BAB IV ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG TIDAK SAHNYA AKAD NIKAH DENGAN MENDAHULUKAN QABUL DAN MENGAKHIRKAN IJAB

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

P E N E T A P A N Nomor 0026/Pdt.P/2013/PA Slk

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia

P E N E T A P A N Nomor 20/Pdt.P/2013/PA Slk

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

Siapakah Mahrammu? Al-Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

PROSES AKAD NIKAH. Publication : 1437 H_2016 M. Disalin dar Majalah As-Sunnah_Baituna Ed.10 Thn.XIX_1437H/2016M

Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu?

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAHARUAN AKAD NIKAH SEBAGAI SYARAT RUJUK

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

ف ان ت ه وا و ات ق وا الل ه ا ن الل ه ش د يد ال ع ق اب

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI. Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya

PENEMPELAN PHOTO PADA MUSHAF AL-QUR AN (KEMULIAAN AL-QUR AN)

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

KAIDAH FIQH. Perubahan Sebab Kepemilikan Seperti Perubahan Sebuah Benda. حفظو هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB III PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG TIDAK SAHNYA AKAD NIKAH DENGAN MENDAHULUKAN QABUL DAN MENGAKHIRKAN IJAB

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV PERNIKAHAN SEBAGAI PELUNASAN HUTANG DI DESA PADELEGAN KECAMATAN PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

FATWA TARJIH: HUKUM NIKAH SIRRI

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

ZAKAT PENGHASILAN. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 3 Tahun 2003 Tentang ZAKAT PENGHASILAN

Qawaid Fiqhiyyah. Niat Lebih Utama Daripada Amalan. Publication : 1436 H_2015 M

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

KAIDAH FIQH. Disyariatkan Mengundi Jika Tidak Ketahuan Yang Berhak Serta Tidak Bisa Dibagi. حفظه هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

Oleh: Shahmuzir bin Nordzahir

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

ADAB DAN DOA SAFAR YANG SHAHIH

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ini. Salah satu jalan dalam mengarungi kehidupan adalah dengan

KAIDAH FIQH. Jual Beli Itu Berdasarkan Atas Rasa Suka Sama Suka. Publication 1437 H_2016 M. Kaidah Fiqh Jual Beli Itu Berdasarkan Suka Sama Suka

MAHRAM. Pertanyaan: Jawaban:

KAIDAH FIQH. Pengakuan Adalah Sebuah Hujjah yang Terbatas. Publication 1437 H_2016 M. Kaidah Fiqh Pengakuan adalah Sebuah Hujjah yang Terbatas

tradisi jalukan pada saat pernikahan. Jalukan adalah suatu permintaan dari pihak

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

KAIDAH FIQH. Sebuah Ijtihad Tidak Bisa Dibatalkan Dengan Ijtihad Lain. حفظه هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

BAB IV. A. Analisis Terhadap Dasar Hukum yang Dijadikan Pedoman Oleh Hakim. dalam putusan No.150/pdt.G/2008/PA.Sda

KAIDAH FIQH. "Mengamalkan dua dalil sekaligus lebih utama daripada meninggalkan salah satunya selama masih memungkinkan" Publication: 1436 H_2015 M

Sunnah menurut bahasa berarti: Sunnah menurut istilah: Ahli Hadis: Ahli Fiqh:

HADITS TENTANG RASUL ALLAH

Wa ba'du: penetapan awal bulan Ramadhan adalah dengan melihat hilal menurut semua ulama, berdasarkan sabda Nabi r:

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SAMPANG. NOMOR: 455/Pdt.G/2013.PA.Spg.

Hukum Poligami. Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah- Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

Kepada Siapa Puasa Diwajibkan?

BAB IV KONSEP SAKIT. A. Ayat-ayat al-qur`an. 1. QS. Al-Baqarah [2]:

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Umumnya bentuk atau cara perceraian karena talak,

Menzhalimi Rakyat Termasuk DOSA BESAR

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SYAFI I TENTANG TATA CARA RUJUK SERTA RELEVANSINYA TERHADAP PERATURAN MENTERI AGAMA NO.

Hukum Onani. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah Syaikh Muhammad al-utsaimin rahimahullah

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Mengganti Puasa Yang Ditinggalkan

KRITERIA MASLAHAT. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 Tentang KRITERIA MASLAHAT

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK

YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Yang Diizinkan Tidak Berpuasa

Kaidah Fiqh PADA DASARNYA IBADAH ITU TERLARANG, SEDANGKAN ADAT ITU DIBOLEHKAN. Publication: 1434 H_2013 M

BAB V ANALISIS. 1. Pendapat ulama yang Melarang Keluar Rumah dan Berhias Bagi Wanita Karier.

(الإندونيسية بالغة) Wara' Sifat

BAB IV ANALISIS PENDAPAT TOKOH NU SIDOARJO TENTANG MEMPRODUKSI RAMBUT PALSU

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh manusia, hewan, bahkan olah tumbuh-tumbuhan. 1 Pernikahan

BAB IV ANALISIS PENETAPAN JUMLAH MAHAR BAGI MASYARAKAT ISLAM SARAWAK, MALAYSIA

UNTUK KALANGAN SENDIRI

BAB I PENDAHULUAN. cikal bakal terbentuknya masyarakat luas. Keluarga adalah pemberi warna. masing-masing keluarga yang terdapat dalam masyarakat.

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Hadits-hadits Shohih Tentang

BAB IV. PENYELESAIAN MASALAH PERJANJIAN KERJA ANTARA PEMILIK APOTEK DAN APOTEKER DI APOTEK K-24 KEBONSARI SURABAYA DAlAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB 13 SALAT JAMAK DAN QASAR

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE (HP) SERVIS YANG TIDAK DIAMBIL OLEH PEMILIKNYA

BAB I PENDAHULUAN. semua mahluk, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Seperti firman Allah

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IJAB AKAD NIKAH DALAM FIKIH EMPAT MADZHAB. A. Analisis Persamaan dan Perbedaan Lafadh-Lafadh Ijab yang Sah

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

Satu kambing untuk satu orang, satu sapi/unta untuk tujuh orang dalam berkurban

Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin, MA. Publication: 1436 H_2014 M. Disalin dari Majalah al-sunnah, Edisi 08, Th.XVIII_1436/2014

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

BUYUT POTROH SEBELUM PROSESI AKAD NIKAH DI DESA

KOMPETENSI DASAR INDIKATOR:

BAB IV. PERSPEKTIF IMAM SYAFI'I TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA GRESIK TENTANG CERAI GUGAT KARENA SUAMI MAFQU>D NO: 0036/PDT. G/2008/PA Gs.

BAB I PENDAHULUAN. boleh diadakan persetujuan untuk meniadakannya 1. Diakui secara ijma

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG TIDAK SAHNYA AKAD NIKAH DENGAN MENDAHULUKAN QABUL DAN MENGAKHIRKAN IJAB A. Analisis Pendapat Ibnu Qudamah Tentang Tidak Sahnya Akad Nikah Dengan Mendahulukan Qabul Dan Mengakhirkan Ijab Pernikahan dalam Islam merupakan suatu perikatan yang sangat agung (Aghladhu Al-Mawatsiq) dan suci antara seorang lelaki dan wanita guna menciptakan keluarga bahagia yang diridhai oleh Allah SWT. Hal ini disebabkan karena perikatan merupakan suatu cara yang dipilih oleh Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak dan mengembang biakkan keturunan. Oleh karena itu disyaratkan agar masing-masing pihak agar siap baik secara lahir maupun batin untuk dapat melaksanakan perannya dengan positif dalam rangka mewujudkan suatu tujuan pernikahan. 1 Salah satu syarat pernikahan adalah Ijab dan Qabul. Di kalangan masyarakat pada umumnya saat terjadi pernikahan, diadakan Walimatul Urs. Saat bahagia bagi kedua calon mempelai, dimana mereka akan melangkah pada keputusan untuk menjalani hidup baru dengan calon mempelai masingmasing. Saat mendebarkan dan puncak acara adalah ketika pelaksanaan akad nikah. Ijab diutarakan oleh wali calon mempelai perempuan, dan Qabul oleh 9. 1 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, terj,, Moh Thalib, juz 6, Bandung: Al-Ma arif, 1997, hlm 52

53 mempelai laki-laki. Serta disaksikan oleh dua orang saksi. Seperti itulah adanya. Akan tetapi ketika penulis menggali lebih dalam dari dasar hukumnya, penulis temukan kejanggalan yang aneh. Karena dari yang berkembang di masyarakat, pelaksanaan akad nikah tidak memungkinkan adanya mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab. Meskipun mayoritas mengaku bermadzhab Syafi i, tidak terelakkan bahwa Imam Syafi i sendiri berpendapat tentang akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab adalah sah, yang terpenting adalah pencapaian maksud dari dilaksanakannya akad tersebut. Pendapat ini didukung pula oleh Madzhab lainnya, yaitu Hanafi, Maliki. Hal inilah yang memicu penulis untuk menggali lebih dalam tentang tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab. Ulama fiqh sepakat tentang redaksi dari Ijab dan Qabul memiliki ز و ج ت persamaan yaitu sah ketika dilakukan dengan menggunakan redaksi (aku mengawinkan) atau ا ن ك ح ت (aku menikahkan) dari pihak yang dilamar atau orang yang mewakilinya dan redaksi Qabiltu (aku terima) atau Raditu (aku setuju) dari pihak yang melamar atau orang yang mewakilinya. Namun ketika pelaksanaan akad nikah mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab terjadi perbedaan pendapat. Imam hanafi, Imam Malik, Imam Syafi i mengesahkan. Adapun alasan ketiga Imam Madzhab lainnya adalah yang terpenting maksud tujuan akad nikah tersebut tercapai.

54 Sebagaimana yang telah penulis uraikan dalam bab III, menurut Ibnu Qudamah bahwa tidak sah akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab, dengan alasan adanya Qabul sebab adanya Ijab, maka syaratnya mengakhirkan Qabul dari Ijab. Baik menggunakan kata-kata Madli, Thalab, maupun Istifham. Jadi, Qabul tidak akan ada kecuali adanya Ijab. Bila mana ditemukan Qabul sebelum Ijab maka tidak bisa disebut Qabul karena tidak ada artinya, sehingga tidak sah. Sebagaimana tertulis dengan jelas dalam kitab beliau Al-Kafie Fi Fiqh Al-Imam Ahmad Bin Hanbal, beliau berpendapat: بالا يجاب هو إنما القبول لا ن يصح لم الا يجاب على القبول تقدم ونإ فيشترط تا خره عنه. 2 Artinya: jika mendahulukan Qabul atas Ijab, maka tidaklah sah, karena sesungguhnya adanya Qabul sebab adanya Ijab, maka syaratnya mengakhirkan Qabul dari Ijab. Namun menurut penulis penggunaan lafadz Thalab tidak menjadi permasalahan ketiha Qabul didahulukan dari Ijab. Karena tidak bertentangan dengan pendapat Ibnu Qudamah yang menentukan berdasarkan hukum asalnya. Justru sangat relevan untuk diterapkan pada zaman sekarang dan dapat dijadikan inovasi baru pengungkapan Ijab Qabul sebagai penyetaraan perkembangan persamaan gender dan tidak dapat dipungkuri laki-laki banyak tergila-gila oleh kaum hawa. Jadi pelaksanaannya dari pihak mempelai laki- 2 Syaikh al-islam Abi Muhammad Muwaffaq ad-dien Abdullah bin Qudamah al- Maqdisiy, al-kafie fi Fiqh al-imam Ahmad bin Hanbal juz III, Beirut: Darul Fikr, 1992, hlm. 20-21.

55 laki mengajukan permohonan kepada pihak mempelai perempuan (wali) untuk disetujui menjalin rumah tangga dengannya. seperti contoh: Pihak mempelai laki-laki lebih dahulu mengucapkan Qabul: Jodohkanlah denganku anak perempuanmu... kemudian wali mengucapkan: Telah aku jodohkan kamu dengan putriku... ز و ج نى ا ب ن ت ك... ز و ج ت ك ه ا... Adapun sebuah hadits yang menunjukkan bahwa Ijab itu hak perempuan dan Qabul kewajiban laki-laki: أ يم ا ام ر أ ة لم ي ن ك ح ه ا ال و لي ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف ا ن أ ص اب ه ا ف ل ه ا م ه ر ه ا بم ا أ ص اب م ن ه ا ف ا ن اش ت ج ر وا ف الس ل ط ان و لي م ن لا و لي ل ه 3 Artinya: Wanita manapun yang tidak dinikahkan oleh wali maka pernikahannya tidak sah, maka pernikahannya tidak sah, maka pernikahannya tidak sah. Jika telah melakukan hubungan badan, maka wanita itu tetap berhak menerima mahar (maskawin) karena hubungan badannya itu. Jika mereka berselisih maka pemerintah adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali. (H.R. Ahmad) Dari pemikiran Ibnu Qudamah tersebut, dapat diartikan bahwa yang disebut akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan perkawinan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Ijab adalah penyerahan dari pihak wali si perempuan, dan Qabul adalah penerimaan dari 3 Imam Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Bab La Nikah Illa Biwaliy, Juz V, Aplikasi Maktabah Syamilah, hlm. 486.

56 pihak calon suami. Lebih lanjut dalam persoalan Ijab beliau mensyaratkan bahwa Ijab dan Qabul itu haruslah dari kata-kata yang tersebut dalam al- Qur an, yaitu Lafadz Nikah dan Tazwij atau terjemahannya seperti kawin dan nikah. Berdasarkan hukum asalnya, Ijab itu datangnya dari pihak wali si perempuan, dan Qabul dari pihak calon suami. 4 Dalam hal ini, seluruh Ulama sepakat; Namun ketika dihadapkan dengan kemungkinan bila terjadi dalam suatu akad nikah, dimana Qabul didahulukan dari Ijab, terdapat perbedaan pendapat. Yang mengesahkan berpendapat yang terpenting adalah tercapainya maksud diadakannya akad nikah. Di sini penulis melihat bahwa apa yang diungkapkan Ibnu Qudamah dalam masalah Qabul didahulukan dan Ijab diakhirkan di dalam akad nikah, melihat praktek yang ada bahwa Ijab dilakukan dari pihak perempuan (wali), dan mempelai laki-laki secara urut/tertib yaitu Ijab dulu oleh pihak wali kemudian disusul Qabul dari pihak mempelai laki-laki. Dari keterangan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa, pendapat Ibnu Qudamah sangat relevan dalam konteks pada masa zaman sekarang, karena melihat Ijab dan Qabul pada umumnya dimulai dari wali dan calon suami, sesuai dengan bentuk urutannya. Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam pasal pasal 27, 28 dan 29. 4 Muhammad Jawad Mughniyyah, Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah, Beirut: Darul Ilmi Lilmalayin, 1964, hlm. 11.

57 Pasal 27 Kompilasi Hukum Islam berbunyi : Ijab dan Qabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun dan tidak berselang waktu. Pasal 28: Akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang bersangkutan. Wali nikah dapat mewakilkan kepada orang lain. Pasal 29: 1) Yang berhak mengucapkan Qabul ialah calon mempelai pria secara Pribadi 2) Dalam hal-hal tertentu ucapan Qabul nikah dapat diwakilkan kepada pria lain dengan ketentuan calon mempelai pria memberi kuasa yang tegas secara tertulis bahwa penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk mempelai pria. 3) Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan calon mempelai pria diwakili, maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan. 5 Jadi, Ijab Qabul itu harus tertib yaitu Ijab dulu dari pihak perempuan, baru kemudian Qabul dari pihak mempelai laki-laki. Sesuai dengan isi dari dari Ijab Qabul itu sendiri mengandung serah terima dari pihak wali kepada suami agar bertanggung jawab atas hak-haknya sebagai suami terhadap isterinya. Posisi suami dalam akad nikah sebagai orang yang diberi beban tanggung jawab maka harus ada penyerahan dari pihak wali karena wanita tidak bisa menikahkan dirinya sendiri. 5 Departemen Agama R.I., Instruksi Presiden R.I. Nomor 1Tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta, 2001, hlm23-24.

58 B. Analisis Metode Istinbath Hukum Yang Digunakan Ibnu Qudamah Tentang Tidak Sahnya Akad Nikah Dengan Mendahulukan Qabul Dan Mengakhirkan Ijab Setiap ketetapan hukum mempunyai sumber pengambilan dalam ilmu Fiqh di kenal istilah istinbath hukum, setiap istinbath (pengambilan hukum) dalam syariat Islam harus berpijak atas Al-Qur an da As-Sunnah. Istinbath merupakan sistem atau metode para mujtahid guna menemukan atau menetapkan suatu hukum. Istinbath erat kaitannya dengan ushul fiqh, karena ushul fiqh dengan segala kaitannya tidak lain merupakan hasil ijtihad para mujtahidin dalam menemukan hukum dari sumbernya (Al- Qur an dan As-Sunnah). Nash yang menjadi dalil hukum Islam baik Al-Qur an sebagai sumber hukum pertama maupun Sunnah Nabi SAW. Sebagai sumber kedua adalah berbahasa Arab. Untuk memahaminya dengan baik membutuhkan kemampuan memahami bahasa dan ilmu bahasa Arab dengan baik pula. Seseorang harus mengerti betul kehalusan dan kedalaman yang dimaksud oleh bahasa itu (dalalah-nya). Begitu pula harus dipahami tentang cara mengutarakan sesuatu, apakah dengan bentuk hakikat ataukah dengan bentuk majaz (kiasan). Menurut analisis penulis, Ibnu Qudamah dalam beristinbath tentang tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab menggunakan metode Istishhab, dan dasar beliau menggunakan Al-Qur an dan Hadits.

59 Ibnu Qudamah secara tersirat mendefinisikan Ijab dan Qabul yaitu: Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama yaitu wali dari calon mempelai perempuan, Qabul adalah penerimaan dari pihak kedua yaitu calon mempelai laki-laki. Dari pengamatan penulis, jelas terlihat bahwasanya Ibnu Qudamah mengangkat pendapat berdasarkan makna tekstual yang ada. Beliau mempunyai pemikiran yang luas terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi umat Islam, baik itu yang telah terjadi, maupun yang belum pernah terjadi, karena kehati-hatiannya dalam menentukan hukum. Pendapat beliau sesuai dengan firma Allah SWT.: #$%&' " -./ )*, %( " 789: 0-&5 6 01'23.4/ Artinya: Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu Telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suamiisteri. dan mereka (isteri-isteriermu) Telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. 6 (QS. An-Nisa: 21) Dari ayat di tersebut, akad nikah bukanlah sekedar perjanjian yang yang bersifat keperdataan. Akad nikah dinyatakan sebagai perjanjian yang kuat yang disebut dalam Al-Qur an dengan ungkapan: yang mana perjanjian itu bukan hanya disaksikan oleh dua orang saksi yang ditentukan atau orang banyak yang hadir pada waktu berlangsungnya akad perkawinan, tetapi juga disaksikan oleh Allah SWT. 6 Yayasan penyelenggara penterjemah Al-Qur an, Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta: CV. ATLAS, 1998, hlm. 120.

60 umum, yaitu: Dalam masalah Ijab penulis lebih melihat pada dalil yang secara ا ت ق وا االله فى الن س اء ف ا ن ك م ا خ ذ تم و ه ن ب ا م ان ة االله و ا س ت ح ل ل ت م ف ر و ج ه ن ب ك ل م ة االله. (رواه مسلم) 7 Artinya: Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan, sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayaan Allah, dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. (HR. Muslim) Adapun sebuah hadits yang menunjukkan bahwa Ijab itu hak perempuan dan Qabul kewajiban laki-laki: أ يم ا ام ر أ ة لم ي ن ك ح ه ا ال و لي ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف ا ن أ ص اب ه ا ف ل ه ا م ه ر ه ا بم ا أ ص اب م ن ه ا ف ا ن اش ت ج ر وا ف الس ل ط ان و لي م ن لا و لي ل ه 8 Artinya: Wanita manapun yang tidak dinikahkan oleh wali maka pernikahannya tidak sah, beliau mengucapkannya tiga kali. Jika telah melakukan hubungan badan, maka wanita itu tetap berhak menerima mahar (maskawin) karena hubungan badannya itu. Jika mereka berselisih maka pemerintah adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali. (H.R. Ahmad) Kedua hadits tersebut memperkuat pendapat Ibnu Qudamah mengenai Ijab dan Qabul. Bahwa Ijab adalah penyerahan dari pihak wali si perempuan, dan Qabul adalah penerimaan dari pihak calon suami. 7 Muslim, Shahih Muslim, Juz I, Semarang:Toha Putra, t.th, hlm.593. 8 Imam Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Bab La Nikah Illa Biwaliy, Juz V, Aplikasi Maktabah Syamilah, hlm. 486.

61 Dan mengenai tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab tentunya tidaklah sah, mengingat bahwa akad nikah adalah perjanjian yang kuat, yang mana tidak hanya disaksikan oleh banyak orang tetapi langsung disaksikan Allah SWT. Jadi penentuan tata cara pelaksanaannya harus dipastikan. Dalam hal ini, Ibnu Qudamah mengharuskan untuk tertib berurutan yaitu Ijab diucapkan terlebih dahulu oleh wali mempelai perempuan, kemudian disusul Qabul oleh calon mempelai suami. Mengingat sebuah hadits Rasulullah SAW.: ث لا ث ج د ه ن ج د, و ه ز له ن ج د : الن ك اح و الط لا ق و الر ج ع ة 9 Artinya: Tiga perkara yang apabila bersungguh-sungguh dan bermain maka akan terjadi, yaitu talak, nikah, dan rujuk. Sudah jelas kiranya, bahwa Ijab haruslah dari pihak wali mempelai perempuan atau yang mewakilkan, dan Qabul harus pula dari pihak mempelai laki-laki atau yang mewakilkan. Hal ini sepatutnya dijadikan dasar, sebagaimana tertuang dalam kaidah fiqh: ا ل ي ق ين لا ي ز ال ب الش ك Artinya: Sesuatu yang sudah keyakinan tidak dapat dihilangkan dengan adanya sesuatu keraguan ا لا ص ل ب ر اي ة الذ م ة Artinya: Hukum dasar adalah kebebasan seseorang dari tanggung jawab. 9 Imam Baihaqi, Ma rifah As-Sunan Wal-Atsar Lilbaihaqi, bab Talaq Al-Makruh, juz 12, aplikasi Maktabah Syamilah, hlm. 231.

62 Dari kaidah tersebut, dapat disimpulkan bahwa, pada hakikatnya manusia dilahirkan bebas dari segala hutang, kewajiban ataupun pertanggungjawaban. Adanya suatu kewajiban pertanggungjawaban itu adalah karena adanya hak-hak yang telah dimiliki, yang datangnya tiada lain karena adanya sebab-sebab yang timbul setelah manusia lahir. 10 Hubungannya dengan tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab adalah dalam hal ini mengenai hak dan kewajiban pertanggungjawaban. Karena Ijab pada dasarnya adalah hak wali calon mempelai perempuan. Selama Qabul belum ada maka calon mempelai perempuan masih dalam kewajiban pertanggungjawaban walinya. Jadi tidak rasional lagi ketika Qabul didahulukan atas Ijab. Dan dalam hal ini, maka Qabul tidak ada artinya, dan tidak sah suatu akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab. Dengan kata lain, Ijab dan Qabul dalam pelaksanaannya harus tertib berurutan. Sesuai dengan isi dari dari Ijab Qabul itu sendiri mengandung serah terima dari pihak wali kepada suami agar bertanggung jawab atas hak-haknya sebagai suami terhadap isterinya. Posisi suami dalam akad nikah sebagai orang yang di beri beban tanggung jawab maka harus ada penyerahan dari pihak wali karena wanita tidak bisa menikahkan dirinya sendiri. Menurut penulis, sangat baik ketika suatu akad, tentunya dalam akad nikah yang banyak disebutkan dalam Al-Qur an dengan ungkapan Mitsaqon 10 Tolchah Mansur, Usul Fiqh, Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, 1986, hlm. 196.

63 Ghalizhan (perjanjian yang kuat) dipastikan bagaimana tata caranya dan diharuskan tertib. Diantara hikmah yang dapat diambil dengan tidak mengesahkan mendahulukan Qabul atas Ijab, menurut penulis sebagai berikut: a. Menegaskan siapa yang seharusnya lebih berhak atas Ijab dan siapa yang lebih berhak atas Qabul. b. Memelihara adab yang baik, karena dapat kita lihat perbedaan yang mencolok antara menertibkan Ijab Qabul dan mendahulukan Qabul atas Ijab. Ketika menertibkan Ijab Qabul maka keadaannya adalah wali, menyerahkah dan calon mempelai suami menerima/menyetujui. Sedangkan ketika mendahulukan Qabul atas Ijab maka keadaannya menerima permintaan calon mempelai suami, dan calon mempelai suami meminta untuk dinikahkan. Jadi terjaga wibawa dari wali dan calon mempelai suami. Namun apabila kita melihat realita yang ada diantara umat Islam di seluruh penjuru dunia, dengan segala perbedaan sudut pandang perorangan, adat pelaksanaan pernikahan yang berbeda-beda di suatu daerah atau negara, tentunya pendapat ini tidak memberikan kemaslahatan, didukung tidak adanya dalil Nash maupun As-Sunnah yang jelas dan tegas tentang mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab. Karena pada hakikatnya suatu akad nikah sah ketika adanya Ijab dan Qabul dari wali mempelai perempuan dan calon mempelai suami, entah tertib maupun dengan mendahulukan Qabul atas Ijab. Yang terpenting maksud tujuannya tercapai yaitu untuk

64 menghalalkan yang sebelumnya haram (pernikahan). Dalam kaidah fiqh disebutkan pula sebagai berikut: Artinya: Wajib saling ridlo dalam semua akad. يج ب الت ر اض ي في جم ي ع ال ع ق و د 11 11 Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Kaedah-Kaedah Praktis Memahami Fiqih Islami, Purwodadi: Pustaka Al-Furqan, 2009, Hlm. 277.