BOBOT RELATIF ORGAN PENCERNAAN AYAM KEDU PETELUR DIBERI RANSUM DENGAN BERBAGAI LEVEL PROTEIN MAKALAH JURNAL. Oleh : AHMAD MAULIN NAUFA

dokumen-dokumen yang mirip
MASSA PROTEIN DAN KALSIUM DAGING PADA AYAM KEDU AWAL BERTELUR YANG DIBERI RANSUM DENGAN LEVEL PROTEIN BERBEDA SKRIPSI ALIDYA NURRAHMA AKBRIANI

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih menjadi primadona karena memiliki daging yang enak serta rendah lemak.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

PENAMBAHAN Lactobacillus sp. DAN INULIN DARI UMBI DAHLIA DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN LEMAK KASAR DAN MASSA LEMAK TELUR PADA AYAM KEDU SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI

PENGARUH PENAMBAHAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes) FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM SITRAT DALAM RANSUM SEBAGAI ACIDIFIER TERHADAP KECERNAAN PROTEIN DAN BOBOT BADAN AKHIR PADA ITIK JANTAN LOKAL

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas

PEMANFAATAN TEPUNG OLAHAN BIJI ALPUKAT SEBAGAI SUBTITUSI JAGUNG TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR, SERAT KASAR DAN LAJU DIGESTA PADA AYAM BROILER

PENAMBAHAN Lactobacillus sp. DAN INULIN UMBI DAHLIA PADA RANSUM BERBEDA KUALITAS TERHADAP KETERSEDIAAN ENERGI METABOLIS DAN PRODUKSI TELUR AYAM KEDU

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Ternak itik

PAKAN TERHADAP PENGGUNAAN PROTEIN PADA AYAM KAMPUNG PERSILANGAN SKRIPSI. Oleh SARIFA NUR MELITA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN A DAN E DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT TELUR DAN MORTALITAS EMBRIO AYAM KEDU HITAM

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG KULIT BAWANG TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR PAKAN, PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN PERSENTASE KARKAS ITIK MOJOSARI SKRIPSI

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN

METODE PENELITIAN. Materi

Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

BOBOT DAN PANJANG ORGAN SALURAN PENCERNAAN AYAM KAMPUNG SUPER AKIBAT PENGGUNAAN TEPUNG DAUN DALAM RANSUM SKRIPSI. Oleh DWINTA VERA ARDIANI

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN TEPUNG IKAN RUCAH NILA (Oreochromis niloticus) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BURAS

PEMBERIAN RANSUM BERBEDA LEVEL PROTEIN DAN LISIN TERHADAP PEMANFAATAN PROTEIN PADA AYAM KAMPUNG SKRIPSI TAUFIK NURROHMAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013.

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p Online at :

Ali, S., D. Sunarti dan L.D. Mahfudz* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN MENGKUDU FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP LAJU DIGESTA, KECERNAAN PROTEIN, DAN ENERGI METABOLIS AYAM KAMPUNG SUPER

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

B. W. Utomo, L. D. Mahfudz, E. Suprijatna* Program S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM SITRAT DALAM RANSUM SEBAGAI ACIDIFIER TERHADAP KECERNAAN PROTEIN DAN BOBOT BADAN AKHIR ITIK JANTAN LOKAL SKRIPSI.

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER. Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta

BAB III MATERI DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap

Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 9 17 Online at :

Pengaruh Penambahan Tepung Kunyit...Rafinzyah Umay Adha

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

PENGARUH SUPLEMENTASI ASAM AMINO DL-METIONIN DAN L-LISIN KADALUARSA DALAM PAKAN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH KECAMBAH KACANG HIJAU TERHADAP BOBOT RELATIF DAN PANJANG ORGAN PENCERNAAN ITIK MAGELANG JANTAN SKRIPSI.

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

PENGARUH PENAMBAHAN JERUK NIPIS

PENAMBAHAN EKSTRAK UMBI UBI JALAR UNGU TERHADAP KECERNAAN PROTEIN DAN MASSA PROTEIN DAGING PADA AYAM BROILER DENGAN KEPADATAN KANDANG BERBEDA SKRIPSI

PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

TINJAUAN PUSTAKA. betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

BOBOT RELATIF SALURAN PENCERNAAN AYAM BROILER YANG DIBERI TAMBAHAN AIR REBUSAN KUNYIT DALAM AIR MINUM SKRIPSI. Oleh: DEBORAH DIAN RESTU PERTIWI

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

PENGARUH PENAMBAHAN BAKTERI ASAM LAKTAT DAN VITAMIN E DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN, RETENSI KALSIUM DAN FOSFOR PADA AYAM KEDU

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG AMPAS KECAP DALAM RANSUM AYAM PETELUR TUA TERHADAP KECERNAAN PROTEIN, RASIO EFISIENSI PROTEIN DAN RETENSI NITROGEN SKRIPSI

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. puyuh turunan hasil persilangan warna bulu coklat dengan hitam. Jumlah telur

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM ASETAT PADA RANSUM DENGAN LEVEL PROTEIN BERBEDA TERHADAP RETENSI KALSIUM DAN MASSA PROTEIN DAGING PADA AYAM BROILER SKRIPSI

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

PENGARUH IMBANGAN ENERGI DAN PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT KARKAS DAN BOBOT LEMAK ABDOMINAL AYAM BROILER UMUR 3-5 MINGGU

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BOBOT RELATIF ORGAN PENCERNAAN AYAM KEDU PETELUR DIBERI RANSUM DENGAN BERBAGAI LEVEL PROTEIN MAKALAH JURNAL Oleh : AHMAD MAULIN NAUFA FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013

Judul Skripsi : BOBOT RELATIF ORGAN PENCERNAAN AYAM KEDU PETELUR DIBERI RANSUM DENGAN BERBAGAI LEVEL PROTEIN Nama Mahasiswa : AHMAD MAULIN NAUFA Nomor Induk Mahasiswa : H2C 008 004 Program Studi/Jurusan : S1-NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK / NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK Fakultas : PETERNAKAN DAN PERTANIAN Menyetujui, Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir.Hanny Indrat Wahyuni, M.Sc, Ph.D. Istna Mangisah, S.Pt, M.P. Pembantu Dekan I Dr. Ir. Eko Pangestu, M.P.

BOBOT RELATIF ORGAN PENCERNAAN AYAM KEDU PETELUR DIBERI RANSUM DENGAN BERBAGAI LEVEL PROTEIN (Relative Weight of Digestive Organ in Kedu Hens Fed Ration with Various Protein Levels) Naufa, A. M, H. I. Wahyuni dan I. Mangisah ABSTRAK Penelitian bertujuan menentukan level protein yang paling efisien dalam ransum untuk meningkatkan bobot relatif organ pencernaan ayam Kedu periode bertelur. Materi yang digunakan 75 ekor ayam Kedu hitam betina dengan rerata bobot badan 1.457,79 ± 239,07 g. Parameter yang diamati meliputi bobot relatif organ pencernaan yaitu esophagus, proventikulus, gizzard, usus halus, sekum, kolon dan pertambahan bobot badan harian (PBBH). Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan level protein dan 5 kelompok bobot badan. Perlakuan yang diterapkan adalah protein 12, 14 dan 16%. Data yang diperoleh diolah dengan analisis ragam, jika berpengaruh nyata (P<0,05) dilanjutkan uji Duncan taraf 5% untuk mengetahui perbedaan nilai tengah antar perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan rerata bobot relatif organ pencernaan dipengaruhi oleh level protein yaitu pada esophagus, proventikulus, usus halus, sekum dan kolon, pada protein 16% berat relatif paling tinggi masingmasing yaitu 0,33, 0,31, 4,93, 0,17 dan 0,33%. Pada gizzard dan PBBH tidak dipengaruhi oleh level protein ransum. Kesimpulan penelitian yaitu peningkatan level protein ransum ayam Kedu dari 12 sampai 16% meningkatkan bobot relatif esophagus, proventikulus, usus halus, sekum dan kolon. Hal ini sejalan dengan peningkatan fungsi usus halus untuk menyerap nutrisi dan lebih digunakan untuk peningkatan produktivitas telur dari pada PBBH. Kata kunci : ayam Kedu petelur, organ pencernaan, protein ransum ABSTRACT The research aims to determine the most efficient dietary protein level to increase the digestive organs relative weight in Kedu hens. Seventy five birds of black Kedu hen with average body weight of 1457.79 ± 239.07 g were used. Parameters observed were relative weights of esophagus, proventikulus, gizzard, small intestine, sekum, colon and daily weight gain (ADG). The research was disigned using randomized block design (RBD) with 3 dietary protein level and 5 groups of body weight. The dietary crude protein level was 12, 14 and 16%. The data obtained were analyzed using analysis of variance, followed by Duncan Multiple range test (DMRT) at 5% level to determine the differences between treatments. The results showed that the digestive organs relative weight in Kedu hens were significantly influenced by dietary protein level (P<0,05). The heighest digestive organs relative weight was found in hens fed ration with 16% protein

level on esophagus, proventriculus, small intestine, sekum and colon namely 0,33, 0,31, 4,93, 0,17 dan 0,33%, respectively. Gizzard and ADG was not significant affected by dietary protein levels. The conclusion was that the increased of protein from 12 to 16% in Kedu hens ration increased the relative weight of proventikulus, small intestine, sekum and colon. The highest relative weight of the small intestine was in line with the increased function to absorb nutrients and used it for eggs production rather than for body weight gain. Keywords: Laying Kedu hens, digestive organs, dietary protein PENDAHULUAN Ayam Kedu merupakan salah satu varietas ayam lokal di Indonesia yang perlu dikembangkan karena mudah beradaptasi, tahan penyakit dan bisa dimanfaatkan sebagai ayam dwiguna (petelur dan pedaging) sebagai sumber protein hewani. Pengembangan ayam Kedu terkendala pada pemberian ransum yang masih belum memenuhi kebutuhan, ransum peternak umumnya diberikan dengan level protein sebesar 11% atau lebih rendah (Wahyuni et al., 2011) sehingga pertumbuhan ayam Kedu kurang optimal. Pemberian ransum yang memenuhi kebutuhan nutrisinya dapat meningkatkan produktivitasnya, khususnya protein. Ayam yang tumbuh membutuhkan asupan nutrisi dari hasil pencernaan, sehingga organ pencernaan mempunyai fungsi yang penting untuk mengolah dan menyerap nutrisi. Penelitian yang ada menunjukkan peningkatan level protein dapat meningkatkan bobot relatif organ pencernaan menjadi optimal, pada ayam Kedu fase pertumbuhan (Muniroh, 2006). Produktivitas ayam Kedu hitam umur 20 minggu meliputi berat badan mencapai 1.480 gram, produksi telur 215 butir, konsumsi 93 gram/hari, Hen Day Production (HDP) 38,8% dan konversi ransum 3,6 (Cresswell dan Gunawan, 1982). Rata-rata bobot badan ayam Kedu fase pullet (bertelur) sekitar 1,5 kg, konsumsi ransum sekitar 90,60 gram, Hen Day Production (HDP) 44,75% dan pertambahan bobot badan 11,69 gram, sementara pertambahan bobot badan ayam petelur white leghorn sebesar 6,4 g/ekor/hari dan pendapat lain menyatakan produksi telur ayam Kedu mencapai 215 butir per tahun dengan puncak produksi sebesar 75 % (Scott et al., 1982). Pertambahan bobot badan ayam dipengaruhi oleh umur, strain (jenis), ransum yang diberikan serta kondisi lingkungan.

Semakin bertambahnya umur, maka pertambahan bobot badan akan semakin menurun. Hal ini disebabkan ransum yang dikonsumsi dimanfaatkan untuk produksi telur, pertumbuhan bulu, aktivitas fisik, pertumbuhan jaringan dan mempertahankan suhu tubuh (Iskandar, 2007). Nutrisi yang terkandung dalam ransum digunakan untuk produksi telur (Aldini, 2013). Secara umum kandungan nutrisi yang dibutuhkan ternak tergantung pada variasi genetik, umur, bobot badan, aktivitas, kandungan energi ransum dan temperatur lingkungan (Wahju, 1997). Kebutuhan protein untuk ayam petelur sangat erat hubungannya dengan produksi telur dan besarnya telur, pada saat produksi telur mencapai puncaknya kebutuhan protein yaitu 17-19% sementara pada akhir siklus produksi kebutuhan menurun sampai 14% (Mulyantini, 2010). Esophagus merupakan saluran tempat dilaluinya pakan dari mulut menuju ke crop (Suprijatna, et al., 2005). Crop berfungsi sebagai alat penampung pakan yang melakukan pencernaan fisik pertama (Rasyaf, 1998). Proventikulus merupakan suatu organ yang berdinding tebal dan langsung berhubungan dengan ventriculus. Ventriculus adalah organ berotot yang membantu menghancurkan pakan, terdapat grid yang membantu pada proses tersebut (Anggorodi, 1985). Pakan yang telah halus selanjutnya ke usus halus yang terdiri dari duodenum, jejenum dan ileum. Usus halus berfungsi sebagai tempat berlangsungnya pencernaan dan absorpsi produk hasil pencernaan. Ceca didalamnya terdapat nutrisi yang tidak tercerna, selanjutnya mengalami dekomposisi mikroba, selain itu juga terjadi digesti serat oleh mikroba pencerna serat (Yuwanta, 2004). Usus besar adalah kelanjutan saluran pencernaan dari persimpangan ceca ke kloaka dan berfungsi menjaga keseimbangan kadar air dalam tubuh ayam (Blakely dan Bade, 1998). Kloaka merupakan bagian akhir saluran pencernaan yang berfungsi sebagai tempat keluarnya ekskreta (campuran kotoran dan urin) (Rasyaf, 1998). Pertambahan bobot badan harian ayam Kedu periode bertelur sebesar 11,69 g (Sukamto, 1997). Ransum perlakuan dengan perbandingan level protein 16%, 18% dan 20% menunjukkan level protein berpengaruh terhadap volume crop, panjang usus halus dan ceca ayam umur 10 minggu (Suthama dan Ardiningsasi, 2006). Level protein berpengaruh terhadap panjang usus halus dan

sekum ayam Kedu namun tidak berpengaruh terhadap berat proventrikulus dan ventrikulus umur 10 minggu, panjang usus besar umur 5 dan 10 minggu, panjang usus halus dan sekum umur 5 minggu (Muniroh, 2006). Pemberian ransum dengan level protein 19% dapat meningkatkan panjang saluran pencernaan pada ayam Kampung umur 10 minggu (Iskandar, 2007). Menurut Kwakkel et al., (1994) terjadi penurunan laju perkembangan organ pencernaan setelah ayam White Leghorn Pullet mencapai fase bertelur. Laju perkembangan tersebut dapat dinyatakan dalam bobot dari masing-masing organ baik bobot absolut maupun bobot relatif. Bobot relatif organ pencernaan dapat dihitung dengan cara menimbang bobot saluran pencernaan setelah dibersihkan dari kotoran mulai esophagus sampai kloaka di bagi dengan bobot hidup dikali 100% (Cahyono, et al., 2012). Bobot relatif saluran pencernaan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar protein ransum, kecernaan dan umur ayam. Penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa kadar protein ransum dapat meningkatkan bobot relatif organ pencernaan ayam Kedu menjadi lebih optimal, tetapi ayam Kedu yang digunakan masih pada fase pertumbuhan, belum pernah dilakukan penelitian yang menggunakan ayam Kedu pada periode bertelur, sehingga perlu dilakukan penelitian ini. Penelitian ini bertujuan mengetahui bobot relatif organ pencernaan ayam Kedu petelur dengan meningkatan level protein ransum ayam Kedu. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu dapat memberikan informasi level protein yang tepat untuk meningkatkan bobot relatif organ pencernaan sebagai salah satu indikator pertumbuhan optimal yang dapat memacu perkembangan ayam Kedu di Indonesia.

MATERI DAN METODE Materi Penelitian Penelitian menggunakan 75 ekor ayam Kedu betina (umur 24 minggu) dengan rerata bobot badan awal 1457,79 ± 239,07 g. Peralatan yang digunakan yaitu kandang battery, timbangan digital dengan kapasitas 5 kg, ember, thermometer dan timbangan analitis ketelitian 0,01 gram. Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan bulan Januari sampai Maret 2012 di kandang percobaan dan analisis proksimat ransum dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 5 kelompok. Perlakuan yang diberikan yaitu level protein 12, 14, dan 16%, dengan EM berkisar antara 2618,72-2730,29 kkal/kg. Kelompok dibagi berdasarkan bobot badan, yaitu K1 (1055 1220 g), K2 (1221 1386 g), K3 (1387 1552 g), K4 (1553 1718 g) dan K5 (1719 1884 g). Tahap adaptasi dilakukan selama sebulan pada umur 21-24 minggu, meliputi adaptasi kandang dan adaptasi pakan. Tahap adaptasi kandang yaitu ayam dikandangkan pada kandang individu secara acak, sedangkan tahap adaptasi pakan yaitu ayam diberikan ransum peternak (12%). Ransum diberikan ad libitum, secara bertahap sampai stabil dan didapatkan jumlah ransum pada tiap kali pemberian yaitu 60 gram/ekor/pemberian). Ayam diberikan ransum dalam bentuk pasta dengan menambahkan air pada perbandingan 1:1,5. Pemberian ransum dilakukan 2x sehari yaitu pagi dan sore hari. Tahap perlakuan dilakukan pada umur 24 sampai 30 minggu. Konsumsi ransum dan bobot badan diamati dengan menimbang sisa ransum setiap pagi dan menimbang ayam untuk mendapatkan bobot badan pada awal dan akhir perlakuan. Tahap pengambilan data dilakukan pada umur 30 minggu. Satu ekor ayam diambil secara acak dari masing-masing unit percobaan, ditimbang kemudian disembelih, dibuka bagian andomen dan diambil organ pencernaan

mulai dari esophagus, proventikulus, gizzard, usus halus, sekum dan kolon. Organ pencernaan dibersihkan dari digesta didalamnya, dipisahkan organ yang satu dengan yang lain kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat masing-masing organ pencernaan. Bobot relatif masing-masing organ dihitung dengan rumus sebagai berikut : bobot organ x 100% bobot badan HASIL DAN PEMBAHASAN Rerata bobot relatif esophagus, proventikulus dan gizzard, usus halus, sekum, kolon dan pertambahan bobot badan harian (PBBH) ayam Kedu petelur selama penelitian disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa peningkatan level protein berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap peningkatan bobot relatif esophagus, proventikulus, usus halus, sekum dan kolon namun tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap peningkatan bobot relatif gizzard dan PBBH. Hasil uji Duncan pada bobot relatif esophagus, proventikulus, usus halus, sekum dan kolon menunjukkan bahwa level protein 16% berbeda nyata dibandingkan level protein 14 dan 12%. Bobot relatif esophagus dan kolon pada ayam yang diberi ransum 14% level protein tidak berbeda nyata dibandingkan 12% protein ransum, tetapi bobot relatif usus halus dan sekum dari dua perlakuan ini menunjukkan perbedaan yang nyata. Kecuali gizzard, semua bobot relatif organ pencernaan yang diamati menunjukkan nilai tertinggi pada ayam Kedu yang diberi ransum dengan 16% protein. Level protein ransum dari 12 sampai 16% meningkatkan bobot relatif esophagus, proventikulus, usus halus, sekum dan kolon ayam Kedu periode bertelur yang diberikan selama enam minggu. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa peneliti terdahulu yang menerapkan perlakuan peningkatan protein ransum pada beberapa jenis ayam lokal meski umurnya berbeda. Penelitian Iskandar (2007) menunjukkan bahwa pemberian ransum dengan level protein 19% dapat meningkatkan panjang saluran pencernaan pada ayam persilangan antara

ayam pelung dengan ayam kampung pada umur 28 hari mulai dari crop sampai sekum. Muniroh (2006) menyatakan, terdapat pengaruh nyata peningkatan level protein ransum terhadap volume organ pencernaan pada crop sampai sekum ayam kampung umur 10 minggu. Cahyono et al., (2012) menambahkan, bobot relatif saluran pencernaan dipengaruhi oleh ransum, kecernaan nutrisi dan umur ayam. Tabel 1. Bobot Relatif Esophagus, Proventikulus dan Gizzard, Usus Halus, Sekum, Kolon dan PBBH ayam Kedu Petelur Umur 30 Minggu setelah diberi Ransum dengan Peningkatan Level Protein Selama 6 Minggu Parameter Level Protein Ransum (%) 12 14 16 -----------------------------%------------------------------- Esophagus 0,22 b 0,25 b 0,33 a Proventikulus 0,24 b 0,28 ab 0,31 a Gizzard 1,39 1,38 1,52 Usus Halus 3,16 c 3,93 b 4,93 a Sekum 0,11 c 0,14 b 0,17 a Kolon 0,21 b 0,25 b 0,33 a PBBH 7,34 8,98 8,84 Keterangan : Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05) Berbeda dengan gizzard dan PBBH, level protein dari 12 sampai 16% tidak meningkatkan bobot relatif gizzard dan PBBH. peningkatan level protein ransum tidak berpengaruh terhadap peningkatan bobot relatif gizzard ayam Kedu karena umur ayam yang lebih dari dua puluh minggu, selain protein ransum umur dan kecernaan juga berpengaruh terhadap bobot relatif saluran pencernaan. Pernyataan tersebut sesuai pendapat Cahyono et al., (2012) bahwa bobot relatif saluran pencernaan dipengaruhi oleh protein ransum, kecernaan dan umur ayam. Pertumbuhan organ pencernaan dipengaruhi oleh protein ransum, namun suatu saat berhenti. Gizzard berfungsi untuk menghancurkan pakan dengan bantuan grid (kerikil kecil) sesuai dengan pendapat Anggorodi (1985) yang menyatakan, gizzard adalah organ berotot yang membantu menghancurkan pakan, terdapat grid yang membantu pada proses tersebut.

Rerata pertambahan bobot badan harian ayam Kedu dalam penelitian sebesar 8,38 g, lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Sukamto (1997) yang menunjukkan pertambahan bobot badan harian ayam Kedu periode bertelur sebesar 11,69 g. Namun demikian peningkatan protein ransum dari 13% sampai 17% yang diterapkan oleh Sukamto (1997) pada ayam Kedu petelur periode bertelur juga tidak meningkatkan pertambahan bobot badan harian. Hal ini menunjukkan semakin tinggi level protein kasar dalam ransum, memberikan respon yang sama terhadap pertambahan bobot badan harian karena ayam Kedu sudah mencapai 30 minggu dan berada pada puncak periode bertelur sehingga nutrisi yang diserap oleh usus halus terutama sekali akan dimanfaatkan untuk produksi telur. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Rasyaf (1998) bahwa ayam Kampung periode bertelur mencapai puncak produksinya pada fase I (umur 22-34 minggu), setelah itu masih bisa memproduksi telur tetapi mengalami penurunan pada fase I yaitu pada umur 34-74 minggu. Peningkatan level protein sampai taraf 16% dapat meningkatkan bobot relatif organ pencernaan terutama usus halus (Tabel 1), hal ini menunjukkan bahwa usus halus masih tumbuh sehingga dapat meningkatkan fungsinya dalam menyerap nutrisi menjadi lebih optimal. Penyerapan nutrisi yang optimal berdampak pada peningkatan HDP dan berat telur. Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian Aldini (2013) yang secara bersamaan melakukan pengamatan terhadap HDP dan berat telur. Ransum dengan level protein 16% meningkatkan HDP dan bobot badan masing-masing sebesar 9% dan 5 gram dibandingkan yang diberi ransum dengan 12% level protein. SIMPULAN Simpulan penelitian, yaitu bahwa peningkatan level protein dari 12% sampai 16% pada ransum ayam Kedu petelur dapat meningkatkan bobot relatif esophagus, proventikulus, usus halus, sekum dan kolon namun tidak pada gizzard dan pertambahan bobot badan.

DAFTAR PUSTAKA Aldini, L. D. 2013. Deposisi Kalsium (Ca) pada Cangkang dan Kekuatan Tulang Ayam Kedu Periode Awal Bertelur dengan diberi Ransum Berbeda Level Protein. Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang (Skripsi). Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia, Jakarta. Ariyanto, R. 2013. Kecernaan Protein dan Retensi Nitrogen pada Ayam Kedu Umur 24-30 Minggu yang diberi Ransum Berbagai Level Protein. Fakultas Peternakan dan Pertanian. Universitas Diponegoro, Semarang (Skripsi). Blakely, J. dan D.H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Bambang Srigandono). Cahyono, E. D, U. Atmomarsono dan E. Suprijatna. 2012. Pengaruh penggunaan tepung jahe dalam ransum terhadap saluran pencernaan dan hati pada ayam kampung umur 12 minggu. J. Anim. Agric. 1 (1) : 65-74. Cresswell, B. C. and B. Gunawan. 1982. Ayam-ayam Lokal di Indonesia. Proceeding, Seminar Ilmu dan Industri Perunggasan II. Ciawi, Bogor. September 28, 1982. Hal. 48-50. Iskandar, S. 2007. Tata Laksana Pemeliharaan Ayam Lokal. Katalog Keanekaragaman Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia. LIPI Press, Bogor. Mulyantini, N. G. A. 2010. Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Muniroh, L. 2006. Pengaruh Level Protein Ransum terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Organ Pencernaan pada Ayam Kampung dan Ayam Kampung Super Umur 1 Hari 10 Minggu. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro, Semarang (Skripsi). Rasyaf, M. 1998. Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya, Jakarta. Scott, M. L., M. C. Nesheim, and R. J. Young. 1982. Nutrition of The Chicken. 3 rd ed. Ithaca, New York. Sukamto, B. 1997. Kebutuhan Energi dan Protein Berdasarkan Efisiensi Penggunaan Protein dengan Manifestasinya terhadap Performan Produksi Ayam Kedu. Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran, Bandung (Disertasi). Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartosudjono. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suthama, N dan Ardiningsasi. 2006. Metabolisme protein pada ayam kampong periode pertumbuhan yang diberi ransum memakai dedak padi fermentasi. J. Pengemb. Petern. Tropis. 1 (1) : 44 48. Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-2. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wahyuni, H. I, N. Suthama, I. Mangisah and T.A. Sarjana. 2011. Egg quality and hatchability of in situ - reared kedu and cemani hens fed diet of farmer formulation supplemented with vitamin E. J. Anim. Agric. 1 (1) : 1-8. Wulandari, K. Y. 2013. Kecernaan Serat Kasar dan Energi Metabolis pada Ayam Kedu Umur 24 Minggu yang diberi Ransum dengan Berbagai Level Protein Kasar dan Serat Kasar. Fakultas Peternakan dan Pertanian. Universitas Diponegoro, Semarang (Skripsi). Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisus, Yogyakarta.