BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.29, 2013 KESRA. Sosial. Jaminan Kesehatan. Pelaksanaan.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

MANFAAT DALAM PENGATURAN PERPRES NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

Tanya-Jawab Lengkap. BPJS Kesehatan. e-book gratis KOMPILASI OLEH: MAJALAHKESEHATAN.COM

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013).

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

There are no translations available. Pertanyaan-Pertanyaan Dasar Seputar JKN dan BPJS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. IV.1. Letak Geografis dan Batas Wilayah Administrasi. 1. Sebelah Utara : Kota Yogyakarta Dan Kabupaten Sleman

Prosedur Pendaftaran Peserta JKN

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Pembahasan KemenKes RI (7 Sep 2012)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

41 Penyelenggara Jaminan Sosial mempunyai tujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan sosial kesehatan guna terpenuhinya kebutuhan dasa

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

ANALISIS BPJS KESEHATAN

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BPJS KESEHATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TRANSFORMASI PT. ASKES (PERSERO) PT. Askes (Persero)

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

SEPUTAR BPJS KESEHATAN

dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).

IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi Puskesmas Kotabumi Udik. A. Gambaran Umum Puskesmas Kotabumi Udik

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

MAKALAH Sistem Pembiayaan Kesehatan Masyarakat di Indonesia (BPJS)

7. Apa yang dimaksud dengan PBI (Penerima Bantuan Iuran) Jaminan Kesehatan?... 6

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL. Kementerian Kesehatan RI

MATERI DJSN PELAKSANAAN PROGRAM JKN PROPINSI KALSEL Tahun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pasien penerima bantuan iuran. secara langsung maupun tidak langsung di Rumah sakit.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012

PELAKSANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menjalani kehidupannya dengan baik. Maka dari itu untuk mencapai derajat kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan pokok yang harus diperhatikan setiap

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT


BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 115/PMK.02/2009 TENTANG PELAKSANAAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MENTERI DAN PEJABAT TERTENTU

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

panduan praktis Pelayanan Kebidanan & Neonatal

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 36/PMK.02/2011 TENTANG PELAKSANAAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MENTERI DAN PEJABAT TERTENTU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI KABUPATEN SUMEDANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperdagangkan kembali. Kepuasan konsumen adalah persepsi pelanggan bahwa

BERITA DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014 NOMOR SERI F NOMOR PERATURAN BUPATI SAMOSIR NOMOR 15 TAHUN 2014

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Jaminan Kesehatan 3.2 Prinsip Prinsip Jaminan Kesehatan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2.1.1 Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan kesehatan nasioanal (JKN) adalah perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes RI, 2013). Program JKN adalah suatu program Pemerintah dan masyarakat atau rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera (Naskah Akademik SJSN ) JKN yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). SJSN ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang- Undang No.40 Tahun 2004 tentang SJSN. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi,sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Kemenkes RI, 2014). 9

10 2.1.2 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional JKN memiliki dua manfaat yaitu berupa manfaat pelayanan kesehatan dan manfaat non medis dimana meliputi akomodasi dan ambulan. Dalam program JKN pemberian fasilitas ambulan hanya bagi pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang telah ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Manfaat JKN mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan: a) Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat. b) Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan HepatitisB (DPTHB), Polio, dan Campak. c) Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi KB. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. d) Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada manfaat yang tidak dijamin meliputi:

11 a) Tidak sesuai prosedur b) Pelayanan di luar fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS c) Pelayanan bertujuan kosmetik d) General check up, pemgobatan alternatif e) Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi f) Pelayanan kesehatan pada saat bencana g) Pasien bunuh diri/ penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/bunuh diri/narkoba. 2.1.3 Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional Penyelenggaraan JKN mengacu pada prinsip-prinsip SJSN seperti yang dijelaskan dalam Undang-undang nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN adalah sebagai berikut: 1. Prinsip kegotongroyongan Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong-royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 2. Prinsip nirlaba Pengelolaan dana amanat oleh BPJS adalah nirlaba bukan untuk mencari laba. Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya

12 kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesarbesarnya untuk kepentingan peserta. 3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilititas, efisiensi, dan efektivitas Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya. 4. Prinsip portabilitas Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya SJSN dapat mencakup seluruh rakyat. 6. Prinsip dana amanat Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badanbadan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

13 7. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial Dana yang diperoleh dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. 2.1.4 Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran. Peserta tersebut meliputi : Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut : 1. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu. 2. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas: a. Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu: a) Pegawai Negeri Sipil b) Anggota TNI c) Anggota Polri d) Pejabat Negara e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri f) Pegawai Swasta g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima upah. b. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu: a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan

14 b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat enam bulan. c. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas: a) Investor b) Pemberi Kerja c) Penerima pension d) Veteran e) Perintis Kemerdekaan f) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar iuran. d. Penerima pensiun terdiri atas: a) Pegawai negeri sipil yang berhenti dengan hak pension b) Pegawai TNI dan anggota polri yang berhenti dengan hak pension c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pension d) Penerima pensiun selain huruf a, huruf b dan huruf c e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun. Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi: a) Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan

15 b) Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal. Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain. Prosedur pendaftaran Peserta Jaminan Kesehatan Nasional meliputi : 1. Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan 2. Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan. 3. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan. Adapun hak dan kewajiban peserta JKN berhak mendapatkan identitas peserta dan manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan. Setiap peserta yang telah terdaftar pada BPJS kesehatan berkewajiban untuk : a) membayar iuran dan b) melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS kesehatan dengan menunjukkan identitas peserta pada saat pindah domisili atau pindah kerja. Sedangkan masa berlaku kepesertaan JKN berlaku selama yang bersangkutan membayar iuran sesuai dengan kelompok peserta, dan status kepesertaan akan hilang bila peserta tidak membayar iuran atau meninggal dunia.

16 Kepesertaan JKN dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama mulai 1 Januari 2014, kepesertaannya paling sedikit meliputi: PBI Jaminan Kesehatan; anggota TNI atau PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya; anggota Polri atau PNS di lingkungan Polri dan anggota keluarganya; peserta asuransi kesehatan PT Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, serta peserta jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya. Selanjutnya tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019. 2.1.5 Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional 2.1.5.1 Tarif Tarif pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional didasarkan pada tarif Indonesian-CaseBased Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA-CBG s adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS kesehatan kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokkan diagnosis penyakit (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Sistem INA-CBGs merupakan sistem kodifikasi dari diagnosis akhir dan tindakan/prosedur yang menjadi output pelayanan, berbasis pada data costing dan coding penyakit mengacu International Classification of Diseases (ICD) yang disusun WHO dengan acuan ICD-10 untuk diagnosis dan ICD-9-Clinical Modifications untuk tindakan/prosedur. (Permenkes, 2014). Tarif INA-CBGs mempunyai 1.077 kelompok tarif terdiri dari 789 kode group/kelompok rawat inap dan 288 kode kelompok rawat jalan. Pengelompokan

17 kode diagnosis dan prosedur dilakukan dengan menggunakan grouper United Nations University (UNU Grouper). UNU Grouper adalah grouper case-mix yang dikembangkan oleh UNU Malaysia (Kemenkes, 2014). Untuk tarif INA-CBG s dikelompokan dalam 4 jenis RS, yaitu RS kelas D, C, B, dan A yang ditentukan berdasarkan akreditasi rumah sakit Sistem INA-CBGs merupakan sistem pembiayaan prospektif dan tujuan yang ingin dicapai dari penerapan sistem ini yaitu pelayanan kesehatan yang berkualitas dan cost effective. Tidak ada satupun sistem pembiayaan yang sempurna, setiap sistem pembiayaan memiliki kelebihan dan kekurangan. (Permenkes, 2014). 2.1.5.2 Iuran Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan). Pembayaran iuran dalam program ini adalah bagi peserta PBI, iuran dibayar oleh pemerintah. Bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja iuran dibayar oleh peserta yang bersangkutan. Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar dua persen perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja.

18 Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan diawal. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja dan peserta paling lambat 14 hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan. 2.1.5.3 Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan Perpres No.12 Tahun 2013 pasal 39 menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama secara pra upaya berdasarkan kapitasi atas jumlah peserta yang terdaftar di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Dalam hal fasilitas kesehatan tingkat pertama di suatu daerah tidak memungkinkan mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua fasilitas kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan Kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna. Sedangkan untuk fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit) sistem pembayaran berdasarkan cara Indonesian Case Based Groups (INA-CBG s). Besaran kapitasi dan INA-CBG s ditinjau sekurang-kurangnya setiap dua tahun sekali oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang

19 menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Selain itu berdasarkan pasal 40 Pepres No.12 Tahun 2013 menjelaskan bahwa : 1. Pelayanan gawat darurat dilakukan oleh fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan dibayar dengan penggantian biaya yang ditagihkan langsung oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS Kesehatan. 2. BPJS Kesehatan memberikan pembayaran kepada fasilitas kesehatan setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut. 3. Fasilitas kesehatan tidak diperkenankan menarik biaya pelayanan kesehatan kepada peserta. 2.1.6 Pertanggungjawaban BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan. Asosiasi fasilitas kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang bersifat non medis berupa akomodasi. Misalnya: peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar sendiri selisih

20 antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan yang disebut dengan iur biaya (additional charge). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember). Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. 2.1.7 Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional 1. Jenis Pelayanan Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. 2. Prosedur Pelayanan Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bila peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis.

21 Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh pemerintah melalui BPJS Kesehatan berjenjang dana terdiri atas : A. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Pelayanan kesehatan tingkat pertama bagi peserta diselenggarakan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan non spesialistik yang meliputi : a. Administrasi pelayanan b. Pelayanan promotif dan preventif c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama dan h. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis Secara spesialistik pelayanan kesehatan dasar yang diberikan meliputi : 1. Kasus medis yang dapat diselesaikan secara tuntas di pelayanan kesehatan tingkat pertama 2. Kasus medis yang membutuhkan penanganan awal sebelum dilakukan rujukan 3. Kasus medis rujuk balik 4. Pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan pelayanan kesehatan gigi tingkat pertama

22 5. Pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita oleh bidan atau dokter dan 6. Rehabilitasi medik dasar B. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi : b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (spesialistik) dan c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (subspesialistik) Pelayanan kesehatan rujukan meliputi : 1. Administrasi pelayanan 2. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis 3. Tindakan medis spesialistik baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis 4. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai 5. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis 6. Rehabilitasi medis 7. Pelayanan darah 8. Pelayanan kedokteran forensik klinik 9. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di fasilitas kesehatan 10. Perawatan inap non intensif 11. Perawatan inap di ruang intensif 3. Kompensasi Pelayanan Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS

23 Kesehatan wajib memberikan kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi. 4. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing dan rekredensialing. 2.2 Rumah Sakit 2.2.1 Pengertian Rumah Sakit Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik. Berdasarkan UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 2.2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Berdasarkan UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 4 dan 5, dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan

24 kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,preventif, kuratif dan rehabilitatif. Untuk menjalankan tugas tersebut rumah sakit mempunyai fungsi : 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis 3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusi dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan dan 4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. 2.2.3 Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 56 Tahun 2014, menjelaskan bahwa sesuai jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit dan rumah sakit khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Rumah sakit dapat diklasifikasikan

25 berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan meliputi rumah sakit umum kelas A, kelas B, Kelas C dan kelas D. 2.2.4 Rumah Sakit Umum 2.2.4.1 Aspek Pelayanan Rumah Sakit Umum Kelas C Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, menjelaskan bahwa Rumah Sakit Umum Kelas C paling sedikit memiliki 6 jenis pelayanan, meliputi pelayanan medik, pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik, pelayanan penunjang nonklinik serta pelayanan rawat inap. Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas C meliputi : a) Pelayanan medik terdiri dari pelayanan gawat darurat, pelayanan medik umum, pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan medik spesialis penunjang, pelayanan medis spesialis lain, pelayanan medik subspesialis serta pelayanan medik spesialis gigi dan mulut. b) Pelayanan gawat darurat harus diselenggarakan 24 jam sehari secara terusmenerus. c) Pelayanan medik umum, terdiri dari pelayanan medik dasar, medik gigi mulut, kesehatan ibu dan anak, dan keluarga berencana. d) Pelayanan medik spesialis dasar, terdiri dari pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah dan obstetric dan ginekologi. e) Pelayanan medik spesialis penunjang, terdiri dari pelayanan anestesiologi, radiologi, dan patologi klinik.

26 f) Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut, paling sedikit berjumlah 1 pelayanan. g) Pelayanan kefarmasian terdiri dari pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik. h) Pelayanan keperawatan dan kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan. i) Pelayanan penunjang klinik terdiri dari pelayanan bank darah, perawatan intensif untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, strelisasi instrument dan rekam medik. j) Pelayanan penunjang non klinik terdiri dari pelayanan laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang, ambulans, sistem informasi dan komunikasi, pemulasaraan jenazah, sistem penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik dan pengelolaan air bersih. 2.2.4.2 Aspek Ketenagaan Rumah Sakit Umum Kelas C Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis dan tingkat pelayanan, dengan ketentuan : a) Pada pelayanan medik dasar minimal harus ada sembilan orang dokter dan dua orang dokter gigi untuk pelayanan gigi mulut. b) Pada pelayanan medik spesialis dasar harus ada masing-masing minimal dua orang dokter spesialis untuk setiap pelayanan. c) Pada setiap pelayanan spesialis penunjang medik masing-masing minimal satu orang dokter spesialis setiap pelayanan dan satu orang

27 dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi dan mulut. d) Tenaga kefarmasian minimal terdiri dari satu orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit, dua apoteker bertugas di rawat inap yang dibantu minimal 4 orang tenaga teknis kefarmasian, 4 orang apoteker di rawat inap yang dibantu 8 orang tenaga teknis kefarmasian serta satu orang apoteker yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan. e) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 2:3 dengan kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di Rumah Sakit. f) Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga non kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan rumah sakit. 2.2.4.3 Aspek Sarana, Prasrana dan Organisasi Rumah Sakit Umum Kelas C Peralatan rumah sakit umum kelas C harus memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peralatan yang harus memenuhi standar antara lain peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat intensif, rawat operasi, persalinan, radiologi, laboratorium klinik, pelayanan darah, rehabilitasi medic, farmasi, instalasi gizi, dan kamar jenazah. Pelayanan rawat inap rumah sakit umum kelas C harus dilengkapi dengan fasilitas antara lain jumlah tempat tidur perawatan kelasn III minimal 30 % dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah, jumlah tempat tidur perawatan kelas III

28 minimal 20 % dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta dan junlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5 % dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan Rumah Sakit milik swasta. 2.3 Monitoring dan Evaluasi 2.3.1 Pengertian Monitoring Monitoring adalah suatu proses pengumpulan dan menganalisis informasi dari penerapan suatu program termasuk mengecek secara reguler untuk melihat apakah kegiatan atau program itu berjalan sesuai rencana sehingga masalah yang dilihat atau ditemui dapat diatasi (WHO). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006, disebutkan bahwa monitoring merupakan suatu kegiatan mengamati secara seksama suatu keadaan atau kondisi, termasuk juga perilaku atau kegiatan tertentu, dengan tujuan agar semua data masukan atau informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut dapat menjadi landasan dalam mengambil keputusan tindakan selanjutnya yang diperlukan. Tindakan tersebut diperlukan seandainya hasil pengamatan menunjukkan adanya hal atau kondisi yang tidak sesuai dengan yang direncanakan semula. Tujuan Monitoring untuk menjaga agar kebijakan yang sedang diimplementasikan sesuai dengan tujuan, menemukan kesalahan sedini mungkin sehingga mengurangi resiko yang lebih besar dan melakukan tindakan modifikasi terhadap kebijakan apabila hasil monitoring mengharuskan untuk itu. (Subarsono,2009)

29 2.3.2 Fungsi dan Tujuan Monitoring Menurut Dunn (2000), monitoring mempunya empat fungsi, yaitu: 1. Ketaatan (compliance). Monitoring menentukan apakah tindakan administrator, staf, dan semua yang terlibat mengikuti standar dan prosedur yang telah ditetapkan. 2. Pemeriksaan (auditing). Monitoring menetapkan apakah sumber dan layanan yang diperuntukkan bagi pihak tertentu (target) telah mencapai mereka. 3. Laporan (accounting). Monitoring menghasilkan informasi yang membantu menghitung hasil perubahan sosial dan masyarakat sebagai akibat implementasi kebijaksanaan sesudah periode waktu tertentu. 4. Penjelasan (explanation). Monitoring menghasilkan informasi yang membantu menjelaskan bagaimana akibat kebijaksanaan dan mengapa antara perencanaan dan pelaksanaannya tidak cocok. Monitoring memiliki tujuan antara lain : 1. Mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan; 2. Memberikan masukan tentang kebutuhan dalam melaksanakan program; 3. Mendapatkan gambaran ketercapaian tujuan setelah adanya kegiatan; 4. Memberikan informasi tentang metode yang tepat untuk melaksanakan kegiatan;

30 5. Mendapatkan informasi tentang adanya kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan selama kegiatan; 6. Memberikan umpan balik bagi sistem penilaian program; 2.3.3 Prinsip-Prinsip Monitoring Adapun prinsip-prinsip monitoring antara lain : 1. Monitoring harus dilakukan secara terus-menerus 2. Monitoring harus menjadi umpan balik bagi perbaikan kegiatan program pengguna produk atau layanan. 3. Monitoring harus dapat memotifasi staf dan sumber daya lainnya untuk berprestasi 4. Monitoring harus berorientasi pada peraturan yang berlaku 5. Monitoring harus obyektif 6. Monitoring harus berorientasi pada tujuan program. 2.3.4 Tahap Monitoring 1. Tahap Perencanaan: Persiapan dilaksanakan dengan mengidentifikasi hal-hal yang akan dimonitor, variabel apa yang akan dimonitor serta menggunakan indikator mana yang sesuai dengan tujuan program. Rincian tentang variabel yang dimonitor harus jelas dulu, serta pasti dulu batasannya dan definisinya. Variabel adalah karakteristik dari seseorang, suatu peristiwa atau obyek yang bisa dinyatakan dengan data numerik yang berbeda-beda. (Dunn, 2000).

31 2. Tahap Pelaksanaan: monitoring ini untuk mengukur ketepatan dan tingkat capaian dari pelaksaan program/kegiatan/proyek yang sedang dilakukan dengan menggunakan standar (variable) yang telah dipersiapkan di tahap perencanaan. Setelah memastikan definisi yang tepat tentang variabel yang dimonitor serta indikatornya, maka laksanakan monitoring tersebut. Adapun indikator umum yang diukur dalam melihat capaian pekerjaan antara lain adalah : a. Kesuaian dengan tujuan proyek atau kegiatan b. Tingkat capaian pekerjaan sesuai target c. Ketepatan belanja budget sesuai plafon anggaran; d. Adanya tahapan evaluasi dan alat evaluasinya; e. Kesesuaian metode kerja dengan alat evaluasi; f. Kesesuaian evaluasi dengan tujuan proyek; g. Ketetapan dan pengelolaan waktu; h. Adanya tindak lanjut dari program tersebut; 3. Tahap Pelaporan Pada langkah ketiga, yaitu menentukan apakah prestasi kerja itu memenuhi standar yang sudah ditentukan dan di sini terdapat tahapan evaluasi, yaitu mengukur kegiatan yang sudah dilakukan dengan standar yang harus dicapai. Selanjutnya temuan-temuan tersebut ditindaklanjuti dan hasilnya menjadi laporan tentang program.

32 2.3.5 Evaluasi Evaluasi adalah mempelajari kejadian, memberikan solusi untuk suatu masalah, rekomendasi yang harus dibuat, menyarankan perbaikan. Namun, tanpa monitoring, evaluasi tidak dapat dilakukan karena tidak memili data dasar untuk dilakukan analisi, dan dikhawatirkan akan mengakibatkan spekulasi. Oleh karena itu monitoring dan evaluasi harus berjalan seiring jalan, dimana tidak bisa hanya melakukan evaluasi, atau hanya melakukan monitoring. Parsons (2005) menyebutkan kajian dalam studi evaluasi kebijakan meliputi metode-metode sebagai berikut : a. Evaluasi Desain Kebijakan, untuk menilai apakah alternatif-alternatif yang dipilih sudah merupakan alternatif yang paling hemat dengan mengukur hubungan antara biaya dengan manfaat (cost-benefit analysis), yang bersifat rasional dan terukur. b. Evaluasi Legitimasi kebijakan, untuk menilai derajat penerimaan suatu kebijakan atau program oleh masyarakat/stakeholder/kelompok/ sasaran yang dituju oleh kebijakan tersebut. c. Evaluasi Formatif yang dilakukan pada saat proses implementasi kebijakan sedang berlangsung. Tujuan evaluasi formatif adalah untuk mengetahui seberapa jauh sebuah program diimplementasikan dan kondisi-kondisi apa yang dapat diupayakan untuk meningkatkan keberhasilannya. d. Evaluasi Sumatif yang dilakukan pada saat kebijakan telah diimplementasikan dan member dampak. Tujuan evaluasi sumatif ini adalah untuk mengukur

33 bagaimana efektifitas kebijakan/program tersebut member dampak yang nyata pada masalah yang diatasi. 2.3.6 Monitoring dan Evaluasi Program JKN Permenkes Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional pada Bab VII, disebutkan dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional sebagai pihak melaksanakan monitoring dan evaluasi sesuai dengan kewenangan masing-masing. Para pihak yang melakukan monev yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kementrian Kesehatan, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS-Kes). Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan Jaminan Kesehatan dimaksudkan agar tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan yang sesuai dengan kewenangan dan standar pelayanan medis yang ditetapkan menteri.

34 2.4 Kerangka Pikir Untuk mempermudah dalam pembuatan penelitian ini di gambarkan kerangka pikir sebagai berikut : Monitoring JKN Input Proses Output - Kebijakan - SDM Kesehatan - Obat dan alat kesehatan - Proses Alur Pelayanan - Kredensial - Biaya Tambahan - Klaim BPJS - Hasil Pelaksanaan JKN di RS Gambar 2.1 Kerangka pikir Adapun penjelasan dari kerangka pikir di atas adalah sebagai berikut : 1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program JKN di Rumah Sakit PTPN IV Kebun Laras, meliputi : a. Kebijakan adalah peraturan atau aturan yang digunakan sebagai pedoman dalam upaya pelaksanaan JKN di Rumah Sakit PTPN IV Kebun Laras. b. SDM kesehatan adalah tenaga kesehatan yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang kesehatan, meliputi dokter, dokter gigi, sarjana kesehatan masyarakat, perawat dan apoteker

35 yang dapat melaksanakan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit PTPN IV Kebun Laras. c. Obat dan alat kesehatan adalah jumlah dan jenis obat yang sesuai dengan formularium nasional serta alat kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan jaminan kesehatan di Rumah Sakit PTPN IV Kebun Laras. 2. Proses (process) adalah kegiatan kegiatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit PTPN IV Kebun Laras. a. Proses alur pelayanan adalah urutan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit PTPN IV Kebun Laras sesuai kebutuhan pasien dengan ketentuan berlaku. b. Kredensial adalah proses evaluasi terhadap tenaga kesehatan seperti dokter, perawat untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan klinis di Rumah Sakit PTPN IV Kebun Laras. c. Biaya tambahan adalah pemungutan dana tambahan yang dilakukan pihak rumah sakit kepada pasien dalam menjalankan program JKN di Ruma Sakit PTPN IV Kebun Laras d. Klaim BPJS adalah tarif pembayaran diagnosa suatu penyakit yang dibayar pihak BPJS kepada pihak rumah sakit.

36 3. Keluaran (output) adalah hasil dari suatu pelaksanaan JKN sehingga diharapkan meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit PTPN IV Kebun Laras. a. Hasil pelaksanaan JKN di RS adalah terlaksana atau tidaknya program pelayanan kesehatan oleh Rumah Sakit PTPN IV Kebun Laras.