IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

dokumen-dokumen yang mirip
KESESUAIAN LAHAN TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis) BERDASARKAN ASPEK AGROKLIMAT DI SULAWESI TENGGARA ACHMAD FAUZI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara

SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

Tabel 8. Luas wilayah Sulawesi Selatan di tiap kabupaten berdasarkan peta dasarnya IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ditulis oleh Administrator Minggu, 25 Desember :15 - Terakhir Diperbaharui Senin, 09 Januari :16

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai.

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis dan Fisiografis. perbukitan karst berarti bentuk wilayahnya perbukitan dan batuannya karst.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAS KONAWEHA. Luas dan Wilayah Administrasi DAS Konaweha. Iklim

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung. Secara geografis, kabupaten ini terletak pada

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

KONDISI W I L A Y A H

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Salak BM Periode Tahun

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

PERKEMBANGAN PERTANIAN LAHAN KERING SEBAGAI PENDORONG EROSI DI DAERAH ALIRAN CI KAWUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB IV DESKRIPSI UMUM WILAYAH

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak semua kerusakan alam akibat dari ulah manusia. yang berbentuk menyerupai cekungan karena dikelilingi oleh lima gunung

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

III. KEADAAN UMUM LOKASI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

KEADAAN UMUM WILAYAH

Sub Kelas : Commelinidae. Famili : Poaceae Genus : Triticum Spesies : Triticum aestivum L.

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KOMODITAS KOPI ARABIKA DI KABUPATEN SOLOK

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

VI. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf

Identifikasi Daerah Rawan Longsor

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan garis khatulistiwa di antara 02 45' - 06 15' Lintang Selatan dan di antara 120 45'-124 30' Bujur Timur. Bagian utara dibatasi oleh Propinsi Sulawesi Tengah, bagian barat dan selatan dibatasi oleh Laut Banda dan bagian timur adalah Selat Makasar (Gambar 4.1). Wilayah ini mencakup daratan seluas 38.140 km 2 atau 3.814.000 ha (sekitar 1,98% terhadap luas Indonesia) dan wilayah perairan (laut) seluas 110.000 km 2. Propinsi ini terdiri atas 10 kabupaten yaitu Kendari, Kolaka Utara, Kolaka, Kota Kendari, Konawe Selatan, Bombana, Muna, Buton, Wakatobi dan Baubau (http://id.wikipedia.org. 2008). berbukit dan bergunung, dengan kemiringan bervariasi. Berdasarkan Gambar 4.2, wilayah perbukitan dan pegunungan banyak menempati bagian utara (Kolaka utara & kendari), sebagian lain berada di Kolaka dan pulau Buton. Pulau buton sendiri sebagian besar wilayahnya berupa perbukitan dan pegunungan dengan lereng curam (kemiringan >30%) terdiri dari batukapur. Keadaan kelerengan sangat menentukan untuk menduga potensi kebanjiran/genangan di suatu wilayah. Wilayah belereng aliran air akan terjadi lebih cepat dibandingkan wilayah datar, dengan demikian kemungkinan terjadinya banjir/genangan di wilayah datar lebih besar dibandingkan wilayah belereng. Distribusi spasial sebaran kemiringan lereng di Sultra terdapat pada Lampiran 9. Sedangkan distribusi spasial ketinggian termasuk penampakkannya muka lereng tersaji pada Gambar 4.2. Tabel 4.1 Tabel Kelas Lereng di Sultra Slope (%) Klas Luas (Ha) 0-8 1 1.422.515 8-16 2 1.119.760 16-30 3 851.212 30-40 4 567.899 >40 5 320.065 Gambar 4.1. Peta Lokasi Propinsi Sultra 4.1.2 Kondisi Topografis Daerah Sultra mempunyai ketinggian (elevasi) bervariasi (Tabel 4.1) dari 0 sampai ± 2600 m diatas permukaan laut (m dpl). khususnya Kendari, Bombana dan Pulau Buton. Bentuk wilayahnya bervariasi dari datar sampai bergunung-gunung. Wilayah datar dengan lereng < 8% adalah wilayah paling dominan dengan luas ±1.119.760 ha atau 31,52% (Tabel 4.1) dari luas Sultra terdapat di bagian tengah, tenggara dan sebagian timur laut, serta terpencar menempati daerah-daerah sempit di lembah-lembah sungai dan pesisir pantai. Sedangkan wilayah lainnya adalah datar-berombak, berombak-bergelombang, Gambar 4.2. Peta Penampakkan Ketinggian Sultra Tabel 4.2 Tabel Sebaran Ketinggian di Sultra 8

Elevasi (mdpl) Luas (Ha) 0-200 1.755.127 200-400 642.839 400-600 402.654 600-800 248.199 800-1000 164.095 1000-1200 121.682 1200-1400 90.790 1400-1600 64.736 >1600 52.743 4.1.3 Kondisi Iklim Berdasarkan data curah hujan yang digunakan. Tipe iklim daerah Sultra menurut Oldeman, bertipe iklim C2, dengan 6 bulan basah berturut-turut (curah hujan rata-rata >200 mm/bulan) dan 3 bulan kering berturut-turut (curah hujan rata-rata <100 mm/bulan). Secara garis besar memiliki curah hujan (CH) rataan ±2500 mm/tahun untuk periode 10 tahun (1990-2000), tersebar merata pada wilayah bagian tengah dan selatan Sultra. Daerah terbasah dengan curah hujan diatas 3500 mm/tahun tersebar di bagian utara Sultra. Makin ke arah timur, tenggara dan selatan curah hujan semakin menurun, sampai daerah Bombana curah hujan hanya dibawah 1500 mm/tahun, hal ini bisa terlihat pada Gambar 4.4. Berdasarkan Grafik 4.3, curah hujan bulanan tertinggi pada bulan Maret, April, Mei dan Juni (diatas 300 mm/bulan), terendah pada bulan September dan Oktober (dibawah 100 mm/bulan). CH (mm) 300 250 200 150 100 50 0 CH Rerata Bulanan Sultra Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nov Des Bln Gambar 4.3. Grafik Ch Rata-rata bulanan Sultra Gambar 4.4. Peta Sebaran Curah Hujan di Sultra Suhu udara memiliki hubungan yang erat dengan ketinggian tempat dari permukaan laut. Pada lapisan Troposfer, secara umum suhu udara makin rendah menurut ketinggian. Suhu udara diperoleh dari perhitungan hubungan antara suhu dengan ketinggian menggunakan rumus Braak (1929). Berdasarkan data dari titik-titik stasiun cuaca (Lampiran 8), suhu udara rata-rata berkisar antara 26-27 o C tersebar merata dari bagian tengah sampai selatan Sultra seluas (Tabel 4.3). Tabel 4.3 Tabel Sebaran Suhu Rata-rata di Sultra Suhu Luas (Ha) < 22 428.331 22-23 170.026 23-24 239.390 24-25 357.723 25-26 526.196 26-27 1.034.437 27-28 790.954 4.1.4 Kondisi Tanah Penelitian mengenai sumberdaya lahan di wilayah Pulau Sulawesi, khususnya Sultra masih relatif terbatas. Tanah-tanah di Sultra terbentuk dari berbagai batuan induk, yaitu: batuan sedimen (batupasir, skis, filit), batuan plutonik masam, batuan volkan tersier dan kuarter, bahan endapan kuarter (aluvial) dan bahan organik. Tanah yang dihasilkan dari bahan induk tersebut terdiri dari 9 ordo, yaitu: Histosols, Entisols, Inceptisols, Vertisols, Andisols, Mollisols, Alfisols, Ultisols dan Oxisols. Penyebaran jenis tanah yang dominan di temui adalah Inceptisols, Entisols dan Ultisols 9

(Podsolik Merah Kuning). Tanah tersebut tersebar bervariasi pada Fisiografi Dataran, perbukitan dan pegunungan. Sedangkan yang paling sedikit adalah tanah Andisols (Andosol, yang sebenarnya pada Fisiografi volkan (vulkanik). Berdasarkan satuan tanah pada tingkat sub ordo, satuan fisiografi dan bahan induk di Sultra, terdiri dari 41 SPT (Satuan Peta Tanah) yang sebagian bersar tergolong asosiasi. Penyebaran jenis tanah Sultra disajikan pada Gambar 4.5 dan kateristiknya (Lampiran 4). mm/tahun.faktor iklim lain seperti Lama penyinaran dan kelembaban udara tidak menjadi faktor pembatas dalam penelitian ini. Kriteria kesesuaian iklim untuk tanaman karet mengacu pada penelitian Djaenudin et al., 2003. Hal tersebut bisa lihat pada Lampiran 1. Berdasarkan Peta pada Gambar 4.5 dan Tabel 4.1, kesesuaian iklim tanaman karet di wilayah kajian memperlihatkan bahwa sebagian besar wilayah memiliki iklim yang sesuai (S2) yaitu seluas 1.458.030 ha atau 38,2% dari luas keseluruhan. Dan Sesuai marginal (S3) 1.413.457 ha (37%). Hanya beberapa daerah yang mempunyai kesesuasian S1 (sangat sesuai) untuk di tanami karet, dengan luas 148.141 ha (3,88%); daerah ini meliputi pesisir pantai Kolaka Utara dan Kolaka, sebagian Kota Kendari, bagian timur laut Buton dan sebagian daerah Muna. Gambar 4.5. Peta Jenis Tanah di Sultra 4.2. Kesesuaian Iklim untuk Tanaman Karet di Propinsi Sultra. Berdasarkan syarat tumbuh tanaman, karet dapat tumbuh optimal pada ketinggian < 200 mdpl, walaupun demikian karet masih bisa berproduksi di dataran menengah dan tinggi tetapi dengan waktu penyadapan yang makin panjang (http://warintek.progressio.or.id, 2008). Faktor ketinggian berhubungan erat dengan perubahan suhu udara. Suhu udara sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman karet, karena suhu merupakan unsur utama dalam aktivitas fisiologis pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Suhu optimal yang dibutuhkan berada pada kisaran 24-28º C. Selain suhu udara, Curah hujan juga sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman Karet, dengan kisaran optimal CH berkisar antara 1500-2000 Gambar 4.6. Peta Kesesuaian Iklim untuk Tanaman Karet di Sultra Tabel 4.1. Luas Potensi Pengembangan Tanaman Karet Berdasarkan Kesesuaian Iklim di Sultra. Kelas Luas (Ha) % S1 148.141 4,91 S2 1.458.030 48,28 S3 1.413.457 46,81 N 529.444 17,53 Total 3.019.628 4.3. Kesesuaian Tanah untuk Tanaman Karet di Propinsi Sultra. Disamping faktor iklim (curah hujan dan suhu udara) faktor tanah juga mempunyai 10

peranan yang sangat penting untuk tanaman karet, karena bagaimanapun baik dan sesuainya iklim disuatu tempat tanpa ditunjang oleh kondisi tanah yang sesuai, maka akan mengalami banyak kegagalan dalam membudidayakan tanaman yang di inginkan. Kondisi tanah yang sesuai dengan pertumbuhan karet dalam penenlitian ini diperoleh dari Peta Tanah Eksplorasi Puslitanak dengan skala 1:1000.000. Dari klasifikasi tanah untuk satuan peta tanah (SPT) bisa diturunkan nama ordo jenis tanah tersebut. Dari ordo tanah itu bisa di peroleh informasi gambaran secara umum mengenai karakterisktik sifat fisik tahan yang diamati. Persyaratan kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan karet adalah berdrainase cukup baik, dengan tekstur agak halus dengan lereng < 8% dan bahaya erosi rendah. Kemiringan tanah (lereng) erat kaitannya dengan bahaya erosi, makin curam lereng tersebut semakin tinggi pula bahaya erosi yang di timbulkan. Persyaratan kondisi tanah untuk kelas kesesuaian ditunjukkan pada Lampiran 1. Berdasarkan Gambar 4.7 kesesuaian tanah untuk tanaman karet di Sultra bervariasi. Tingkat kesesuaiannya tanah yang baik untuk tanaman karet sekitar 50% lebih. Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan kelas tanah sangat sesuai (S1) adalah 25,04% atau 966.688 ha tanah, kelas sesuai (S2) 26,97% atau 966.682 ha, kelas sesuai bersyarat (S3) 23,69% atau 849.037 ha, sedangkan tanah yang tidak sesuai seluas 870.596 ha atau sekitar 24,29% dari luas kesesuaian tanah di Sultra. Tabel 4.2. Luas Potensi Pengembangan Tanaman Karet Berdasarkan Kesesuaian Tanah di Sultra. Kelas Luas % S1 897.317 25,04 S2 966.682 26,97 S3 849.037 23,69 N 870.594 24,29 Total 3.583.630 Gambar 4.7. Peta Kesesuaian Tanah untuk Tanaman Karet di Sultra 4.4. Kesesuaian Agroklimat Tanaman Karet di Propinsi Sultra. Kesesuaian iklim dan tanah sangat berkaitan dan tidak bisa dipisahkan dalam menentukan kesuburan dan produksi suatu varietas tanaman, hal ini erat kaitannya reaksi tanaman terhadap lingkungannya. Tanaman akan merespon positif lingkungan (iklim dan tanah) yang sesuai dengan syarat pertumbuhannya. Interaksi kedua unsur (iklim dan tanah) tersebut merupakan penentu, karena apabila suatu daerah yang memiliki kondisi iklim sesuai tetapi tidak dibarengi dengan kondisi tanah yang sesuai maka kondisi tersebut tidak bisa dikatakan sesuai untuk suatu tanaman (Ansari,2002). Berdasarkan hasil overlay (tumpang susun) antara kesesuaian iklim dan kesesuaian tanah di Sultra diperoleh hasil analisis spasial yang berupa peta kesesuaian agroklimat untuk tanaman karet (Gambar 4.8). 11

udara dan curah hujan yang meliputi daerah diatas juga cocok untuk pengembangan tanaman karet, dengan suhu udara rataan berkisar antara 25-27 o C dan curah hujan ratarata >2500 mm/tahun. Daerah yang tidak sesuai dalam hal ini termasuk kedalam kesesuainan kelas lahan S3 meliputi; bagian selatan Bombana dengan luas 160.505 ha, sebagian wilayah Kendari (452.342 ha) dan bagian selatan Kolaka utara dengan luas 163.614 ha. Daerah-daerah ini merupakan pegunungan, lereng curam, ketinggian diatas 600 mdpl. Meskipun curah hujan di Kendari dan Kolaka utara mempunyai curah hujan yang cukup untuk syarat pertumbuhan tanaman karet, namun suhu udara masih dibawah syarat tumbuh (<22 o C). Sedang di Bombana curah hujan dibawah 1500 mm/tahun, suhu dibawah 25 o C. Gambar 4.8. Peta Kesesuaian Agroklimat untuk Tanaman Karet di Sultra Tabel 4.3. Luas Potensi Pengembangan Tanaman Karet Berdasarkan Kesesuaian Agroklimat di Sultra. Kelas Luas % S1 420.09 1,18 S2 850.914 23,88 S3 1.226.489 40,52 N 1.230.584 34,42 Total 3.581.131 Informasi yang didapatkan dari hasil analisis kesesuaian agroklimat di Sultra (Tabel 4.3) adalah sebagai berikut; kelas S1 (sangat sesuai) untuk kesesuaian agroklimat tanaman karet di Sultra adalah paling sempit, dengan luasan 42.009 ha atau 1,18%. Hal ini menunjukkan bahwa Sultra merupakan bukan daerah utama untuk dijadikan sentra produksi tanaman karet. Untuk kelas S2 (sesuai) mempunyai luasan 850.914 ha atau 23,88 %. Kelas kesesuaian bersyarat (S3) adalah yang terluas dengan luas daerah mencakup 40,52% atau 1.443.751 ha. Sedangkan daerah yang tidak sesuai untuk pengembangan karet berdasarkan agroklimat seluas 1.226.489 ha atau 34,42% dari total kesesuaian agroklimat. Daerah terluas yang paling sesuai (S1) berdasarkan agroklimat untuk tanaman karet di Sultra meliputi; bagian barat Kolaka dengan luas 13.470 ha, bagian tenggara Kendari 11.086 ha dan bagian barat Kolaka utara dengan luas 8.878 ha. Hal ini di karenakan daerah-daerah tersebut mempunyai bentuk lereng datar dan merupakan dataran rendah dengan ketinggian < 200 mdpl. Suhu 4.5. Potensi Pengembangan Tanaman Karet di Propinsi Sultra. Pemetaan Potensi pengembangan agroklimat (iklim dan tanah) harus di tunjang oleh keadaan aktual penutupan/penggunaan lahan pada daerah yang di kaji,nilai potensi pengembangan yang telah di perhitungkan cocok/sesuai pada kondisi aktual pengguanaan lahan, sehingga bisa diterapkan hasil tersbut di lapang. Pengetahuan penggunaan lahan bertujuan agar mendapatkan nilai ekonomis untuk usaha ekstensifikasi. Lahan-lahan yang bernilai ekonomis untuk dijadikan wilayah ekstensifikasi, yaitu; hutan primer, pertanian, hutan daratan rendah, dan perkebunan. Sedangkan lahan kering, tambak, sawah, gambut, hutan lindung dan waduk tidak bisa dikonvesi untuk ekstensifikasi lahan. Berdasarkan data pada Lampiran 2 dan Gambar 4.9, penutupan lahan Sultra dominan oleh Hutan Primer (58,24% dari total penutupan) dan Semak Belukar (17,83% dari total penutupan). Dari data tersebut Sultra bisa (sesuai/cocok) dijadikan tempat ekstensifikasi tanaman karet yang bernilai ekonomis. Daerah di Sultra yang berpotensi besar untuk usaha ekstensifikasi perkebunan karet yang baik dari faktor agroklimat dan penggunaan lahannya adalah sebagian daerah Buton dengan luas 119.762 ha, sebagian daerah Kendari (307.177 ha), sebagian daerah Kolaka (122.063 ha), dan sebagian daerah Muna (183.518 ha). Dengan luas potensi yang berkategori baik untuk pengembangan ekstentifikasi tanaman karet seluas 812.489 ha atau 23,11%. Daerah yang kurang potensial untuk dijadikan usaha ekstensifikasi tanaman 12

karet di Sultra seluas 140.457 ha (39,96%). Sedangkan untuk daerah yang tidak bisa dijadikan usaha ekstensifikasi tanaman karet di Sultra berdasarkan potensi pengembangannya seluas 1.298.327 ha atau 36,93%. Daerah ini meliputi; Sebagian besar daerah Kendari dengan luas 493.162 ha, sebagian daerah kolaka (323.964 ha), sebagian Kolaka utara (166.038 ha) dan sebagian Bombana dengan luas 162.747 ha. Berdasarkan hasil penelitian, kecenderungan pengembangan tanaman karet di daerah Sultra sangat kecil, tetapi berdasarkan data kesesuaian iklim (suhu udara dan curah hujan) dan kesesuian tanah (drainase, lereng dan bahaya erosi) yang di hubungkan dengan faktor kegunaan/penutupan lahan maka daerah Sultra mempunyai potensi untuk dijadikan daerah ekstensifikasi pembudidayaan. Gambar 4.10. Peta Potensi Pengembangan Tanaman Karet di Sultra Gambar 4.9. Peta Penutupan/Penggunaan Lahan di Sultra Tabel 4.5. Luas Potensi Pengembangan Tanaman Karet Berdasarkan Kesesuaian Agroklimat dan Penutupan/Penggunaan Lahan di Sultra. Kelas Luas (ha) % S1 42.009 1,18 S2 850.914 23,88 S3 1.226.489 40,52 N 1.230.584 34,42 Total 3.581.131 13