BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan

Coagulation. Nur Istianah, ST,MT,M.Eng

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia.

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

KINERJA KOAGULAN POLY ALUMINIUM CHLORIDE (PAC) DALAM PENJERNIHAN AIR SUNGAI KALIMAS SURABAYA MENJADI AIR BERSIH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

12/3/2015 PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR. Ca Mg

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kehidupan sehari hari, air merupakan sesuatu yang sangat penting dan berharga. Banyak

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK SECARA KOAGULASI DAN FLOKULASI

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI. Satriananda 1 ABSTRAK

Serbuk Biji Kelor Sebagai Koagulan Harimbi Mawan Dinda Rakhmawati

PENGOLAHAN AIR BERSIH. PENGOLAHAN UNTUK MENGURANGI KONSENTRASI ZAT Kandungan Fe, CO2 agresif, bakteri yang tinggi

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Teknik Bioseparasi. Dina Wahyu. Genap/ March 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Air Secara Umum Air adalah suatu senyawa hidrogen dan oksigen dengan rumusan kimia H 2 O.

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

II.TINJAUAN PUSTAKA. water basin, hal ini disebabkan karena partikel-partikel halus tersebut memiliki berat jenis yang

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TL 3105 SLIDE 04. Yuniati, PhD

PENGOLAHAN EFLUEN REAKTOR FIXED BED SECARA KOAGULASI

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH ph PADA PROSES KOAGULASI DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA

Pengolah Air Backwash Tangki Filtrasi Menggunakan Proses Koagulasi Flokulasi Dan Sedimestasi (Studi Kasus Unit Pengolahan Air Bersih Rsup Dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

LAPORAN PENDAHULUAN LABORATORIUM UNIT PROSES WATER TREATMENT

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

STUDI PENDAHULUAN : PENGOLAHAN LIMBAH CAIR HASIL PRODUKSI PATI BENGKUANG DI GUNUNGKIDUL

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani

Optimasi Penggunaan Koagulan Pada Pengolahan Air Limbah Batubara

BAB 1 PENDAHULUAN. air dapat berasal dari limbah terpusat (point sources), seperti: limbah industri,

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat sebagian besar. menggunakan air sungai / air sumur untuk kegiatan sehari-hari seperti

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

KAJIAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR PROSES PEMASAKAN BLEACHING EARTH SEBAGAI KOAGULAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (zat padat, air, dan atmosfer). Bumi dilingkupi air sebanyak 70% sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan dan domestik (Asmadi dan Suharno, 2012). limbah cair yang tidak ditangani dengan semestinya. Di berbagai tempat

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

PROSES RECOVERY LOGAM Chrom DARI LIMBAH ELEKTROPLATING

Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Volume Air Minum yang Dialirkan dari IPA Cikokol. Sumber: Hasil olahan penulis (2015)

BAB I PENDAHULUAN. Makalah Pengolahan Air di Industri Semen 1


BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI ALUMINIUM

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH ph PADA PROSES KOAGULASI DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli

BAB III TEORI DASAR Pengertian Air Limbah Kegiatan Penambangan. limbah kegiatan penambangan bijih emas dan atau tembaga yaitu air yang terkena

WATER TREATMENT (Continued) Ramadoni Syahputra

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi hidro-orologi dan fungsi lingkungan lain yang penting bagi kehidupan seluruh

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SEMINAR TUGAS AKHIR PENYISIHAN KESADAHAN DENGAN PROSES KRISTALISASI DALAM REAKTOR TERFLUIDISASI DENGAN MEDIA PASIR OLEH: MYRNA CEICILLIA

RECOVERY ALUMINA (Al 2 O 3 ) DARI COAL FLY ASH (CFA) MENJADI POLYALUMINUM CHLORIDE (PAC)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atom hidrogen (H) berikatan dengan satu atom oksigen (O). Secara simbolik air

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

SEMINAR AKHIR. Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari Dosen Pembimbing Alfan Purnomo, ST. MT.

PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI. ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Kualitas Air. Segmen Inlet Segmen Segmen Segmen

Pemeriksaan kualitas air bersih dengan koagulan alum dan PAC di IPA Jurug PDAM kota Surakarta TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, fungsinya bagi kehidupan tidak pernah bisa digantikan oleh senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI FARMASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam) DAN PAC (Poly Alumunium Chloride)

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Secara umum air yang terdapat di alam yang dapat dikonsumsi manusia terdiri dari: 1. Air hujan 2. Air permukaan 3. Air tanah Dari ketiga jenis air tersebut, jenis air yang dapat langsung dikonsumsi manusia adalah air hujan dan air tanah dengan kriteria tertentu. Air permukaan tidak dapat langsung dikonsumsi karena rentan terhadap penyebaran penyakit bawaan air (water borne disease)(darmasetiawan, 2001). Kontaminan utama terhadap air adalah zat padat dan mineral yang terikut di dalamnya. Selain itu apabila air melalui permukaan tanah dengan tingkat organik yang tinggi, seperti tanah gambut, maka kandungan organik akan tinggi. Demikian pula apabila air tercemar oleh limbah atau dipakai sebagai media berkembang biak mahluk hidup seperti ikan, maka kualitas air akan ikut tercemar. Air yang dijumpai di alam maupun yang telah diolah tidak pernah dalam kead aan murni. Bahan pencemar yang dikandung oleh air dibagi kedalam tiga kelompok, bentuk padat, bentuk cair atau gas yang dibagi berdasarkan ukuran masing-masing ba han tersebut. Pembagian dari ukuran partikel tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1. 8

9 0,1 nm 1 nm 10 nm 100 nm 1 mm 2 mm 10 mm 20 mm 100 mm 200 mm 1 mm 2 mm 1 cm Dissolved matter Colloidal matter Suspended Solid Clay Mud Sand Fine Medium Coarse Gambar 2.1 Berbagai Ukuran Partikel (Brault, 1991) 2.1.1. Partikel Tersuspensi Jenis ini mungkin berasal dari mineral (pasir, clay dan lain-lain) atau bahan organik (produk yang dihasilkan dari dekomposisi tanaman atau hewan). Selain itu mikroorganisme seperti plankton, algae dan virus juga termasuk kedalam suspended solid. Bahan-bahan ini masing-masing menyebabkan timbulnya turbiditas dan warna. 2.1.2. Partikel Koloid Mempunyai ukuran partikel kurang dari 1 mikron. Partikel koloid merupakan suspended solid seperti disebutkan di atas, tetapi memiliki ukuran yang lebih kecil dan kecepatan pengendapan yang sangat lambat. Bahan ini juga menimbulkan turbiditas dan warna pada air. 2.1.3. Bahan Terlarut Memiliki ukuran kurang dari beberapa nanometer. Jenis ini biasanya terdiri dari kation dan anion. Bagian dari bahan organik juga dapat terlarut. Terdapat juga gas seperti gas O 2, CO 2, H 2 S.

10 Untuk menghilangkan zat padat dan mineral yang tersuspensi di dalam air serta menghilangkan terjadinya penyebaran penyakit melalui air, perlu dilakukan beberapa tahapan proses pengolahan air seperti koagulasi-flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan disinfeksi. 2.2. Koagulasi dan Flokulasi Peoses koagulasi-floulasi merupakan suatu fasilitas untuk menghilangkan partikel padat yang tersuspensi (SS) dan koloid di dalam air. Dalam rangka menghilangkan bahan tersuspensi dan partikel koloid, dimana masing-masing bahan membutuhkan pengolahan yang spesifik. Pada Tabel 2.1. berikut dapat dilihat bahwa semakin kecil ukuran partikel semakin besar area yang ditempatinya. Koloid memiliki luas permukaan yang sangat besar per unit volumenya. Dikarenakan luas permukaannya yang besar menyebabkan koloid cenderung mengadsorpsi substansi, seperti molekul air dan ion dari sekitarnya. Koloid merupakan partikel yang tidak dapat mengendap secara alami dan faktor luas permukaan merupakan faktor yang paling menentukan. Faktor ini menentukan kestabilan suspensi koloid. Partikel koloid mengalami dua gaya utama, yaitu: 1. Gaya Van del Waals, yang berhubungan dengan struktur dan bentuk koloid dan jenis medium (E A ) 2. Gaya repulsive eletrostatis, yang berhubungan dengan muatan permukaan koloid (E B )

11 Tabel 2.1. Waktu Pengendapan Dari Beberapa Jenis Partikel Diameter Partikel Jenis Partikel Waktu Pengendapan Luas Spesifik Mm mm kedalaman 1 m air m 2.m -3 10 10 4 Gravel 1 detik 6.10 2 1 10 3 Sand 10 detik 6.10 3 10-1 10 2 Fine Sand 2 menit 6.10 4 10-2 10 Clay 2 jam 6.10 5 10-3 1 Bacteria 8 hari 6.10 6 10-4 10-1 Colloid 2 tahun 6.10 7 10-5 10-2 Colloid 20 tahun 6.10 8 10-6 10-3 Colloid 200 tahun 6.10 9 Sumber : Brault, 1991 Kestabilan suspensi koloid tergantung pada kesetimbangan antara Gaya Van der Waals dan gaya repulsive elektrostatis. Untuk membentuk penggumpalan koloidharus dilakukan upaya untuk mengurangi gaya repulsive elektrostatik, yaitu dengan menambahkan koagulan. Koagulasi dan flokulasi merupakan proses penambahan bahan kimia pembentuk flok kedalam air untuk menggabungkan partikel koloid yang tidak dapat mengendap dan partikel tersuspensi yang mengendap dengan lambat untuk menghasilkan flok yang dapat mengendap dengan cepat. Dalam proses koagulasi-flokulasi menurut Mysels (1959), partikel koloid hidrofobik cenderung menyerap ion-ion bermuatan negatif dalam limbah cair melalui sifat adsorbsi koloid tersebut, sehingga partikel tersebut menjadi bermuatan negatif. Koloid bermuatan negatif ini melalui gaya-gaya Van der Waals menarik ion-ion bermuatan berlawanan dan membentuk lapisan kokoh (lapisan Stern) mengelilingi partikel inti. Selanjutnya lapisan Stern yang bermuatan positif menarik ion-ion negatif

12 lainnya dari dalam larutan membentuk lapisan kedua (lapisan difus). Kedua lapisan tersebut bersama-sama menyelimuti partikel-partikel kolid dan membuatnya manjadi stabil. Partikel-partikel koloid dalam keadaan stabil menurut Davis dan Cornwell (1991) cenderung tidak mau bergabung satu sama lainnya membentuk flok-flok berukuran lebih besar, sehingga tidak dapat dihilangkan dengan proses sedimentasi ataupun filtrasi. Koagulasi pada dasarnya merupakan proses destabilisasi partikel koloid bermuatan dengan cara penambahan ion-ion bermuatan berlawanan (koagulan) ke dalam koloid. Dengan demikian partikel koloid menjadi netral dan dapat bergabung satu sama lain membentuk mikroflok. Selanjutnya mikroflok yang telah terbentuk dengan dibantu pengadukan lambat mengalami penggabungan satu sama lain menghasilkan makroflok (flokulasi), sehingga dapat dipisahkan dari dalam larutan dengan cara pengendapan dan filtrasi (Eckenfelder, 2000). Potensial zeta berhubungan dengan muatan partikel dan ketebalan lapisan ganda. Ketebalan lapisan ganda tergantung pada konsentrasi ion di dalam cairan, semakin besar konsentrasi ion maka semakin kecil ketebalan lapisan ganda yang berarti semakin rapat muatan. Potensial zeta sering digunakan sebagai suatu ukuran stabilitas partikel koloid karena semakin tinggi potensial zeta semakin stabil partikel koloid. Menurut Darmasetiawan (2001), terdapat dua jenis bahan koagulan yang umum digunakan di dalam proses penetralan koloid, yaitu koagulan garam logam dan koagulan polimer kationik. Koagulan garam logam seperti:

13 1. Aluminium sulfat atau tawas (Al 2 (SO 4 ) 3.14H 2 O) 2. Feri Chloride (FeCl 3 ) 3. Fero Chloride (FeCl 2 ) 4. Feri Sulfat (Fe 2 (SO 4 ) 3) Sedangkan menurut Beddow (2010) bahwa koagulan aluminium selain aluminium sulfat, termasuk juga aluminium klorida. Koagulan yang umum digunakan adalah Aluminium sulfat atau dalam bahasa pasarnya disebut tawas. Sedangkan feri chloride dan fero sulfat juga merupakan koagulan yang baik, tetapi jarang digunakan pada proses pengolahan air minum di Indonesia karena alasan harga yang lebih tinggi. Pembentukan metal hidroksida menyebabkan produksi lumpur dalam jumlah yang cukup besar. Lumpur ini harus dipisahkan pada proses pemisahan lumpur dari air dan dibuang ke tempat pembuangan akhir lumpur. Koagulan polimer merupakan koagulan sintetis yang telah banyak digunakan di pasaran, seperti: 1. Poly aluminium chloride (PAC) 2. Chitosan 3. Curie flok Koagulan sintetis yang banyak digunakan adalah PAC yang merupakan polimerisasi dari Aluminium klorida. Umumnya koagulan polimer ini sering dipakai

14 sebagai koagulan aid karena memiliki sifat kelarutan di dalam air yang lebih baik dan tingkat pembentukan flok yang lebih baik. Perbedaan kedua jenis koagulan ini adalah bahwa koagulan garam logam mengalami proses hidrolisa di dalam air, sedangkan koagulan polimer tidak. 2.3. Lumpur Menurut Culp dan Williams (1993) terdapat beberapa jenis lumpur yang dihasilkan dari proses pengolahan air minum, seperti lumpur koagulan, lumpur dari proses softening, air dari proses backwash filter dan lumpur pre sedimentasi. 2.3.1. Lumpur Koagulasi Koagulan kimia dan porses flokulasi secara luas digunakan di dalam pengolahan air untuk menghilangkan clay, lumpur, partikel koloid. Aluminum sulfat merupakan koagulan yang paling banyak digunakan di dalam proses pengolahan air minum. Lumpur alum memiliki volume yang besar, karena tidak dapat di padatkan. Alum berbentuk lumpur gelatin yang terkonsentrasi 0,5 sampai 2 persen (5000 sampai 20.000 mg/l) pada bak sedimentasi (Culp dan Williams, 1993). Alum (Al 2 (SO 4 ) 3.14H 2 O) ketika dimasukkan ke dalam air akan membentuk aluminium hidroksida (Al(OH) 3 ). Untuk setiap kilogram alum yang ditambahkan ke dalam air akan menghasilkan 0,26 kg aluminium hidroksida. Lin dan Green (1987) menyebutkan bahwa lumpur alum kemungkinan mengandung aluminium hidroksida, lempung dan pasir, partikel koloid,

15 mikroorganisme termasuk alga dan plankton serta bahan organik dan anorganik lainnya yang terdapat di air baku. Lumpur alum umumnya mudah mengendap, tetapi dapat di keringkan dengan mudah. Walaupun lumpur alum memiliki BOD 5 dan COD yang tinggi, biasanya tidak mengalami terjadinya dekomposisi aktif ataupun menyebabkan terjadinya kondisi anaerobik. Kandungan padatan tersuspensi di dalam air baku biasanya dinyatakan di dalam unit turbiditas (NTU). Tidak ada korelasi yang absolut antara unit turbiditas dengan berat kering dari total padatan tersuspensi. Berdasarkan observasi diperoleh perbandingan antara TSS dan NTU beravariasi antara 0,5 sampai 2,5, dengan perbandiangan tipikal antara 1 sampai 2. (Culp dan Williams, 1993). 2.3.2. Lumpur Dari Proses Softening Bahan kimia yang digunakan untuk proses lime softening termasuk quicklime (CaO), hydrated lime (Ca(OH) 2 ), soda ash (Na 2 CO 3 ) dan sodium hydroxide (NaOH). Lumpur yang dihasilkan dari proses lime softening terdiri dari calcium carbonate (CaCO 3 ) dan magnesium hydroxide (Mg(OH) 2 ) yang merupakan kontrol dari reaksi penghilangan kesadahan. Jika diasumsikan bahwa lumpur yang terbentuk dari hasil penghilangan kesadahan berasal dari kesadahan karbonat yang dihilangkan dengan kapur, maka jumlah lumpur yang dihasilkan dapat dihitung dengan mempergunakan formula 2.1 berikut (Culp dan Williams, 1993) S = 86,4 (Q) (2 Ca + 2,6 Mg)...(2.1) Dimana:

16 S Q Ca Mg = lumpur yang dihasilkan (kg/hari) = debit air baku (m3/detik) = kesadahan kalsium yang dihilangkan (sebagai CaCO 3, mg/l) = kesadahan magnesium yang dihilangkan (sebagai MgCO 3, mg/l) 86,4 = konstanta yang digunakan dalam metrik unit Secara teoritis jumlah produksi lumpur dari penghilangan kesadahan dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Produksi Lumpur Secara Teoritis Dari Penghilangan Kesadahan Sebagai CaCO 3 Penambahan Kesadahan Carbonate lb lumpur Kesadahan Non carbonat kering / lb kesadahan yang lb lumpur kering / lb Bahan Kimia dihilangkan kesadahan yang dihilangkan Calcium Magnesium Calcium Magnesium Kapur dan Soda Ash Sodium hydroxide 2.0 2.6 1.0 1.6 1.0 0.6 1.0 0. Sumber: Culp dan Williams, 1993 Dari survey yang dilakukan oleh AWWA Sludge Disposal Committee terhadap hasil analisa informasi dari 84 Instalasi Pengolahan Air (IPA), konsentrasi padatan tersuspensi (SS) yang dihasilkan dari bak sedimentasi bervariasi, seperti yang tertera pada tabel 2.3. Volume produksi lumpur rata-rata 1.87% dari kapasitas produksi air rata-rata dengan standar deviasi 2,1%. (Culp dan Williams, 1993)

17 Tabel 2.3 Konsentrasi Lumpur Dari Proses Softening Konsentrasi Partikel tersuspensi, % Persentase di Pengolahan Air < 5, rata-rata 2.4 52 5-10 24 11-15 11 16-25 6 >25 7 Sumber: Culp dan Williams, 1993 2.3.3. Air Dari Backwash Filter Air backwash filter mengandung sedikit kandungan lumpur, umumnya konsentrasi bervariasi antara 10 mg/l sampai 200 mg/l (Culp dan Williams, 1993). Hal ini juga dipengaruhi oleh turbiditas air yang masuk ke filter, semakin tinggi turbiditas air yang masuk ke filter, maka pada saat backwash akan semakin tinggi kandungan lumpurnya. Menurut Culp dan Williams (1993) saringan pasir cepat (rapid sand filter) mampu menerima air dengan turbiditas 5 NTU dengan efisiensi penyaringan mencapai 90%. Kandungan lumpur dari air backwash filter dapat berbeda-beda antara satu IPA dengan IPA lainnya, tergantung pada kualitas air baku, efisiensi dari pengolahan awal dan lamanya penggunaan filter dan siklus backwash. Pada Tabel 2.4. berikut dapat dilihat produksi lumpur pada proses backwash filter dan konsentrasinya pada beberapa IPA.

18 Tabel 2.4. Data Produksi Lumpur pada Backwash Filter Instansi Pengolahan Air Birmingham, AL Produksi Lumpur Konsentrasi Lumpur lb/mg Kg/Mm 3 mg/l - Shade Mountain 5 0,6 15 - Putnam 2 0,24 7 - Western 0,5 0,06 3 - H. Y. Carson 0,5 0,06 7 Monroe County, NY - Rochester 20 2,4 160 - Monroe County Water 24 2,9 120 - Authority Eastman Kodak Co 22 2,6 100 Sumber: Culp dan Williams, 1993 2.3.4. Lumpur Dari Bak Prasedimentasi Sebagian sungai membawa partikel tersuspensi dalam jumlah banyak terdiri dari lumpur, pasir yang memiliki volume dan berat yang besar sehingga dapat mengendap secara gravitasi tanpa penambahan koagulan. Jumlah lumpur yang mengendap pada bak prasedimentasi merupakan fungsi dari jumlah dan jenis material padat yang terdapat pada air sungai. Jumlah lumpur ini dapat diperkirakan dengan menggunakan pilot level testing, yaitu dengan cara menuangkan sampel air baku ke dalam tabung imhoff dan dibiarkan selama 30 menit.

19 Jumlah padatan yang mengendap di dasar tabung merupakan gambaran dari jumlah lumpur yang terdapat di air baku. 2.3.5. Perolehan Kembali Alum Perolehan kembali alum dari lumpur yang diproduksi dalam proses koagulasi-flokulasi telah dipelajari sejak tahun 1950. Perolehan kembali alum tersebut melalui proses thickening, penurunan ph dengan penambahan asam dan pemisahan aluminium terlarut (dalam bentuk aluminium sulfat) dengan cara dekantasi dari lumpur. Perolehan kembali alum melalui proses asidifikasi dengan asam sulfat memiliki persamaan reaksi 2.1 sebagai berikut: 2Al(OH) 3 + 3H 2 SO 4 Al 2 (SO 4 ) 3 + 6H 2 O...(2.1) Dari persamaan reaksi diatas, sekitar 1,9 gr asam sulfat dibutuhkan untuk setiap gram lumpur yang diolah. Culp dan Williams, (1993) menyimpulkan bahwa perolehan kembali alum secara maksimal terjadi pada nilai ph antara 1,4 dan 2,6. King dkk (1975) menyimpulkan bahwa perolehan kembali alum dengan hasil maksimal terjadi pada nilai ph antara 1,5 dan 2,5. Sedangkan Mohd. Firdaus (2006) menyimpulkan bahwa perolehan kembali alum dengan hasil maksimal diperoleh pada ph 2,5. Perolehan kembali alum dari lumpur proses penjernihan air ini berbanding terbalik dengan ph, dimana semakin kecil ph akan memberikan hasil perolehan kembali alum yang semakin besar (King dkk, 1975). Jika aluminium hidroksida di tambahkan asam klorida akan terbentuk aluminium klorida seperti persamaan reaksi berikut ini (Dull dkk, 1962)

20 Al(OH) 3 + 3HCl AlCl 3 + 3H 2 O...(2.2) Selain untuk dimanfaatkan kembali alumnya, lumpur yang dihasilkan dari proses penjernihan air juga dapat dimanfaatkan sebagai media tanaman puring, seperti yang dilakukan oleh Tri Atmojo Sukomulyo yang meneliti kemungkinan pemanfaatan lumpur dari instalasi pengolahan air IPA Jurug di Kota Surakarta sebagai media tanaman puring (Codiaeum variegatum) (http://skripsiidtesis.blogspot.com, tahun 2010),