Jantung saya lemah bukan karena kurang lancarnya aliran darah, Tuan Lalu karena apa? Karena terlalu berat menerima kasih sayang yang Tuan berikan kepada saya. Berkata demikian itu air mata Rapingun semakin deras, karena merasa berat hatinya. 4) Complication Pada tahap ini merupakan tahap sebelum klimaks sehingga pemicu konflik lebih ditingkatkan lagi. Diceritakan saat di rumah sakit Raden Ajeng Tien memberikan commit surat yang to user ia temukan diantara barang-barang

digilib.uns.ac.id 75 milik Rapingun. Surat itu tak lain adalah surat dari ibu Rapingun atau R.M Sutanta dalam surat itu tersirat kerinduan mendalam ibunya, tetapi Rapingun masih ingin mengembara. Sebenarnya Raden Ajeng Tien telah curiga bila Rapingun adalah Raden Mas Sutanta. Ia tetap menyembunyikan jati dirinya dari Raden Ajeng Tien. Hal ini membuatnya bingung mengenai apa yang harus ia lakukan, karena ia juga tidak tega meninggalkan keluarga Den Bei yang sangat baik padanya, namun disisi lain mungkin ibu dan bapaknya akan mati dalam kesengsaraan karena menahan rindu padanya, ia memutuskan untuk pergi dari rumah Den Bei dengan alasan mengunjungi orang tuanya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Ing batos Raden Adjeng Tien radi eram sumerep pasemonipun Rapingun, boten punapa-punapa. Rumaos tuna panggrajanipun. Ingkang salebetipun manah Raden Adjeng Tien ngunandika, apa saking pintere nutupi, saka wis bisa ngereh atine dewe, apa saka ora ana gegajutaning bab babar-pisan (hlm. 83). Di dalam hati Raden Ajeng Tien agak curiga melihat raut muka Rapingun, bukan apa-apa. Merasa kurang memperhatikan. Raden Ajeng Tien berbicara dalam hati, apa karena pandainya dia menutupi, dari kepandainya mengatur hatinya sendiri, atau karena memang tidak ada hubungannya dengan masalah ini. Let setengah wulan sawangsulipun saking grija sakit, Rapingun jen pinudju pijambakan asring ketingal susah, kala-kala ketingal klintjutan, kados tijang ngandut wewados ingkang bade kewijak... (hlm: 90-91). Setengah bulan sejak kepulangannya dari rumah sakit, saat Rapingun sendirian ia terlihat sedih, kadang-kadang terlihat gelisah, seperti seseorang yang memiliki rahasia yang akan terbongkar... Nuwun Ndara, saestunipun sampun sawetawis dinten menika kula tansah kengetan dateng tijang sepuh kula. Sampun meh sadasa wulan menika kula mboten tuwi, mangka anakipun namung setunggal til kula pijambak (hlm: 93).

digilib.uns.ac.id 76 5) Climax Maaf Tuan, sebenarnya beberapa hari ini saya teringat orang tua saya. Sudah hampir sepuluh bulan ini saya tidak pulang, padahal saya anak satu-satunya. Climax merupakan puncak dari keseluruhan cerita. Semua kisah atau peristiwa yang sebelumnya ditahan untuk ditonjolkan, pada tahap ini semuanya dikisahkan. Peneliti menemukan climax pada bagian terbongkarnya rahasia Rapingun bahwa ia sebenarnya adalah Raden Mas Sutanta anak dari Raden Mas Gandaatmadja yang pergi dari rumah untuk mengembara. Terbongkarnya identitas Rapingun yang sebenarnya ketika ia berkunjung ke rumah Mantri guru Kedungwuni karena ia bekerja sebagai pengawas di daerah itu. Secara kebetulan Den Bei Asisten Wedana, Raden Ayu Asisten Wedana, dan Raden Ajeng Tien juga berkunjung karena ia adalah Wedana baru di daerah Kedungwuni, pertemuan mereka disambut tangis haru. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut: Saweg dumugi semanten, konten angin dipun-engakaken saking lebet, njedul R.M Sutanta medal. Sarehning saking nglebet sampun mireng jen wonten tamu, lampahipun kalijan mendak-mendak, nijatipun bade tumut manggihi. Sareng sumerep tamunipun, lampahipun kandeg, ndjeger, ngadeg djegreg. Kados tugu, lajeng tumungkul mboten purun ngawasaken. Tamu-tamu sareng sumerep Raden Mas sutanta, tiga pisan tjep, boten njuwanten ngantos sawetawis dangu (hlm. 103). Saat itu, pintu dibuka dari dalam, R.M Sutanta keluar. Dari dalam sudah terdengar kalau ada tamu jadi untuk menghormati jalannya membungkuk, berniat ingin ikut menemui. Setelah mengetahui siapa tamu itu, jalannya terhenti, tertegun, mematung seperti tugu, lalu menunduk tidak berani melihat. Tamu-tamu yang mengetahui itu Raden Mas Sutanta, ketiganya terdiam, tidak bersuara sampai waktu yang lama. Kula aturi nepangaken dimas, menika momongan kula R.M Sutanta, Opseter Kabupaten ngriki. Den Bei Wedana boten commit mangsuli, to user namung tansah matitisaken dateng Raden Mas Sutanta.

digilib.uns.ac.id 77 Mekaten ugi Raden Aju Wedana, anggenipun ngawasaken akedep tesmak. Sareng ampun tjeta, terus madjeng. Raden Mas Sutanta dipun-rangkul kalijan ndjerit nangis: O, anakku ngger! (hlm. 103). Saya perkenakan Dimas, ini anak saya R.M Sutanta, pengawas di Kabupaten ini. Den Bei Wedana tidak menjawab, hanya memperhatikan R.M Sutanta. Begitu juga dengan Raden Ayu Wedana, melihat tanpa berkedip. Setelah jelas, lalu berjalan. Raden mas Sutanta dipeluk dan menangis: Oh, anakku 6) Falling action Tahap falling action merupakan tahap ketegangan konflik telah menurun karena telah mencapai climax. Setelah mengetahui kebenaran yang selama ini disembunyikan Raden Mas Sutanta dan mengapa ia berbohong, Den Bei mengerti keadaan Raden Mas Sutanta. Selama menjadi pengawas Raden Mas Sutanta telah memiliki rumah yang baru dan meminta agar Den Bei sekeluarga menginap ditempatnya dan mereka menyetujuinya. Hal itu dapat diihat pada kutipan berikut: 7) Denoument... Nanging kadadosanipun, Den Bei Wedana ladjeng sipeng wonten ing grijanipun Raden Mas Sutanta, awit Raden Mas Sutanta sampun gegrija pijambak, pirantosing balegrija sampun pepak, tur model enggal sadaja. Dene anggenipun sipeng wonten ing ngriku, inggih saking panedanipun Raden Mas Sutanta iangkang boten kenging dipuntulak (hlm. 105).... Namun yang terjadi, Den Bei Wedana lalu menginap dirumah Raden Mas Sutanta, karena Raden Mas Sutanta sudah memiliki rumah sendiri, perabotan rumah sudah lengkap dan model terbaru. Den Bei menginap karena keinginan Raden Mas Sutanta yang tidak bisa ditolak. Tahap ini berarti penyelesaian dari semua cerita yang berupa akhir cerita. Diceritakan akhir dari novel Ngulandara Raden Mas Sutanta

digilib.uns.ac.id 78 akhirnya menikah dan hidup rukun serta bahagia. Terbukti dengan kutipan berikut: Wiwit dinten punika grijanipun Raden Mas Sutanta kenging kawastanan kalih, ing Pekalongan sarta ing Kedungwuni (hlm. 105). Sejak hari itu rumah Raden Mas Sutanta dapat dikatakan ada dua yaitu di Pekalongan dan di Kedungwuni. Ing saladjengipun anggenipun palakrama tansah atut runtut. Manahipun tentrem, ngrumaosi begdja gesangipun wonten ngalam donja. Makaten ugi Den Bei Wedana sekalijan (hlm. 106). Selanjutnya dalam membina rumah tangga selalu baik. Hatinya tentram merasa sangat beruntung hidup didunia. Begitu pula Den Bei Wedana beserta istrinya. Tahapan alur yang telah dijelaskan di atas menunjukkan alur yang digunakan dalan novel Ngulandara adalah alur utama karena dalam penceritaannya digambarkan secara runtut tidak menggunakan alur ganda atau alur sampingan yang menceritakan kisah lain di dalam kisah pengembaraan Raden Mas Sutanta. c. Sudut Pandang Analisis sudut pandang menggunakan teori menurut Abrams bahwa sudut pandang adalah cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagi sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (1981: 101). Minderop berpendapat bahwa sudut pandang terbagi menjadi empat golongan yaitu, sudut pandang persona ketiga, sudut pandang persona pertama, sudut pandang campuran, dan sudut pandang dramatik (2005: 31). Novel Ngulandara gaya penceritaannya menggunakan sudut pandang persona ketiga yaitu pengisahan cerita yang memposisikan pengarang sebagai yang maha tahu dan pengamat. Sudut pandang persona ketiga dalam menampilkan tokoh-tokoh ceritanya, yaitu dengan menyebut nama seperti

digilib.uns.ac.id 79 Raden Mas Sutanta. Sedangkan tokoh pembantu Raden Ayu Supartinah, Den Bei Asisten Wedana, Den Ayu Asisten Wedana, Nyonyah Oei Wat Hien, Kerta, Kasna, Salijem, Raden Mantri guru ing Parakan, Raden Ayu Mantri guru, Den Bei Mantri gudang, Den Ayu Mantri gudang, Hardjana, Suratna, Mantri guru Kedungwuni, Istri Mantri guru. atau kata gantinya misalkan keng ibu, bocah kae dan lain sebagainya. Dapat dilihat dari kutipan di bawah ini: d. Latar Wulan saja minggah, padangipun djingglang, makaten ugi pasemonipun Raden Adjeng Tien lan Rapingun ingkang kataman sunaring rembulan saja nglela, prasasat rembulan kembar (hlm. 70). Rembulan semakin naik, terang benderang, begitu pula Raden Ajeng Tien dan Rapingun yang terkena pancaran sinar rembulan semakin jelas, seperti rembulan kembar. Let sawulan saking datengipun njonjah Hien, kaleres dinten Ngahad, wantji djam 5 sonten, Raden Bei Asisten Wedana sakalijan tuwin putranipun sami lelenggahan ing gadri wingking sinambi ngundjuk wedang kados adat saben (hlm. 26). Selang satu bulan setelah kedatangan Nyonyah Hien, bertepatan hari Minggu pukul 5 sore, Raden Bei Asisten Wedana beserta istri dan anaknya sedang duduk di teras belakang sambil minum, minuman seperti biasa. Peneliti sependapat dengan Stanton bahwa latar adalah lingkungan kejadian atau dunia dekat tempat kejadian itu berlangsung. Latar dapat memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas, untuk memberikan kesan realitas kepada pembaca, menciptakan suasana seolah-olah sungguhsungguh terjadi (2012: 35). Dengan demikian, pembaca dapat dengan mudah mengoperasikan daya imajinasinya mengenai cerita dan memungkinkan dapat berperan serta secara kritis dengan pengetahuan mengenai latar sebuah cerita (Sayuti, 2000: 126-127). Selanjutnya untuk lebih memahami latar terbagi commit atas to tiga user yaitu (1) latar tempat, (2) latar

digilib.uns.ac.id 80 waktu, dan (3) latar sosial. 1) Latar tempat Latar tempat adalah hal yang berkaitan dengan masalah geografis, latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi. Penggunaan nama tempat haruslah tidak bertentangan dengan sifat atau geografis tempat yang bersangkutan, karena setiap latar tempat memiliki karakteristik dan ciri khas sendiri. Latar tempat pada novel Ngulandara terjadi di tengah hutan tepat dibawah dusun Kledung, Parakan, gedung asisten di Ngadireja, Kwijen Pekalongan, Magelang, dan Kedungwuni. Ditengah hutan dibawah dusun Kledung merupakan tempat mobil Den Bei Asisten Wedana rusak, seperti yang tergambar pada kutipan di bawah ini: Mogokipun oto wau wonten tengah-tengahing bulak, kaprenah sangandaping dusun Kledung. Dene dusun Kledung punika dumunung ing papan ingkang inggil, kleres ereng-erengipun redi Sumbing lan Sundara, wonten saantawisipun Parakan (Temanggung) kalijan Kreteg (Wanasaba). Saking Kledung dateng Parakan utawi Kreteg sami tumurunipun (hlm. 7). Rusaknya mobil itu di tengah-tengah hutan, tepatnya di bawah dusun Kledung. Dusun Kledung sendiri terletak di dataran tinggi, di perbukitan gunung Sumbing dan Sundara, berada diantara Parakan (Temanggung) dan Kreteg (Wonosobo). Dari Kledung ke Parakan atau dari Kreteg sama-sama menurun. Ing Kledung punika misuwur atisipun. Dasar angine sumribit, sinembuh gremisipun tanpa kendat... (hlm. 7). Di Kledung sudah terkenal dingin. Ditambah angin berhembus perlahan dan gerimis yang tak kunjung usai... Latar tempat lain yaitu di perhentian atau pangkalan taksi di Parakan yang biasanya dipakai para supir taksi untuk beristirahat di siang hari. Ketika Den Bei telah sampai di Parakan dan ingin memberikan imbalan atas jasa Rapingun, terlihat pada kutipan berikut: