40 IV. GAMBARAN UMUM Pada penelitian ini instrumen moneter yang digunakan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu instrumen moneter konvensional dan syariah. Instrumen moneter konvensional dicerminkan melalui besarnya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), sedangkan Instrumen moneter syariah dicerminkan melalui bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Penyaluran dana dari perbankan ke sektor UMKM dicerminkan melalui total kredit UMKM dari perbankan konvensional dan pembiayaan UMKM dari perbankan syariah. Sedangkan suku bunga kredit, presentase profit dan loss sharing, dan presentase margin adalah variabel dalam proses transmisi moneter melalui jalur kredit. 4.1. Sertifikat Bank Indonesia dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto atau bunga. SBI digunakan untuk menjaga kestabilan rupiah dimana dengan penjualan SBI Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Sejak Juli 2005, Bank Indonesia melakukan perhitungan suku bunga setifikat Bank Indonesia dengan cara mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan Bank Indonesia untuk pelelangan pada masa periode tertentu. Dewasa ini, jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah di Indonesia semakin berkembang sehingga berdampak terhadap peningkatan mobilisasi dana masyarakat. Perkembangan bank syariah yang cukup
41 pesat tentuna dilandasai dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Dengan perkembangan tersebut maka pengendalian moneter oleh Bank Indonesia melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang selama ini melalui bank-bank konvensional dapat diperluas melalui bank-bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah (Bank Indonesia, 2011). Instrumen kebijakan moneter yang hadir pertama kali di Indonesia setelah dikeluarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan syariah sebagai instrumen penyerap likuiditas layaknya bank konvensional adalah Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Bedasarkan peraturan Bank Indonesia Nomor 6/7/PBI/2004, SWBI adalah penitipan dana jangka pendek dengan prinsip wadiah yang disediakan Bank Indonesia untuk bank syariah dan unit usaha syariah sebagai bukti penitipan dana wadiah. Akan tetapi, bank syariah mengeluh akan return dari SWBI yang nilainya lebih rendah dari Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Hal ini disebabkan karena pemberian bonus atas penitipan dana wadiah adalah kewenangan Bank Indonesia yang besarnya sesuai dengan kebijakan dan anggaran dana yang dimiliki oleh Bank Indonesia. Karena hal itulah Bank Indonesia mengeluarkan peraturan kembali mengenai instrumen penyerap likuiditas yang berdasarkan syariah pengganti SWBI agar lebih menguntungkan dalam hal return yang didapatkan bank syariah. Dengan dikeluakannya peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008 mengenai Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) maka peraturan mengenai SWBI resmi dicabut. SBIS diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka pengganti SWBI dalam rangka pengendalian
42 moneter yang dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah. SBIS yang diterbitkan menggunakan akad Ju alah, yaitu janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu ( iwadhju l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Gambar 4.1 menunjukan besarnya return SBI dan SBIS pada periode penelitian. Dapat dilihat pada gambar bahwa sebelum tahun 2009 return SBI selalu lebih tinggi dibandingkan SBIS, tetapi sejak adanya peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008 yang mulai diterapkan sejak Maret 2008 tentang penerapan SBIS maka return SBIS dan SBI tidak jauh berbeda dan mengalami penyesuaian. Sumber: Statistik Ekonomi dan Perbankan Indonesia (2011) Gambar 4.1. Perkembangan SBI dan SBIS periode Mei 2006 - Desember 2010 4.2 Penyaluran Dana Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM ) Pembiayaan Usaha Mikro Kredit Menengah pada penelitian ini diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kredit UMKM dari bank konvensional dan pembiayaan UMKM dari bank syariah.
43 4.2.1. Kredit UMKM dari Bank Konvensional Kredit UMKM adalah semua penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu dalam rupiah dan valuta asing, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank pelapor dengan bank dan pihak ketiga bukan bank yang memenuhi kriteria usaha sesuai undang-undang tentang UMKM yang berlaku (Bank Indonesia, 2011). Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (2010) Gambar 4.2. Perbandingan Kredit UMKM dan Non-UMKM Bank Konvensional Periode Desember 2006- Desember 2010 Gambar 4.2 menunjukan bahwa kredit UMKM yang disalurkan bank konvensional memiliki tren yang terus meningkat dan porsi kredit UMKM lebih besar dibandingkan dengan non-umkm. Tercatat pada Desember 2010, porsi kredit UMKM yang disalurkan sebesar 52,48 persen dari total kredit atau sekitar Rp 926.782.000.000. 4.2.2. Pembiayaan UMKM dari Bank Syariah Definisi pembiayaan UMKM dari bank syariah tidak jauh berbeda dengan kredit UMKM yang diberikan oleh bank konvensional. Kriterian UMKM yang digunakan juga mengacu pada undang-undang yang berlaku, tetapi perbedaannya adalah konsep akad dan perhitungan besaran bagi hasilnya.
44 Gambar 4.3 menjelaskan bahwa pembiayaan bank syariah terhadap sektor UMKM memiliki tren yang terus meningkat dan porsi pembiayaan UMKM lebih besardibandingkan dengan pembiayaan non-umkm. Tercatat pada bulan Desember 2010, pembiayaan UMKM yang disalurkan oleh perbankan syariah mencapai 77,10 persen dari total pembiayaan atau sekitar Rp 82.831.000.000. Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia (2010) Gambar 4.3. Perbandingan Pembiayaan UMKM dan Non-UMKM Bank Syariah 4.2.3 Perbandingan Kredit dan Pembiayaan UMKM Perbandingan kredit atau pembiayaan UMKM pada bank konvensional dan syariah dapat dilihat dari beberapa hal, salah satunya dari total dana pembiayaan yang disalurkan kepada UMKM. Pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa posisi kredit UMKM yang disalurkan bank konvensional masih jauh lebih besar dibandingkan dengan pembiayaan UMKM dari bank syariah. Total pembiayaan UMKM dari bank syariah baru mencapai lima persen dari total kredit UMKM bank konvensional. Hal ini tentunya wajar karena usia bank syariah yang baru menginjak sepuluh tahun dengan jumlah aset yang masih lebih kecil jika dibandingkan dengan bank konvensional.
45 Sumber : Statistik Perbankan Indonesia dan Perbankan Syariah Indonesia (2010) Gambar 4.4 Perbandingan Jumlah Penyaluran Dana Ke Sektor UMKM Bank Syariah dan Konvensional Periode Mei 2006- Desember 2010 Perbandingan lain dapat dilihat dari porsi pembiayaan UMKM yang disalurkan dari bank konvensional maupun bank syariah. Porsi pembiayaan dihitung dengan cara membagi jumlah pembiayaan UMKM dengan jumlah pembiayaan total yang disalurkan. Dapat dilihat dari Gambar 4.5 bahwa porsi pembiyaan UMKM pada bank syariah lebih besar dibandingkan dengan bank konvesional. Sekitar 77,10 persen penyaluran pembiayaan pada bank syariah ditujukan kepada UMKM, sedangkan bank konvensional hanya memiliki porsi sebesar 52,48 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa bank syariah menjadikan pembiayaan UMKM sebagai prioritas utama karena potensinya yang besar, dan pembiayaan kepada sektor UMKM merupakan pembiayaan yang sesuai dengan prinsip dasar bank syariah sebagai lembaga intermediasi yang menyentuh sektor riil.
46 Sumber: Statistik Perbankan Indonesia dan Perbankan Syariah Indonesia (2010) Gambar 4.5 Perbandingan Porsi Penyaluran Dana Ke Sektor UMKM Bank Konvensional dan Syariah Periode Mei 2006- Desember 2010 4.3 Suku Bunga Kredit dan Bagi Hasil Dalam penyaluran pembiayaan UMKM faktor suku bunga dan bagi hasil tentunya menjadi pertimbangan para bankir dalam menentukan besar kecilnya dana yang akan diberikan. Gambar 4.6 menjelaskan bahwa terjadi kompetisi antara bank konvensional dan bank syariah dalam penentuan besaran return karena adanya fluktuasi pada besaran suku bunga bank konvensional dan bagi hasil bank syariah. Selain itu selisih diantara kedanya tidak terlalu jauh menunjukan adangya persaingan dalam menyalurkan kredit atau pembiayaan. Sumber: Statistik Perbankan Indonesia dan Perbankan Syariah Indonesia (2010) Gambar 4.6 Perbandingan Suku Bunga Bank Konvensional dan Bagi Hasil Bank Syariah Periode Mei 2006- Desember 2010 Secara teori, semakin tinggi return (suku bunga dan bagi hasil) maka penyaluran dana dari perbankan melalui kredit atau pembiayaan akan semakin
47 besar karena bank akan mendapatkan keuntungan lebih besar. Akan tetapi di sisi lain, dengan tingginya tingkat return maka permintaan kredit akan turun karena peminjam akan membayar bunga yang lebih besar. Besarnya tingkat return antara bank syariah dan konvensional cukup kompetitif karena besarannya yang tidak terlalu jauh dan cukup fluktuatif.