BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tambahan makanan lainnya yang di izinkan (SNI ).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tambahan makanan lainnya yang di izinkan (SNI ). Pengendalian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN JELLY DARI BUAH-BUAHAN Oleh: Regina Tutik Padmaningrum *)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jelly adalah produk minuman semi padat yang terbuat dari sari buah-buahan

Tabel Pelarut Dalam Percobaan Metode Kromatografi. A n-butanol 40 bagian volume. B Iso-butanol 30 bagian volume

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung

Kuesioner Penelitian

ANALISIS PEWARNA RHODAMIN B DALAM ARUM MANIS SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DI DAERAH SUKOHARJO DAN SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kehatan RI No.

ANALISIS SECARA BIOKIMIA METHANYL YELLOW PADA TAHU YANG BEREDAR DI PASAR TRADISIONAL KODYA BANDUNG

(asam sitrat), Pengawet (natrium benzoat), Pewarna makanan. Komposisi: Gula, Glukosa, Buah nanas, Asam Sitrat, Perasa dan Pewarna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata saus berasal dari bahasa Perancis (sauce) yang diambil dari bahasa

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

THE IDENTIFICATION OF SYNTHETIC DYES IN RENGGINANG CRACKERS BY PAPER CHROMATOGRAPHY. Jatmiko Susilo, Agitya Resti Erwiyani, Lelie Amaliatusshaleha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

Bahan Tambahan Pangan (Food Additive)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah survai yang bersifat deskriptif yaitu menganalisa

ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan yaitu untuk memperbaiki warna,

Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah kertas serap yang sangat seragam. Fase gerak adalah pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi saat ini, penggunaan zat warna alami semakin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

BAB III METODE PENELITIAN. Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang Jl. Kedungmundu Raya

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Adapun lokasi dan waktu penelitian ini yakni sebagai berikut :

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cone es krim merupakan salah satu dari berbagai makanan yang banyak didapatkan di

Tabel jenis pewarna alami pada produk makanan dan batas maksimum penggunaannya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

LEMBAR OBSERVASI. Lokasi : No. Objek Pengamatan Kategori A Pemilihan Bahan Makanan Ya Tidak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kerupuk sudah lama dikenal di tanah air kita terutama sebagai lauk pauk

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

Kromatografi tambahan. Imam S

ANALISIS RHODAMIN B DALAM SAOS DAN CABE GILING DI PASAR KECAMATAN LAWEYAN KOTAMADYA SURAKARTA DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

Proses Pembuatan Madu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manisan adalah produk yang dibuat dari buah-buahan yang diolah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dapat mengubah fungsi tubuh, tidak korosif, dan tidak merugikan secara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya dalam pengolahan makanan selalu diusahakan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

SNI Standar Nasional Indonesia. Kecap kedelai. Badan Standardisasi Nasional ICS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

LKS 01 MENGIDENTIFIKASI ZAT ADITIF DALAM MAKANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Reaksi Kupling Diazonium : Sintesis Kombinatorial Azo Dyes

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB 3 METODE PERCOBAAN. Yang dilakukan mulai 26 Januari sampai 26 Februari Pemanas listrik. 3. Chamber. 4. Kertas kromatografi No.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saos merupakan bumbu penyedap makanan atau biasanya digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan khas

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER

Pembuatan Pewarna Alami Makanan dan Aplikasinya. Oleh: Siti Marwati, M. Si Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengeringan Untuk Pengawetan

BAB 3 METODE PENELITIAN

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN TETAP KIMIA ANALITIK INSTRUMEN

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

ANALISIS PENGGUNAAN RHODAMIN B PADA CABE GILING BASAH YANG DIJUAL DI PASAR KOTA YOGYAKARTA

Transkripsi:

4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jeli Jeli merupakan makanan yang dibuat dari karaginan, yaitu senyawa polisakarida rantai panjang yang diekstraksi dari rumput laut jenis-jenis karaginofit, seperti Eucheuma sp., Chondrus sp., Hypnea sp., dan Gigartina sp. Karaginan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu Ioto-karaginan, Kappa-karaginan, dan Lambdakaraginan. Ketiganya berbeda dalam sifat gel yang dihasilkan. Kappa-karaginan dan Lambda-Karaginan menghasilkan gel yang kuat (rigid), sedangkan Ioto-karaginan membentuk gel yang halus (flaccid) dan mudah dibentuk. (Anggadiredja, 2009). Komposisi jeli secara umum yakni 45 bagian buah dan 55 bagian gula, serta dibutuhkan sejumlah air (60-62 %) untuk melarutkannya hingga diperoleh produk akhir. Salah satu senyawa yang sangat berpengaruh dalam proses pembuatan jeli adalah pektin, sebab pektin mempengaruhi pembentukan gel dari jeli. Pektin merupakan senyawa yang berasal dari asam poligalakturonat. Kondisi ph optimum untuk pembentukan gel dari pektin adalah 2,8-3,2. Apabila ph diatas 3,5, maka gel tidak akan terbentuk. Sedangkan ph dibawah 2,5 gel yang terbentuk terlalu keras. (Jelen, 1985). Secara umum pembuatan jeli cukup sederhana, yakni buah-buahan yang akan dibuat jeli diperas dan diambil sarinya. Sejumlah gula kemudian ditambahkan, sesuai dengan perbandingan, yakni 45 bagian buah dan 55 bagian gula. (Jelen, 1985).

5 Pembuatan jeli yakni, pertama buah dipotong-potong kecil, lalu direbus selama 5-10 menit. Kemudian dihaluskan dengan blender, kemudian disaring. Cairan yang diperoleh didiamkan selama 1 jam sampai semua kotoran mengendap, sehingga diperoleh cairan sari buah yang bening. Lalu masukkan 450 gr sari buah kedalam wajan, lalu ditambahkan 550 gr gula pasir dan dimasak sampai kental dan matang. Tanda kematangannya ialah bila dituangkan jatuhnya terputus-putus dan tercium aroma buah yang khas. (Koswara, 2006). 2.2 Bahan Tambahan Pangan Pengertian Bahan Tambahan Pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.772/Menkes/Per/IX/88 No.1168/Menkes/Per/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. (Cahyadi, 2008). Tujuan penggunaan Bahan Tambahan Pangan adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diizinkan penggunaannya antara lain antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih, pengental, pengawet, pengeras, pewarna, penyedap rasa, dan sekuesteran. (Cahyadi, 2008).

6 2.3 Pewarna Pangan Warna merupakan salah satu aspek yang penting terhadap kualitas suatu produk makanan. Kualitas warna dianggap menunjukkan kualitas rasa dan tekstur dari suatu makanan agar makanan tersebut dapat diterima di masyarakat. Warna juga mengindikasikan bahwa telah terjadi reaksi kimia pada makanan. (Deman, 1980). Menurut International Food Information Council Foundation (1994), pewarna pangan adalah zat yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan warna suatu produk pangan, sehingga menciptakan tampilan tertentu dan membuat produk lebih menarik. Definisi yang diberikan oleh Depkes (1999) lebih sederhana, yaitu Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan. (Wijaya, 2009). Ada lima sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan makanan berwarna, yaitu : 1. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan. Misalnya klorofil berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin menyebabkan warna merah pada daging. 2. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanasknan membentuk warna cokelat. Misalnya warna cokelat pada kembang gula karamel atau roti yang dibakar. 3. Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Mailard, yaitu antara gugus amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi. Misalnya susu bubuk yang disimpan lama akan berwarna gelap. (Winarno, 1992).

7 4. Reaksi antara senyawa organik dengan udara akan menghasilkan warna hitam atau cokelat gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh adanya logam serta enzim, mislanya warna gelap permukaan apel atau kentang yang dipotong. 5. Penambahan zat warna, baik zat warna alami maupun zat warna sintetis, yang termasuk dalam golongan bahan aditif makanan. (Winarno, 1992). 2.3.1 Tujuan Penggunaan Pewarna Pangan Berdasarkan survey yang telah dilakukan Walford (1980), ada beberapa tujuan penggunaan pewarna pangan, yaitu : 1. Untuk memberikan penampilan yang menarik dari produk makanan yang telah berubah warna ketika proses pembuatan. 2. Untuk memberikan warna kepada produk makanan sesuai dengan sifat makanan tersebut. 3. Untuk menguatkan warna suatu produk makanan yang memiliki warna yang lemah. 4. Untuk memastikan keseragaman suatu bets dari sumber yang berbeda. (Walford, 1980). 2.3.2 Klasifikasi Pewarna Pangan Pewarna pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu pewarna alami, dan pewarna sintetis. Pewarna pangan yang berasal dari bahan alam disebut pewarna alami. Pewarna sintetis adalah pewarna yang dibuat melalui sintesis secara kimia. (Wijaya, 2009).

8 2.3.2.1 Pewarna Alami Banyak warna cemerlang yang dimiliki oleh tanaman dan hewan yang dapat digunakan sebagai pewarna makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi, memberikan bumbu atau pemberi rasa ke bahan olahannya. Dewasa ini ada beberapa bahan pewarna alami yang digunakan untuk menggantikan pewarna sintetis. Sebagai contohnya serbuk beet menggantikan pewarna merah sintetis FD & C No. 2. Pewarna alami juga dapat memberikan fungsi tambahan sebagai antioksidan, antimikroba, dan fungsi lainnya. Hal ini menyebabkan pertumbuhan penggunaan pewarna alami cenderung menjadi dua kali lipat bila dibandingkan dengan pewarna sintetis, terutama di negara-negara maju. Meskipun pewarna alami ini jauh lebih aman untuk dikonsumsi, akan tetapi penggunaan pewarna alami belum dapat dilakukan secara menyeluruh, sebab beberapa kendala, seperti rasa yang kurang sedap, penggumpalan pada saat penyimpanan, dan ketidakstabilan dalam penyimpanan. (Cahyadi, 2008 ; Wijaya, 2009). Umumnya pewarna alami diperoleh dari ekstrak kasar dari suatu tumbuhan yang pada dasarnya tidak stabil. Jelas terlihat stabilitas warna pada beberapa makanan dari penggunaan pewarna alami ini. Sebagai contoh adalah antosianin. Antosianin dapat digunakan pada beberapa produk, akan tetapi variasi warna yang ada terlalu sempit penggunaannya. Hal ini disebabkan ketidakstabilan antosianin terhadap ph tertentu, terutama ph asam. (Walford, 1984). Pada umumnya pewarna alami rentan terhadap ph, sinar matahari, dan suhu tinggi. Pewarna alami sebaiknya disimpan pada suhu 4 8 0 C untuk meminimumkan pertumbuhan mikroba dan degradasi pigmen. (Wijaya, 2009).

9 Pewarna alami berbentuk bubuk pada umumnya higroskopis. Beberapa sifat dari pewarna alami ditunjukkan pada tabel 2.1. (Wijaya, 2009). Tabel 2.1. Sifat-sifat Bahan Pewarna Alami Kelompok Warna Sumber Kelarutan Stabilitas Karamel cokelat gula air stabil dipanaskan Antosianin jingga, merah, biru tanaman air peka terhadap panas dan ph Flavonoid kuning tanaman air stabil terhadap panas Batalain kuning, merah tanaman air sensitif terhadap panas Quinon kuning-hitam tanaman air stabil terhadap panas Xanthon kuning tanaman air stabil terhadap panas Karotenoid kuning, merah tanaman/ hewan air stabil terhadap panas Klorofil hijau tanaman lipid dan air sensitif terhadap panas Heme merah, cokelat hewan air sensitif terhadap panas Sumber : Cahyadi (2008) 2.3.2.2 Pewarna Sintetis Pewarna sintetis adalah pewarna yang dibuat melalui sintesis secara kimia. Berdasarkan kelarutannya, dikenal dua macam pewarna sintetis, yaitu dyes dan lakes. Dyes adalah zat pewarna yang umunya bersifat larut dalam air, sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah propilen glikol, gliserin, atau alkohol. Sedangkan dalam semua jenis pelarut organik, dyes tidak dapat larut. (Cahyadi, 2008).

10 Dyes terdapat dalam bentuk bubuk, granula, cairan, campuran warna, dan pasta. Lakes adalah zat pewarna yang dibuat melalui proses pengendapan dan absorpsi dyes pada radikal (A atau Ca) yang dilapisi dengan alumina. Lapisan alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lakes ini tidak larut dalam air. Pada ph 3,5-9,5 stabil, dan di luar selang tersebut lapisan alumina pecah, sehingga dyes yang dikandungnya akan terlepas. (Cahyadi, 2008). Sedangkan zat pewarna lakes yang hanya terdiri dari satu warna, tidak merupakan campuran, juga harus mendapat sertifikat. Dalam certified colour terdapat spesifikasi yang mencantumkan keterangan yang penting mengenai zat pewarna tertentu, misalnya bentuk garam, kelarutan, dan residu yang terdapat didalamnya. Pada umumnya pewarna sintetis lebih stabil terhadap ph, cahaya, dan faktor lainnya selama pengolahan dan penyimpanan (Tabel 2.2). (Wijaya, 2009). Tabel 2.2. Kestabilan Beberapa Pewarna Sintetis Kestabilan terhadap Pewarna Cahaya Oksidasi ph Eritrosin Sangat baik Rendah Sangat rendah Merah Allura Sangat baik Rendah Baik Kuning FCF Sedang Rendah Baik Hijau FCF Rendah Sangat rendah Baik Biru Berlian Rendah Sangat rendah Baik Indigotin Sangat rendah Sangat rendah Baik Tartrazin Baik Rendah Baik Sumber : Wijaya (2009) Pewarna sintetis juga dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia yang terdapat pada pewarna tersebut (Tabel 2.3), yakni Azo dyes, Triarylmethane dyes, Quinophthalon dyes, Xanthene dyes, dan Indigo dyes. Struktur beberapa pewarna sintetis terlihat pada Gambar 2.1. (Socaciu, 2008).

11 Tabel 2.3. Golongan Pewarna Sintetis Golongan Azo Dyes Triarylmethane Dyes Quinophthalon Dyes Xanthene Dyes Indigo Dyes (2008) Contoh Pewarna Allura Red (Merah Allura), Amaranth, Azorubin (Carmoisine), Briliant Black, Brown FK, Brown HT, Litol Rubin BK, Ponceau 4R, Merah 2G, Sunset Yellow, Tartrazine Briliant Blue FCF, Fast Green FCF, Green S, Patent Blue V Quinoline Yellow (Kuning Kuinelin) Erythrosine (Eritrosin) Indigotine (Indigotin) Su mb er : Soc aci u Gambar 2.1. Struktur Beberapa Pewarna Sintetis Allura Red Brilliant Blue Carmoisine Tartrazine Sunset Yellow Quinoline Yellow Sumber : Socaciu (2008)

12 Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan pewarna yang dilarang (Tabel 2.4) diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai Bahan Tambahan pangan (BTP). (Cahyadi, 2008). Tabel 2.4. Pewarna Sintetik yang diizinkan dan yang dilarang di Indonesia Pewarna yang Diizinkan Pewarna Nomor Indeks Warna (C.I. No) Amaran 16185 Biru Berlian 42090 Eritrosin 45430 Hijau FCF 42053 Hijau S 44090 Indigotin 73015 Ponceau 4R 16255 Kuning Kuinelin 15980 Sunset Yellow 15985 Tartrazin 19140 Carmoisin 14720 Pewarna yang Dilarang Citrus Red 12156 Ponceau 3R 16155 Ponceau SX 14700 Rhodamin B 45170 Buinea Green B 42085 Magentha 42510 Chrysoidine 11270 Butter Yellow 11020 Sudan I 12055 Methanil Yellow 13065 Auramine 41000 Oil Orange SS 12100 Oil Orange XO 12140 Oil Yellow AB 11380 Oil Yellow OB 11390 Sumber : Cahyadi (2008)

13 2.4 Identifikasi Pewarna Sintetis Identifikasi pewarna sintetis dapat dilakukan dengan beberapa metode. Umumnya metode identifikasi yang digunakan adalah metode kromatografi maupun metode spektrofotometri, ataupun gabungan kedua metode ini. Metode yang dapat digunakan antara lain reaksi warna, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, spektrofotometri, dan kromatografi cair kinerja tinggi. (Cahyadi, 2008 ; Walford, 1984; Socaciu, 2008). 2.4.1 Cara Reaksi Warna Identifikasi pewarna sintetis dengan cara reaksi warna biasanya dilakukan sebagai identifikasi pendahuluan. Penggunaan cara reaksi kimia ini dilakukan dengan penambahan HCl(p), H2SO4(p), NaOH 10%, dan NH4OH 12%. Kemudian warna yang dihasilkan dengan penambahan pereaksi-pereaksi tersebut disesuaikan dengan tabel 2.5. (Apriyantono, 1989). Tabel 2.5. Perubahan Warna dengan Penambahan Pereaksi Perubahan Warna dengan Penambahan Pereaksi Pewarna HCl (p) H 2 SO 4(p) NaOH 10% NH 4 OH 12% Carmoisin Sedikit Violet Merah Merah berubah Tartrazin Sedikit gelap Sedikit gelap Sedikit berubah Sedikit berubah Sunset Kemerahan Kecoklatan Kecoklatan Tidak berubah Yellow Briliant Blue Kuning Kuning Tidak berubah Tidak berubah Ponceau 4R Merah pucat Violet Cokelat kuning Merah Sumber : Apriyantono (1989)

14 2.4.2 Identifikasi Zat Pewarna dengan Kromatografi Kromatografi digunakan untuk memisahkan campuran dari substansinya menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi bekerja berdasarkan prinsip yang sama seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda. (Gritter, 1991) 2.4.2.1 Kromatografi Kertas Mekanisme pemisahan dengan kromatografi kertas prinsipnya sama dengan mekanisme pada kromatografi kolom. Adsorben dalam kromatografi kertas adalah kertas saring, yakni selulosa. Sampel yang akan dianalisis ditotolkan ke ujung kertas yang kemudian digantung dalam wadah. Kemudian dasar kertas saring dicelupkan kedalam pelarut yang mengisi dasar wadah. Fasa mobil (pelarut) dapat saja beragam. Air, etanol, asam asetat atau campuran zat-zat ini dapat digunakan. (Jim, 2009) Prosedur penyiapan sampel dari metode kromatografi ini yakni, sejumlah cuplikan ditambahkan asam asetat encer kemudian masukkan benang wool bebas lemak secukupnya, lalu dipanaskan diatas nyala api kecil selama 30 menit sambil diaduk. Benang wool dicuci dengan air hingga bersih. Pewarna dilarutkan dari benang wool dengan penambahan ammonia 10% diatas penangas air hingga sempurna. Totolkan pada kertas kromatografi, juga totolkan baku pembanding. Elusi dengan eluen yang sesuai dan diletakkan pada suhu kamar. (Cahyadi, 2008).

15 Richard Laurence Millington Synge (1914-1994) adalah orang pertama yang menggunakan metode identifikasi asam amino dengan kromatografi kertas. Saat campuran asam amino menaiki lembaran kertas secara vertikal karena ada fenomena kapiler, partisi asam amino antara fasa mobil dan fasa diam (air) yang teradsorbsi pada selulosa berlangsung berulang-ulang. Ketiak pelarut mencapai ujung atas kertas proses dihentikan. Setiap asam amino bergerak dari titik awal sepanjang jarak tertentu. Dari nilai R, masing-masing asam amino diidentifikasi. (Jim, 2009) Penelitian yang telah dilakukan Charles (1990) eluen yang baik digunakan untuk identifikasi pewarna sintetis dengan metode kromatografi kertas adalah etil metil keton:aseton:air (70:30:30). (Walford, 1984) 2.4.2.1.1 Jenis Kromatografi Kertas 2.4.2.1.1.1 Kromatografi Kertas Satu Arah Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah kertas serap yang sangat seragam. Fase gerak adalah pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Sampel tinta diteteskan pada garis dasar pinsil pada selembar kromatografi kertas. Beberapa pewarna larut dalam jumlah yang minimum dalam pelarut yang sesuai, dan itu juga di teteskan pada garis yang sama. Dalam gambar 2.2, pena ditandai 1,2 dan 3 serta tinta pada pesan ditandai sebagai M. (Jim, 2009)

16 Gambar 2.2. Contoh Kromatografi Kertas Sumber: (Jim, 2009) Kertas digantungkan pada wadah yang berisi lapisan tipis pelarut atau campuran pelarut yang sesuai didalamnya. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada dibawah garis pada bercak diatasnya. Gambar berikutnya tidak menunjukkan terperinci bagaimana kertas di gantungkan karena terlalu banyak kemungkinan untuk mengerjakannnya dan dapat mengacaukan gambar. Kadang-kadang kertas hanya digulungkan secara bebas pada silinder dan diikatkan dengan klip kertas pada bagian atas dan bawah. Silinder kemudian ditempatkan dengan posisi berdiri pada bawah wadah. Alasan untuk menutup wadah adalah untuk meyakinkan bahwa astmosfer dalam gelas kimia terjenuhkan dengan uap pelarut. Penjenuhan udara dalam gelas kimia dengan uap menghentikan penguapan pelarut sama halnya dengan pergerakan pelarut pada kertas. (Jim, 2009) Gambar 2.3. Kromatografi Kertas dengan eluen Eluen Sumber: (Jim, 2009)

17 Karena pelarut bergerak lambat pada kertas, komponen-komponen yang berbeda dari campuran tinta akan bergerak pada laju yang berbeda dan campuran dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna. Gambar 2.4 menunjukkan apa yang tampak setelah pelarut telah bergerak hampir seluruhnya ke atas. (Jim, 2009) Gambar 2.3. Bergeraknya eluen Batas atas Sumber: (Jim, 2009) Dengan sangat mudah dijelaskan melihat dari kromatogram akhir dari pena yang ditulis pada pesan yang mengandung pewarna yang sama dengan pena 2. Anda juga dapat melihat bahwa pena 1 mengandung dua campuran berwarna biru yang kemungkinan salah satunya mengandung pewarna tunggal terdapat dalam pena 3. (Jim, 2009) 2.4.2.1.1.2. Kromatografi Kertas Dua Arah Kromatografi kertas dua arah dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah pemisahan substansi yang memiliki nilai Rf yang sangat serupa.waktu ini kromatogram dibuat dari bercak tunggal dari campuran yang ditempatkan kedepan dari garis dasar. (Jim, 2009)

18 Kromatogram ditempatkan dalam sebuah pelarut sebelum dan sesudah sampai pelarut mendekati bagian atas kertas. Dalam gambar 2.4, posisi pelarut ditandai dengan pinsil sebelum kertas kering. Posisi ini ditandai sebagai SF1 yaitu pelarut depan untuk pelarut pertama. Kita akan menggunakan dua pelarut yang berbeda. (Jim, 2009) Gambar 2.4. Kromatografi kertas dua arah Sumber: (Jim, 2009) Jika anda melihatnya lebih dekat, anda dapat melihat bahwa bercak pusat besar dalam kromatogram sebagian biru dan sebagian hijau. Dua pewarna dalam campuran memiliki nilai Rf yang hampir sama. Tentunya, nilai-nilai ini bisa saja sama, keduanya memiliki warna yang sama, kertas kering seluruhnya, dan putar 90 o dan perlakukan kromatogram kembali dengan pelarut yang berbeda. Hal yang sangat tidak dipercaya bahwa dua bercak yang membingungkan akan memiliki nilai Rf dalam pelarut kedua sama halnya dengan pelarut yang pertama, dengan demikian bercak-bercak akan bergerak dengan jumlah yang berbeda. (Jim, 2009)

19 Gambar 2.5. Bergeraknya eluen Sumber: (Jim, 2009) Gambar berikutnya menunjukkan apa yang mungkin terjadi pada berbagai bercak pada kromatogram awal. Posisi pelarut kedua juga ditandai bercak-bercak yang telah bergerak. Kromatogram akhir akan tampak seperti gambar 2.6. Gambar 2.6. Kromatogram Kromatografi Kertas dua arah Sumber: (Jim, 2009) Kromatografi dua arah secara seluruhnya terpisah dari campuran menjadi empat bercak yang berbeda. (Jim, 2009) 2.4.2.2 Menentukan Jarak Relatif (Rf) Beberapa senyawa dalam campuran bergerak sejauh dengan jarak yang ditempuh pelarut, beberapa lainnya tetap lebih dekat pada garis dasar. Jarak tempuh relatif pada pelarut adalah konstan untuk senyawa tertentu. (Jim, 2009)

20 Sepanjang anda menjaga segala sesuatunya tetap sama, misalnya jenis kertas dan komposisi pelarut yang tepat. Jarak relatif pada pelarut disebut sebagai nilai Rf. Untuk setiap senyawa berlaku rumus sebagai berikut: Rf = Jarak yang ditempuh oleh senyawa Jarak yang ditempuh oleh pelarut (Jim, 2009) Misalnya, jika salah satu komponen dari campuran bergerak 9,6 cm dari garis dasar, sedangkan pelarut bergerak sejauh 12,0 cm, jadi Rf untuk komponen itu: Rf = 9,6 cm 12,0 cm = 0,90 cm Dalam contoh tidak perlu menghitung nilai Rf karena anda akan membuat perbandingan langsung dengan hanya melihat kromatogram. Ada dua bercak pada kromatogram akhir dengan warna yang sama dan telah bergerak pada jarak yang sama pada kertas, dua bercak tersebut merupakan senyawa yang hampir sama. Hal ini tidak selalu benar, senyawa-senyawa berwarna yang sangat mirip dengan nilai Rf yang juga sangat mirip. (Jim, 2009)