DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 02/PJ.

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1994 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR PUSTAKA. Anastasia Diana dan Lilis Setiawati Perpajakan Indonesia, Andi, Yogyakarta.

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK. Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan Terpadu

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pemotongan PPH Pasal 21. Tata Cara Pemotongan.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

Tanggal Terbit : 01 Februari 2006 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

PER - 32/PJ/2009 BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL

LAMPIRAN. Universitas Kristen Marantha

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 16/PJ/2007 TENTANG


BAB I PENDAHULUAN. Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991)

BAB I PENDAHULUAN. keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. beberapa sektor pajak masih perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. negara dengan selalu mengharapkan bantuan dari luar negeri tanpa adanya

Peraturan pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

SE - 33/PJ/2009 HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN SEHUBUNGAN DENGAN DITETAPKANNYA PERATURAN DIREKTUR

Contoh perhitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS dan Para Pensiunan.

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

BAB I PENDAHULUAN. (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM

SE-02/PJ./2006 PEDOMAN PELAKSANAAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN DANA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-545/PJ./2000 TENTANG

I. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR SETIAP BULAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAl PAJAK SURAT EDARAN NOMOR : SE - 02 /PJ./ 2006

ANALISA PERHITUNGAN PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PUSAT PENELITIAN KEPENDUDUKAN ( LIPI )

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 79 TAHUN 2015 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 262/PMK.03/2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 80 TAHUN 2014 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 34/PJ/2017

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPH. Pemotongan. Dibayarkan sekaligus.

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang kita sadari semua bahwa pembangunan ekonomi tidak

BAGIAN PERTAMA: PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21. I. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PENGHASILAN TETAP DAN TERATUR SETIAP BULAN

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 UNTUK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA KANTOR DIREKTORAT JENDERAL KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2010 TENTANG

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 45 TAHUN 2015

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2014 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AGUNG DAN HAKIM KONSTITUSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 78 TAHUN 2000 (70/2000) TENTANG PENETAPAN PENSIUN POKOK MANTAN PEJABAT NEGARA DAN JANDA/DUDANYA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 486/KMK.03/2003 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum.

SE - 64/PJ/2009 PEKERJA YANG MEMPEROLEH PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH

2017, No Nomor 96/PMK.05/2016 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemberian Gaji, Pensiun, atau Tunjangan Ketiga Belas kepada Pegawai Negeri Si

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG

Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 TARIF DAN PENERAPANNYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN GAJI HAKIM PERADILAN UMUM,

SOSIALISASI SE-34/PJ/2017 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI PTN-BADAN HUKUM NOPEMBER 2017

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Ekonomi. Pajak Penghasilan. Pesangon. Langsung. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 169)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ruang Lingkup Jasa Konstruksi

BAB II LANDASAN TEORI

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 27 TAHUN 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

S-1081/PJ.313/2005 PENGENAAN TARIF ATAS JASA KONSTRUKSI (SE- 13/PJ.42/2002)

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENGHASILAN PEKERJA PADA KATEGORI USAHA TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan pemindahan daya beli dari sektor privat ke sektor publik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AGUNG DAN HAKIM KONSTITUSI

Putusan Nomor : Put-68238/PP/M.IVB/10/2016. Jenis Pajak : PPh Pasal 21. Tahun Pajak : 2011

Copyright (C) 2000 BPHN

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 14/PJ/2013

c. Biaya perjalanan dinas berupa biaya perjalanan, akomodasi dan perdiem tidak

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Universitas Kristen Maranatha

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 24/PJ/2013 TENTANG

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak memegang peranan utama dalam keberlangsungan negara. Postur

BAB I PENDAHULUAN. dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan

Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Bagi Dokter

80 TAHUN 2010 TARIF PEMOTONGAN DAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YANG MENJA

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Transkripsi:

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 02/PJ.03/2007 TENTANG PENEGASAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 PIMPINAN DAN ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM, KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI, KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN/KOTA DAN ANGGOTA KEPANITIAAN SEHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN UMUM ATAU PEMILIHAN KEPALA DAERAH DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan masih banyaknya pertanyaan mengenai pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pimpinan dan anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dan anggota Kepanitian sehubungan dengan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah, serta adanya penerapan ketentuan perpajakan yang tidak seragam di lapangan, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : 1. Pasal 21 ayat (1) huruf b, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 diatur antara lain bahwa pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain, sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Para Pensiunan atas Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, diatur antara lain: a. Pasal 1 ayat (2), atas penghasilan yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah selain penghasilan sebagaimana disebut pada ayat (1), dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, kecuali yang dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil golongan II d ke bawah dan

anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah; b. Pasal 2 ayat (2), atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh Bendaharawan Pemerintah sebesar 15% (lima belas persen), dan bersifat final. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2003 tentang Hak Keuangan Pimpinan dan Anggota Komisi Pemilihan Umum Beserta Perangkat Penyelenggara Pemilihan Umum serta Pimpinan dan Anggota Panitia Pengawas Pemilihan Umum, dinyatakan bahwa uang kehormatan yang diterima pimpinan dan anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota diberikan setiap bulan dalam jumlah yang telah ditentukan. 4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 15/PJ/2006, diatur antara lain: a. Pasal 1 angka 2, Pejabat Negara adalah: 1). Presiden dan Wakil Presiden;

2). Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPR/MPR, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota; 3). Ketua dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan; 4). Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Mahkamah Agung; 5). Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung; 6). Menteri, Menteri Negara, dan Menteri Muda; 7). Jaksa Agung; 8). Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Propinsi; 9). Bupati dan Wakil Bupati Kepala Daerah Kabupaten; 10). Walikota dan Wakil Walikota. b. Pasal 1 angka 5, Pegawai Tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung. 5. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas dengan ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut: a. Pemotongan PPh Pasal 21 atas uang kehormatan yang diterima oleh pimpinan dan anggota KPU, KPU Propinsi, dan KPU Kabupaten/Kota serta uang honorarium bagi anggota kepanitiaan yang berstatus sebagai Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI/POLRI dan

Pensiunannya dipotong PPh Pasal 21 sebesar 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil golongan II d ke bawah dan anggota TNI/POLRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah atau Ajun Inspektur Tingkat Satu ke bawah; b. Pemotongan PPh Pasal 21 atas uang kehormatan yang diterima oleh pimpinan dan anggota KPU, KPU Propinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang berstatus bukan sebagai Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI/POLRI, dan Pensiunannya dipotong PPh Pasal 21 yang dihitung sesuai tarif Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dari Penghasilan Kena Pajak selama 1 (satu) tahun takwim atau jumlah yang disetahunkan sebagaimana cara penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji pegawai tetap; c. Pemotongan PPh Pasal 21 atas honorarium bagi anggota kepanitiaan, sehubungan dengan Pemilihan Umum atau Pemilihan Kepala Daerah yang berstatus bukan sebagai Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI/POLRI, dan Pensiunannya dipotong PPh Pasal 21 yang dihitung sesuai tarif Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 dari penghasilan bruto. 6. Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud di atas dilakukan oleh bendaharawan yang membayarkan uang kehormatan dan atau uang honorarium tersebut. 7. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, Saudara diminta untuk memberikan sosialisasi mengenai hal dimaksud kepada pihak-pihak terkait, antara lain dengan menyampaikan materi penegasan Surat Edaran ini kepada KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota di wilayah kerja Saudara. 8. Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini, penegasanpenegasan yang bertentangan dengan Surat Edaran ini dinyatakan tidak berlaku. Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaikbaiknya. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 April 2007 Direktur Jenderal, ttd. Darmin Nasution NIP 130605098