16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Antibiotik merupakan obat yang penting digunakan dalam pengobatan infeksi akibat bakteri (NHS, 2012). Antibiotik dan obat-obat sejenisnya yang disebut agen antimikrobial, sejak tahun 1940 telah dikenal dapat menurunkan angka penyakit dan kematian akibat penyakit infeksi (CDC, 2010). Penggunaan antibiotik yang rasional, merujuk pada ketepatan dosis, pemilihan antibiotik, dan bentuk sediaan yang seharusnya diberikan kepada pasien (WHO, 2010). Indikasi penggunaan antibiotik ada tiga, yaitu sebagai terapi definitif, terapi empiris, dan terapi profilaksis. Antibiotik sebagai terapi/pengobatan definitif digunakan untuk menghentikan adanya infeksi bakteri. Antibiotik sebagai terapi empiris, yaitu digunakan untuk kasus-kasus yang kritis, dimana waktu tidak adekuat untuk menunggu identifikasi dan isolasi bakteri. Sedangkan, antibiotik sebagai terapi profilaksis dikarenakan penggunaannya yang bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi spesifik yang dapat terjadi akibat efek dari suatu tindakan invasif (Kakkilaya, 2008). Penggunaan antibiotik memiliki banyak keuntungan jika digunakan dengan benar dan tepat (CDC, 2010). Antibiotik tidak dapat digunakan untuk melawan infeksi virus, seperti pada kondisi flu, bronkitis, dan beberapa infeksi telinga. Penggunaan antibiotik yang tidak dibutuhkan dapat menyebabkan resistensi antibiotik (CDC, 2013). Penggunaan antibiotik yang rasional penting untuk diperhatikan dikarenakan efek sampingnya yang cukup membahayakan bagi pasien dan dapat menyebabkan resistensi antibiotik. Kesuksesan hasil akhir dari pengobatan dengan antibiotik tergantung dari pemilihan agen antibakterial yang digunakan. Pada proses pemilihan antibiotik tersebut, ada tiga hal penting yang harus diketahui, yaitu agen penyebab, pasien, dan antibiotik itu sendiri (Lim, 1998). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketepatan penggunaan antibiotik pada masyarakat. Salah satu faktor yang penting adalah tingkat pengetahuan
17 masyarakat mengenai antibiotik itu sendiri. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan tersebut, seperti tingkat pendidikan dari masyarakat, penjelasan oleh dokter, serta anggapan-anggapan lain yang menimbulkan adanya kesalahan saat mengonsumsi antibiotik. Tingkat pengetahuan masyarakat dalam penggunaan antibiotik telah diteliti di berbagai daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Lim dan Teh (2012) di Putrajaya, Malaysia, menyebutkan bahwa 83% responden tidak mengetahui bahwa antibiotik tidak bekerja untuk melawan infeksi virus dan 82% responden tidak mengetahui bahwa antibiotik tidak dapat mengobati batuk dan flu, sementara 82.5% responden terlihat sangat berhati-hati dengan penggunaan antibiotik yang dapat menyebabkan alergi. Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa sekitar setengah dari mereka (52,1%) tidak mengetahui bahwa antibiotik dapat menimbulkan banyak efek samping. Beberapa pernyataan dari responden diantaranya adalah tidak masalah menghentikan pemakaian antibiotik ketika gejala telah membaik dan mengkonsumsi sedikit antibiotik dari yang diresepkan dokter akan lebih sehat daripada mengkonsumsi seluruh antibiotik yang diresepkan. Penelitian yang dilakukan oleh Widayati dkk tahun 2012 di Yogyakarta, menyatakan bahawa dari 559 responden, sejumlah 283 responden mampu menyebutkan nama antibiotik dengan benar, sementara 276 responden mengaku tidak mengenal antibiotik. Hasil penelitian tersebut juga menyatakan 85% responden berhati-hati dengan penggunaan antibiotik yang dapat menyebabkan resistensi. Responden mampu menjawab dengan benar bahwa antibiotik dapat mengobati infeksi bakteri sebanyak 76%, sedangkan 70% menyebutkan orangorang dapat memiliki reaksi alergi terhadap penggunaan antibiotik, dan antibiotik tidak harus segera digunakan ketika seseorang mengalami demam sebanyak 50%. Untuk tingkat pengetahuan responden mengenai antibiotik dinyatakan bahwa sebanyak 70% responden tidak memiliki pengetahuan yang cukup tepat mengenai kegunaan antibiotik pada infeksi virus. Sehingga, median dari skor keseluruhan pengetahuan adalah 3 dari range 0-5. Sementara 31% responden berada pada level
18 yang rendah dari skor pengetahuan, 35% berada pada tingkat moderate dari skor pengetahuan, dan 34% responden memiliki pengetahuan yang adekuat. Penelitian yang dilakukan di Los Angeles tahun 2002 yang dilakukan oleh Los Angeles County Health Survey (LACHS), mengenai tingkat pengetahuan terhadap penggunaan antibiotik yang benar menunjukkan bahwa pada kelompok responden dengan pengetahuan tinggi didapatkan hasil bahwa 63% responden bersedia menghabiskan antibiotik yang diresepkan daripada kelompok responden dengan pengetahuan rendah (48%). Selain itu, sekitar 16% kelompok responden dengan pengetahuan tinggi lebih sedikit mendapatkan antibiotik dari pemberitahuan keluarga atau teman. Sebaliknya, pada kelompok responden dewasa berpengetahuan rendah, 33% mengkonsumsi antibiotik karena diberitahu oleh teman dan keluarganya. Penelitian yang dilakukan oleh Pulungan pada tahun 2011 di kota Medan mengenai hubungan tingkat pengetahuan tentang antibiotika dan penggunaannya di kalangan mahasiswa non medis mendapatkan bahwa 77% mahasiswa non medis USU memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap antibiotik, 18% persen mahasiswa non medis USU memiliki tingkat pengetahuan sedang, dan hanya hampir 5% mahasiswa non medis USU yang memiliki pengetahuan yang rendah terhadap antibiotik Menurut pengalaman penulis, banyak kerabat dekat maupun tetangga dari penulis yang cenderung tidak rasional dalam menggunakan obat antibiotik. Pernyataan-pernyataan yang sering penulis dengar dari kerabat atau tetangga penulis mengenai penggunaan obat antibiotik antara lain mereka berhenti menggunakan antibiotik setelah tidak merasa sakit lagi atau mereka membeli obat antibiotik sendiri tanpa peresepan dari dokter karena malas untuk pergi ke dokter. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan masyarakat mengenai penggunaan antibiotik di kalangan masyarakat baik masyarakat menengah ke atas, maupun pada masyarakat dengan kehidupan sosial ekonomi menengah ke bawah.
19 1.2. Rumusan masalah Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat Kelurahan Suka Maju terhadap penggunaan antibiotik? 1.3. Tujuan penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat Kelurahan Suka Maju terhadap penggunaan antibiotik. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat Kelurahan Suka Maju terhadap penggunaan antibiotik berdasarkan jenis kelamin. 2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat Kelurahan Suka Maju terhadap penggunaan antibiotik berdasarkan umur. 3. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat Kelurahan Suka Maju terhadap penggunaan antibiotik berdasarkan tingkat pendidikan. 1.4. Manfaat penelitian 1.Bagi Masyarakat Sebagai informasi kepada masyarakat mengapa penting untuk melakukan pembatasan penggunaan antibiotik. 2. Bagi institusi kesehatan Sebagai masukan untuk tenaga kesehatan untuk menjelaskan lebih rinci kepada pasien tentang penggunaan antibiotik yang benar. 3. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat menambah studi kepustakaan dan diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya. 4. Bagi Peneliti Sebagai sarana pembelajaran sehingga menambah pengetahuan dan wawasan dalam melakukan penelitian dalam bidang kesehatan.
20 5. Bagi Institusi Pengawas Peredaran Obat Sebagai masukan kepada Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk lebih mengawasi distribusi antibiotik dan untuk pihak distributor seperti apotek agar menjalankan peraturan peraturan yang berlaku.