persoalan lingkungan kota.

dokumen-dokumen yang mirip
: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

BAGIAN I KAWASAN METROPOLITAN: KONSEP DAN DEFINISI

BAB I PENDAHULUAN. (UN, 2001). Pertumbuhan populasi dunia yang hampir menyentuh empat kali lipat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

KETERKAITAN ANTARA KEMISKINAN PERKOTAAN DENGAN KESEHATAN LINGKUNGAN DI WILAYAH KABUPATEN TEGAL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

`BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001

INDONESIA NEW URBAN ACTION

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

I. PENDAHULUAN. 1 Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.

Makalah Kunci. Peningkatan Kesetaraan Pembangunan Antara Kawasan Perdesaan dan Perkotaan Melalui Pembangunan Kota-Kota Sekunder.

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI. Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut.

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( )

Peran Pendidikan Tinggi dalam Program Pengembangan SDM Ketenaganukliran. Oleh. Prayoto. Universitas Gadjah Mada. Energi Sebagai Penunjang Peradaban

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun

BAB I PENDAHULUAN. Luas wilayah Provinsi Banten adalah 9.662,92 Km2, dengan pertumbuhan

Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Community Development di Wilayah Lahan Gambut

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN MAGETAN. INDIKATOR KINERJA Meningkatkan kualitas rumah ibadah dan

BAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya.

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN KOTA YANG BERKELANJUTAN Oot Hotimah *)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENGENCANGKAN SABUK HIJAU JAKARTA: BELAJAR DARI SEOUL

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur

STRATEGI NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

Menjawab Kemendesakan dan Masa Depan Kota. Rujak Center for Urban Studies

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB III Visi dan Misi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

PENGERTIAN GREEN CITY

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

BAB VIII INDIKASI PROGRAM PRIORITAS

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu

I. PENDAHULUAN. karena kota harus menanggung beban berat akibat tingginya tingkat pertambahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3.4. AKUTABILITAS ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Isu-isu Kontemporer Politik Cina (III)

Transkripsi:

MINGGU 6 Pokok Bahasan : Persoalan lingkungan perkotaan Sub Pokok Bahasan : a. Urbanisasi dan perkembangan kota b. Implikasi urbanisasi dan perkembangan kota terhadap persoalan lingkungan kota. c. Tantangan pembangunan dan pengelolaan kota di Indonesia. Urbanisasi dan perkembangan kota Pada abad 20, proses percepatan urbanisasi, khususnya di negara-negara dunia ketiga, merupakan sesuatu yang sangat fenomenal. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 6.1, apabila pada tahun 1950 baru sekitar 17 persen penduduk di dunia ketiga tinggal di wilayah perkotaan, pada akhir abad 20, jumlah penduduk perkotaan di dunia ketiga akan mencapai sekitar 45 persen dari total jumah penduduk. Antara saat ini dan tahun 2025, prosentase penduduk yang tinggal di perkotaan akan mencapai sekitar 85 persen di negara-negara maju dan sekitar 61 di negara-negara berkembang atau dunia ketiga. Pada tahun 2025 tersebut, juga diproyeksikan bahwa sekitar 80 persen penduduk perkotaan di dunia akan tinggal di kota-kota negara berkembang. Tabel 6.1. Kecenderungan dan proyeksi penduduk perkotaan per wilayah, 1950-2000

WILAYAH 1950 1990 2000 Jumlah penduduk kota (juta jiwa) Afrika 32.2 217.4 352.4 Amerika Latin & Karibia 68.8 320.5 411.3 Asia (tidak termasuk Jepang) 184.4 975.3 1485.7 Afrika 0.2 1.4 2.1 Total negara berkembang 285.6 1514.7 2251.5 Selain negara berkembang 448.2 875.5 946.2 Prosentase penduduk yang tingal di pusat kota (juta jiwa) Afrika 14.5 33.9 40.7 America Latin & Karibia 41.5 71.5 76.4 Asia (tidak termasuk Jepang) 14.2 32.6 41.5 Lain-lain 7.5 23.1 27.3 Total negara berkembang 17 37.1 45.1 Selain negara berkembang 53.8 72.6 74.9 Sumber. United Nation, 1995 Lebih lanjut, jumlah absolut penduduk perkotaan di dunia juga menunjukkan angka yang sangat fenomenal. Apabila pada tahun 1975, baru terdapat sebesar 1,54 milyar penduduk dunia yang tinggal di wilayah perkotaan, pada tahun 2000, diproyeksikan terdapat 2,92 milyar penduduk dunia yang tinggal di perkotaan. Penting dicatat bahwa angka ini akan berlipat dua kali pada tahun 2025 nanti, dimana sekitar 5,07 milyar penduduk dunia akan tinggal di wilayah perkotaan (Unitaed Nation, 1995). Peningkatan jumlah penduduk dunia yang tinggal di perkotaan tentunya mempunyai implikasi yang sangat besar bagi perkembangan dan penataan kota. terutama karena tuntutan perkembangan berbagai fasilitas dan ruang kota. Lebih lanjut, pertambahan penduduk kota juga mempunyai implikasi lingkungan yang besar, karena tidak saja tekanan terhadap areal-areal pertanian subur di sekitar kota meningkat, akan tetapi lingkungan kota itu sendiri semakin menimbulkan banyak persoalan-persoalan lingkungan, terutama berkaitan dengan limbah dan polusi.

Fenomena lain yang menarik dan perlu dicatat dalam kaitannya dengan percepatan urbanisasi di negara-negara berkembang menyangkut membengkaknya jumlah kota-kota besar atau apa yang sering disebut sebagai kota metropolitan atau juga mega cities. Bertambahnya jumlah kota-kota besar ini sangat penting dikaji, oleh karena mempunyai implikasi yang sangat signifikan dalam memberikan tekanan terhadap lingkungan serta model-model penataan ruang kota. Seperti terlihat dalam Tabel 6.2, Tabel 6.3, dan Kotak 6.1, pada tahun 2000, akan terdapat sekitar 50 kota di dunia yang berpenduduk lebih dari 4 juta jiwa. Lebih lanjut, pada tahun tersebut, enam kota terbesar di dunia akan berada di benua Asia dan dua di Amerika Latin. Pada tahun 2025, delapan belas dari dua puluh lima kota terbesar di dunia diperkirakan akan berada di negara-negara berkembang (United Nations, 1995).

Gam bar 6.1 Perkembangan penduduk perkotaan di dunia Catatan: ECA: Europe and Central Asia; LAC: Latin America and the Caribbean, MENA: Middle East and North Africa Tabel 6.2 Distribusi besaran kota di negara berkembang Jumlah I Ukuran kota kot berdasar a Penduduk kota % jumlah penduduk (juta jiwa) 1990 2000 1990 2000 1990 2000 > 4 juta jiwa 33 50 280 455 20,2 23,2 2 4 juta jiwa 43 72 120 197 8,6 10,0 1 2 juta jiwa 0,5 1 111 207 157 243 152 144 215 173 11,0 10,3 11,0 8,8 juta jiwa Jumlah 394 522 696, 1.040 50,1 53,0 Sumber: United Nations, 1995

Di benua Asia sendiri, fenomena berkembangya kota-kota besar perlu mendapat perhatian yang serius, karena implikasi lingkungan, sosial, serta politiknya yang sangat kompleks. Sebagamana dapat dilihat dalam Tabel 6.3,. terdapat sembilan kota-kota besar di Asia yang menunjukkan perkembangan sangat mencolok. Dari sembilan kota tersebut. diproyeksikan bahwa pada tahun 2025 mendatang, lima darinya akan mempunyai penduduk lebih dari 20 juta jiwa (Bangkok, Beijing, Jakarta, Shanghai, dan Tokyo). Angka-angka tersebut tentunya perlu mendapat perhatian yang serius bagi para perencana dan pengelola kota, oleh karena akan mempunyai implikasi yang luas bagi perkembangan dan penataan kota. Menata perkembangan kota dengan penduduk lebih dari 20 juta tentunya bukan merupakan sesuatu yang mudah, karena berarti seperti menata seluruh penduduk Kanada atau Australia, "hanya" dalam satu spot atau kota saja. Tabel 6.3 Proyeksi penduduk di sembilan kota besar di Asia KOTA NEGARA 1995 (juts jiwa) 2010 (juta jiwa) 2025 (juts jiwa) 1995-2025 (%) Bangkok Thailand 9,7 14,0 22,5 2,83 Beijing Cina 12,4 17,8 22,3 1,97 Jakarta Indonesia 11,5 19,2 24,9 2,60 Manila Filipina 9,3 13,7 16,5 1,92 Osaka Jepang 10,6 10,6 10,6 0,00 Seoul Korea Selatan 11,6 13,0 13,3 0,45 Shanghai Cina 15,1 21,5 26,8 0,23 Tokyo Jepang 26,8 28,7 28,7 0,23 Yangoon Myanmar 3,9 6,3 10,0 3,19 Sumber: Sebagaimana telah banyak dikaji dan didokumentasi, terdapat kecenderungan bahwa kondisi lingkungan kota-kota besar di dunia ketiga menunjukkan penurunan yang sangat tajam. Hal ini tentunya sangat tidak positip karena sebagian besar penduduk dunia ketiga justru tinggal di kota-kota besar. Lebih lanjut, penelitian juga menunjukkan bahwa persoalan-persoalan lingkungan di kotakota besar jauh lebih kompleks dan sulit dicari pemecahannya dibanding persoalan lingkungan kota-kota sedang atau kecil. Persoalan sosial kota-kota besar juga cenderung sangat kompleks dan rumit serta membutuhkan penanganan yang

hatihati. Singkatnya kecenderungan bertambahnya jumlah kota-kota besar di negaranegara berkembang menuntut model-model penanganan lingkungan kota yang spesifik dan kompleks. Kotak 2.1 Klasifikasi perkotaan berdasarkan karekteristik demografi Berikut empat prinsip dasar klasifikasi kota yang di dunia berkembang saat ini dibedakan berdasar populasi, angka pertumbuhan, keanekaragaman peraturan dan kemampuan administrasi : Kota Metropolitan : Jumlah kota-kota dengan kepadatan penduduk lebih dari 2 juta akan bertambah dari 112 pada 1990 hingga 172 pada akhir abad ini. Angka pertumbuhan urban yang ada didalamnya akan terus bertambah 4 persen pertahun dalam dekade ini. Kebanyakan dari pertumbuhan ini akan terkonsentrasi pada kawasan pinggiran, ataupun pengurangan pada pusat kota. Kota metropolitan ini akan bertambah jumlahnya di negara berkembang, dan kota ini dapat mempunyai beberapa model pengelolaan kota. Kota Besar: Kota dengan populasi antara 500.000 sampai dengan 2 juta jiwa ini adalah kota yang paling cepat tumbuh dibandingkan kota metropolitan. Di negara berkembang, kebanyakan kota dalam katagori ini akan menjadi kawasan besar metropolitan dalam satu-dua dekade, hanya dengan memindahkan pusat kota baru ke kota berukuran sedang atau menengah. Saat ini ada sekitar 330 kota seperti ini di negara berkembang, dan diperkirakan akan menjadi 400 kota pada tahun 2000 ( lihat tabel 2.2). Sekitar seperlima dari populasi urban ada pada kawasan ini, namun angkanya terus berkurang Ilayaknya kota besar yang beralih ke metropolitan Kota sedang : Saat ini terdapat sekitar 1.400 kota dengan penduduk 100.000-500.000 jiwa. Jenis kota semacam ini terus berkembang, tetapi jumlah penduduk urban mengalami penurunan. Sekitar 14 persen dari seluruh penduduk kota di dunia berada di kota seperti ini. Kota kecil : Kurang lebih sepuluh dari seribu pusat urban di dunia dengan penduduk kurang dari 100.000 jiwa, serta 36% penduduk urban di dunia tinggal di

kawasan ini. Meskipun demikian jumlah penduduk ini terus mengalami penurunan. Pada umumnya kota kecil mempunyai pemerintahan yang lemah, meskipun beberapa diantaranya mempunya pemerintahan yang penting. Banyak dari kota kecil merupakan pusat penelitian di bidang pertanian. Perluasan kawasan kota terjadi di negara-negara berkembang. Diantaranya perluasan kawasan metropolitan, seperti kawasan metropolitan Bangkok dan Sao Paulo, serta perluasan kawasan Industri, seperti terjadi di kawasan industri Upper Silesian di dekat Katowice, Polandia. Source : United Nations, 1985 dan National Institute of Urban Affairs, 1988 Implikasi Urbanisasi dan Perkembangan Kota Terhadap Persoalan Lingkungan Sebagaimana dapat diduga, implikasi percepatan urbanisasi dan perkembangan kota di dunia terhadap persoalan-persoalan lingkungan sangatlah besar dan kompleks. Urbanisasi dan perkembangan kota berarti: meningkatnya tekanan terhadap daerah-daerah pertanian subur atau daerah-daerah yang mempunyai nilai ekologis penting, meningkatnya limbah, polusi, serta berbagai persoalan lingkungan urban lain. Lebih menarik sekaligus kompleks, tingkat urbanisasi dan implikasinya terhadap persoalan lingkungan ini juga berkaitan dengan tingkat perkembangan ekonomi suatu negara. Sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 6.4, terdapat kaitan yang signifikan antara tingkat ekonomi suatu negara dengan persoalan urbanisasi dan lingkungan perkotaanya. Dapat dikatakan secara umum bahwa pada negaranegara yang sedang berkembang, persoalan pelayanan kebutuhan dasar seperti air bersih, sanitasi, dan perumahan, masihlah sangat rendah. Hal ini tentunya dilematis, oleh karena kebutuhan dasar tersebut sangat mutlak diperlukan untuk pengembangan sumber daya manusia, agar masyarakat di negara-negara berkembang dapat mengejar ketinggalannya dengan negara-negara maju. Lebih lanjut, penting pula dicatat bahwa persoalan lingkungan perkotaan mempunyai dimensi yang luas, baik mulai dari tempat kerja, tingkat komunitas, sampai tingkat regional dan benua. Sebagaimana dikemukakan oleh Bartone

(1990), penting dipahami persoalan lingkungan urban ini dalam berbagai tingkatan spasialnya, oleh karena masing-masing tingkatan mempunyai karakteristik persoalan yang berbeda dan dengan sendirinya menuntut penanganan yang berbeda. Tabel 6.5 di bawah ini menjelaskan jenis persoalan lingkungan urban mulai dari tingkatan spasial lingkungan kerja, lingkungan komunitas, sampai lingkungan benua. Tabel tersebut menekankan bahwa setiap persoalan lokal mempunyai implikasi dan kaitan dengan persoalan lingkungan global. Penanganan lingkungan dalam skala lokal, dengan demikian, harus pula melihat implikasinya secara global. Tabel 6.4 Kaitan antara tingkat perkembangan ekonomi dan kualitas Iingkungan perkotaan Persoalan Negara Negara Negara Negara Iingkungan berpendapatan berpendapatan berpendapatan berpendapatan urban rendah rata-rata diatas rata-rata tinggi (< $650/kapita) ($650 ($2.500- (> $6.500/kap) 2.500/kap) 6.500/kap) Penyediaan air Belum tercukupi Rendahnya Tercukupi Sesuai dengan dan sanitasi dan rendahnya akses untuk perencanaan kualitas, masyarakat khususnya untuk miskin masyarakat miskin Drainase Belum tercukupi Belum tercukupi Layak Bagus dan dan sering banjir dan sering banjir tercukupi Penampungan Belum tercukupi, Belum tercukupi Layak Iimbah padat khususnya untuk Bagus dan masyarakat tercukupi miskin Polusi air Sanitasi dan Penanganan penampungan masih kurang sampah kurang baik memadai Polusi udara Pemakaian batu bara

menimbulkan masalah Pembuangan Di tempat Pemakaian lahan Pembuangan Pembuangan limbah padat terbuka, limbah untuk Iimbah semi terkontrol; ada masih tercampur pembuangan terkontrol daur ulang limbah tidak limbah terkontrol; limbah tercampur Kebijakan Tidak ada Kemampuan Masih ada Mempunyai penanganan kemampuan masih rendah persoalan kebijakan yang limbah baik Pengaturan Penggunaan Kontrol guna Ada Ada lahan lahan tidak lahan tidak efektif pembatasan pembatasan terkontrol; kepemilikan kepemilikanlah banyak lahan lahan an kosong tidak difungsikan Perusakan Perbaikan Perbaikan Resiko Penanganan Iingkungan kerusakan kerusakan lebih kerusakan kerusakan karena alam dan kurang baik diperhatikan Iingkungan bagus manusia akibat industri Tabel 6.5 Skala spatial problema lingkungan urban SKALA RUMAH KOMUNITAS KAWASAN WILAYAH BENUA SPASIAL TANGGA/TEMPAT KERJA METROPOLITAN Rumah Air bersih Kawasan industri Jalan raya Prasarana Penyimpanan air Limbah cair Jalan Sumber air dan Sanitasi setempat Pengumpulan Pembuangan Listrik pelayanan Pembuangan sampah sampah dasar sampah Jalan Penanganan Ventilasi dapur lingkungan Iimbah cair Standard Limbah Kepadatan lalu Polusi air Hujan Karakteris perumahan manusia lintas Hilangnya asam

tik Kurangnya air dan Air dan tanah Kecelakaan kekayaan Pemanasa persoalan sanitasi Penumpukan Polusi udara ekologi n global Penyebaran sampah Pembuangan Menipisnya penyakit Banjir limbah beracun lapisan Polusi ruang dalam Polusi suara ozon Bencana alam Sumber: Bartone, 1990 Urbanisasi dan Perkembangan Kota di Indonesia Di Indonesia sendiri, urbanisasi juga merupakan fenomena yang sangat manarik dan penting mendapat perhatian yang seksama. Meskipun tingkatnya masih di bawah negara-negara Amerika Latin, tingkat urbanisasi di Indonesia melebihi beberapa negara di kawasan Asia seperti Burma, Vietnam, Kamboja, dan Pilipina. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 6.6 di bawah ini, pada awal abad 21 lebih dari setengah penduduk Indonesia akan tinggal di daerah perkotaan. Ini berarti bahwa pada tahun 2005 mendatang, akan terdapat sekitar 90 juta lebih penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan. Jumlah ini tentunya sangat besar dan oleh karenanya dibutuhkan pemikiran perencanaan pembangunan lingkungan perkotaan, yang tidak saja indah, akan tetapi sehat dan mempunyai kualitas yang tinggi. Tabel 6.6 Tingkat urbanisasi di Indonesia (1990-2020) Tahun Jumlah penduduk Angka urbanisasi Jumlah total Urban Rural 1990 180.383.700 51.932.467 128.451.233 28,79 1995 195.755.600 63.679.181 132.076.303 32,53 2000 210.263.800 76.662.181 133.601.619 36,46 2005 223.183.300 90.344.600 132.838.700 40,48 2010 235.110.800 104.577.284 130.533.516 44,48 2015 245.388.200 118.792.228 126.595.772 48,41 2020 253.667.600 132.465.221 121.202.379 52,22

Lebih lanjut, peningkatan jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan di Indonesia juga disertai dengan kenyataan akan masih timpangnya persebaran penduduk di Indonesia. Sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 6.7 di bawah ini, persebaran penduduk di Indonesia cenderung kurang merata, terutama antara pulau Jawa dan pulau-pulau lain. Apabila di tahun 2000 kepadatan penduduk di pulau Jawa mencapai lebih dari 1000 jiwa per kilo meter persegi, di wilayah-wilayah lain Indonesia, kepadatan penduduknya hanya sekitar 100 sampai 180 jiwa per kilo meter persegi. Angka ini tentunya menunjukkan adanya ketimpangan, karena mengindikasikan tidak meratanya investasi pembangunan di wilayah Indonesia. Lebih lanjut, kaitan antara persebaran penduduk ini dengan perkembangan dan penataan kota sangatlah besar, oleh karena dapat dikatakan bahwa seluruh pulau Jawa akan dicirikan dengan aglomerasi kota-kota yang dengan sendirinya akan memberikan tekanan yang berat terhadap kondisi lingkungan pulau Jawa yang sebenamya merupakan areal pertanian yang subur dan produktip. Tabel 6.7 Kepadatan Penduduk di Indonesia Menurut Wilayah (1990-2020) Wilayah Luas (km2) Jumlah penduduk Kepadatan tiap km 2 1990 2020 1990 2020 Sumatra 473.606 36.470.399 60.780.944 77 128 Jawa 132.187 107.515.322 144.515.191 813 1.093 BaIi+NTT+NTB+Timtim 88.488 10.161.289 15.926.312 115 80 Kalimantan 539.460 9.095.524 16.628.880 17 31 Sulawesi 189.216 12.510.024 19.099.311 66 01 Maluku+Irja 496.486 3.482.830 7.130.692 7 14 Nasional 1.919.443 179.243.375 254.214.909 93 32 Implikasi Urbanisasi dan Perkembangan Kota di Indonesia Sebagaimana telah dapat diduga, percepatan urbanisasi dan perkembangan kota di Indonesia memberikan banyak implikasi baik dalam dimensi lingkungan, sosial, ekonomi, serta politis. Berkaitan dengan pertumbuhan penduduk perkotaan tersebut, dengan sendirinya, lingkungan perkotaan di Indonesia harus menyiapkan ruang dan berbagai fasilitas kehidupan, khususnya papan dan pelayan infrastruktur dasar seperti air bersih, sanitasi, komunikasi, transportasi, serta fasilitas sosial lainnya. Ini akan menjadi tantangan sendiri, terutama karena peningkatan tuntutan ini justru dibarengi dengan merendahnya kapasitas finansial pemerintah dalam menyediakan berbagai fasilitas dasar tersebut. Singkatnya, pemerintah kota di Indonesia akan dihadapkan

pada persoalan yang pelik, yakni bagaimana menyiapkan berbagai fasilitas kota bagi penduduknya. Sebagaimana diilustrasikan dengan Tabel 6.8 di bawah ini, kebutuhan akan papan atau rumah untuk penduduk perkotaan di Indonesia meningkat sangat tajam pada dasa warsa mendatang. Sampai tahun 2000, dengan jumlah penduduk perkotaan sebesar 82 juta jiwa, paling tidak dibutuhkan sekitar 650.000 rumah per tahunya. Angka ini merupakan angka yang sangat tinggi oleh karena kemampuan pihak pemerintah dan sektor swasta dalam mengadakan perumahan hanya sekitar 100.000 pertahunnya. Dengan kata lain, penduduk perkotaan tampaknya masih harus mengandalkan kebutuhan rumahnya dari sektor informal dengan segala implikasinya. Tabel 6.8 Perkiraan kebutuhan rumah di wilayah perkotaan Tahun Perkiraan jumlah penduduk Total luas lantai bangunan rumah yang dibutuhkan (m) 1991 57.055.698 798.779.775 1992 58.758.424 822.618.000 387.000 1993 60.961.320 853.458.400 500.700 1994 63.303.168 886.244.400 532.300 1995 65.792.133 921.089.900 565.700 1996 68.539.888 959.558.500 624.500 1997 71.499.790 1.000.997.000 672.700 1998 74.545.116 1.043.631.700 692.100 1999 77.777.732 1.088.888.300 734.700 2000 82.076.641 1.149.073.000 977.000 Rata-rata per tahun 650.000 Jumlah rumah baru yang dibutuhkan (unit) Selanjutnya, persoalan-persoalan sosial dan ekonomi perkotaan juga akan meningkat seiring dengan meningkatnya kompleksitas masyarakat kota. Kemiskinan, kriminal, serta konflik-konflik perkotaan lain akan semakin muncul pada tingkat yang tak terbayangkan sebelumnya. Persoalan kemiskinan kota, sebagai misal. akan merupakan persoalan serius yang hams dihadapi pemerintah dan masyarakat kota di Indonesia. Khususnya setelah krisis moneter yang berkepanjangan, jumlah penduduk miskin di Indonesia akan meningkat pesat dan sebagian besarnya akan merupakan penduduk miskin perkotaan. Persoalan penduduk miskin kota ini lebih kompleks, terutama karena implikasi sosialnya yang

luas. Terdapat kecenderungan bahwa peningkatan penduduk miskin kota akan diikuti oleh berbagai persoalan sosial kota mulai dari kriminalitas kota, konflik sosial, anak jalanan, serta berbagai persoalan sosial lain. Tabel 2.9 Dsitribusi Penduduk Miskin di Indonesia 1976-1990 Tahun Distribusi Penduduk Miskin (%) Kota Desa Kota + Desa 1976 38,79 40,37 40,08 1978 30,84 33,38 33,31 1980 29,04 28,42 28,56 1981 28,06 26,85 26,85 1984 23,14 21,18 21,64 1987 20,14 16,44 17,42 1990 16,75 14,33 15,08 Berikutnya, urbanisasi dan perkembangan kota di Indonesia juga akan membawa persoalan ekonomi kota yang baru dan lebih kompleks. Dengan meningkatnya urbanisasi, orientasi perkembangan ekonomi Indonesia akan tertuju pada pengembangan sektor-sektor jasa dan pertumbuhan kegiatan ekonomi skala kecil dan menengah, yang merupakan representasi dari pertumbuhan masyarakat menengah kota di Indonesia. Selanjutnya, kegiatan perekonomian perkotaan di Indonesia juga akan dicirikan dengan kaitan yang lebih luas dengan dunia global, terutama karena berkembangan media komunikasi elektronik yang memungkinkan kontak-kontak bisnis dapat dilakukan secara lebih cepat. Pada saat yang sama, akan tetapi, sektor informal kota juga akan terus berkembang, dan justru menjadi segmen terbesat ekonomi kota, terutama karena struktur masyarakat perkotaan yang masih dicirikan dengan tingkat pendidikan yang rendah. Dualisme ekonomi kota sebagaimana dikemukakan di atas tentunya memerlukan perhatian yang serius oleh karena menyangkut persoalan yang seringkali dilematis, yakni antara kepentingan efisiensi dan keadilan sosial dalam pembangunan kota. Akhirnya, dari aspek lingkungan. wilayah perkotaan Indonesia juga akan menghadapi persoalan yang berat. Dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan perekonomian kota, persoalan tata ruang dan lingkungan perkotaan di Indonesia akan semakin meningkat. Kebutuhan akan lahan, ruang dan berbagai fasilitas

perkotaan lain akan terus meningkat. dan sayangnya hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan sektor finansial pemerintah kota. Tuntutan akan pemanfaat ruang dan tanah yang lebih efisien akan semakin dituntut, sementara persoalan lingkungan perkotaan akan semakin timbul. Persoalan penyediaan air bersih, sanitasi, papan, serta lingkungan perumahan yang layak dan terjangkau akan terus bertambah. Sementara persoalan limbah kota (sampah padat, cair, polusi udara) juga akan semakin meningkat. Lebih lanjut, tuntutan akan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan juga akan semakin meningkat, sejalan dengan tumbuhnya kelas menengah perkotaan. Pada sisi lain, tekanan terhadap daerah-daerah pinggiran kota yang dicirikan dengan tanah pertanian subur juga akan terus berlangsung. Tantangan Pembangunan dan Pengelolaan Kota di Indonesia Berbagai persoalan kota sebagaimana dikemukakan di atas, pada akhirnya, menuntut pada bentuk-bentuk baru pengelolaan kota yang jauh lebih efisien, sekaligus demokratis, terutama untuk mengakomodasi kemajemukan masyarakat perkotaan yang semakin meningkat serta pertumbuhan kalangan menengah perkotaan yang semakin kritis. Pemerintah kota dengan demikian, tidak dapat lagi mengelola kota secara tradisional, yang cenderung pasip dan reaktip, serta mengandalkan sumber-sumber dana dari sektor publik atau pemerintah, khususnya pemerintah pusat. Dengan kata lain, sejalan dengan usaha-usaha desentralisasi dan otonomi daerah, pemerintah kota di Indonesia harus merupakan satu kesatuan manajemen yang kuat, modern, efisien, serta proaktip, karena pada pemerintah kotalah, keseluruhan penyelenggaraan pemerintahan akan tertumpu. Dalam konteks ini, upaya-upaya untuk mengembangkan manajemen perkotaan yang modern tersebut menuntut sederet kegiatan yang saling terkait antara lain: 1. Peningkatan kapasitas aparat perkotaan melalui pelatihan dan pendidikan 2. Pengembangan dan reformasi struktur pemerintahan kota, khususnya agar lebih akomodatip terhadap perubahan 3. Perubahan landasan hukum pemerintahan kota dan revisi peraturan di bidang perencanaan kota 4. Pengembangan pilot-pilot proyek pengelolaan kota, khususnya yang menyangkut program-program pembangunan kota dengan model kemitraan antara sektor publik, swasta, dan masyarakat

5. Pengembangan jaringan antar pemerintah kota, baik di dalam maupun di luar negeri 6. Pengembangan sistem informasi/data dasar untuk manajemen perkotaan yang modem - 7. Pembentukan pusat-pusat studi manajemen perkotaan, khussusnya melalui kerjasama antara perguruan tinggi dengan pemerintah pusat sampai daerah. Lebih lanjut, pengelola kota juga harus memberikan perhatian yang lebih serius terhadap kaitan antara penataan ruang kota dengan persoalan lingkungan kota. Terdapat kecenderungan selama ini bahwa persoalan tata ruang dan lingkungan dilihat secara terpisah. Di masa depan, pengelola kota harus secara peka melihat bahwa keduanya sangatlah berkaitan. Dalam konteks ini berbagai program penanganan tata ruang dan lingkungan kota di Indonesia akan menjadi suatu tuntutan yang harus dipenuhi. Program-program tersebut dapat meliputi: 1. Merevisi aturan dan pelaksanaan penyusunan tata ruang di Indonesia, khususnya penekanan pada model-model penyusunan tata ruang yang lebih dinamis, yang lebih dapat mengakomodasi perkembangan masyarakat dan berwawasan lingkungan. 2. Memperkuat mekanisme partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan kota, khususnya melalui model-model musyawarah dengan masyarakat. 3. Pengembangan model-model penanganan tanah-tanah terlantar di perkotaan 4. Mengembangkan model-model lingkungan perkotaan yang berkelanjutan. 5. Pengembangan model-model penghijauan kota untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat 6. Pengembangan model-model renovasi dan revitalisasi bagian-bagian kota yang melibatkan sektoir swasta dan masyarakat 7. Pengembangan model-model pariwisata perkotaan 8. Pengembangan model-model pengelolaan daerah konservasi 9. Pengembangan model-model penanganan daerah-daerah pinggiran kota/urban fringe 10. Pengembangan model-model pengelolaan pertanahan kota, khususnya melalui beberapa teknik antara lain: konsolidasi tanah perkotaan, land banking, serta tanah komunal 11. Pengembangan model-model koperasi perumahan