I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. untuk membedakan manusia dengan makhluk lainnya, sehingga berpikir menjadi

I. PENDAHULUAN. dapat kita temukan dan juga berbagai bidang ilmu yang telah ada dapat dikembangkan

ANALISIS DESKRIPTIF DISPOSISI BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

I. PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Oleh karena itu, dalam Permendiknas tahun

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusianya.

I. PENDAHULUAN. sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar yang aktif dan kondusif.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen utama kebutuhan manusia. Melalui

2015 PENGUASAAN KOMPETENSI DASAR MENGHIAS KAIN PADA PESERTA DIDIK PROGRAM KERUMAHTANGGAAN KELAS VII DI SMP NEGERI 3 LEMBANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pendidikan dilakukan secara terencana dalam mewujudkan proses pembelajaran agar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang tengah berkembang, tak henti-hentinya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

I. PENDAHULUAN. pemerintah memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. SDM yang

I. PENDAHULUAN. oleh setiap individu dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses belajar yang membantu manusia dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. menyesuaikan diri sebaik-baiknya. Oleh karena itu, diperlukan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang. pada pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

I. PENDAHULUAN. dipenuhi sepanjang masa. Pendidikan menjadi perhatian yang sangat penting bagi

I. PENDAHULUAN. Pendidikan diterima dan dipercaya sebagai kekayaan yang sangat berharga karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang Undang Dasar Pendidikan Nasional harus tanggap. terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini,

I. PENDAHULUAN. karakter suatu bangsa dibangun dari proses pendidikan. Dalam Undang-undang

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh:

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

I. PENDAHULUAN. tercantum dalam UU Sisdiknas No. 20 (2003:4): Bahwa Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. yang diatur di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

(PTK Pada Siswa Kelas VIII B SMP Muhammadiyah 10 Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini pembangunan bidang pendidikan merupakan bagian yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen) yang berbunyi Setiap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. hal tersebut, pembangunan nasional dalam bidang pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan karena

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB. I PENDAHULUAN. pelajaran di sekolah. Namun demikian akhir-akhir ini ada beberapa mata

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Bab 2 Pasal

BAB I PENDAHULAAN. Dewasa ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. memperdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Permendikbud No. 67 tahun 2013, kurikulum 2013 dirancang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Abidin (2016:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan bukan sekedar memberikan pengetahuan, nilai-nilai atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan satu sektor yang paling penting dalam

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KREATIVITAS DALAM BELAJAR EKONOMI MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS VII SMP N 2 GATAK SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan PKn

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan harus dilaksanakan sebaik mungkin, sehingga akan diperoleh hasil

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

I. PENDAHULUAN. berbudi pekerti, dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. penentu kebijakan. Upaya peningkatan mutu pendidikan ini ditujukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. memberikan standar kelulusan di setiap tingkatan dalam pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. menghadapi kehidupan nyata sehari-hari di lingkungan keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia manapun di planet bumi ini. Untuk menciptakan SDM yang

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut ditujukan untuk membantu anak dalam menghadapi dan. dalam perkembangan anak (Suryosubroto, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 3 berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berkala agar tetap relevan dengan perkembangan jaman. pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. daya pendidik dan peserta didik. Usaha peningkatan mutu pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kedudukan guru mempunyai arti penting dalam pendidikan. Arti penting itu bertolak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi sumber daya manusia. Melalui pendidikan akan terjadi proses pendewasaan diri sehingga di dalam proses pengambilan keputusan terhadap suatu masalah yang dihadapi selalu disertai dengan rasa tanggung jawab yang besar. Pendidikan juga dapat membantu menciptakan manusia yang bertakwa, cerdas, kreatif, terampil, dan produktif. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Guna mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, tujuan pendidikan dirumuskan lagi menjadi hierarki yang lebih sederhana, yaitu tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan pembelajaran. Keseluruhan tujuan pendidikan tersebut diarahkan pada pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan

2 sebagai perwujudan dari kompetensi peserta didik. Kompetensi tersebut direfleksikan dalam kebiasaan bersikap, berpikir, dan bertindak yang dilakukan secara konsisten sehingga menjadikan siswa berkompeten. Guna menjadikan siswa berkompeten diperlukan penguasaan kompetensi-kompetensi belajar yang mendukung. Morocco et al (Abidin, 2014: 8) mengemukakan bahwa pada abad ke-21 minimal ada empat kompetensi belajar yang harus dikuasai siswa agar menjadi siswa yang berkompeten yaitu kemampuan pemahaman yang tinggi, kemampuan berpikir kritis, kemampuan berpikir kreatif, serta kemampuan berkolaborasi dan berkomunikasi. Senada dengan yang diuraikan oleh Marocco, et al., menurut Hudoyo (2001: 56), beberapa keterampilan berpikir yang harus dimiliki siswa agar dapat meningkatkan kecerdasan adalah keterampilan berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatif, keterampilan mengorganisir otak, dan keterampilan pemahaman yang tinggi. Kedua pendapat tersebut mengandung hal yang sama bahwa salah satu kompetensi esensial yang penting dimiliki siswa saat ini adalah keterampilan berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu modal dasar yang sangat penting bagi setiap siswa dan merupakan bagian yang fundamental dari kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap siswa. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari Abidin (2014: 15) bahwa keterampilan yang diharapkan dimiliki siswa saat ini lebih dititikberatkan pada keterampilan berpikir, salah satunya keterampilan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis juga penting dimiliki oleh siswa karena ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat sehingga

3 memungkinkan siapa saja bisa memperoleh informasi secara cepat, mudah, dan melimpah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Hal ini mengakibatkan perubahan tatanan hidup dan semakin berkembangnya tantangan-tantangan yang harus dihadapi dalam kehidupan. Jika siswa tidak dibekali dengan kemampuan berpikir kritis maka mereka tidak akan mampu menghadapi tantangan akibat perubahan tersebut. Kemampuan berpikir kritis dipandang sebagai kompetensi yang sangat penting untuk dikembangkan di sekolah agar siswa mampu dan terbiasa menghadapi berbagai permasalahan di sekitarnya. Menurut Cabera (Fachrurazi, 2011: 2), penguasaan kemampuan berpikir kritis tidak cukup dijadikan sebagai tujuan pendidikan semata, tetapi juga sebagai proses fundamental yang memungkinkan siswa untuk mengatasi berbagai permasalahan masa mendatang di lingkungannya. Untuk itu dalam proses pembelajaran, guru tidak boleh mengabaikan penguasaan kompetensi berpikir kritis siswa. Dalam usaha menguasai kompetensi berpikir kritis tersebut, tidak hanya dibutuhkan kemampuan berpikir kritis saja. Terdapat aspek lain yang juga perlu mendapatkan perhatian, yaitu disposisi berpikir kritis. Hal ini sesuai dengan penjelasan Ennis dan Morris (Lambertus, 2009: 2) yang menyatakan bahwa dalam berpikir kritis terdapat dua komponen, yaitu kemampuan penguasaan pengetahuan (kemampuan berpikir kritis) dan disposisi berpikir kritis (kecenderungan sikap untuk berpikir kritis). Kwon, et.al. (2009: 269) mendefinisikan disposisi berpikir kritis sebagai suatu motivasi internal untuk berpikir kritis sehingga dapat memutuskan apa yang

4 diyakininya benar dan apa yang harus dilakukan jika terdapat suatu masalah, ide, atau isu. Berdasarkan pendapat tersebut, seseorang yang memiliki disposisi berpikir kritis adalah orang yang sensitif terhadap momen berpikir kritis, merasa terdorong untuk berpikir kritis, dan memiliki kemampuan dasar untuk berpikir kritis. Dengan demikian, disposisi berpikir kritis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kritisnya. Disposisi berpikir kritis merupakan salah satu kompetensi pada domain afektif (sikap) yang turut menjadi fokus capaian dalam pembelajaran matematika. Hal tersebut sejalan dengan visi pembelajaran matematika. Menurut Sumarmo (2006: 23), visi pembelajaran matematika ditujukan untuk mengembangkan kemampuan bernalar, berpikir sistematik, kritis, dan cermat, serta menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat matematika, dan mengembangkan sikap obyektif dan terbuka yang diperlukan dalam menghadapi masa depan yang selalu berubah. Sikap dan kebiasaan berpikir seperti di atas secara akumulatif menumbuhkan disposisi berpkir kritis siswa yaitu keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk berpikir kritis dalam berbagai kegiatan matematika. Pengembangan disposisi berpikir kritis matematis sebagai salah satu bagian dari domain afektif (sikap) menjadi suatu hal yang esensial, selain pengembangan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini sesuai dengan pendapat Popham (1999: 204) yang menyatakan bahwa sikap peserta didik itu penting untuk dikembangkan. Sikap yang dimaksud salah satunya adalah disposisi berpikir kritis. Anku (Mahmudi, 1996: 6) menambahkan bahwa salah satu faktor yang

5 memengaruhi proses dan hasil belajar matematika siswa adalah disposisi mereka terhadap matematika. Dengan demikian, salah satu domain sikap yang perlu dimiliki oleh peserta didik dalam pembelajaran matematika tersebut yaitu disposisi berpikir krtitis matematis. Disposisi berpikir kritis seseorang penting dalam menyertai kemampuan berpikir kritisnya. Maulana (2013: 1) mengemukakan bahwa baik kemampuan berpikir maupun disposisinya, ibarat dua sisi mata uang yang tak pernah bisa dipisahkan, keduanya menyatu dan saling menguatkan. Hal ini dijelaskan juga oleh Halpern (Yunarti, 2011: 9) bahwa seorang pemikir kritis yang ideal harus memiliki kemampuan dan disposisi berpikir kritis. Berdasarkan pendapat tersebut, seseorang pemikir kritis yang baik selalu berusaha untuk melengkapi diri dengan disposisi berpikir kritis, tidak hanya kemampuan berpikir kritisnya saja. Disposisi berpikir kritis melekat pada diri seseorang yang memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik. Hal seperti ini dibutuhkan oleh siswa terutama dalam menghadapi situasi problematis dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan mereka yang menuntut mereka untuk berpikir kritis. Selain itu, pentingnya disposisi berpikir kritis matematis ini berkaitan dengan pentingnya penguasaan kompetensi matematika untuk kehidupan peserta didik. Dengan demikian, disposisi berpikir kritis menjadi salah satu faktor penunjang keberhasilan belajar siswa dan pengembangan disposisi berpikir kritis menjadi suatu keharusan. Hal ini diperkuat oleh pendapat Herlina (2013: 2) bahwa prestasi pembelajaran di sekolah tidak hanya ditentukan oleh kemampuan kognitif peserta didik, namun juga ditentukan oleh kemampuan afektifnya.

6 Dalam kenyataan di lapangan, disposisi berpikir kritis matematis yang dimiliki siswa masih kurang mendapat perhatian. Seperti studi pendahuluan yang telah dilakukan di kelas VII B SMP Al-Kautsar Bandarlampung pada tanggal 28 November 2014 diperoleh data mengenai disposisi berpikir kritis siswa. Berdasarkan observasi yang dilakukan, dapat diamati pada sikap beberapa peserta didik yang mudah menyerah ketika menyelesaikan masalah matematika yang diberikan, rendahnya rasa ingin tahu peserta didik terhadap materi yang dipelajari, tidak mau bertanya apabila ada yang tidak dipahami, memiliki rasa percaya diri yang rendah yang ditandai dengan tidak mau menjawab soal ke depan dan menutup jawabannya ketika guru mendatangi siswa tersebut dan melihat jawaban siswa, tidak sistematis ketika menyelesaikan masalah yang diberikan, serta beberapa siswa nampak tidak fokus ketika diberikan suatu persoalan matematika. Selain hasil observasi, hal ini juga dapat diketahui dari hasil wawancara terhadap guru mitra. Menurut guru mitra, selama ini guru lebih mementingkan kemampuan kognitif siswa daripada kemampuan afektif seperti disposisi beerpikir kritis. Guru juga mengatakan bahwa beberapa siswa di kelas VII B seringkali kurang percaya diri terhadap hasil pekerjaannya di kelas. Beberapa siswa malu ketika guru meminta mereka menyelesaikan soal di depan. Selain itu, ketika diberikan kesempatan untuk bertanya, jarang sekali ada siswa yang mau bertanya padahal ketika mengerjakan soal banyak siswa yang masih bingung untuk menyelesaikannya. Siswa juga sering tidak fokus pada persoalan yang guru berikan dan sulit untuk mengemukakan alasannya mengenai jawaban yang diperolehnya. Tindakan-tindakan yang muncul selama proses pembelajaran di kelas belum memenuhi indikator-indikator disposisi berpikir kritis matematis

7 siswa yang mencakup indikator percaya diri, rasa ingin tahu, pencarian kebenaran, analitis, sistematis, dan berpikiran terbuka. Dengan kata lain siswa memiliki disposisi berpikir kritis yang rendah. Padahal disposisi berpikir kritis ini dapat dilatih dan ditingkatkan dengan merubah paradigma peserta didik dan membiasakan mereka berpikir (habbits of mind). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memunculkan disposisi berpikir kritis siswa adalah menggunakan pembelajaran Socrates Kontekstual. Pembelajaran Socrates Kontekstual merupakan pembelajaran yang menggunakan metode Socrates dengan pendekatan Kontekstual. Proses pembelajaran Socrates Kontekstual dititikberatkan pada pemberian pertanyaan-pertanyaan Socrates untuk membangun konsep sendiri dan menghubungkannya dengan situasi nyata. Melalui pembelajaran ini, siswa dibiasakan membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan konteks nyata yang bermakna bagi dirinya. Pembelajaran Socrates dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa sehingga siswa menemukan sendiri konsep yang sedang dipelajari. Karakter pertanyaan-pertanyaan Socrates tersebut bersifat menggali untuk mendapatkan validitas jawaban siswa. Pentingnya memberikan pertanyaan dalam pembelajaran didasari bahwa seseorang akan berpikir dan menentukan sikap jika dihadapkan oleh suatu pertanyaan seperti yang dikatakan oleh Paul dan Eldes (2006: 62), bahwa Thinking is not driven by answers but by questions. Agar dapat berpikir, seseorang harus berhadapan dengan pertanyaan yang merangsang pemikirannya. Hal tersebut juga diperkuat dengan pendapat Ritchhart dan Lipman (Yunarti, 2011: 14) bahwa salah satu proses pembelajaran yang dapat

8 mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa serta memuat berbagai pertanyaan adalah dengan memberikan dialog. Dialog diperlukan untuk dapat membuka wawasan berpikir siswa terhadap suatu masalah yang sedang dihadapinya. Melalui pertanyaan-pertanyaan dalam dialog siswa diarahkan untuk menemukan penyelesaian suatu masalah dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan serta jawabannya. Pembelajaran dengan pemberian pertanyaan-pertanyaan seperti ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapat kritisnya. Dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang diberikan selama proses pembelajaran, siswa menjadi lebih percaya diri untuk berbicara dalam kelas, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, dan memfokuskan siswa pada suatu topik yang dipelajari. Hal ini sejalan dengan tujuan diberikannya pertanyaan menurut Djamarah (2010: 56) yaitu untuk meningkatkan perhatian dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu satu topik, memfokuskan perhatian pada suatu konsep masalah tertentu, mengembangkan belajar aktif, menstimulasi siswa untuk bertanya pada diri sendiri ataupun orang lain, mengembangkan kemampuan berpikir siswa, memberi kesempatan siswa untuk belajar sendiri melalui diskusi, mengungkapkan keinginan yang sebenarnya dari siswa melalui ide dan meningkatkan percaya diri siswa. Tindakan-tindakan yang muncul tersebut merupakan bagian dari disposisi berpikir kritis matematis siswa. Dengan demikian, pembelajaran dengan menggunakan metode Socrates dapat mendorong munculnya disposisi berpikir kritis siswa.

9 Selain dengan pemberian pertanyaan-pertanyaan melalui metode Socrates, penggabungannya dengan pendekatan kontekstual juga dapat membantu siswa melatih disposisi berpikir kritisnya. Dengan pendekatan kontekstual, konsep matematika disajikan secara konkret dengan mengaitkannya pada permasalahan nyata. Hal ini akan memicu siswa untuk memiliki rasa ingin tahu yang lebih, mencari kebenaran atas permasalahan tersebut, bersikap sistematis dan analitis dalam menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan dunia nyata dan lebih percaya diri untuk berpikir kritis karena sebelumnya dia telah memiliki pengetahuan tentang permasalahan nyata tersebut. Menurut Johnson (2010: 54) dalam pembelajaran kontekstual para siswa dilatih untuk bersosialisasi dengan kelompok-kelompok kerja mereka. Hal tersebut melatih siswa untuk berpikiran terbuka yang merupakan salah satu indikator disposisi berpikir kritis. Penerapan metode Socrates dan kombinasinya dengan pendekatan Kontekstual dalam pembelajaran di kelas membuat disposisi berpikir kritis matematis siswa muncul selama proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Yunarti (2011: 83), yaitu kolaborasi metode Socrates dan pendekatan pembelajaran Kontekstual sangat efektif diterapkan di kelas terutama dalam mengembangkan disposisi berpikir siswa. Dengan demikian, diterapkannya metode Socrates dapat mendorong siswa untuk memunculkan indikator-indikator disposisi berpikir kritis. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan analisis terhadap disposisi berpikir kritis siswa dalam pembelajaran Socrates Kontekstual. Oleh karena itu,

dilakukan penelitian yang berjudul Analisis Deskriptif Disposisi Berpikir Kritis Matematis Siswa dalam pembelajaran Socrates Kontekstual. 10 B. Fokus Penelitian Fokus dalam penelitian ini diarahkan pada masalah disposisi berpikir kritis matematis siswa. Disposisi berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu kecenderungan sikap seseorang dalam kegiatan berpikir kritis yang ditandai oleh indikator-indikator: pencarian kebenaran (sikap untuk selalu mendapatkan kebenaran), berpikiran terbuka (sikap untuk bersedia mendengar atau menerima pendapat orang lain), sistematis (sikap rajin dan tekun dalam berpikir), analitis (sikap untuk tetap fokus pada masalah yang dihadapi serta berupaya mencari alasan-alasan yang bersesuaian), kepercayaan diri dalam berpikir kritis (sikap percaya diri terhadap proses inkuiri dan pendapat yang diyakini benar), dan rasa ingin tahu (sikap yang menunjukkan rasa ingin tahu terhadap sesuatu atau isu yang berkembang). Indikator rasa ingin tahu meliputi sikap untuk mencoba menggunakan hasil berpikir orang lain dan menunjukkan rasa ingin tahu terhadap sesuatu atau isu yang berkembang. Indikator berpikiran Terbuka meliputi sikap memahami pendapat orang lain, fleksibel dalam mempertimbangkan pendapat orang lain, bersedia mengambil atau merubah posisi jika alasan atau bukti sudah cukup kuat untuk itu, dan peka terhadap perasaan, tingkat pengetahuan, tingkat kesulitan yang dihadapi orang lain. Indikator sistematis meliputi sikap rajin dalam mencari informasi atau alasan yang relevan, jelas dalam bertanya, tertib dalam bekerja, selalu berhati-hati dalam menggunakan pemikiran kritis, dan tidak mudah

11 terpengaruh. Indikator analitis dalam penelitian ini meliputi ketekunan dalam berpikir meskipun banyak kesulitan yang dihadapi, mencari pernyataan yang jelas dari suatu kesimpulan atau pertanyaan, mencari alasan-alasan yang bersesuaian, dan memilih dan menggunakan kriteria dengan alasan yang tepat. Indikator pencarian kebenaran dalam penelitian ini meliputi mencoba mencari alternatifalternatif lain, mampu bersikap jujur terhadap pernyataan atau sikap atau pikiran orang lain yang keliru, bersedia memperbaiki dan merevisi pendapat pribadi yang keliru dan yang telah direfleksikan secara jujur oleh orang lain, bersikap adil dalam menanggapi semua penalaran, dan selalu berusaha mendapatkan dan memberikan informasi yang benar. Sedangkan indikator kepercayaan diri dalam berpikir kritis meliputi menggunakan sumber-sumber yang dapat dipercaya, percaya diri pada proses inkuiri yang diyakini benar, dana percaya diri pada penalaran orang lain yang diyakini benar. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian di atas, yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana disposisi berpikir kritis siswa kelas VII B SMP Al Kautsar Bandar Lampung tahun pelajaran 2014/2015 dalam pembelajaran Socrates Kontekstual?. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana disposisi berpikir kritis siswa VII B SMP Al Kautsar Bandar Lampung tahun pelajaran 2014/2015 dalam pembelajaran Socrates Kontekstual.

12 E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap lembaga pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan sehingga menghasilkan output yang berkualitas. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai disposisi berpikir kritis siswa dalam pembelajaran Socrates Kontekstual. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis penelitian ini dibedakan menjadi manfaat praktis bagi siswa, manfaat praktis bagi guru, manfaat praktis bagi kepala sekolah dan manfaat praktis bagi peneliti. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan memberikan pengalaman belajar yang baru menggunakan metode Socrates Kontekstual serta dapat meningkatkan disposisi berpikir kritis siswa. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai metode yang baru yang dapat mengidentifikasi permasalahan belajar yang terdapat di kelas dan dapat mencari solusi untuk pemecahan masalah tersebut terutama yag berhubungan dengan disposisi berpikir kritis siswa. Hasil penelitian juga diharapkan menjadi referensi atau masukan bagi guru untuk memperbaiki proses pembelajaran matematika dengan memperhatikan aspek afektifnya terutama disposisi berpikir kritis. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam

13 meningkatkan kualitas sekolah dan mengadakan pembinaan dan peningkatan kemampuan guru sekaligus sebagai bahan masukan bagi kepala sekolah. Bagi peneliti, penelitian ini menjadi suatu pengalaman secara langsung untuk mengetahui disposisi berpikir kritis siswa dalam suatu proses pembelajaran Socrates kontekstual. Dan bagi pihak lain penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam penyajian informasi untuk mengadakan penelitian serupa.