KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KELAPA HIBRIDA DI PESISIR SELATAN DESA SIDOHARJO KECAMATAN PURING KABUPATEN KEBUMEN THE SUITABILITY OF HYBRID COCONUT CROP IN SOUTHERN COASTAL SIDOHARJO VILLAGE PURING DISTRICT KEBUMEN REGENCY Oleh: Kharisma Nasionalita, Program Studi Pendidikan Geografi Universitas Negeri Yogyakarta. Rismanda08@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa hibrida di Pesisir Selatan. (2) Faktor-faktor yang menjadi pembatas kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa hibrida di Pesisir Selatan. (3) Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi pembatas kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa hibrida di Pesisir Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lahan pertanian kelapa hibrida di Pesisir Selatan. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan mengambil 3 sampel pada tiga titik yang berbeda. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi, uji laboratorium, pengukuran di lapangan dan dokumentasi. Teknik analisis data pada penelitian ini adalah dengan cara membandingkan (matching) yaitu mencocokkan data karakteristik lahan hasil uji laboratorium dan pengukuran lapangan di daerah penelitian dengan syarat tumbuh tanaman kelapa hibrida sehingga diperoleh tingkat kesesuaian lahannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Berdasarkan analisis uji laboratorium dan pengamatan langsung di lapangan dari ketiga sampel tanah, dapat diketahui bahwa memiliki kelas kesesuaian lahan S3 untuk tanaman kelapa hibrida, menyebabkan program pertanian kelapa hibrida dari pemerintah dapat dikatakan belum sukses. (2) Faktor-faktor pembatas kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa hibrida di, yaitu tekstur dan C-Organik. (3) Upaya perbaikan lahan yang dilakukan untuk memperbaiki pembatas kesesuaian lahan adalah: perbaikan tekstur tanah dapat dilakukan dengan pengolahan tanah secara semi intensif dengan menambahkan pupuk organik. Perbaikan C-Organik dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk kandang, kompos atau pupuk hijau, Mengusahakan dikembalikannya sisa-sisa tanaman ke dalam tanah, Melakukan pertanaman secara tumpang sari. Kata kunci: kesesuaian lahan, tanaman kelapa hibrida
ABSTRACT This study aims to determine: (1) The level of land suitability for hybrid coconut plants in the South Coast Sidoharjo village. (2) The factors limiting the suitability of land for hybrid coconut plants in the South Coast. (3) The efforts that can be done to overcome the barrier of land suitability for hybrid coconut plants in the South Coast Sidoharjo village. This research is descriptive research. The population of this study are all hybrid coconut farms in the South Coast Sidoharjo village. The samples in this study was taken by using purposive sampling by taking three samples at three different points. The methods of data collection were done by observation, laboratory testing, field measurement and documentation. Data analysis technique in this research is by comparing (matching) that match the characteristics of the data fields of laboratory test results and field measurements in the study area with the proviso growing hybrid coconut plants in order to obtain the level of land suitability. The results showed that: (1) Based on the analysis of laboratory testing and direct observation in the field of the three samples of soil, it is known that Sidoharjo village has class land suitability S3 for hybrid coconut plants, causing hybrid coconut farming program from the government can be said to be not successful. (2) The factors limited the suitability of land for hybrid coconut plants in Sidoharjo village, are the texture and the C-Organic. (3) The efforts to renew the soil that is being made to renew the barrier of land suitability: renewing soil texture can be done by processing semi-intensive soil by adding organic fertilizer, repairing C-Organic can be done by using manure, compost or green manure. Ensuring the return of the remains plants into the ground. Doing crop intercropping. Keywords: land suitability, hybrid coconut plants
I. PENDAHULUAN Negara Indonesia memiliki lahan pertanian yang luas dan sebagian besar mata pencaharian penduduk sebagai petani menyebabkan Indonesia mendapatkan julukan Negara Agraris. Lahan Pertanian merupakan salah tumpuan utama bagi penduduk Indonesia. Umumnya petani di Indonesia merupakan petani subsistensi, yaitu petani yang mengolah sawah atau tanah untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya sendiri. merupakan salah satu desa di Kecamatan Puring yang berbatasan langsung dengan Pantai Selatan. Mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Pertanian menjadi salah sumber penghasilan utama bagi masyarakat. Kepemilikan sawah masyarakat di adalah setiap penduduk memiliki rata-rata 3-4 petak sawah yang luas tiap sawahnya sekitar 100-200 ubin. Kondisi tanah pada lahan pertanian di cukup baik untuk tanaman palawija karena lahan pertanian memiliki syarat tumbuh yang cocok dengan tanaman palawija. Berbeda dengan tanah pada lahan pertanian di pesisir yang tanahnya mayoritas berupa pasir meyebabkan sulitnya tanaman palawija untuk ditanam pada lahan tersebut. Tanaman yang saat ini dibudidayakan di lahan pesisir adalah tanaman kelapa. Kelapa hibrida merupakan tanaman yang dapat berbuah dengan cepat dan berbuah banyak, yaitu pada usia 3-4 tahun. Tanaman kelapa ini membutuhkan perawatan yang baik dan biaya perawatannya cukup mahal. Kelapa hibrida juga membutuhkan beberapa kali persilangan untuk memperoleh hasil yang maksimal. Biaya perawatan yang mahal dan lamanya waktu untuk menghasilkan bibit kelapa hibrida yang bagus, menyebabkan kelapa hibrida tidak lagi diberdayakan oleh kebanyakan masyarakat. Pertanian kelapa hibrida di Pesisir Selatan
merupakan program dari yang dihadapi dan upaya untuk pemerintah yang bekerjasama mengatasi pembatas kesesuaian dengan masyarakat. Berdasarkan lahan tesebut. Berdasarkan uraian di hasil observasi di lapangan, atas, maka peneliti melakukan menunjukkan bahwa tanaman penelitian dengan judul Kesesuaian kelapa hibrida di belum dapat tumbuh dengan subur Lahan untuk Tanaman kelapa hibrida di Pesisir Selatan Desa dan optimal pada lahan pesisir Kecamatan Puring Sidoharjo. Umur tumbuh tanaman Kabupaten Kebumen. kelapa hibrida untuk berbuah sekitar 3-4 tahun. II. METODE PENELITIAN Hasil observasi lapangan, Penelitian ini merupakan tanaman kelapa hibrida sudah penelitian deskriptif yang mengarah berusia 9-10 tahun dan belum menunjukkan hasil yang optimal. pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya Tanaman kelapa hibrida yang fakta-fakta yang ada di Pesisir seharusnya sudah tumbuh subur dan Selatan. Variabel menghasilkan banyak air nira, penelitian meliputi kesesuaian namun pada kenyataannya tidak lahan, faktor pembatas kesesuaian sesuai dengan yang diharapkan. lahan dan upaya mengatasi Calon bunga yang nantinya akan pembatas kesesuaian lahan. menghasilkan air nira, terlebih Populasi dalam penelitian ini adalah dahulu kering sebelum seluruh lahan pertanian kelapa menghasilkan air nira. hibrida di Pesisir Selatan Desa Berdasarkan uraian Sidoharjo. Pengambilan sampel sebelumnya, diketahui bahwa petani dilakukan dengan menggunakan belum mengetahui kesesuaian lahan di untuk tanaman kelapa hibrida. Petani juga belum mengetahui faktor pembatas lahan teknik purposive sampling, yaitu mengambil 3 sampel tanah pada tiga titik. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2015 Januari 4
2016. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi, uji laboratorium, dan dokumentasi. Penelitian deskriptif ini menggunakan metode analisis matching antara kondisi lahan di daerah penelitian dengan syarat tumbuh tanaman kelapa hibrida. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak, Luas dan Batas Daerah Penelitian merupakan salah satu desa di Kecamatan Puring yang berada di Kabupaten Kebumen. memiliki luas wilayah sekitar 293.000 ha atau setara dengan 4,7% dari luas Kecamatan Puring. Secara astronomis, terletak pada 7 45 08,26 LS - 7 46 09,18 LS dan 109 32-109 33 BT. Secara geografis, batas-batas adalah: Utara : Desa Puliharjo Selatan : Samudera Hindia Timur : Karangrejo, Kecamatan Petanahan Barat : Desa Waluhyorejo 2. Kondisi Iklim a. Curah hujan memiliki rata-rata curah hujan bulan basah 7,5 mm/tahun dan bulan kering 4 mm/tahun selama 10 tahun terakhir. Desa Sidoharjo berdasarkan klasifikasi Schmidt- Fergusson menunjukkan tipe curah hujan C, yaitu agak basah. b. Temperatur udara berada pada ketinggian 4 m di atas permukaan air laut. Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Braak, dapat diketahui rata-rata temperatur harian adalah 26,276 o C. 5
3. Kondisi Tanah memiliki jenis tanah regosol. Jenis tanah regosol lebih banyak dimanfaatkan untuk tanaman padi, palawija, dan buah-buahan yang juga tidak terlalu banyak membutuhkan air. 4. Kondisi Hidrologi tidak dilintasi oleh sungai, baik daerah pemukiman penduduk atau lahan pertanian masyarakatnya. Pengairan di Desa Sidoharjo berasal dari air hujan. 5. Kondisi Topografi berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Secara keseluruhan terletak pada daerah yang datar dengan ketinggian 4 meter di atas permukaan laut. 6. Kondisi Tata Guna Lahan memiliki 187 ha lahan pertanian yang secara keseluruhan merupakan sawah tadah hujan. Air hujan menjadi sumber pengairan utama bagi Pertanian di Desa Sidoharjo. B. Hasil dan Pembahasan 1. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kelapa Hibrida di Berikut adalah karakteristik lahan di Desa Sidoharjo saat penelitian dilakukan, yaitu: a. Temperatur Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Braak, dapat diketahui rata-rata temperatur harian adalah 26,276 o C. Ratarata temperatur udara tersebut masuk ke dalam kelas kesesuaian lahan S1. b. Ketersediaan air berdasarkan klasifikasi Schmidt-Fergusson 6
menunjukkan tipe curah hujan C, yaitu agak basah. Dengan tipe curah yang agak basah basah ini, termasuk dalam kelas kesesuaian lahan S1. c. Ketersediaan oksigen mempunyai drainase yang baik.ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi serta warna kelabu pada lapisn sampai > 100 cm. Drainase yang baik ini termasuk dalam kelas kesesuaian lahan S1. d. Media perakaran 1) Tekstur Tekstur tanah, tepatnya daerah pesisir adalah tanah pasir dengan persentase terbesar adalah Pasir/Kasar, yaitu 88%. Tekstur tanah kasar yang termasuk dalam kelas kesesuaian lahan N. 2) Bahan kasar berdasarkan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tidak ada kerikil, kerakal, atau batuan yang dijumpai. Tidak adanya bahan kasar, maka masuk ke dalam kelas kesesuaian lahan S1. 3) Kedalaman efektif tanah Kedalaman efektif tanah Desa Sidoharjo yaitu >150 cm. Kedalaman efektif tanah ini termasuk ke dalam kelas 7
kesesuaian lahan S1. e. Ketebalan Gambut Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan diketahui bahwa tidak ada gambut yang terdapat di wilayah penelitian, sehingga termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan S1. f. Bahaya erosi 1) Lereng relatif datar dengan tingkat kemiringan sebesar 5. Kemiringan lereng di daerah penelitian termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan S1. 2) Bahaya erosi Bahaya erosi yang mengancam adalah jenis erosi ringan, sehingga termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan S1. g. Retensi hara 1) ph Berdasarkan hasil uji laboratorium, ph tanah di daerah pesisir Desa Sidoharjo berkisar antara 6,69-6,73, sehingga sesuai dengan syarat tumbuh tanaman kelapa hibrida dan termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan S1. 2) C-Organik Berdasarkan hasil uji laboratorium, C- Organik yang terkandung di wilayah penelitian yaitu 0,07-0,13. Kandungan C- Organik yang 8
terlalu kecil, tidak berpengaruh bagi kesesuaian lahan tanaman kelapa hibrida. h. Bahaya banjir Wilayah penelitian berada di daerah pesisir tidak menunjukkan adanya bahaya banjir. Tidak adanya bahaya banjir di daerah penelitian, termasuk dalam kelas kesesuaian lahan S1. i. Penyiapan lahan 1) Batuan di permukaan Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, dapat dikatakan tidak ada batuan yang berada di permukaan, sehingga termasuk ke dalam kelas kemampuan lahan S1. 2) Singkapan batuan Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa tidak ada singkapan batuan yang ada dalam solum tanah, sehingga termasuk ke dalam kelas kemampuan lahan S1. 2. Pembatas Kesesuaian Lahan Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui faktorfaktor lahan yang menjadi pembatas untuk tanaman kelapa hibrida di wilayah penelitian. Faktor-faktor pembatas kesesuaian lahan tersebut adalah sebagai berikut: a. Tekstur tanah Tekstur tanah menjadi faktor pembatas kesesuaian lahan semi permanen bagi syarat tumbuh 9
tanaman kelapa hibida. Tekstur yang cocok untuk tanaman kelapa hibrida adalah halus, agak halus dan sedang. Faktor pembatas yang bersifat semi permanen merupakan pembatas yang sulit untuk diperbaiki, dan kalaupun diperbaiki, secara ekonomis sangat tidak menguntungkan. b. C-Organik Hasil uji laboratorium menunjukkan C- Organik di daerah penelitian sebesar 0,07-0,13%, sedangkan C-Organik yang diharapkan adalah > 0,8%. Kandungan C- Organik daerah penelitian yang terlalu kecil ini, tidak memiliki pengaruh terhadap syarat tumbuh tanaman kelapa hibrida. Upaya perbaikan untuk meningkatkan kandungan C- Organik dalam tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman kelapa hibrida. 3. Upaya Perbaikan Lahan Berdasarkan pembahasan sebelumnya, terdapat 2 faktor pembatas, yaitu tekstur dan C-Organik. Pengolahan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa hibrida di, yaitu: a. Tekstur tanah Perlakuan dalam hal usaha perbaikan lahan untuk tekstur tanah, yaitu pengolahan tanah berpasir secara semi intensif dengan 10
menambahkan pupuk organik. Penggunaan pupuk organik akan memacu terjadinya proses pelapukan mineral penyusun fraksi pasir sehingga mineral hara menjadi tersedia bagi tanaman (Junun Sartohadi, dkk, 2013: 188). Menurut Sutanto Rachman (2005: 7), bahan organik yang terdapat dalam pupuk organik membuat tanah menjadi gembur dan lepas-lepas, sehingga aerasi menjadi lebih baik serta lebih mudah ditembus perakaran tanaman. b. C-Organik Menurut (Tjwan, 1968 dalam Suripin, 2002), ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan atau menaikkan kandungan bahan organik tanah, yaitu dengan jalan: 1) Menggunakan pupuk kandang, kompos atau pupuk hijau. 2) Mengusahakan dikembalikannya sisa-sisa tanaman ke dalam tanah. 3) Melakukan pertanaman secara tumpang sari, sehingga tanah akan tertutup oleh tumbuh-tumbuhan. Hal ini untuk menghindari penguraian (oksidasi) bahan organik yang berlebihan bila tanah langsung disinari matahari. Berdasarkan hasil pembahasan, dengan memperhatikan tingkat kesesuaian lahan, faktor pembatas dan perbaikan lahan kualitas lahan, dapat 11
disimpulkan bahwa kesesuaian lahan daerah penelitian, yaitu daerah pesisir pantai selatan termasuk dalam kelas kesesuaian lahan S3. Faktor pembatas tekstur tanah dan C-Organik menyebabkan tanaman kelapa hibrida yang sudah berusia 9-10 tahun kurang dapat tumbuh dan berproduktivitas dengan baik. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis uji sampel laboratorium dan pengamatan langsung di lapangan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan analisis uji laboratorium dan pengamatan langsung di lapangan dari ketiga sampel tanah, dapat diketahui bahwa memiliki kelas kesesuaian lahan S3 untuk tanaman kelapa hibrida, menyebabkan program pertanian kelapa hibrida dari pemerintah dapat dikatakan belum sukses. 2. Faktor-faktor pembatas kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa hibrida di a. Tekstur tanah di daerah penelitian menjadi faktor pembatas kesesuaian lahan permanen bagi syarat tumbuh tanaman kelapa hibida. b. Hasil uji laboratorium menunjukkan C-Organik di daerah penelitian sebesar 0,07-0,13%. Kandungan C- Organik daerah penelitian yang terlalu kecil ini, tidak memiliki pengaruh terhadap syarat tumbuh tanaman kelapa hibrida. 3. Upaya perbaikan lahan yang dilakukan untuk memperbaiki pembatas kesesuaian lahan adalah: a. Tekstur tanah Pengolahan tanah berpasir secara semi intensif dengan menambahkan pupuk organik akan memacu terjadinya proses pelapukan mineral penyusun fraksi pasir sehingga mineral hara 12
menjadi tersedia bagi tanaman (Junun Sartohadi, 2013: 188). b. C-Organik Perbaikan C-Organik dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk kandang, kompos atau pupuk hijau. Mengusahakan dikembalikannya sisa-sisa tanaman ke dalam tanah. Melakukan pertanaman secara tumpang sari, sehingga tanah akan tertutup oleh tumbuh-tumbuhan. B. Saran 1. Pemerintah mengadakan pengolahan lahan terlebih dahulu sebelum lahan ditanami kelapa hibrida dan memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kesesuaian lahan, pengolahan lahan dan pemupukan yang baik agar sesuai untuk pertumbuhan jenis tanaman khususnya untuk tanaman kelapa hibrida. Pemerintah juga mencari alternatif lain yang dapat berupa perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir secara sektoral, seperti penangkapan ikan, tambak, pariwisata, pelabuhan atau industri minyak. Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu juga dapat menjadi alternatif. Keterpaduan dalam konteks ini, meliputi: sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologis. 2. Petani perlu melakukan pengolahan lahan yang sesuai dengan kondisi fisik tanah dan berpartisipasi aktif dalam usaha konservasi lahan dan perlindungan tanah dan air, untuk menghindari terjadinya degradasi lahan dan ancaman erosi tanah. 3. Bagi masyarakat, baik dalam jangka pendek atau menengah dan panjang yaitu membekali pengetahuan dan membangun motivasi masyarakat untuk menerapkan pola-pola penggunaan lahan yang tepat dalam setiap pemanfaatan lahan. 13